Sebelum Ibu Rahma memgatakan ini, Indah telah memikirkan ini sebelum ibunya mengatakan kebenaran, tapi tetap menyakitkan mendengar ucapan bahwa dia bukan anak kandung Ibu Rahma langsung dari mulut sang Ibu."Katakan sekali lagi, Bu. Jadi benar aku ini bukan anak kandungmu? Jadi selama ini kamu perlakukan aku seperti ini emang aku bukan anak kandung Ibu?" tanya Imdah dengan suara gemetar."Aku tak tahu ... kenapa kalian jadi menyerangku? Apa aku salah mempertahankan rumah ini? Bukankah Rudi membelinya untuk Mita? Bukanya Rudi membeli Rumah Ini untuk Mita?" Ibu rahma bertanya dengan nada sedikit emosi. Sepertinya dia berusaha mengalihkan pembicaraan."Rahma, apa maksud ucapanmu tadi? Jadi Indah ini bukan anak kandungmu? Jawab dengan jujur," tanya Mama Reni dengan suara pelan, sepertinya dia menahan emosinya."Kalian mau tahu juga kebenarannya? Dan kamu Indah, apa tidak akan menyesal setelah tahu semuanya?" tanya Ibu Rahma.Indah menarik napas berat. Dan membuangnya lagi. Dia mencoba men
Rudi masuk ke kamar setelah mamanya pamit pulang. Dia telah memutuskan akan tetap pindah dari rumah ini. Itu juga yang disarankan mama Reni. Jika memang Ibu Rahma tak mengizinkan rumah ini di jual, biar di carikan orang untuk menjaganya.Mama Reni dan Rudi tidak membahas mengenai kenyataan jika Indah hanya anak dari selingkuhan bapaknya yang merusak hubungan keluarganya Ibu Rahma, mereka tak mau menghakimi sebelum tahu semua kebenarannya.Rudi melihat istrinya yang tidur dengan posisi meringkuk. Dia naik ke ranjang dan melihat masih ada sisa air mata di pipi sang istri. Dia lalu menghapusnya. Entah mengapa dia merasa kasihan melihat Indah yang selalu saja menangis. Matanya selalu berlinang air mata.Tubuh Indah terlihat jauh lebih kurus dari pertama mereka menikah. Rudi memeluk pinggang istrinya itu agar merapat.Indah membuka matanya. Melihat Rudi, air matanya kembali menetes. Dia ingin berbagi kesedihan dengan suaminya. Tapi takut tidak ada tanggapan dari suaminya. Indah saat ini bu
Rudi meraih ponselnya dan menekan tombol biru untuk menerima pangilan. Menerima panggilan orang kepercayaannya itu. "Besok pagi kita bertemu di kafe biasanya. Aku sudah pulang ke rumah," jawab Rudi. Setelah itu ponsel kembali di tutupnya. Dia kembali fokus untuk menonton televisi menemani Indah dan Nia. Nia dan Indah begitu nikmatnya menyantap brownies yang dia beli. Mereka sambil bercanda dan nonton televisi. "Bagaimana kakinya kamu? Apa sudah bisa digerakkan secara normal?" tanya Rudi kepada Indah yang lagi asik makan brownies sambil bercanda sama Nia. "Sudah, Mas. Sudah jauh lebih baik. Aku sudah kuat berjalan walau belum sanggup laju seperti biasanya," jawab Indah yang masih asik makan brownies. "Syukurlah. Pasti sebentar lagi akan kembali normal," jawab Rudi. Indah memandangi suaminya dengan intens. Sepertinya ada yang ingin dia katakan kepada Rudi. Rudi yang merasa diperhatikan menatap balik sang istri. "Ada yang ingin kamu katakan?" tanya Rudi. "Mas, apa aku boleh ke ku
Rudi melangkah dengan perlahan menujuh kuburan sang istri tercinta, Mita. Saat dia melangkah dia menggendong Nia yang sudah berumur tiga tahun, kuburan sang istri berlokasih di pinggir kota, dan di kelilingi oleh perpohonan yang sangat rimbun. Sinar matahari susa masuk menyinari kuburan itu karena terhalang olah perpohonan di sekitar kuburan sang Istri. Dia berjalan sambil menahan rindu sama istri tercintahnya.Rudi menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri saat sampai di makam Mita. la meletakkan bunga mawar putih di atas batu nisan yang terletak di tengah-tengah lapangan hijau dan tertutup oleh rimbunnya pohon. Nia memandangi makam tersebut dengan pandangan bingung di wajahnya. Nia masih belum mengerti apa dan dia belum perna bertemu sang ibunya secara langsung karena sang ibu meninggal sesaat melahirkanya.Indah juga ikut meletakan bunga yang dia beli tadi. Walau pun mereka kurang akur, dia tetap menyayangi kakaknya itu. Indah selalu mengangap sang kaka seperti kaka kandungn
Setelah mengantar anak dan istrinya pulang, Rudi langsung pamit kembali pergi. Dia ingin bertemu dengan orang suruhannya untuk mencari tau gimana almarhum istrinya mita dulu."Jangan menunggu aku pulang. Tidurlah jika kamu mengantuk. Aku masih ada urusan. Aku tidak tau cepat atau tidaknya urusan ku," ucap Rudi dengan istrinya."lya, Mas," jawab Indah singkat.Nia yang tertidur segera dipindahkan ke kamarnya. Rudi lalu membantu sang istri menuju kamar mereka. Di dalam kamar pria itu mengecup dahi Indah sebelum pergi. Gadis itu memandang kepergian suaminya dengan pikiran bercampur. Di satu sisi dia masih membenci Rudi karena penyebab kematian Dicky, di sisi lain dia membutuhkan pria itu sebagai tempat bersandar. Tiada lagi yang dia miliki selain suaminya itu. Apalagi sikap suaminya beberapa hari ini udah berubah banyak.Dulu dia masih merasa memiliki keluarga, yaitu ibu Rahma. Namun, sejak dia tahu kebenaran siapa dirinya, dia merasa sebatang kara. Rudi memang berjanji akan mencari tahu
Rudi terdiam dengan menatap wajah Nia yang sedang duduk. Tak tahu bagaimana jika memang bocah itu bukan darah dagingnya, dia tidak akan tau gimana hancurnya hati dia kalo emang Nia bukan anaknya. Dia sangat menyanyangi anaknya ini.Nia yang baru menyadari kehadiran Rudi, lalu berteriak memanggil namanya dengan nada khas anak-anak. Tersenyum simpul pria itu menjawabnya."Papi ...," teriak Nia dengan suara anak-anaknya."Ya, Sayang," jawab Rudi datar dia tidak tau gimana hatinya.Indah yang baru selesai masak, menyiapkan semuanya di atas meja makan. Dia heran melihat interaksi Rudi dan Nia yang tak biasa, dia bingung apa yang salah antara mereka. Hari ini pria itu tampak sedikit kaku dengan anaknya."Mas, apa ada masalah? Kenapa kamu sangat dingin?" tanya Indah akhirnya.Rudi yang sedang melamun, memikirkan ucapan orang suruhannya tak mendengar pertanyaan Indah. Karena tidak ada tangapan dari Rudi, Gadis itu akhirnya kembali pertanyaannya. "Mas, apa kamu ada masalah? Kenapa sikap kamu
Meraka berdua tidak sadar dan mengetahui, Rudi sudah berdiri di belakang mereka berdua. Dia bermaksud ingin pulang makan siang dengan istrinya. Tapi dia mendengar semua ucapan mertuanya."Syukurlah kalau kamu tidak mengiginkan harta Rudi, karena kau memang harus sadar diri, jika semua yang dimiliki Rudi harus jatuh ke tangannya Nia yang merupakan anaknya Rudi dan Mita. Jangan coba kau rebut semuanya dari tangan Nia. Walaupun nantinya kau memiliki anak lagi dengan Rudi, kau harus ingat, jika anakmu akan dapat bagian kecilnya saja. Kau harus mengingat itu!" ucap Ibu Rahma."Terserah apa yang ibu katakan. Semua keputusan ada di tangan Mas Rudi. Jadi percuma saja Ibu bicara denganku, aku tidak mau mencampuri urusan harta Mas Rudi" balas Indah.Indah kembali melangkahkan kakinya menuju meja makan, dia udah tidak mau berdepat sama Ibu Rahma. Namun, Ibu Rahma tak tinggal diam, dia lalu menahan dengan memegang pergelangan tangannya Indah untuk menghalangi jalannya Indah."Kau jangan sombong k
Indah yang mendengar obrolan yang sedikit sensitif dan akan ada perbedatan dari obrolan ini, Indah langsung meminta bibi membawa Nia ke kamar terlebih dahulu supaya Nia tidak memdengar perdebatan ini. Indah meminta bibi mandikan Nia yang tangannya penuh cat karena habis melukis tadi. Indah hanya duduk memdengar perdebatan itu dan dia tidak mau ikut campur dalam perdebatan itu. Dia hanya mendengar tanpa memberikan pendapat atau suara. "Apa Ibu yakin tidak mengetahui semuanya?" tanya Rudi dengan tersenyum miris dengan kata Ibu Rahma. Ibu Rahma tampak gugup. Dia meremas tangannya sendiri. Dia tak menyangka jika Rudi akan permasalahan semua ini setelah sekian tahun lamanya. Sebagai ibu, sebenarnya dia juga tak menginginkan Mita melakukan semua itu, tapi dia mau bagaimana lagi, dia tetap harus membela dan melindungi anak kesayangannya hingga rela berbohong. Apapun akan dia lakukan untuk membela anaknya kandungnya itu. "Ibu tidak tahu. Dan Ibu percaya semua yang Mita katakan. Sebagai an