Share

Part 6 Pergi

Author: Anindyamin
last update Last Updated: 2024-05-11 14:50:32

“Mau kemana? Diajak ngomong kok malah pergi?” Yogi nangkap tangan aku yang buru-buru cuci tangan

“Mau pergi dari dapur.”

Dari mukanya dia lebih ke bingung daripada marah, tapi muka galaknya tetep gak ilang. Aku yang berhadapan dengan pisau entah kenapa reflek ngambil pisau itu untuk diacungkan kearahnya.

Sekedar mengancam supaya Yogi lepasin cengkraman tangannya dari tanganku.

“Hah? Kenapa kamu?!”

“Stop pegang aku, stop paksa aku ini-itu.”

“Siapa yang maksa kamu? Kamu ngomong apa sih?!”

Tanpa rasa bersalah dia kebingungan, langkahnya mundur menjaga jarak dari pisau yang kupegang. Konyol sekali emang megang pisau dapur yang pendek dan gampang banget ditepis kalau Yogi mau. Tapi dia masih biarin aku pegang pisau itu tanpa mau bikin aku makin panik.

Explain.”

“K-kamu perkosa aku.”

Ludahnya tercekat, “K-kapan, Dir?”

Well not technically, tapi kamu tutup mulut aku supaya aku gak bisa minta kamu stop. A-aku takut sama kamu...”

Kami saling menatap seperkian detik sampai Yogi maju perlahan, cukup mempercayaiku untuk tidak melukainya dengan pisau yang ku pegang.

I don’t mean to,”

Mataku berkaca, tapi masih bisa aku tahan gak mau luluh karena perlakuannya yang sepele.

“Kamu... kamu gak biarin aku dorong kamu. Kamu pegangin terus tangan aku waktu itu, aku gak suka.”

“...Kalau kamu cuma lampiasin marah kamu ke aku, capek kamu ke aku, dan penat kamu ke aku, aku keberatan.”

Sikap diam Yogi sebenernya bikin aku ragu untuk meluapkan ini, tapi aku gak bisa nahan-nahan terus yang ujungnya aku tahu bakalan nyakitin diri aku sendiri.

Dia harus tau kalau dia salah, dan aku pengen dia berubah.

“Aku gak pernah nganggap kamu tempat lampiasan apapun.”

“Mas. Aku yang ngerasain. Aku yang kamu pegangin tangannya biar gak kabur, aku yang kamu bekap biar gak teriak. Kamu gak pake perasaan tapi pake amarah!”

Entah hal ini bisa ia cerna ataukah dia masih berkeras untuk membela diri, yang jelas maksutku baik untuk menyuarakan apa yang gak aku suka dari perilakunya malam ini meskipun sekali, aku gak akan ngebiarin hal itu terulang aku emang money-oriented dan suka kehidupan mewahku yang sekarang, tapi kalau semua itu harus ditukar dengan rasa panik tiap Yogi nyentuh kulitku, rasanya aku bakalan menderita seumur hidup.

“Mungkin kamu gak ngerasa kalau yang kamu lakuin itu kasar, tapi dengan background story kita yang lagi gak enak, terus tatapan tajam kamu ke aku, ditambah kamu gak ngomong apapun pas mindah-mindahin badan aku, aku yakin kamu ngelakuinnya dipenuhin rasa amarah.”

Todongku sekali lagi.

“Dir”

“...And then you left me, without any clothes. Kamu kayak abis pakai pelacur, mas.”

**

Dengan keadaan yang makin rumit, aku mutusin untuk mengambil beberapa helai bajuku untuk dikemas. Bukan untuk pulang kerumah, tapi untuk pergi ke salah satu hotel tempat aku dan Yogi menikah dulu.

Aku masih berusaha menjaga nama baiknya, gak mau permasalahan rumah tangga kami terdengar baik oleh keluarga Yogi ataupun keluargaku.

Terus... ngerasa bersalah juga sih. Kayaknya tadi pagi aku kelewatan banget sampe nyebut diri aku pelacur padahal aku ngerti, Yogi gak pernah bermaksud kayak gitu.

Iyakan?

Walau alasan aku lagi-lagi terdengar bodoh, aku masih pengen percaya kalau Yogi itu baik, dia suami yang baik. Dia cuma kesulitan ngungkapin perasaan dan cerita-cerita masa lalunya.

Aku harap begitu. Sebelum berangkat untuk staycation pun aku sempat mengabari Yogi di pesan singkat untuk meminta waktu sendiri. Yang jelas aja kali ini harus dia izinin. Dia gak bisa apa- apa karena aku emang butuh nenangin diri. Dan aku butuh sedikit jarak dengan orang yang sedikit membuatku trauma, terutama di malam hari.

Pesan terakhir yang dia kirim emang sengaja gak aku baca, aku diemin aja karena aku posisinya emang udah dalem mobil dan siap untuk berangkat. Sambil mikirin juga sih, sebenernya aku butuh berapa lama sampai aku siap ngadepin suamiku lagi. Berapa hari kira-kira batas toleransi Yogi untuk ngebiarin istrinya lari ke hotel tanpa harus bener-bener nanya ke dia.

Aku masih belum mau ngasih dia kontrol terhadap hidup aku, mengingat gimana dia menyalah-gunakan kontrol yang aku kasih di malam itu. Dalam keadaan pusing terjebak dengan pikiranku sendiri, rasanya tubuhku dalam mode auto pilot hingga aku sampai ke hotel dan melakukan check-in. Gak sadar kalau gak resepsionisnya nyuruh aku nyerahin identitas.

“Mbak Dira?”

Aku senyum sekilas menyahuti tubuh menjulang yang antre tepat disebelah line ku.

“Mbak? Sama siapa? Kok pucat banget?” tanyanya sekali lagi dan aku baru sadar siapa orang itu. Ya tuhan, aku bener-bener gak fokus.

“Eh, Dokter!” sebelah tanganku menepuk pundaknya agresif, menutupi rasa malu karena dari tadi bertingkah seperti orang ling-lung.

“Ngapain disini?”

Dari wajahnya kayak merhatiin dan nganalisa aku banget, gak kayak wajahnya yang senyum ramah tiap negur aku dirumah. Dokter Joon tetangga ujung rumahku, lengkap dengan jas dan tas dokternya sedang menatapku khawatir.

“Aku ada seminar IDI disini, mbak ngapain?”

Tau gak rasanya belum makan berat berhari-hari, ditimpa kopi dan minuman manis, terus dibawa nyetir dan ngelakuin kerjaan kayak biasa?

Dunia kayak muter, gak sadar kalau tekanan darah udah rendah banget sampe bibir pucet kayak setan. Kalo si dokter tetangga gak ngasih tau ya aku gak akan tau juga.

“Udah gak apa-apa mbak, saya gak bawa alat tensi jadi check manual aja.”

Salut sih, padahal dia kayaknya terburu-buru dan sempet ngecheck jam, tapi maksain untuk maksa ngecheck kondisi aku dulu. Dia bilang gak mau kasih obat sembarangan. Aku yang gak mau makin ngebuang waktunya langsung nyari tempat di lobi dan ngasih lenganku untuk diperiksa pakai stetoskop. Urat-urat didahinya menonjol, serius banget untuk meriksa kondisi aku sampe aku mau nafas aja takut.

“Iya, rendah. Aku pesenin di aplikasi ya, nanti langsung anter ke kamar mba aja obatnya.” Semua dia lakukan sat-set-sat-set tanpa nunggu keputusan aku.

Dia mungkin tau kalau aku lagi gak bisa berfungsi dengan normal. Disaat begini otak aku malah penasaran sama hal gak penting,

“Kamu tuh dokter spesialis hewan, ya?”

Wajahnya yang tadi serius langsung ngeliat ke aku tersenyum, “Bukan, saya dokter anak.’

Keren.

“Keren banget.”

Loh, kenapa suara hatiku malah aku suarakan?

Karena terburu-buru untuk ngehadirin acaranya, si Dokter pergi duluan dan nyuruh aku ke kamar untuk istirahat. Dia bilang petugas hotel bakalan anterin obatnya ke kamarku kalau kurir dari aplikasi udah sampai. Iyasih, aku emang butuh untuk tiduran, apalagi rasanya kepalaku tuh muter-muter, kalau aku terus-terusan tegang gini mungkin bisa pingsan.

Makanya pas udah masuk kamar, aku langsung buka baju dan membalut badan dengan bathrobe, mumpung dikamar. Ini gak ada Yogi rasanya aku pengen tidur gak pake baju sekalian. Suasana kamar yang hening bikin aku bisa bernafas teratur lagi, akhirnya pikiranku gak berantem lagi.

Suara pintu di ketuk juga bikin aku lega karena artinya aku bisa langsung minum obat dan bisa tidur-

“Mas?!”

Related chapters

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 7 Cemburu?

    Yogi diam, dengan wajah datarnya mendorong pintu untuk masuk.“Tau dari mana kamar aku? Kok bisa naik?” tanyaku panik. Aku... masih takut sama dia, dan aku cuma pakai Bathrobe.“Kamu pakai debit aku, tinggal tanya ke resepsionis.” Jawabnya cuek.“Aku mau ngomong sebentar doang, gak akan lama-lama disini.”Baguslah. Artinya dia tau kalau aku gak nyaman dengan kehadiran dia disini.Detik berikutnya ada ketukan lagi, kali ini kuyakini adalah obatku. Tapi Yogi yang menghalangi pintu dengan penasaran melihat keluar dan menerima paketnya dengan wajah bingung.“Obat untuk ibu Dira dari dokter Joon, nanti katanya kalau sudah minum obat dokternya kesini untuk periksa.” Sebut petugas itu polos tanpa tahu dengan siapa dia bicara.“...Nanti dokternya kesini lagi buat periksa.” Yogi mengangguk, dia kelewat tenang dengan situasi iniDan hal itu malah bikin aku cemas. Aku cepat-cepat menutup pintu itu tanpa sempat bilang makasih ke petugas, karena sekenal-kenalnya aku dengan Yogi, aku belum pernah be

    Last Updated : 2024-05-13
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 7 Surat Perpisahan

    Aku diam, sepanjang bercerita aku memberi point apa saja yang pengen aku tanyakan karena Yogi seperti ingin melewati fakta paling besar dan inti dari segala cerita ini.Seluruh pertanyaan kecilku hilang dan aku hanya ingin menegaskan sesuatu. Hal yang sejak dulu sudah aku rasakan tapi gak berani untuk bener-bener aku tanya.“Gak gitu, aku sama dia udah selesai sebelum aku kenal sama kamu.”“Tetep aja?? Kamu mau bikin mantan kamu cemburu dengan nikah sama aku kan? Kamu marah karena dia aborsi anak kamu dan kamu mau nunjukin kalau kamu bisa jadi ayah yang hebat, iya kan?”Seluruh tuduhanku terdengar berlebihan, tapi kalau siapapun yang berada di posisiku pasti ngerti apa yang aku rasain.Aku seperti perempuan yang di pilih secara acak untuk dinikahi, memberikan anak dan menjadi ajang pembuktian kalau hidup Yogi baik-baik saja.Aku jadi ngerti banget posisiku disini setelah denger cerita Yogi.“...terus kenapa kamu suruh aku ngaku itu testpack aku? Kenapa kamu gak jujur udah ngehamilin a

    Last Updated : 2024-05-13
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 8 Aku Harus Bagaimana?

    Bukan nikah dengan Yogi yang paling aku sesali selama 26 tahun hidup...Tapi keputusanku untuk ngelepasin semuanya, seluruh hidupku dan kegiatanku untuk jadi miliknya secara utuh.Andai saat itu aku gak buta arah, andai saat itu aku gak kemakan bayangan fairytale seperti yang sering aku baca di novel novel romantis, mungkin aku gak akan semenyedihkan ini.Aku gak tau kalau Yogi akan lebih memprioritaskan masa lalunya daripada aku yang berada di masa sekarang, atau bahkan masa depannya kelak.Walau dia udah melarikan aku dari hadapan orang tuanya, aku masih belum bisa berhenti menangis.Dia berdiri bersandar dinding, cuma ngeliatin aku nangis tanpa ngomong apapun kurang lebih sepuluh menit.Tanpa suara, tanpa teriakan histeris, aku meremat gaunku, menunduk berlelehan air mata. Ditemani Yogi malah bikin aku merasa makin sedih, terlebih ini didalam kamar kami, kamar yang dulunya juga kumiliki."Maaf."Aku kaget, tapi mengangguk menerima pernyataan maafnya dengan ikhlas. Aku cuma butuh wak

    Last Updated : 2024-05-15
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 8 I'm Ok, No I'm not Ok

    Hal pertama yang kulakukan adalah menoleh kearah Yogi yang tampak mengusap wajahnya lega. Aku termenung, merasa kalau keputusanku yang tidak egois dan ikhlas melepaskannya berdampakSe-membahagiakan ini terhadap Yogi. Aku tersenyum, mengabaikan air mata yang entah sejak kapan mengalir deras di pipiku.Kalo memang hal ini membuat Yogi kehilangan separuh beban di hidupnya, maka tentu saja aku rela.Pada akhirnya aku menginjakkan kaki lagi ke rumah dan tempat yang paling aku rindukan. Rumah Yogi, mantan suamiku. Awalnya aku ingin sekedar meminta izin untuk mengambil barang-barang yang kemarin belum sempat aku kemas. Aku memang sedang dalam proses mengirim barang ke kota yang akan aku tinggali nanti. Aku gak nyangka kalau Yogi malah menyuruhku mengambil sendiri apa yang aku butuhkan, dan meletakkan kunci di tempat yang dulu sering ku katakan padanya."Mas, aku pergi sama temen. Kunci di pot bunga ya!"Gak menyangka kalau kebiasaan itu malah diteruskan oleh Yogi. Aku duduk sebentar di sofa

    Last Updated : 2024-05-16
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 11 Yogi Datang

    Menimbang-nimbang, apakah sepadan jika aku hancurkan usahaku untuk melupakannya hanya karena satu kata itu?Apa semua akan baik-baik aja kalau aku memberi respon? Selama ini...Aku sudah cukup sabar.Aku mengalah, bahkan ketika Yogi membuatku berada di urutan terakhir dari kepentingannya, aku terima. Semua maaf yang gak pernah aku terima tapi tetap aku maafkan. Saat aku butuh pembelaannya, butuh kata-kata menenangkan darinya, dan yang aku hadapi hanya kesendirian.Berusaha keras agar tidak menjadi beban di tengah beban perkerjaanya hingga aku lupa kalau aku juga manusia, aku punya perasaan. Rasanya sudah cukup sih, aku diperlakukan seperti itu. Aku gak peduli apa yang dia dengar tentangku, dan darimana dia dapat nomor ponsel baruku ini.Alih-alih menjawab Yogi, aku menghubungi Jessica dengan tenang, seolah hatiku tidak baru saja jatuh karena menerima pesan dari mantan suamiku itu.“...Tenang aja, gue gak bilang lo hamil kok.”Seenggaknya, dia hubungin aku bukan karena tau aku hamil.H

    Last Updated : 2024-05-19
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 12 Terlambat

    Aku terdiam dari seguk tangis.Membiarkan Yogi berjalan dengan gontai dari depan pintuku hingga suara langkahnya menghilang.Mencera kalimatnya yang membuaiku hingga membuka pintu meski terlambat. Yogi sudah gak disana lagi, meninggalkan aku yang bercucur air mata menatap lorong kosong itu.Aku duduk di bangku yang tadi ia duduk, membayangkan posisinya yang duduk disana berjam-jam menungguku membuka pintu. Menangisi ketulusannya yang terasa begitu dekat tapi begitu jauh.Aku tahu aku gak seharusnya berkejar dengan waktu. Prinsipku selalu goyah ketika semua sudah terlambat.Tapi di lain sisi, aku bersyukur karena Yogi sudah pergi sebelum aku membuka pintu dengan penuh air mata dan memeluknya. Membayangkan hal itu saja aku malu, menyedihkan sekali.Biarkan saja aku menangis duduk disini merenungi kepergiannya.Kalau bisa aku tidur saja di bangku yang tadi diduduki Yogi, aku gak mau pindah.Aku gak akan-"Dira."Yogi memanggilku di ujung lorong, memegang sebuah plastik bening yang ku yak

    Last Updated : 2024-05-19
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 13 Jordi

    Seberapa inginpun aku ingin mendengar jawabannya, aku tahu aku gak akan sanggup.Hingga aku melanjutkan kalimatku sebelum Yogi dapat menjawab."Harusnya aku sadar, kalau kamu gak pernah cinta sama aku. Mungkin kamu pernah suka, atau tertarik sama aku. Mungkin beberapa sikap aku cocok untuk kamu yang gak mau direpotkan orang, tapi kamu gak pernah yakin kalau aku adalah orang yang akan kamu cintai sampai tua.Mau seberapa keras aku berusaha untuk bikin kamu yakin pun gak ada guna, karna sebenarnya itu bukan tugas aku untuk yakinin kamu tentang perasaan kamu sendiri.Harusnya sebelum menikah sama aku, kamu harus udah yakin kalau aku adalah wanita yang gampang kamu cintai, yang kesalahannya akan kamu maafkan setelah dengar penjelasan dari aku, dan bukan yang kamu tunggu-tunggu untuk membuat kesalahan supaya bisa langsung kamu ceraikan."You never love me from the first place and I wish I was aware from the beginning.""Dira..."Aku cuma menyunggingkan senyum mengabaikan muka ku yang basah

    Last Updated : 2024-05-20
  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 1 Punya Anak!

    Aku baru selesai cuci piring pas gabung sama mas Yogi di ruang TV.Duduknya santai banget, sebelah tangan megang gelas wine, sebelah lago memegang remot TV. Nonton pembukaan world-cup.Aku gak ngerti bola tapi mencoba untuk ikut nonton juga supaya bisa menghabiskan waktu dengan suamiku yang jarang berada dirumah ini.Kami adalah pengantin baru yang gak keliatan penganting barunya sama sekali.Baru saja duduk, mas Yogi ngeliat dari ujung matanya kalau aku lagi memutar gelas wine sambil mendengus.“Kok kamu minum?”Aku menoleh, tidak jadi menyesap minumanku padalah gelasnya sudah menempel diujung bibir.“Emangnya kenapa, Mas?”Dia diam tanpa menjawab.Tapi karena dia sudah bertanya aku jadi penasaran dengan apa yang ada dalam pikirannya.Aku sejujurnya sangat segan dengan Mas Yogi.Kami baru menikah dua minggu dan ibunya adalah salah satu pelanggan VIP di bank tempatku berkerja. Selama dua minggu menikah aku kayak merasa lagi kerja lembur dengan bos besarku.“…Aku kira mas nyuruh buka b

    Last Updated : 2024-04-30

Latest chapter

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 13 Jordi

    Seberapa inginpun aku ingin mendengar jawabannya, aku tahu aku gak akan sanggup.Hingga aku melanjutkan kalimatku sebelum Yogi dapat menjawab."Harusnya aku sadar, kalau kamu gak pernah cinta sama aku. Mungkin kamu pernah suka, atau tertarik sama aku. Mungkin beberapa sikap aku cocok untuk kamu yang gak mau direpotkan orang, tapi kamu gak pernah yakin kalau aku adalah orang yang akan kamu cintai sampai tua.Mau seberapa keras aku berusaha untuk bikin kamu yakin pun gak ada guna, karna sebenarnya itu bukan tugas aku untuk yakinin kamu tentang perasaan kamu sendiri.Harusnya sebelum menikah sama aku, kamu harus udah yakin kalau aku adalah wanita yang gampang kamu cintai, yang kesalahannya akan kamu maafkan setelah dengar penjelasan dari aku, dan bukan yang kamu tunggu-tunggu untuk membuat kesalahan supaya bisa langsung kamu ceraikan."You never love me from the first place and I wish I was aware from the beginning.""Dira..."Aku cuma menyunggingkan senyum mengabaikan muka ku yang basah

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 12 Terlambat

    Aku terdiam dari seguk tangis.Membiarkan Yogi berjalan dengan gontai dari depan pintuku hingga suara langkahnya menghilang.Mencera kalimatnya yang membuaiku hingga membuka pintu meski terlambat. Yogi sudah gak disana lagi, meninggalkan aku yang bercucur air mata menatap lorong kosong itu.Aku duduk di bangku yang tadi ia duduk, membayangkan posisinya yang duduk disana berjam-jam menungguku membuka pintu. Menangisi ketulusannya yang terasa begitu dekat tapi begitu jauh.Aku tahu aku gak seharusnya berkejar dengan waktu. Prinsipku selalu goyah ketika semua sudah terlambat.Tapi di lain sisi, aku bersyukur karena Yogi sudah pergi sebelum aku membuka pintu dengan penuh air mata dan memeluknya. Membayangkan hal itu saja aku malu, menyedihkan sekali.Biarkan saja aku menangis duduk disini merenungi kepergiannya.Kalau bisa aku tidur saja di bangku yang tadi diduduki Yogi, aku gak mau pindah.Aku gak akan-"Dira."Yogi memanggilku di ujung lorong, memegang sebuah plastik bening yang ku yak

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 11 Yogi Datang

    Menimbang-nimbang, apakah sepadan jika aku hancurkan usahaku untuk melupakannya hanya karena satu kata itu?Apa semua akan baik-baik aja kalau aku memberi respon? Selama ini...Aku sudah cukup sabar.Aku mengalah, bahkan ketika Yogi membuatku berada di urutan terakhir dari kepentingannya, aku terima. Semua maaf yang gak pernah aku terima tapi tetap aku maafkan. Saat aku butuh pembelaannya, butuh kata-kata menenangkan darinya, dan yang aku hadapi hanya kesendirian.Berusaha keras agar tidak menjadi beban di tengah beban perkerjaanya hingga aku lupa kalau aku juga manusia, aku punya perasaan. Rasanya sudah cukup sih, aku diperlakukan seperti itu. Aku gak peduli apa yang dia dengar tentangku, dan darimana dia dapat nomor ponsel baruku ini.Alih-alih menjawab Yogi, aku menghubungi Jessica dengan tenang, seolah hatiku tidak baru saja jatuh karena menerima pesan dari mantan suamiku itu.“...Tenang aja, gue gak bilang lo hamil kok.”Seenggaknya, dia hubungin aku bukan karena tau aku hamil.H

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 8 I'm Ok, No I'm not Ok

    Hal pertama yang kulakukan adalah menoleh kearah Yogi yang tampak mengusap wajahnya lega. Aku termenung, merasa kalau keputusanku yang tidak egois dan ikhlas melepaskannya berdampakSe-membahagiakan ini terhadap Yogi. Aku tersenyum, mengabaikan air mata yang entah sejak kapan mengalir deras di pipiku.Kalo memang hal ini membuat Yogi kehilangan separuh beban di hidupnya, maka tentu saja aku rela.Pada akhirnya aku menginjakkan kaki lagi ke rumah dan tempat yang paling aku rindukan. Rumah Yogi, mantan suamiku. Awalnya aku ingin sekedar meminta izin untuk mengambil barang-barang yang kemarin belum sempat aku kemas. Aku memang sedang dalam proses mengirim barang ke kota yang akan aku tinggali nanti. Aku gak nyangka kalau Yogi malah menyuruhku mengambil sendiri apa yang aku butuhkan, dan meletakkan kunci di tempat yang dulu sering ku katakan padanya."Mas, aku pergi sama temen. Kunci di pot bunga ya!"Gak menyangka kalau kebiasaan itu malah diteruskan oleh Yogi. Aku duduk sebentar di sofa

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 8 Aku Harus Bagaimana?

    Bukan nikah dengan Yogi yang paling aku sesali selama 26 tahun hidup...Tapi keputusanku untuk ngelepasin semuanya, seluruh hidupku dan kegiatanku untuk jadi miliknya secara utuh.Andai saat itu aku gak buta arah, andai saat itu aku gak kemakan bayangan fairytale seperti yang sering aku baca di novel novel romantis, mungkin aku gak akan semenyedihkan ini.Aku gak tau kalau Yogi akan lebih memprioritaskan masa lalunya daripada aku yang berada di masa sekarang, atau bahkan masa depannya kelak.Walau dia udah melarikan aku dari hadapan orang tuanya, aku masih belum bisa berhenti menangis.Dia berdiri bersandar dinding, cuma ngeliatin aku nangis tanpa ngomong apapun kurang lebih sepuluh menit.Tanpa suara, tanpa teriakan histeris, aku meremat gaunku, menunduk berlelehan air mata. Ditemani Yogi malah bikin aku merasa makin sedih, terlebih ini didalam kamar kami, kamar yang dulunya juga kumiliki."Maaf."Aku kaget, tapi mengangguk menerima pernyataan maafnya dengan ikhlas. Aku cuma butuh wak

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 7 Surat Perpisahan

    Aku diam, sepanjang bercerita aku memberi point apa saja yang pengen aku tanyakan karena Yogi seperti ingin melewati fakta paling besar dan inti dari segala cerita ini.Seluruh pertanyaan kecilku hilang dan aku hanya ingin menegaskan sesuatu. Hal yang sejak dulu sudah aku rasakan tapi gak berani untuk bener-bener aku tanya.“Gak gitu, aku sama dia udah selesai sebelum aku kenal sama kamu.”“Tetep aja?? Kamu mau bikin mantan kamu cemburu dengan nikah sama aku kan? Kamu marah karena dia aborsi anak kamu dan kamu mau nunjukin kalau kamu bisa jadi ayah yang hebat, iya kan?”Seluruh tuduhanku terdengar berlebihan, tapi kalau siapapun yang berada di posisiku pasti ngerti apa yang aku rasain.Aku seperti perempuan yang di pilih secara acak untuk dinikahi, memberikan anak dan menjadi ajang pembuktian kalau hidup Yogi baik-baik saja.Aku jadi ngerti banget posisiku disini setelah denger cerita Yogi.“...terus kenapa kamu suruh aku ngaku itu testpack aku? Kenapa kamu gak jujur udah ngehamilin a

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 7 Cemburu?

    Yogi diam, dengan wajah datarnya mendorong pintu untuk masuk.“Tau dari mana kamar aku? Kok bisa naik?” tanyaku panik. Aku... masih takut sama dia, dan aku cuma pakai Bathrobe.“Kamu pakai debit aku, tinggal tanya ke resepsionis.” Jawabnya cuek.“Aku mau ngomong sebentar doang, gak akan lama-lama disini.”Baguslah. Artinya dia tau kalau aku gak nyaman dengan kehadiran dia disini.Detik berikutnya ada ketukan lagi, kali ini kuyakini adalah obatku. Tapi Yogi yang menghalangi pintu dengan penasaran melihat keluar dan menerima paketnya dengan wajah bingung.“Obat untuk ibu Dira dari dokter Joon, nanti katanya kalau sudah minum obat dokternya kesini untuk periksa.” Sebut petugas itu polos tanpa tahu dengan siapa dia bicara.“...Nanti dokternya kesini lagi buat periksa.” Yogi mengangguk, dia kelewat tenang dengan situasi iniDan hal itu malah bikin aku cemas. Aku cepat-cepat menutup pintu itu tanpa sempat bilang makasih ke petugas, karena sekenal-kenalnya aku dengan Yogi, aku belum pernah be

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 6 Pergi

    “Mau kemana? Diajak ngomong kok malah pergi?” Yogi nangkap tangan aku yang buru-buru cuci tangan“Mau pergi dari dapur.”Dari mukanya dia lebih ke bingung daripada marah, tapi muka galaknya tetep gak ilang. Aku yang berhadapan dengan pisau entah kenapa reflek ngambil pisau itu untuk diacungkan kearahnya.Sekedar mengancam supaya Yogi lepasin cengkraman tangannya dari tanganku.“Hah? Kenapa kamu?!”“Stop pegang aku, stop paksa aku ini-itu.”“Siapa yang maksa kamu? Kamu ngomong apa sih?!”Tanpa rasa bersalah dia kebingungan, langkahnya mundur menjaga jarak dari pisau yang kupegang. Konyol sekali emang megang pisau dapur yang pendek dan gampang banget ditepis kalau Yogi mau. Tapi dia masih biarin aku pegang pisau itu tanpa mau bikin aku makin panik.“Explain.”“K-kamu perkosa aku.”Ludahnya tercekat, “K-kapan, Dir?”“Well not technically, tapi kamu tutup mulut aku supaya aku gak bisa minta kamu stop. A-aku takut sama kamu...”Kami saling menatap seperkian detik sampai Yogi maju perlahan,

  • Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas   Part 5 Promil

    "Kamu mau kabur pun percuma, gak akan aku biarin kamu lepas tangan dari semuanya. You stay here with me, do what i told you to do."Udah pikiran ku bercabang, Yogi juga gak bantuin aku ngarang cerita, eh, dia malah ninggalin aku di Villa sama keluarganya untuk pergi sama papanya mancing seharian.Aku bingung karena cuma di briefing dikit banget tentang kabar 'kehamilan' ini. Cuma bisa senyum canggung pas diajak saudara ipar ku berkumpul di teras villa sambil minum teh.Beberapa candaan jorok mereka membuat mukaku merah sampai telinga!"Hebat juga ya Yogi, baru beberapa bulan udah langsung gol aja. Kirain bakal nunda dulu loh!" ucap kak Shinta yang memang belum memiliki kehendak untuk hamil, begitupun suaminya.Mereka seperti masih pacaran dan mungkin heran kenapa kami terlihat terburu-buru.Dipikir-pikir, iya juga sih.Kalaupun aku hamil beneran, kayaknya emang terlalu cepat. Aku gak ngerti sama permintaan Yogi dan untungnya berani nekat ngambil langkah untuk menunda hal itu secara se

DMCA.com Protection Status