Share

Part 5 Promil

Author: Anindyamin
last update Last Updated: 2024-05-01 11:22:50

"Kamu mau kabur pun percuma, gak akan aku biarin kamu lepas tangan dari semuanya. You stay here with me, do what i told you to do."

Udah pikiran ku bercabang, Yogi juga gak bantuin aku ngarang cerita, eh, dia malah ninggalin aku di Villa sama keluarganya untuk pergi sama papanya mancing seharian.

Aku bingung karena cuma di briefing dikit banget tentang kabar 'kehamilan' ini. Cuma bisa senyum canggung pas diajak saudara ipar ku berkumpul di teras villa sambil minum teh.

Beberapa candaan jorok mereka membuat mukaku merah sampai telinga!

"Hebat juga ya Yogi, baru beberapa bulan udah langsung gol aja. Kirain bakal nunda dulu loh!" ucap kak Shinta yang memang belum memiliki kehendak untuk hamil, begitupun suaminya.

Mereka seperti masih pacaran dan mungkin heran kenapa kami terlihat terburu-buru.

Dipikir-pikir, iya juga sih.

Kalaupun aku hamil beneran, kayaknya emang terlalu cepat. Aku gak ngerti sama permintaan Yogi dan untungnya berani nekat ngambil langkah untuk menunda hal itu secara sepihak, tanpa persetujuannya.

Mamah Yogi yang bergabung diantara kami berempat berceletuk, "Gak apa-apa, Dira. Mana tau abis punya anak Yogi jadi lebih hangat, gak kayak robot lagi, iya kan?"

Aku tersenyum mengangguk, masih berusaha meminimalisir informasi yang gak perlu di omongin, takut bentrok sama yang Yogi bicarakan nanti.

"Pinter juga ya, taktik Dira." ejek salah satu sepupu Yogi yang lain dengan nada ketus.

Rasanya gak terima banget, aku gak selicik itu.

"Hehe, bukan taktik akusih. Soalnya aku nurut mas Yogi aja yang mau langsung punya anak. Dia yang minta..."

Aku bener-bener gak tau apapun, bahkan sampe ditanya bakalan kontrol ke dokter mana, aku gak tau.

I have no idea about all this maternity things.

"Masa belum dipikirin Dir? itu udah mulai harus kontrol loh, takutnya ada apa-apa di masa awal kehamilan, kan rentan."

"O-oh, ada kok. Ada, dokter deket rumah juga, mas Yogi kenal tuh namanya Joon." Sialan.

Pikiranku pendek sekali sampai nyebut nama dokter yang belum tentu dokter kandungan, apalagi itu dokter udah pernah buat Yogi marah mencak-mencak depan rumah.

Dari namanya juga keliatan jelas banget kalo dokternya cowok.

"Dokter cowok Dir? Yogi bolehin?"

Mukaku makin pucat.

Keluarga Yogi pasti tahu perangai Yogi yang risih jika 'miliknya' di sentuh pria lain. Aku bingung banget.

"...Boleh, Dira boleh pake dokter mana aja asal anak gue sehat." Entah sejak kapan Yogi sampai di rumah, tapi kedatangannya langsung membuatku lega.

Rasanya mau lari dan berlindung dibalik punggungnya. Aku takut, cemas, berharap kebohongan ini cepat selesai dan kami bisa pulang kerumah untuk membahas hal ini secara private.

"Aku ada kerjaan di rumah, mau pulang?" Tanya Yogi seolah bisa membaca jalan pikiranku, membawaku keluar dari rumah yang telah membuatku merasa tegang sepanjang memijakkan kaki.

"Harusnya jangan sebut dia dokternya." Ucap Yogi bergumam.

Aku diem saja, pahaku ngarah ke pintu tanpa ngeliat wajah Yogi yang nyetir sama sekali.

"Harusnya kita gak perlu bohong kayak gini." Balasku lagi, suasananya jadi hening.

Aku tau, gimana pun dia pasti ngerasa bersalah.

Tapi kupikir, seenggaknya dia bertanggung-jawab untuk ngebawa aku pergi dari situasi gak mengenakan itu tepat waktu, aku suka dia berbohong demi aku.

Entah aku cuma cari-cari alasan untuk maafin dia atau emang yang Yogi lakukan itu manis, aku coba untuk nekan emosiku.

"Kamu gak apa-apa bohong gitu? Gak beneran ada kerjaan kan?"

Dia menggeleng, "Enggak, tapi aku emang harus pergi. Ada perlu."

Yogi meraih saku celananya tanpa ngalihin pandangan dari jalan tol, menggulirkan sebuah kartu untuk diberikan padaku.

"Kamu hubungin dokter ini, she's gonna take care of you."

Alisku terangkat naik sebelah, "Buat apa? Promil?"

"Boleh. She's good, konsul apa aja sama dia."

"Kamu tau dia bagus dari mana?" tanyaku santai sambil meneliti kartu nama keemasan itu dengan baik. Tidak menaruh pikiran apapun terhadap suamiku.

Tapi pertanyaan sederhana itupun gak bisa dia jawab.

Aku berusaha untuk gak terlalu mikirin semua yang terjadi beberapa hari belakangan.

Rasanya kalau bisa aku pengen punya kesibukan lagi, pengen ketemu temen-temen kerja lagi sampai gak punya waktu untuk overthinking masalah apapun.

Soalnya Yogi begitu. Sejak aku mulai sering bertanya tentang latar belakangnya sebelum nikah, dia itu langsung nyibukin diri dan jadi jarang pulang kerumah. Kalau pun pulang, pasti udah malem dan langsung tidur. Hari libur dia bakalan pergi atau lembur di kantor. Walaupun gak pintar-pintar amat, aku sadar kalau dia lagi menghindar dariku. Menghindari semua pertanyaanku.

Sampe rasanya aku kayak gak enak. Aku istri sah-nya tapi aku ngerasa sungkan udah jadi alasan dia malas pulang kerumah,

Dengan sengaja, aku nungguin dia pulang hampir jam sebelas malam cuma untuk meluruskan hal ini.

"Aku... gak masalah kok kalau sementara waktu pulang kerumah orang tua."

Yogi duduk melipat tangan didepan dada, bau shampoo nya tercium di penciumanku setelah ia keluar dari kamar mandi sepuluh menit lalu.

"Kenapa?"

"Gak apa-apa. I just felt like im being such a burden to you lately."

Yogi natap aku tanpa bergeming.

"...kalau seandainya aku pulang seminggu-dua minggu juga gak masalah kan, namanya juga refreshing.”

"Masalah."

"Ha?" Aku bingung dengan jawaban Yogi yang terdengar dingin seolah aku lagi mengecewakannya. Padahal dia sendiri yang membuat situasi jadi seperti ini.

“Maksudnya masalah gimana, Mas? Kan daripada kamu sengaja nginep di kantor atau weekend malah keluyuran, lebih baik aku aja yang nginep keluar dulu. Aku gak marah kok, cuma ngasih saran aja sebagai-"

"Namanya istri ya tinggal sama suami, kenapa mau pulang ke rumah orang tua?" Suaranya agak meninggi. Aku gak tau kenapa obrolan yang ku mulai dengan penuh kehati-hatian dan kelembutan, malah jadi boomerang untukku yang mulai terasa terintimidasi.

"Mas..."

Yang terjadi selanjutnya malah membuatku makin bergidik. Punggungku menabrak kepala kasur ketika Yogi bangkit dan merangkak dari duduknya menuju kearahku.

Tatapannya menggelap, menangkup bahuku agar tidak bergerak menjauh.

"Aku butuh kamu." ucap Yogi tepat didepan wajahku,

"G-gak bisa, aku gak punya birth control lagi, udah kamu buang semua.”

"Bagus kalo gitu." sebuah senyum samar membuatku makin gugup bertemu dengan tatapnya,

"Aku butuh kamu, sekarang."

"F-fine, tapi jangan keluar didalam." Butuh waktu sekitar lima detik sebelum Yogi mendaratkan ciumannya di rahang kiriku,

"No. I always cum inside."

Gak tau apa yang merasuki Yogi. Kewajibanku ke dia rasanya kayak diborong bayar lunas semalam karena udah seminggu lebih gak 'ngasih'.

Hampir gak kenal dia lagi rasanya, kayak bukan Yogi yang biasanya nenangin aku tiap dia ngelakuinnya terlalu keras. Rasanya aku hampir memohon buat berhenti, tapi setiap aku ingin buka suara, suaraku tertahan. Malah sengaja makin diperkuat, makin bikin aku tercekat.

Aku cuma bisa remas tangannya berkali-kali, berharap dia ngerti bahasa tubuhku yang rasanya gak bisa ngimbangin dia lagi.

"Keluarin di mana?" Well, setidaknya dia masih nanya untuk keluarin dimana dan gak langsung nyembur didalem tanpa izinku, walaupun dia nolak pakai kondom karena aku bilang aku udah gak minum birth-control.

Seenggaknya sampai detik itu dia masih hormatin keputusanku yang belum siap jadi ibu.

Walaupun aku tau, cepat atau lambat dia bakalan dudukin situasi ini untuk dibahas.

Aku tahu, dia mau cepat-cepat punya anak entah untuk alasan apa.

"T-terserah, jangan didalam mas."

"Oke, dimuka." Aku tercekat ketika beberapa detik kemudian dia merangkak dan memegang rahangku agar tidak bergerak dari semburannya.

Biasanya dia akan ambilin aku minum, atau sekedar pakein aku baju dan celana usai aktifitas kami.

Tapi semalem enggak sama sekali. Dibanding bercinta, kayaknya semalem cuma kegiatan penghilang stress untuk Yogi.

Dia keliatan banget banyak kepikiran dan nyari aku untuk luapin beban-bebannya.

Related chapters

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 6 Pergi

    “Mau kemana? Diajak ngomong kok malah pergi?” Yogi nangkap tangan aku yang buru-buru cuci tangan“Mau pergi dari dapur.”Dari mukanya dia lebih ke bingung daripada marah, tapi muka galaknya tetep gak ilang. Aku yang berhadapan dengan pisau entah kenapa reflek ngambil pisau itu untuk diacungkan kearahnya.Sekedar mengancam supaya Yogi lepasin cengkraman tangannya dari tanganku.“Hah? Kenapa kamu?!”“Stop pegang aku, stop paksa aku ini-itu.”“Siapa yang maksa kamu? Kamu ngomong apa sih?!”Tanpa rasa bersalah dia kebingungan, langkahnya mundur menjaga jarak dari pisau yang kupegang. Konyol sekali emang megang pisau dapur yang pendek dan gampang banget ditepis kalau Yogi mau. Tapi dia masih biarin aku pegang pisau itu tanpa mau bikin aku makin panik.“Explain.”“K-kamu perkosa aku.”Ludahnya tercekat, “K-kapan, Dir?”“Well not technically, tapi kamu tutup mulut aku supaya aku gak bisa minta kamu stop. A-aku takut sama kamu...”Kami saling menatap seperkian detik sampai Yogi maju perlahan,

    Last Updated : 2024-05-11
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 7 Cemburu?

    Yogi diam, dengan wajah datarnya mendorong pintu untuk masuk.“Tau dari mana kamar aku? Kok bisa naik?” tanyaku panik. Aku... masih takut sama dia, dan aku cuma pakai Bathrobe.“Kamu pakai debit aku, tinggal tanya ke resepsionis.” Jawabnya cuek.“Aku mau ngomong sebentar doang, gak akan lama-lama disini.”Baguslah. Artinya dia tau kalau aku gak nyaman dengan kehadiran dia disini.Detik berikutnya ada ketukan lagi, kali ini kuyakini adalah obatku. Tapi Yogi yang menghalangi pintu dengan penasaran melihat keluar dan menerima paketnya dengan wajah bingung.“Obat untuk ibu Dira dari dokter Joon, nanti katanya kalau sudah minum obat dokternya kesini untuk periksa.” Sebut petugas itu polos tanpa tahu dengan siapa dia bicara.“...Nanti dokternya kesini lagi buat periksa.” Yogi mengangguk, dia kelewat tenang dengan situasi iniDan hal itu malah bikin aku cemas. Aku cepat-cepat menutup pintu itu tanpa sempat bilang makasih ke petugas, karena sekenal-kenalnya aku dengan Yogi, aku belum pernah be

    Last Updated : 2024-05-13
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 7 Surat Perpisahan

    Aku diam, sepanjang bercerita aku memberi point apa saja yang pengen aku tanyakan karena Yogi seperti ingin melewati fakta paling besar dan inti dari segala cerita ini.Seluruh pertanyaan kecilku hilang dan aku hanya ingin menegaskan sesuatu. Hal yang sejak dulu sudah aku rasakan tapi gak berani untuk bener-bener aku tanya.“Gak gitu, aku sama dia udah selesai sebelum aku kenal sama kamu.”“Tetep aja?? Kamu mau bikin mantan kamu cemburu dengan nikah sama aku kan? Kamu marah karena dia aborsi anak kamu dan kamu mau nunjukin kalau kamu bisa jadi ayah yang hebat, iya kan?”Seluruh tuduhanku terdengar berlebihan, tapi kalau siapapun yang berada di posisiku pasti ngerti apa yang aku rasain.Aku seperti perempuan yang di pilih secara acak untuk dinikahi, memberikan anak dan menjadi ajang pembuktian kalau hidup Yogi baik-baik saja.Aku jadi ngerti banget posisiku disini setelah denger cerita Yogi.“...terus kenapa kamu suruh aku ngaku itu testpack aku? Kenapa kamu gak jujur udah ngehamilin a

    Last Updated : 2024-05-13
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 8 Aku Harus Bagaimana?

    Bukan nikah dengan Yogi yang paling aku sesali selama 26 tahun hidup...Tapi keputusanku untuk ngelepasin semuanya, seluruh hidupku dan kegiatanku untuk jadi miliknya secara utuh.Andai saat itu aku gak buta arah, andai saat itu aku gak kemakan bayangan fairytale seperti yang sering aku baca di novel novel romantis, mungkin aku gak akan semenyedihkan ini.Aku gak tau kalau Yogi akan lebih memprioritaskan masa lalunya daripada aku yang berada di masa sekarang, atau bahkan masa depannya kelak.Walau dia udah melarikan aku dari hadapan orang tuanya, aku masih belum bisa berhenti menangis.Dia berdiri bersandar dinding, cuma ngeliatin aku nangis tanpa ngomong apapun kurang lebih sepuluh menit.Tanpa suara, tanpa teriakan histeris, aku meremat gaunku, menunduk berlelehan air mata. Ditemani Yogi malah bikin aku merasa makin sedih, terlebih ini didalam kamar kami, kamar yang dulunya juga kumiliki."Maaf."Aku kaget, tapi mengangguk menerima pernyataan maafnya dengan ikhlas. Aku cuma butuh wak

    Last Updated : 2024-05-15
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 8 I'm Ok, No I'm not Ok

    Hal pertama yang kulakukan adalah menoleh kearah Yogi yang tampak mengusap wajahnya lega. Aku termenung, merasa kalau keputusanku yang tidak egois dan ikhlas melepaskannya berdampakSe-membahagiakan ini terhadap Yogi. Aku tersenyum, mengabaikan air mata yang entah sejak kapan mengalir deras di pipiku.Kalo memang hal ini membuat Yogi kehilangan separuh beban di hidupnya, maka tentu saja aku rela.Pada akhirnya aku menginjakkan kaki lagi ke rumah dan tempat yang paling aku rindukan. Rumah Yogi, mantan suamiku. Awalnya aku ingin sekedar meminta izin untuk mengambil barang-barang yang kemarin belum sempat aku kemas. Aku memang sedang dalam proses mengirim barang ke kota yang akan aku tinggali nanti. Aku gak nyangka kalau Yogi malah menyuruhku mengambil sendiri apa yang aku butuhkan, dan meletakkan kunci di tempat yang dulu sering ku katakan padanya."Mas, aku pergi sama temen. Kunci di pot bunga ya!"Gak menyangka kalau kebiasaan itu malah diteruskan oleh Yogi. Aku duduk sebentar di sofa

    Last Updated : 2024-05-16
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 11 Yogi Datang

    Menimbang-nimbang, apakah sepadan jika aku hancurkan usahaku untuk melupakannya hanya karena satu kata itu?Apa semua akan baik-baik aja kalau aku memberi respon? Selama ini...Aku sudah cukup sabar.Aku mengalah, bahkan ketika Yogi membuatku berada di urutan terakhir dari kepentingannya, aku terima. Semua maaf yang gak pernah aku terima tapi tetap aku maafkan. Saat aku butuh pembelaannya, butuh kata-kata menenangkan darinya, dan yang aku hadapi hanya kesendirian.Berusaha keras agar tidak menjadi beban di tengah beban perkerjaanya hingga aku lupa kalau aku juga manusia, aku punya perasaan. Rasanya sudah cukup sih, aku diperlakukan seperti itu. Aku gak peduli apa yang dia dengar tentangku, dan darimana dia dapat nomor ponsel baruku ini.Alih-alih menjawab Yogi, aku menghubungi Jessica dengan tenang, seolah hatiku tidak baru saja jatuh karena menerima pesan dari mantan suamiku itu.“...Tenang aja, gue gak bilang lo hamil kok.”Seenggaknya, dia hubungin aku bukan karena tau aku hamil.H

    Last Updated : 2024-05-19
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 12 Terlambat

    Aku terdiam dari seguk tangis.Membiarkan Yogi berjalan dengan gontai dari depan pintuku hingga suara langkahnya menghilang.Mencera kalimatnya yang membuaiku hingga membuka pintu meski terlambat. Yogi sudah gak disana lagi, meninggalkan aku yang bercucur air mata menatap lorong kosong itu.Aku duduk di bangku yang tadi ia duduk, membayangkan posisinya yang duduk disana berjam-jam menungguku membuka pintu. Menangisi ketulusannya yang terasa begitu dekat tapi begitu jauh.Aku tahu aku gak seharusnya berkejar dengan waktu. Prinsipku selalu goyah ketika semua sudah terlambat.Tapi di lain sisi, aku bersyukur karena Yogi sudah pergi sebelum aku membuka pintu dengan penuh air mata dan memeluknya. Membayangkan hal itu saja aku malu, menyedihkan sekali.Biarkan saja aku menangis duduk disini merenungi kepergiannya.Kalau bisa aku tidur saja di bangku yang tadi diduduki Yogi, aku gak mau pindah.Aku gak akan-"Dira."Yogi memanggilku di ujung lorong, memegang sebuah plastik bening yang ku yak

    Last Updated : 2024-05-19
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 13 Jordi

    Seberapa inginpun aku ingin mendengar jawabannya, aku tahu aku gak akan sanggup.Hingga aku melanjutkan kalimatku sebelum Yogi dapat menjawab."Harusnya aku sadar, kalau kamu gak pernah cinta sama aku. Mungkin kamu pernah suka, atau tertarik sama aku. Mungkin beberapa sikap aku cocok untuk kamu yang gak mau direpotkan orang, tapi kamu gak pernah yakin kalau aku adalah orang yang akan kamu cintai sampai tua.Mau seberapa keras aku berusaha untuk bikin kamu yakin pun gak ada guna, karna sebenarnya itu bukan tugas aku untuk yakinin kamu tentang perasaan kamu sendiri.Harusnya sebelum menikah sama aku, kamu harus udah yakin kalau aku adalah wanita yang gampang kamu cintai, yang kesalahannya akan kamu maafkan setelah dengar penjelasan dari aku, dan bukan yang kamu tunggu-tunggu untuk membuat kesalahan supaya bisa langsung kamu ceraikan."You never love me from the first place and I wish I was aware from the beginning.""Dira..."Aku cuma menyunggingkan senyum mengabaikan muka ku yang basah

    Last Updated : 2024-05-20

Latest chapter

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 13 Jordi

    Seberapa inginpun aku ingin mendengar jawabannya, aku tahu aku gak akan sanggup.Hingga aku melanjutkan kalimatku sebelum Yogi dapat menjawab."Harusnya aku sadar, kalau kamu gak pernah cinta sama aku. Mungkin kamu pernah suka, atau tertarik sama aku. Mungkin beberapa sikap aku cocok untuk kamu yang gak mau direpotkan orang, tapi kamu gak pernah yakin kalau aku adalah orang yang akan kamu cintai sampai tua.Mau seberapa keras aku berusaha untuk bikin kamu yakin pun gak ada guna, karna sebenarnya itu bukan tugas aku untuk yakinin kamu tentang perasaan kamu sendiri.Harusnya sebelum menikah sama aku, kamu harus udah yakin kalau aku adalah wanita yang gampang kamu cintai, yang kesalahannya akan kamu maafkan setelah dengar penjelasan dari aku, dan bukan yang kamu tunggu-tunggu untuk membuat kesalahan supaya bisa langsung kamu ceraikan."You never love me from the first place and I wish I was aware from the beginning.""Dira..."Aku cuma menyunggingkan senyum mengabaikan muka ku yang basah

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 12 Terlambat

    Aku terdiam dari seguk tangis.Membiarkan Yogi berjalan dengan gontai dari depan pintuku hingga suara langkahnya menghilang.Mencera kalimatnya yang membuaiku hingga membuka pintu meski terlambat. Yogi sudah gak disana lagi, meninggalkan aku yang bercucur air mata menatap lorong kosong itu.Aku duduk di bangku yang tadi ia duduk, membayangkan posisinya yang duduk disana berjam-jam menungguku membuka pintu. Menangisi ketulusannya yang terasa begitu dekat tapi begitu jauh.Aku tahu aku gak seharusnya berkejar dengan waktu. Prinsipku selalu goyah ketika semua sudah terlambat.Tapi di lain sisi, aku bersyukur karena Yogi sudah pergi sebelum aku membuka pintu dengan penuh air mata dan memeluknya. Membayangkan hal itu saja aku malu, menyedihkan sekali.Biarkan saja aku menangis duduk disini merenungi kepergiannya.Kalau bisa aku tidur saja di bangku yang tadi diduduki Yogi, aku gak mau pindah.Aku gak akan-"Dira."Yogi memanggilku di ujung lorong, memegang sebuah plastik bening yang ku yak

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 11 Yogi Datang

    Menimbang-nimbang, apakah sepadan jika aku hancurkan usahaku untuk melupakannya hanya karena satu kata itu?Apa semua akan baik-baik aja kalau aku memberi respon? Selama ini...Aku sudah cukup sabar.Aku mengalah, bahkan ketika Yogi membuatku berada di urutan terakhir dari kepentingannya, aku terima. Semua maaf yang gak pernah aku terima tapi tetap aku maafkan. Saat aku butuh pembelaannya, butuh kata-kata menenangkan darinya, dan yang aku hadapi hanya kesendirian.Berusaha keras agar tidak menjadi beban di tengah beban perkerjaanya hingga aku lupa kalau aku juga manusia, aku punya perasaan. Rasanya sudah cukup sih, aku diperlakukan seperti itu. Aku gak peduli apa yang dia dengar tentangku, dan darimana dia dapat nomor ponsel baruku ini.Alih-alih menjawab Yogi, aku menghubungi Jessica dengan tenang, seolah hatiku tidak baru saja jatuh karena menerima pesan dari mantan suamiku itu.“...Tenang aja, gue gak bilang lo hamil kok.”Seenggaknya, dia hubungin aku bukan karena tau aku hamil.H

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 8 I'm Ok, No I'm not Ok

    Hal pertama yang kulakukan adalah menoleh kearah Yogi yang tampak mengusap wajahnya lega. Aku termenung, merasa kalau keputusanku yang tidak egois dan ikhlas melepaskannya berdampakSe-membahagiakan ini terhadap Yogi. Aku tersenyum, mengabaikan air mata yang entah sejak kapan mengalir deras di pipiku.Kalo memang hal ini membuat Yogi kehilangan separuh beban di hidupnya, maka tentu saja aku rela.Pada akhirnya aku menginjakkan kaki lagi ke rumah dan tempat yang paling aku rindukan. Rumah Yogi, mantan suamiku. Awalnya aku ingin sekedar meminta izin untuk mengambil barang-barang yang kemarin belum sempat aku kemas. Aku memang sedang dalam proses mengirim barang ke kota yang akan aku tinggali nanti. Aku gak nyangka kalau Yogi malah menyuruhku mengambil sendiri apa yang aku butuhkan, dan meletakkan kunci di tempat yang dulu sering ku katakan padanya."Mas, aku pergi sama temen. Kunci di pot bunga ya!"Gak menyangka kalau kebiasaan itu malah diteruskan oleh Yogi. Aku duduk sebentar di sofa

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 8 Aku Harus Bagaimana?

    Bukan nikah dengan Yogi yang paling aku sesali selama 26 tahun hidup...Tapi keputusanku untuk ngelepasin semuanya, seluruh hidupku dan kegiatanku untuk jadi miliknya secara utuh.Andai saat itu aku gak buta arah, andai saat itu aku gak kemakan bayangan fairytale seperti yang sering aku baca di novel novel romantis, mungkin aku gak akan semenyedihkan ini.Aku gak tau kalau Yogi akan lebih memprioritaskan masa lalunya daripada aku yang berada di masa sekarang, atau bahkan masa depannya kelak.Walau dia udah melarikan aku dari hadapan orang tuanya, aku masih belum bisa berhenti menangis.Dia berdiri bersandar dinding, cuma ngeliatin aku nangis tanpa ngomong apapun kurang lebih sepuluh menit.Tanpa suara, tanpa teriakan histeris, aku meremat gaunku, menunduk berlelehan air mata. Ditemani Yogi malah bikin aku merasa makin sedih, terlebih ini didalam kamar kami, kamar yang dulunya juga kumiliki."Maaf."Aku kaget, tapi mengangguk menerima pernyataan maafnya dengan ikhlas. Aku cuma butuh wak

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 7 Surat Perpisahan

    Aku diam, sepanjang bercerita aku memberi point apa saja yang pengen aku tanyakan karena Yogi seperti ingin melewati fakta paling besar dan inti dari segala cerita ini.Seluruh pertanyaan kecilku hilang dan aku hanya ingin menegaskan sesuatu. Hal yang sejak dulu sudah aku rasakan tapi gak berani untuk bener-bener aku tanya.“Gak gitu, aku sama dia udah selesai sebelum aku kenal sama kamu.”“Tetep aja?? Kamu mau bikin mantan kamu cemburu dengan nikah sama aku kan? Kamu marah karena dia aborsi anak kamu dan kamu mau nunjukin kalau kamu bisa jadi ayah yang hebat, iya kan?”Seluruh tuduhanku terdengar berlebihan, tapi kalau siapapun yang berada di posisiku pasti ngerti apa yang aku rasain.Aku seperti perempuan yang di pilih secara acak untuk dinikahi, memberikan anak dan menjadi ajang pembuktian kalau hidup Yogi baik-baik saja.Aku jadi ngerti banget posisiku disini setelah denger cerita Yogi.“...terus kenapa kamu suruh aku ngaku itu testpack aku? Kenapa kamu gak jujur udah ngehamilin a

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 7 Cemburu?

    Yogi diam, dengan wajah datarnya mendorong pintu untuk masuk.“Tau dari mana kamar aku? Kok bisa naik?” tanyaku panik. Aku... masih takut sama dia, dan aku cuma pakai Bathrobe.“Kamu pakai debit aku, tinggal tanya ke resepsionis.” Jawabnya cuek.“Aku mau ngomong sebentar doang, gak akan lama-lama disini.”Baguslah. Artinya dia tau kalau aku gak nyaman dengan kehadiran dia disini.Detik berikutnya ada ketukan lagi, kali ini kuyakini adalah obatku. Tapi Yogi yang menghalangi pintu dengan penasaran melihat keluar dan menerima paketnya dengan wajah bingung.“Obat untuk ibu Dira dari dokter Joon, nanti katanya kalau sudah minum obat dokternya kesini untuk periksa.” Sebut petugas itu polos tanpa tahu dengan siapa dia bicara.“...Nanti dokternya kesini lagi buat periksa.” Yogi mengangguk, dia kelewat tenang dengan situasi iniDan hal itu malah bikin aku cemas. Aku cepat-cepat menutup pintu itu tanpa sempat bilang makasih ke petugas, karena sekenal-kenalnya aku dengan Yogi, aku belum pernah be

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 6 Pergi

    “Mau kemana? Diajak ngomong kok malah pergi?” Yogi nangkap tangan aku yang buru-buru cuci tangan“Mau pergi dari dapur.”Dari mukanya dia lebih ke bingung daripada marah, tapi muka galaknya tetep gak ilang. Aku yang berhadapan dengan pisau entah kenapa reflek ngambil pisau itu untuk diacungkan kearahnya.Sekedar mengancam supaya Yogi lepasin cengkraman tangannya dari tanganku.“Hah? Kenapa kamu?!”“Stop pegang aku, stop paksa aku ini-itu.”“Siapa yang maksa kamu? Kamu ngomong apa sih?!”Tanpa rasa bersalah dia kebingungan, langkahnya mundur menjaga jarak dari pisau yang kupegang. Konyol sekali emang megang pisau dapur yang pendek dan gampang banget ditepis kalau Yogi mau. Tapi dia masih biarin aku pegang pisau itu tanpa mau bikin aku makin panik.“Explain.”“K-kamu perkosa aku.”Ludahnya tercekat, “K-kapan, Dir?”“Well not technically, tapi kamu tutup mulut aku supaya aku gak bisa minta kamu stop. A-aku takut sama kamu...”Kami saling menatap seperkian detik sampai Yogi maju perlahan,

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 5 Promil

    "Kamu mau kabur pun percuma, gak akan aku biarin kamu lepas tangan dari semuanya. You stay here with me, do what i told you to do."Udah pikiran ku bercabang, Yogi juga gak bantuin aku ngarang cerita, eh, dia malah ninggalin aku di Villa sama keluarganya untuk pergi sama papanya mancing seharian.Aku bingung karena cuma di briefing dikit banget tentang kabar 'kehamilan' ini. Cuma bisa senyum canggung pas diajak saudara ipar ku berkumpul di teras villa sambil minum teh.Beberapa candaan jorok mereka membuat mukaku merah sampai telinga!"Hebat juga ya Yogi, baru beberapa bulan udah langsung gol aja. Kirain bakal nunda dulu loh!" ucap kak Shinta yang memang belum memiliki kehendak untuk hamil, begitupun suaminya.Mereka seperti masih pacaran dan mungkin heran kenapa kami terlihat terburu-buru.Dipikir-pikir, iya juga sih.Kalaupun aku hamil beneran, kayaknya emang terlalu cepat. Aku gak ngerti sama permintaan Yogi dan untungnya berani nekat ngambil langkah untuk menunda hal itu secara se

DMCA.com Protection Status