Share

4. Kejutan

Author: Tetiimulyati
last update Last Updated: 2023-07-10 13:40:46

"Kita mau kemana, Bang?" tanyaku ketika kami sudah duduk di dalam mobil. Hari pertama setelah pernikahan kami Bang Fyan mengajakku ke luar.

"Pacaran." jawabnya santai.

Aku hanya mencebik mendengarnya.

"Mumpung Abang masih cuti, apa salahnya kita menghabiskan waktu bersama," lanjutnya.

Memilih tak bersuara lagi, dan mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Sejak pagi tadi pagi benda ini tidak kusentuh.

Ada beberapa pesan dari Maya juga teman-temanku semasa kuliah dan SMA.

Isinya sebagian mengucapkan selamat dan selebihnya meledekku. Resiko pengantin baru, jadi bahan guyonan teman-teman.

Asyik membalas chat mereka, aku lupa kalau di sebelahku ada seseorang yang sepertinya merasa diabaikan.

Beberapa kali dia berdehem. Aku hanya meliriknya sekilas. Lalu kembali fokus ke layar ponsel.

Cekiiiittt!!!

Mobil tiba-tiba direm mendadak. Sontak aku menjerit kaget.

"Kenapa sih, Bang Fyan?" Aku bertanya dengan nada agak tinggi.

"Ada kucing tiba-tiba menyebrang," jawabnya dengan tetap fokus ke depan tanpa melihatku.

Kucing?

Masa sih? Ini bukan komplek perumahan penduduk. Mana ada kucing berkeliaran.

Aku menengok ke belakang, untung di belakang tidak ada kendaraan lain.

"Fokus dong, Bang! Ara kan kaget."

"Ya, makanya. Bantu Abang perhatikan jalan di depan! Ini malah mainin ponsel," ucapnya seraya melajukan kembali mobil.

Hmm. Aku faham. Jangan-jangan kucing itu memang tidak ada. Ini hanya akal-akalan dia supaya aku berhenti memainkan ponsel.

Dasar egois!

Hening. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang dipikirkannya. Sementara aku mulai jenuh. Setengah jam kami hanya muter-muter tidak jelas.

"Dari tadi muter-muter terus, emang nggak cape?" Akhirnya aku mengajukan protes.

"Tinggal duduk aja kok, nggak bakalan cape."

"Jalan tapi gak ada tujuan. Mending nggak ke mana-mana aja," gumamku sedikit kesal.

"Kalau kita di rumah, emang kamu mau deket-deket Abang? Belum tentu, kan? Yang ada Abang dicuekin dan kamu memilih ngobrol sama Kak Rani."

"Ya gapapa dong, dia kan kakakku," balasku cepat.

"Tapi Abang kan suamimu yang harus lebih kamu perhatikan," jawabnya santai sambil tetap fokus menyetir.

Aku melayangkan tatapan geram ke arahnya. Jadi ngajak jalan cuma buat berduaan dan bisa deket-deketan?

"Nggak usah gitu juga ngeliatnya. Nanti jatuh cinta, bisa berabe lho." Dengan pedenya dia berkata dan melirikku dengan ekor matanya.

Kekesalanku bertambah. Ini orang kenapa jadi menyebalkan seperti ini. Apa ada yang salah dengan aku?

Keherananku bertambah ketika kami memasuki area perumahan elite. Menerobos pos satpam dan melaju menyusuri jalan yang terbilang sepi.

Karena belum semua unit terisi, suasana agak lengang. Rumah-rumah berjejer rapi dengan pohon yang mulai rindang.

Hunian yang terbilang mewah berada di daerah perbukitan. Menawarkan pemandangan hijau dan udara yang sejuk.

Permata Parahyangan Residence, hanya berjarak sekitar 5 km dari tokoku. Bisa ditempuh dengan perjalanan sekitar 10 sampai dengan 15 menit.

Ya, Tokoku, toko sepatu itu aku kelola bersama Maya, sahabatku. Kami berteman sejak kuliah. Kebetulan kami satu Fakultas. Selepas lulus Maya pernah beberapa kali bekerja tapi selalu resign lebih awal. Ada saja alasannya. Dari yang bosnya genit sampai masalah rekan kerja dan lingkungan kerja yang nggak nyaman.

Aku yang sempet nganggur beberapa bulan merasa bosan tak ada kesibukan. Papa berkali-kali menawarkan pekerjaan di kantornya, tapi aku belum tertarik. Pertama aku tidak begitu berminat kerja kantoran. Kedua aku ingin mandiri dan sukses tanpa banyak campur tangan dari Papa.

Berawal dari hobbyku belanja sepatu dan Maya yang punya hobby koleksi tas. Akhirnya kami punya ide untuk mengelola toko itu. Sebagai modal awal Maya punya tabungan dari hasil kerjanya meski berpindah-pindah tapi dia pandai mengatur keuangan.

Dan aku? Tentu saja mendapat bantuan dari Papa. Meski aku bersikeras bilang bahwa aku akan ganti uang Papa. Dan beliau bersikeras juga agar aku tak usah menggantinya. Sama-sama keras kepala. Aku memang mewarisi sifat keras kepala dari Papa.

Meski pada akhirnya setahun kemudian aku memaksa untuk mengembalikan uang Papa. Tentu saja dengan sedikit rayuan dari Mama. Papa memang selalu luluh dengan sikap lemah lembut Mama.

Dengan semangat dan kerja keras aku dan Maya, alhamdulillah toko sepatu dan tas yang kami kelola bersama mengalami kemajuan. Hingga saat ini kami bisa menggaji satu karyawan untuk membantu kami.

Bang Fyan menghentikan mobilnya di depan salah satu rumah berlantai dua. Letaknya di jajaran tengah, berada di tempat yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah. Jadi di sebelah kirinya lebih tinggi dan di sebelah kanannya nampak rumah-rumah yang letaknya lebih rendah.

Indah.

Aku masih bengong ketika Bang Fyan membukakan pintu mobil dari luar. Begitu menginjakkan kaki, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling.

"Rumah siapa, Bang?"

"Nanti setelah di dalam, kamu akan tahu. Ayo!" Bang Fyan meraih tanganku dan membawaku menuju teras.

Sepi.

Sebenarnya kami akan bertemu siapa? Ini rumah siapa? Tidak ada kendaraan terparkir di luar. Apa mungkin tuan rumahnya sedang tidak ada?

Tepat di depan pintu, kami berhenti dan Bang Fyan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

Kunci.

Apakah ini rumah .... ?

"Ayo, masuk!" titahnya dengan gerakan tangan mempersilakan.

Aku masih mematung. Bang Fyan melangkah duluan ke dalam. Dia menarik tanganku sedikit lebih kuat.

Melangkah perlahan, aku memandang sekeliling. Ruangan ini masih kosong. Seharusnya ada sofa sebab sepertinya ini ruang tamu.

"Masih kosong, belum ada satupun perabotan. Karena Abang ingin Nyonya rumah ini yang mengatur dan memilih semua furniture."

"Bang, ini .... "

"Ini rumah kita. Mudah-mudahan Ara suka."

Aku menatap Bang Fyan dengan rasa tak percaya. Ini surprise?

"Catnya udah Abang ganti dengan warna kesukaanmu. Ini sama dengan warna kamar kamu, kan?"

Aku mengangguk. Tak bisa berkata sepatah katapun.

"Tahu dari mana? Abang kan, baru masuk kamar Ara tadi malam?"

"Ada, deh!"

"Papa?"

"Bukan."

"Mama?"

"Ya."

"Abang kepoin Ara, ya? Nanya-nanya tentang Ara sama Mama Papa?"

"Daripada nanya sama tetangga."

Aku mengerucutkan bibir.

"Kita liat ruangan yang lain nya."

Tanpa menunggu jawaban dariku, dia melangkah lebih dulu.

Melewati ruang tamu yang hanya tersekat tembok setengah ruangan dan tanpa pintu, terdapat ruangan yang agak luas, ini cocok untuk ruang keluarga. Ada kaca besar di sebelah kiri memperlihatkan bagian luar rumah yang terletak di bagian kiri rumah tepat di belakang garasi.

Sebuah taman dan kolam renang berukuran kecil. Di belakang ruang keluarga ada dapur dan ruang makan.

Disebelah kanan rumah terdapat dua kamar tidur dan satu kamar mandi yang terletak di samping dapur.

Musholla dan teras belakang tempat menjemur pakaian.

"Kita ke atas!" Tangannya masih erat menggenggam, membuatku terseok mengikuti setiap pergerakan tubuhnya.

Perhatikanku langsung tertuju pada balkon yang luas di bagian depan lantai atas. Menyuguhkan pemandangan alam yang memanjakan mata.

"Indah!" Hanya itu yang mampu terucap.

"Kita bisa menikmati sunset sambil duduk di sini," ucapnya sambil melihat ke arah kanan.

"Atau di sana." Tangannya menunjuk sebelah kiri.

Ada terdapat satu balkon lagi dengan ukuran lebih kecil, sepertinya itu terhubung dengan kamar.

Dia menarik tanganku, berjalan memutar dan memasuki sebuah ruangan yang cukup luas.

Related chapters

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    5. Belanja

    "Ini kamar tidur kita. Suka?" Aku mengangguk."Pagi hari kita bisa menikmati sunrise melalui jendela besar ini, '' jelasnya seraya menunjuk jendela kaca besar di sebelah kiri kamar. "Dan sorenya, kita bisa menikmati sunset di balkon," lanjutnya menunjuk ke arah balkon."Dan di sana, ada dua kamar tidur lagi. Untuk anak-anak kita nanti." Dia menunjuk ke arah luar kamar sambil tersenyum.Aku tersenyum tipis dan melihatnya sekilas. Bang Fyan sudah mempersiapkan ini untukku? Pelan ku langkahkan kaki mendekatinya yang kini tengah berdiri berdiri di dekat jendela besar di bagian samping kamar. Cahaya matahari siang ini hanya tinggal sedikit masuk membentuk garis miring, menerpa wajahnya yang bersih. Matanya bulatnya menatap lurus ke luar jendela. Dengan kedua tangan berada di saku celana abu-abu yang dia kenakan. Gagah."Kemarin, Abang bilang tinggal sekitar 30 menit perjalanan dari restoran yang tempo hari kita ketemu. Deket toko Ara. Tapi dari sini kan jarak cuma 15 menit, Bang."Aku b

    Last Updated : 2023-07-10
  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    6. Takut Khilaf

    Teringat beberapa hari yang lalu ketika Bang Fyan memberikan benda persegi tipis itu padaku."Ini. Peganglah! Untuk keperluan rumah selama satu bulan. Untuk keperluan pribadi Ara, Abang sudah transfer ke nomor rekening Ara."Bang Fyan terlalu baik untukku. Aku tak bisa menerima semua kebaikannya, mengingat sikapku sejauh ini belum bisa menjadi seperti layaknya seorang istri.Ini memang menjadi dilema panjang dalam hidupku kini. Aku bukannya tak mau menjadi istri yang baik buat Bang Fyan. Bukan juga tak tahu tentang hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Ini tentang rasa dan perasaan. Bagiku, segala sesuatunya memang harus dibarengi dengan perasaan. Aku paling tidak bisa mengabaikan perasaan. Dan perasaanku masih sepenuhnya milik dia yang tak kunjung kembali.***Ini malam pertama kami tidur di rumah sendiri. Sejak tiba di rumah beberapa menit yang lalu dan setelah menyimpan belanjaan dan berganti pakaian, aku duduk bermalas-malasan di ruang tengah. Bingung juga mau ngapain. Sebenarn

    Last Updated : 2023-07-11
  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    7. Follower Sejati

    Agak tergesa-gesa aku mengendarai motor matic kesayanganku pagi ini. Bukan pagi, ini sudah beralih siang. Aku terlambat setengah jam dari biasanya. Ini hari pertama aku kembali ke toko setelah aku menikah.Pagi tadi Maya mengirim pesan padaku bahwa hari ini dia akan datang terlambat ke toko. Ya, ini jadwal rutinnya menemani ibunya ke dokter.Genangan air di beberapa bagian jalan yang pagi ini sengaja tak kuhindari, menimbulkan percikan air ketika laju motorku sama sekali tak kuperlambat. Biasanya aku akan menghindar demi si merah kesayanganku ini tetap kelihatan bersih.Memasuki area pertokoan yang berjajar rapi, sedikit kupelankan laju motorku. Dengan tergesa-gesa kuparkirkan si merah di depan satu-satunya toko yang masih tutup. Bergegas turun dan tanpa membuka helm aku berjalan sambil mengambil kunci di dalam tas dan berjalan mendekati pintu.Kulihat Iren, satu-satunya karyawanku yang sedari tadi duduk d depan konter sebelah bangkit dan berjalan ke arahku."Pagi, Mbak," sapanya."Pa

    Last Updated : 2023-07-11
  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    8. Di Bawah Pohon Flamboyan

    Aku hanya berdecak sebal sementara lelaki tampan di sampingku kembali terkekeh.Bang Fyan mengajakku makan siang di salah satu restoran favorit kami dulu. Letaknya tak jauh dari tokoku. Berada di seberang taman kota yang banyak ditumbuhi pohon Flamboyan. Dan kami sering menyebutnya dengan sebutan taman Flamboyan. Di tempat ini aku kecil sering menghabiskan waktu bersama. Pun setelah dewasa.Di taman ini juga aku dan Rey sering bertemu untuk sekedar ngobrol dan menikmati coklat panas yang kami beli di cafe yang tak jauh dari taman."Taman itu tidak banyak perubahan, ya," ucap Bang Fyan seraya menatap lurus ke seberang jalan. Dari restoran ini memang sangat jelas terlihat aktivitas di taman itu. Banyak para abege dan remaja yang sedang beraktivitas di bawah pohon Flamboyan yang rindang.Selepas makan, Bang Fyan mengajakku duduk di salah satu bangku di bawah pohon Flamboyan. Sebenarnya aku enggan mampir ke sini. Banyak sekali momen yang kulalui di taman ini."Tunggu sebentar, ya!" titah

    Last Updated : 2023-07-11
  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    9. Cerita Hujan

    Hari-hari selanjutnya aku jalani seperti biasa, dingin dan kaku. Seperti hubunganku dengan Bang Fyan. Sangat kaku. Tak terasa sudah satu bulan kami menjalani pernikahan seperti ini. Kami halal dan hidup serumah, tapi jarang terlibat obrolan. Hanya sebatas basa-basi menawarkan sarapan atau kopi.Sebenarnya Bang Fyan sering memulai percakapan, tapi aku selalu menanggapinya dingin. Dia juga tak pernah bersikap kasar padaku, meskipun aku terkadang ketus.Seperti malam-malam sebelumnya, kami tidur berjauhan di sisi ranjang yang berbeda. Saling memunggungi, dan ada guling di tengah sebagai pembatas.Bang Fyan tak pernah membahas masalah ini, meskipun aku tahu dia tak menginginkan keadaan ini. Kadang aku pun merasa bersalah dalam situasi seperti ini, tapi entahlah hatiku masih belum terbuka hingga kini.Untuk urusan yang lain aku telaten mengerjakannya. Seperti membuatkan sarapan dan menyiapkan baju kerjanya.Pagi-pagi sekali setelah menunaikan shalat subuh aku sudah mulai membuat sarapan. M

    Last Updated : 2023-07-11
  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    10. Bersama

    Sadar tubuh kami masih merapat dengan posisi tangan saling memeluk. Aku secepatnya menarik tubuhku. Begitupun Bang Fyan. Kami sama-sama gugup. Untuk menutupi rasa gugupnya, Bang Fyan meraih tanganku dan membimbingku ke ruang tengah. Membantuku duduk untuk kemudian kembali ke dapur. Beberapa detik kemudian dia datang dengan segelas air putih. Pria itu punya duduk di sampingku dan menyerahkan gelas itu."Minum dulu!" suruhnya lembut.Enggan menjawab, aku menerima gelas dari tangannya kemudian meminum separuh isinya. Berniat meletakkannya di atas meja, tapi tangannya bergerak cepat meraih gelas di tanganku. Dan tak dapat dihindari ketika tangan kami bersentuhan, dia mengambil gelasnya lalu meminum sisa airnya. Setelah itu menaruhnya di atas meja seperti niatku semula.Aku mematung di tempat dudukku, melihat apa yang baru saja dia lakukan."Jadi pergi ke toko?" tanyanya kemudian.Aku menggeleng. Tidak mungkin juga aku pergi ke toko dengan keadaan mata bengkak seperti ini. Meski belum be

    Last Updated : 2023-07-11
  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    11. Kenangan

    Sampai cangkir di tangan kiriku tandas, begitupun cangkir yang ada di tangan kanannya. Kosong. Aku melepaskan tangan kananku yang berada di pinggangnya. Meraih cangkir yang kosong di tangan kanannya. Kemudian meletakkan di meja kecil yang berada di samping kursi.Bang Fyan mengikutiku langkahku kemudian membimbingku duduk di kursi sementara dia bersimpuh di hadapanku. Meraup kedua tanganku dan menggenggamnya lembut."Terimakasih sudah memberikan senyuman termanis untuk Abang. Itu sangat berarti bagi Abang. Tetaplah tersenyum untuk Abang. Karena dengan melihat senyum Ara, Abang seperti menggenggam seluruh dunia." Manik hitam itu lekat menatapku, kemudian tanganku terangkat dan berhenti di bawah bibir tipisnya. Kurasakan beberapa kali kecupan lembut di sana, membuat aku semakin merasakan denyutan aneh menjalar ke seluruh tubuhku.Hujan masih rintik-rintik di luar sana. Seperti gerimis di hatiku menyirami sesuatu yang baru tumbuh jauh di dasar paling dalam.Bang Fyan duduk di sampingku

    Last Updated : 2023-07-11
  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    12. Ke Rumah Mama

    Kulihat Bang Fyan menyugar rambutnya secara kasar. Aku tak suka caranya seperti ini. Kenangan itu tak bisa dipaksakan untuk hilang. Membekas bukan berarti ingin mengulang. Perlu waktu untuk menggantikan seseorang yang telah terpatri di dalam hati. Dan aku sedang berusaha keras untuk itu.Dia masih duduk di bangku itu dengan kedua sikut bertumpu pada pahanya. Kepalanya menunduk dengan urat-urat tegas jelas terlihat di wajahnya. Nampak kemarahannya begitu ingin disembunyikan. Satu sisi hatiku merasa bersalah telah membuat wajahnya begitu memerah namun sisi hatiku yang lain juga merasa marah dengan caranya.Beberapa menit kemudian nampak dia bangkit dan mengusap wajahnya kasar. Lalu berjalan tergesa-gesa menuju mobil dimana aku terlebih dahulu telah masuk.Tanpa suara dia duduk di kursi kemudi, lalu melajukan mobil menuju rumah Mama.Selama perjalanan yang hanya beberapa menit saja, kami saling diam. Tak ada suara selain deru mesin mobil yang memenuhi rongga telinga. Hatiku yang mulai

    Last Updated : 2023-07-11

Latest chapter

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    92. Restu Orang Tua

    "Ha--hallo ... assalamualaikum .... " Ara tidak bisa membunyikan kegugupannya. Suaranya terdengar bergetar begitu mengucap salam. "Waalaikumsalam, Ra. Abang kira Ara tidak mau menerima telepon dari Abang. Barusan Mama menyampaikan kabar bahagia itu. Makasih, ya." Suara renyah Fyan terdengar sangat familiar di telinga Ara. Seharusnya gadis itu rindu, tetapi entah kenapa saat ini Ara malah terkesan tidak suka. Bukan tidak suka orangnya, namun status mereka yang akan berubah. Itu yang membuat Ara gelisah. "Iya, Bang, tetapi ada syaratnya." "Katakan saja, apa yang harus Abang lakukan. Oh ya, apa kabar kamu, Ra?" Seperti biasa, Fyan selalu mengalah dan berusaha menurut apa yang Ara mau. "Ara baik, Bang. Eum .... ada baiknya kita ketemu, Bang. Kayaknya hal ini nggak bisa dibicarakan lewat telepon." Suara Ara tetap datar. "Eh, iya. Tentu saja kita harus ketemu, besok Abang jemput Ara di toko, ya." "Memangnya Abang tahu di mana toko Ara?" Gadis itu memicing. "Tahu, dong. Aban

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    91. Pilihan Terbaik

    Fyan sudah bisa menduga kalau tidak semudah itu Ara menerima perjodohan ini. Bahkan sebenarnya Fyan juga sudah siap jika gadis itu menolak. Meski demikian, kabar dari Mama cukup membuat Fyan mematung beberapa saat.Kecewa. Tentu saja.Hal inilah yang ia takutkan sejak dulu. Empat tahun yang lalu, saat ia merasa ada perasaan lain pada gadis itu. Perasaan lebih dari sekedar sahabat dan seorang kakak. Yang pada akhirnya Fyan harus kehilangan Ara saat gadis itu jatuh ke tangan Rey. "Kamu Jangan berkecil hati, Nak. Mama dan Papa akan terus meyakinkan Ara.""Jangan dipaksakan, Ma. Sesuatu yang terpaksa itu tidak akan baik nantinya. Fyan ingin Ara menerima ini dengan kesadaran penuh dan tanpa paksaan.""Tenang saja, ya. Mama dan Papa tahu kok, harus bagaimana.""Terima kasih, Ma. Kalau begitu izinkan Fyan bertemu dengan Ara, biar Fyan yang menjelaskan padanya.""Sabar dulu, ya, Nak. Tidak secepat itu, nanti setelah Ara bisa ditemui malah akan kabarin, kok."Panggilan terakhir, Fyan meletakk

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    90. Menolak

    Pulang dari bertemu dengan mama dan papanya Ara, Fyan merasa lega mendengar kabar gadis itu masih sendiri. Berarti ia mempunyai kesempatan untuk mewujudkan harapannya. Senyum tak lepas dari bibirnya, sepanjang perjalanan Fyan bersenandung kecil. Dunia yang sempat terasa sempit kini kembali melebar. Fyan berharap, semoga saja Ara menyetujui rencana mama dan papanya. Gadis itu pasti kecewa kepada Rey. Semoga kehadiran Fyan kembali akan membuka hatinya dan menjadi pelipur dukanya. Hari itu Fyan tidak kembali ke kantor. Ia mengirim pesan pada sekretarisnya untuk menghandle beberapa pekerjaan. Pemuda itu langsung pulang ke rumah lantaran ingin segera berbaring dan merayakan kebahagiaannya sendiri.Hal yang pertama Fyan lakukan setelah sampai di rumah adalah mencari media sosial Rey. Ia ingin bertanya pada sahabatnya itu kenapa sampai hati melakukan ini pada Ara.Terakhir kali Fyan berkomunikasi dengan Rey entah berapa tahun yang lalu. Kalau tidak salah tak lama setelah dia berada di Sura

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    89. Besar Harapan

    Sudah hampir dua bulan Fyan tinggal di kota Bandung. Hari demi hari ia lalui sangat membosankan. Kegiatannya hanya ke kantor dan di rumah. Fyan termasuk orang yang tidak suka keluyuran atau nongkrong tidak jelas. Sesekali menginap di rumah Shafia jika Fyan sedang ingin makan makanan rumahan. Setiap hari makan di restoran memang tidak enak. Mau masak di rumah rasanya tidak seru kalau dimakan sendirian.Shafia pernah menyarankan supaya Fyan mencari seorang ART, tetapi sang adik tidak mau. Untuk bersih-bersih rumah, Fyan bisa mengerjakannya sendiri. Bukankah sekarang sudah banyak alat yang membantu. Pakaian dicuci di laundry. Selain rumah Shafia, hari minggu biasanya Fyan berkunjung rumah yang baru saja ia beli untuk melihat pembangunan yang sudah hampir selesai. Membayangkan suatu saat ia tinggal di sini bersama keluarga kecilnya. Bahagia dengan seorang istri dan mereka saling menyayangi. Lagi-lagi wajah Ara yang muncul ketika Fyan membayangkan masa depan.Selam dua bulan tinggal di B

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    88. Apakah Jodoh?

    Satu bulan setelah pernikahan Ajeng dan Pras dilaksanakan. Tepatnya satu bulan setengah setelah Ayah meminta Fyan pindah ke Bandung. Namun belum ada tanda-tanda pemuda itu bersiap-siap untuk pergi ke kota tersebut. Ayah dan Bunda pun belum membahasnya lagi sejak pembicaraan saat itu. Fyan sendiri bukan lupa kalau saat itu dirinya mengiyakan permintaan Ayah. Namun dirinya masih menimbang dan ragu untuk kembali ke kota itu. Meski jujur saja, dalam hatinya penasaran dengan kabar Ara, namun dia masih tetap tidak punya keberanian untuk mencari tahu tentang gadis itu. Malam ini, Ayah dan Bunda kembali membahas hal itu selepas mereka makan malam. "Sudah hampir dua bulan lho, Nak? Jadi mau kapan?" Bunda membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan."Sebentar lagi, Bun. Ada pembangunan yang belum selesai di panti asuhan. Lagi pula Ajeng dan Pras masih pengantin baru.""Sudah satu bulan menikah, harusnya Ajeng dan Pras sudah kembali aktif. Bulan madu kan bisa kapan-kapan. Kakakmu kemarin sud

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    87. sepakat

    "Bagaimana kabar tokonya Ara?" tanya bunda setelah beberapa menit berbasa-basi sekedar bertanya kabar. Pertanyaan itu pun masih bagian dari basa-basi. Terakhir Bunda mendengar kabar kalau Ara membuka usaha toko di ruko yang tidak jauh dari taman flamboyan."Alhamdulillah, Jeng. Karena ditekuni, usahanya semakin lancar bahkan sekarang menerima pesanan lewat online. Ara juga kelihatannya semakin dewasa tidak manja lagi seperti dulu." Terdengar tawa kecil dari seberang telepon. Bunda membayangkan gadis kecil itu sekarang sudah berubah menjadi wanita dewasa. Gadis kecil yang dulu selalu tampil dengan rambut dikuncir satu di belakang yang kerap merengek manja memintanya membuatkan sesuatu tatkala dirinya sedang di dapur."Saya sebenarnya sangat kangen sama Ara. Tapi, kok, nomornya tidak aktif, ya." "Sepertinya Ara ganti nomor, Jeng. Kalau begitu, nanti saya kirim nomor baru Ara.""Ndak usah, Jeng. Ara sekarang sibuk di tokonya, takut mengganggu waktunya. Mendengar dia sehat dan baik-baik

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    86. Harus Siap

    "Hah?! Willy?!"Seketika mama dan papa menatap Ara penuh tanya ketika mendengar anak keduanya itu seperti kaget."Kenapa? Ara kenal?" Mama tak bisa menahan rasa penasarannya."Eum ... anu .... " Ara berusaha menyembunyikannya kagetnya."Atau ... jangan-jangan kalian sudah ...." Mama tersenyum sambil menatap tajam ke arah putrinya, kemudian ia beralih pada suaminya. Berharap kalau Ara dan Willy sudah saling kenal atau bahkan sering berkomunikasi. Itu sebabnya Tuan Markus membahas mereka."Ara pernah dengar nama itu sewaktu kuliah dulu. Kayaknya dia kakak tingkat Ara. Tetapi .... " Ara memutuskan untuk tidak memberitahu Mama dan Papa perihal pertemuannya dengan Willy beberapa hari yang lalu."Tetapi apa?" Lagi, Mama antusias mengajukan pertanyaan. Perempuan itu semakin berharap."Tetapi ... dulu dikenal sebagai mahasiswa yang suka gonta-ganti pacar." Ara melirik Mama yang nampak sedikit kaget.Mama menghempaskan bagian belakang tubuhnya kesadaran kursi. Sesungguhnya ini jawaban yang ti

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    85. Kenalan

    Usaha yang dijalankan Ara bersama Maya berjalan lancar. Selain melayani pembeli langsung, mereka juga menyediakan layanan online yang lebih dari separuhnya pendapatan mereka berasal dari penjualan online ini. Pelanggannya pun tidak terbatas dari dalam kota saja. Tetapi merambah ke luar kota, bahkan luar provinsi. Modal yang Ara pinjam dari Papa juga sudah dikembalikan. Sebenarnya Papa menolak, tetapi Ara bersikeras. Atas bantuan Mama, akhirnya Papa mengalah. Aktivitas yang cukup menyita waktunya ini berhasil mengalihkan pikiran Ara dari Rey. Pemuda yang ditunggunya selama hampir 3 tahun itu memang sempat membuat hari-hari gadis yang sekarang mantap berhijab itu terasa menyakitkan. Beruntung ada Maya juga mama dan papa yang selalu memberikan dukungan hingga ia bisa berhasil melewati masa-masa sulitnya. Meskipun tidak jarang Ara teringat pada pemuda itu, namun kembali ia menyibukkan diri pada pekerjaannya.Hidup sederhana yang dijalankan oleh Ara membuat ia benar-benar mandiri. Ia p

  • Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu    84. Tidak Cocok

    "Sorry, bukannya kasar ... "Fyan mengangkat tangan tanda tidak ada masalah."Priska, kayak dia gak cocok jadi calon suami lu." Pria itu beralih menatap Priska. "Sorry bro, saya bukan calon suaminya." Fyan menegaskan sekali lagi."Priska bilang lu calon suaminya. Kalian korban perjodohan. Hahaha. Harusnya Priska mendapatkan pendamping hidup yang sesuai dengannya." Pria itu tertawa dengan nada mengejek. "Sudah dibilang saya bukan calon suaminya. Saya hanya teman lama yang baru ketemu lagi tadi siang." Fyan merasa tidak enak mendengar pria itu berkata dengan nada tinggi."Sudah, jangan berdebat. Jadi kamu cuma mau mempermainkan aku, Fyan?!" Sekarang giliran Priska yang berkata dengan nada tak kalah tinggi.Fyan mengalihkan pandangan sejenak. Memang susah kalau ngobrol dengan orang dalam keadaan setengah sadar."Mempermainkan apa, Priska?" "Kita sudah dijodohkan tapi kamu bilang bukan calon suamiku?!" Priska menunjuk wajah Fyan, sungguh tidak ada sopan santun."Tidak ada perjodohan di

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status