Share

Marah Bilang, Bos!

Author: Nainamira
last update Last Updated: 2021-11-15 16:53:50

"What? Elu jatuh cinta sama pembokat gue?" tanya Bastian 

"Iya, emang kenapa? Dia cuma pembokat elu, kan? Bukan pacar atau bini elu?" Romi menatap Bastian heran.

"Elu gak bakal ngomong gitu kalau tahu dia sudah punya anak."

"Ha? Dia sudah nikah, bro? Sudah punya suami?" tanya Romi, ada gurat kecewa di matanya.

"Dia sudah punya anak, tapi belum pernah nikah dan gak punya suami. Elu bayangin gimana parahnya perempuan itu, emangnya Ibu lu bakal ngijinin? Gue tahu gimana kolotnya ibu elu itu," kata Bastian

Suasana hati Romi  yang sempat kecewa, kembali berbunga-bunga. Dia tidak mengindahkan perkataan Bastian.

"Ahayyy, yang penting dia masih singel, Bro. Gue bisa bedain mana berlian mana batu sungai. Kalau dia bisa jadi milikku, aku gak bakal kekurangan. Memasak dan membuat acara kekgini aja dia bisa, mana masakannya enak lagi, pasti dia bisa mengurus rumah tangga dengan baik, kalau soal dia punya anak, itu berarti bonus ... ha ... ha ...." Romi tertawa gembira.

Kata-kata Romi benar-benar mempengaruhi Bastian, tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak enak. Dia tidak menyadari apa yang dirasakannya, tetapi dia benar-benar tidak suka dengan ucapan Romi. Melihat wajah Romi yang berbinar-binar seperti itu rasanya dia ingin sekali menghajar lelaki di hadapannya itu. Entahlah, mendadak dia jadi benci banget sama Romi.

"Pak Bos, ini sudah jam satu. Saya ijin sebentar mau jemput Alif. Mana katanya pegawaimu yang mau jemput?" tanya Rahma menyadarkan Bastian.

'Ah, iya ... kenapa aku lupa menyuruh seseorang menjemput anak pembatu ini,' batin Bastian.

"Aku saja yang jemput anak kamu, di mana sekolahnya?" tanya Romi, dia langsung gerak cepat mengambil kesempatan.

"Benarkah? Terima kasih, ya? Dia sekolah di Manhaj SDIT Annur," kata Rahma dengan wajah berbinar.

"Ya sudah, aku tahu tempatnya," kata Romi berlalu pergi, tak lupa mengerlingkan mata ke arah Rahma. 

Romi benar-benar senang, dia melangkah ke mobilnya sambil bersiul riang, ini adalah kesempatan agar dia bisa PDKT dengan anak Rahma, kalau anaknya merestui, kan jalannya jadi lebih mudah. Berbeda  sekali dengan yang dirasakan Bastian, lelaki itu mendengus sebal dan tersenyum sinis melihat Rahma.

'Ngapain lagi nih orang? Tiap hari mukanya kok sangar gitu,' batin Rahma sambil berlalu dari hadapan Bosnya.

Melihat sikap Rahma yang cuek seperti itu, justru Bastian bertambah dongkol.

"Mbak ... mbak! Minta tisue, mbak," panggil salah satu pegawai wanita.

Mereka duduk melingkar sesama pegawai wanita. Dandanan mereka yang modis seperti artis dan foto model membuat Rahma salut, berapa lamalah mereka ini dandan seperti itu.

"Sebentar ya, Bu." Rahma segera beringsut menuju dapur mencari stok tissue yang kemarin dibelinya.

"Siapa perempuan itu?" tanya Nina, staf bagian perencanaan kepada Lusy si wanita yang meminta tissue itu.

"Itu Babunya Bos." Silvia yang menjawab.

"Pembantunya? Aku pikir tadi istrinya," kata Reni si pegawai baru.

"Aih, Reni ... gue maklumi karena elu masih baru jadi gak tahu kalau Bos kita itu seorang duda," kata Lusy.

"Pembantu kok cantik banget gitu ya? Mana pintar lagi kelihatannya," kata Nina

"Cantik apaan? Kampungan gitu dibilang cantik," kata Silvia ketus kepada teman-temannya. 

Rahma yang sudah berada di dekat mereka untuk mengantar tissue mendengar percakapan mereka, tapi ya dia cuek aja, tidak peduli.

"Ini tisuenya, Bu," kata Rahma menyerahkan tissue kepada Lusy.

"Makasih ya, Mbak. Oiya Mbak, mbak ya, yang masak makanan ini?" tanya Lusy

"Aih, ya mana mungkinlah. Pak Bastian itu seleranya tinggi, untuk menjamu kliennya pasti pesan di resto," potong Silvia sebelum Rahma menjawab.

Rahma hanya merespon dengan senyum.

"Babu kampungan kayak gini, mana mungkin bisa masak makanan seperti ini," lanjut Silvia.

Mendengar perkataan Silvia, Rahma gedeg juga.

'Kenapalah perempuan satu ini dari tadi mau cari gara-gara terus sama aku?' Batinnya.

"Ya sudah, silahkan dilanjutkan Ibu, saya mau kebelakang dulu," kata Rahma

Dia malas menanggapi celotehan yang menurutnya tidak jelas juntrungannya itu.

Rahma berlalu dari hadapan mereka, diikuti senyum sinis Silvia.

'Pembantu kampungan gitu mau jadi nyonya Bastian? Hadapi dulu Silvia Hadisurya, batin Silvia sambil mencebik.

"Bundaaa!!" teriak Alif berlari menyongsong Rahma, di belakangnya Romi tersenyum sumringah. 

Bastian tengah memberi kata sambutan kepada para tamu, tanpa sengaja matanya melihat ke arah mereka bertiga, spontan konsentrasinya jadi pecah.

'Apa-apaan itu? Sudah kayak keluarga bahagia saja,' pikir lelaki itu

Akhirnya Bastian tidak terlalu panjang memberi kata sambutan, sekarang gantian salah satu kliennya, seorang bapak berbadan gemuk dan kepala botak yang memberi sambutan. Sebentar-sebentar Bastian melihat ke arah Rahma yang tengah mengambilkan nasi dan lauk  untuk Alif dan Romi. Sekarang Bastian duduk dengan gelisah, seperti menduduki bara api saja.

"Setelah proyek pembangunan Mall ini selesai, saya memutuskan pembangunan kampus STIE, dipercayakan lagi pada CV. Anugerah Pratama," kata Bapak gemuk salah seorang taipan di kota ini. 

Perkataan Bapak itu disambut tepuk tangan meriah para hadirin. Hanya Bastian yang tidak bahagia mendengar kabar tersebut, bukan lantaran kalah tender, mereka justru memberikan proyek ini tanpa tender.

'Ah, kenapa aku ini? Bawaan bad mood terus,' batinnya.

Lagi-lagi diliriknya Romi yang sekarang tengah tertawa bersama Rahma dan Alif.

"Rahma, anakmu ini pintar sekali, loh. Sekarang hapalannya sudah sampai juz 28," kata Romi sambil mengelus kepala Alif.

"Benar, sayang?" Rahma terlihat sangat bahagia.

"Iya, Bun. Target Alif dua bulan lagi sudah hapal tiga Juz," kata Alif sambil memakan nasinya.

"Subhanallah ...." Rahma senang sekali melihat putranya tersebut.

"Kata Om Romi, kalau Alif sudah hapal lima juz, mau diajak ke Dufan," kata Alif polos.

"Ha? Pak Romi, itu tidak perlu. Ke Dufan itukan jauh dan mahal," kata Rahma tidak enak hati.

"Ah, Rahma, jangan panggil Pak, dong. Panggil Abang atau Mas saja," kata Romi

"menyenangkan anak penghapal Alquran itukan berpahala juga,," lanjutnya.

"Tapi, Pak ...." 

"Eits, Bang ... jangan panggil Pak. Aku belum punya anak. " Romi memotong pembicaraan Rahma sambil menggoda.

"I ... iya, Bang ... Romi" kata Rahma sambil meringis canggung, tapi ditanggapi Romi dengan tertawa lebar.

"Bunda, Alif gak bisa nginap malam ini," kata Alif lagi

"Loh, kenapa sayang? Alif gak kangen sama Bunda?"

"Alif kan masih baru di asrama, jadi wajib ikut Mabit nanti malam. Alif hanya dibolehkan ijin sampai jam tiga sore,"ujar Alif .

"Kok gitu? Pembina asrama kok gak bilang?" tanya Rahma

"Kata Ustad sudah di SMS Bunda."

Rahma segera memeriksa ponselnya.

"Oiya ... yah, Alif gak bisa tidur di rumah dong?"

Rahma terlihat sedih, tetapi Alif mencoba menghiburnya sehingga dia bisa tertawa dengan lepasnya.

****

Jam dua siang acara sudah selesai, para tamu sudah pergi meninggalkan rumah Bastian. Tinggal Bastian, Romi dan dua staf lainnya sedang rapat pribadi di kamar tamu. Rahma selesai melakukan salat zuhur bersama putranya di ruang tengah. 

Rahma melihat sekeliling, tugasnya tinggal bersih-bersih. Dari arah halaman depan masih terdengar beberapa karyawan yang hendak pulang.

"Yakin kau, Sil? Belum mau pulang?" tanya Lucy berteriak.

"Aku mau bantu-bantu beres-beres dulu, kasihan Pak Bastian," seru Silvia.

"Ya, sudah. Kami pergi dulu, ya ...," ujar teman-temannya sambil melambaikan tangan.

Silvia bergegas masuk ke rumah Bastian, dilihatnya Rahma tengah mengangkat piring-piring kotor dibantu Alif.

"Mbak, ini piring kotornya banyak sekali. Ayo, ditaruh di tempat cuci piring!" perintah Silvia sudah seperti nyonya di rumah ini.

Rahma menatapnya tidak suka, tidak dihiraukan perkataan Silvia. 

"Ini lagi, sudah mengangkat piring-piring itu, disapu ya, tempat ini, sudah itu di pel. Baru cuci piring-piring itu!" perintah Silvia sambil berkacak pinggang.

'What? Apa-apaan sih, perempuan ini? Sok ngatur-ngatur lagi,' batin Rahma menatap Silvia tajam.

"Kenapa malah bengong? Ayo kerjakan!" Silvia kembali memerintah.

"Hei, Mbak!. Kenapa mbak gak pulang saja sama seperti yang lain? Keberadaaan mbak di sini malah membuat mata saya sepet, tahu?" dengus Rahma sambil melempar gelas mineral yang sudah kosong.

"Hei!! Berani kamu melawan? Kamu tahu siapa saya? Saya ini calon nyonya di rumah ini. Saya calon istri bos kamu, tahu nggak?" Silvia berang.

'Wah, perempuan gak ada akhlak ini pacar Bos? Bener-bener serasi mereka, sama-sama judes, sombong, nyebelin.' batin Rahma.

"Baru calon, sudah belagu. Mbak bilang sama teman-teman Mbak, mau ikut bantu beres-beres, kan? Itu bantu cuci piring," kata Rahma cuek bebek.

"Apa?"  Silvia memekik, bersamaan itu Bastian keluar dari ruangan.

"Ada apa, ini?" tanya Bastian menatap mereka berdua

"Ini, Pak Bos,  Mbak ini mau membantu nyuci piring, saya tidak memperbolehkan tapi dia maksa, saya gak enak sama Bapak, itukan kerjaan saya," kata Rahma garcep.

Rasain lu ... ha ... ha ..., Rahma tertawa di dalam hati

"Apa?" seru Silvia spontan

"Ya, bagus itu ... lagipula kamukan sudah bekerja dari kemarin, pasti capek. Makasih, ya Sil ...," kata Bastian sambil berlalu ke kamarnya.

"Ayo, Mbak Silvia ... itu nyuci piringnya di dapur," kata Rahma tangannya mempersilahkan.

Silvia mendengus kesal berlalu menuju dapur.

"Siaaal!"

Wanita modis itu mengumpat sambil membanting piring keramik, untung piringnya tidak pecah, hanya menimbulkan suara gaduh. 

"Hati-hati, Mbak. Piringnya jangan sampai pecah, itu piring mahal. Kalau pecah, ganti loh," kata Rahma melihat ke dapur setelah mendengar suara gaduh itu.

"Hiii!" pekik Silvia geram, Rahma hanya tersenyum penuh kemenangan.

****

Waktu sudah menunjukkan jam tiga sore, waktunya Alif pulang ke Asrama. Rahmah sibuk mencari aplikasi ojol di hpnya, karena dia tidak membawa motor. Pintu kamar tamu dibuka, sepertinya mereka sudah selesai rapat.

"Alif, Om Romi antar ya? Sekalian Rahma juga," kata Romi bersiap-siap mengajak mereka.

"Pak Bas, antar saya pulang. Saya gak bawa mobil,"kata Silvia manja.

"Ais, saya capek mau istirahat. Pulang saja bareng Dodit," kata Bastian.

"Dodit, antar Silvia sampai rumahnya," lanjutnya

"Baik, Pak. Tapi, saya bawa motor," kata Dodit

"Ah, nggak mau, nanti kepanasan," tolak Silvia.

"Kalau gitu naik taksi online saja," kata Bastian cuek berlalu ke arah dapur.

"Kalau gitu saya pamit ya, Pak Bos," seru Rahma sambil menuntun Alif.

"Eh, mau kemana kamu? Itu bersihkan dulu tempat tidur saya, dari kemarin tidak kamu bersihkan," ujar Bastian sewot.

"Ya sudah, Bunda. Alif pergi sendiri saja," kata Alif sambil mencium tangan bundanya. 

"Ya, hati-hati ya, Sayang ...," kata Rahma sedih melepaskan putranya.

"Nanti saya jemput lagi ke sini," kata Romi sambil mengerling nakal ke arah Rahma.

Bastian yang sedang minum air mineral tersedak melihat adegan itu.

'Enak saja mau gantarin pembokat gue,' batinnya.

Silvia dengan terpaksa akhirnya membonceng motor Dodit, sedangkan Rahma mengantar Alif sampai teras. 

****

Akhirnya tinggal mereka berdua di rumah. Rahma segera membenahi kamar bosnya, mengganti sprei dengan yang baru dibelinya kemarin.

"Kemana, Bos?" tanya Rahma ketika Bastian mengambil handuk di lemari.

"Mau mandi," jawab lelaki itu singkat.

"Sayakan lagi bersihin kamar, gak bisa apa mandinya sesudah saya selesai?" tanya Rahma geram.

Terbayang di pikirannya jika lelaki itu keluar dari kamar mandi cuma pakai handuk, hiii....

"Saya selesai mandi, ya kamu harus sudah selesai beresin kamar," kata lelaki itu ngeloyor masuk kamar mandi yang ada di kamar itu.

"Bos ... bisa gak sih? Mandinya di kamar mandi lain?" Rahma berteriak tetapi lelaki itu tidak menghiraukan ucapannya.

Suara gemericik air terdengar dari kamar mandi begitu jelas. Rahma segera membersihkan kamar dengan cepat-cepat. Kasur nomor satu yang besar itu sangat susah jika dipasang jika terburu-buru, hasilnya juga tidak rapi.

Akhirnya beberapa kali Rahma harus memasang ulang, hingga akhirnya dia bisa memasang dengan sempurna. Rahma bergegas keluar kamar, tapi na'ash Bastian sudah keburu selesai mandi. Langkahnya yang terburu-buru justru menabrak lelaki itu. Wajah Rahma tidak sengaja jatuh ke dada bidang lelaki itu yang bertelanjang dada. Bastian Reflek menangkap lengan Rahma takut wanita itu terjatuh. 

Posisi mereka yang demikian rapat membuat Rahma terkejut luar biasa, aroma wangi sampoo dan sabun mandi menguar dari tubuh Bastian menimbulkan sensasi yang tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Beberapa detik keduanya terpaku pada posisi yang sama, mata mereka bertemu, degup jantung Bastian berpacu sangat cepat. Hingga akhirnya Rahma tersadar, dan melepaskan diri dari dekapan lelaki itu.

"Emm, maaf ... maaf Pak Bos ... maaf tidak sengaja," katanya sambil berlari keluar kamar, dihembuskannya napasnya kuat-kuat sambil memegang dada.

Bastian hanya terpaku, tanpa sadar dirabanya dadanya sebelah kiri, degupnya begitu cepat. Diaturnya napasnya pelan-pelan sambil sesekali menarik napas panjang. Akhirnya dia bisa menguasai diri, berjalan pelan kearah lemari dan mengganti baju.

****

Bastian memakai kaos oblong dan celana navy dengan cepat, dicarinya Rahma yang tengah memasukkan sisa-sisa lauk ke dalam kulkas.

'Masih banyak makanan sisa, coba tadi di bawa Alif?,' pikir Rahma

"Ayo, saya antar pulang," kata Bastian tiba-tiba.

"Nggak usah, Bos. Aku bisa pulang sendiri," tolak Rahma

"Kamu kenapa sih? Diantar Romi mau, diantar sama aku menolak?" kata Bastian dengan nada marah.

Rahma terperangah mendengar Bosnya berkata demikian. 

"Tapi ...."

"Sudah, ayo cepat," ajak Bastian, dia tidak mau keburu Romi datang.

"Ya, sudah. Bos, sisa makanan ini saya kasih ke asrama tahfiz Alif, boleh?" tanya Rahma

"Ya, sudah. Ayo bawa," ujar Bastian membantu membawa kotak makanan ke mobil.

****

Mereka di sambut baik oleh Pengurus asrama, Alif yang melihat bundanya datang dengan bosnya mengantar makanan, senang bukan main, dipeluknya Rahma dengan bahagia. 

Sepanjang jalan menuju rumah Rahma, Bastian tersenyum simpul. Dia membayangkan Romi yang menjemput Rahma tetapi wanita itu sudah pulang.

'Ah, kenapa aku sekarang kok malah seolah-olah bersaing dengan Romi? Ada apa sih dengan diriku?' batin lelaki itu

"Di mana rumahmu?" tanya Bastian memecah kebisuan diantara mereka.

Sebenarnya Bastian sudah tahu alamat rumah Rahma, pernah membaca di KTP wanita itu.

"Di daerah Gotong Royong," jawab Rahma. 

"Kamu tu, besok gak usah deket-deket sama Romi," kata Bastian.

"Kenapa? Bang Romi baik, kok?" tanya Rahma.

'Wah, sudah manggil Abang pulak dia,' batin Bastian.

"Yah, Romi memang baik dan tulus orangnya, tetapi kamu gak cocok sama dia. Kamu tu harus sadar, kamu wanita yang punya anak tanpa menikah," kata Bastian.

Mendengar perkataan Bastian membuat darah Rahma mendidih, sebenarnya dia sudah biasa dihina seperti itu, tetapi kenapa jika kata-kata itu keluar dari mulut lelaki itu kok ya, sakit banget rasanya.

"Cukup, Pak. Saya turun di sini saja!" Rahma berteriak, membuat Bastian terkejut seketika menginjak rem. Untung jalanannya sepi. 

"Loh, kenapa?" tanya Bastian tidak menyadari perbuatannya.

"Perempuan seperti saya tidak pantas duduk di samping laki-laki terhormat seperti Bapak," kata Rahma kesal, dia segera keluar dari mobil dan membanting pintu.

"Loh, apa-apaan ini? Rahma ... Rahma!"

Panggilan bosnya tidak dihiraukan, dia pergi setengah berlari menyetop angkot yang lewat.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
cemburu ya bos
goodnovel comment avatar
Dian Ummu Khalisha Akasyah
sebagai masukan mbak kalau pujian atau rasa syukur bukan subhannallah tapi maasyaa Allah, seperti maasyaa Allah sholehnya anak bunda maasyaa Allah ternyata hapalannya sudah banyak, kalau subhanallah itu ungkapan sedih...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Teringat Masa Lalu

    Rahma masuk rumah dengan kesal. Segera dia baringkan tubuhnýa di kasur, dari kemaren bekerja tidak kenal istirahat membuat tubuhnya kelelahan. Dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul empat sore. Dengan langkah gontai, dia melangkah ke kamar mandi mengguyur tubuhnya dengan air, perasaannya menjadi fresh dan ringan.Setelah mandi dia salat Asyar, sepanjang salat ponselnya berdering terus membuatnya tidak berkonsentrasi. Dilihatnya notifikasi di ponselnya semua panggilan dan pesan dari bosnya."Aish, malas banget baca pesannya," kata Rahma sambil mematikan daya ponselnya.Dia segera tertidur, matanya begitu berat, tubuhnya begitu lelah.***Bastian kesal luar biasa, berulang kali ditelpon perempuan itu tidak juga mau menjawabnya, SMS nya juga tidak dibaca."Ngapalah dia ini? Apa yang membuatnya marah? Apa coba salahku? Yang kukatakan bener, kan? Kalau dia itu punya anak di luar nikah?" gumam Bas

    Last Updated : 2021-12-02
  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Cinta Bilang, Bas!

    Bastian masih terjaga, jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tadi kayaknya dia kecapekan dan ingin segera tidur, nyatanya dia malah gak bisa tidur. Segera dia menuju dapur, dibukanya kulkas. Ah ... kulkasnya penuh minuman dingin. Pasti perempuan itu yang mengisinya. Diraihnya air soda jeruk lime, diteguknya minuman bergas dingin tersebut, rasanya segar melewati tenggorokan. Segera dia berjalan ke meja makan. Di atas meja terdapat beberapa panci yang tertutup tutup kaca sehingga isi di dalamnya terlihat. Bastian meraih panci berisi kue brownies, dia belum mencicipi makanan itu tadi siang. Hmm, yummy juga rasanya, apalagi dipadu dengan minuman soda ini, rasanya mantap banget.Dia benar-benar merasa bersalah dengan perempuan itu sekarang, gara-gara marah yang tidak jelas, dia jadi mengeluarkan kata-kata yang menyakiti perempuan itu.'Ah, ada apa denganku? Kenapa aku tidak suka jika perempuan itu dekat dengan sahabatku sendiri, Romi?' batinnya.

    Last Updated : 2021-12-03
  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Tamu tak diundang

    Rahma melajukan motornya tanpa menghiraukan hujan lebat yang mengguyur sekujur tubuhnya. Sampai di rumahnya, dia langsung mandi keramas, berulang kali keningnya disabun bahkan digosok agar bekas kecupan lelaki itu hilang. Karena kehujanan begitu lama membuat tubuhnya menggigil kedinginan. Setelah mandi dia segera memakai kaos kaki dan sweater hangat berbahan wol, selanjutnya dia hanya meringkuk di bawah selimut untuk menghangatkan tubuh.Masih terbayang adegan di bawah guyuran hujan tadi seperti adegan di film India. Berulang kali dia beristigfar,'Ya Allah ... dosanya diri ini. Bagaimana aku akan menghadapi laki-laki itu, apakah bersikap biasa saja? Atau menghindari bertemu dengannya? Atau ... Ah ya, lebih baik aku menghindarinya. Kalau sore di usahakan selesai kerja sebelum laki-laki itu datang,' batinnya.Sore ini dia memasak untuk Bastian dari rumahnya saja. Dia membuat sop daging sapi di iris tipis-tipis karena persediaan di kulkas tinggal 1 ons, di

    Last Updated : 2021-12-05
  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Romi saudaraku

    "Mau apa kalian ke sini?" tanya Bastian dengan suara keras, rahangnya bahkan mengeras menahan amarah. "Kok pertanyaanmu begitu, Sayang? Tentu saja Mama kangen sama kamu." Virda, Mama Bastian melepaskan pelukan pada putranya itu. Rambutnya yang disanggul rapi terkena rintikan air hujan. "Kenapa Mama bawa perempuan ini ke sini?" tanya Bastian menunjuk perempuan cantik yang datang bersama Mamanya. "Ya Ampun, Sayang ... bukankah kau rindu padanya selama ini?" ujar Mamanya. Wanita cantik itu hanya terdiam di depan pintu. "Ayo, masuk. Bawa semua koper kita ke kamar tamu," kata Virda menyuruh wanita itu. "Kalian mau menginap di sini? Kenapa tidak di hotel saja?" kembali Bastian protes. "Bastian, kami capek baru datang dari Paris, biarkan kami istirahat dulu," kata Virda memotong ucapan Putranya. "Baiklah, silahkan malam ini kalian tidur di ini. Besok pagi silahkan tinggalkan rumah ini. Jangan tidur di kamar tamu, sudah

    Last Updated : 2021-12-06
  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Mantan Istri Bos

    Bastian terbangun dari tidurnya, badannya rasanya sakit semua karena dia tidur di sofa. Apartemen Romi yang hanya memiliki satu ranjang tidak bisa menampung mereka berdua. Bastian tidak mau, dulu dia pernah tidur seranjang dengan Romi, tapi tidur anak itu lasak bukan main. Bahkan Bastian pernah juga dicium bertubi-tubi karena dia bermimpi mencium seorang gadis. Romi sudah menawari jika dia saja yang tidur di sofa, tapi Bastian yang merasa menumpang bersikeras jika dia saja yang tidur di sofa.Dilihatnya jam dinding diruangan itu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Dia baru ingat kalau jam segitu pasti Rahma sudah pergi mengantar bekal makan siangnya. Ditelponnya Rahma berkali-kali tapi tidak diangkat, akhirnya dia kirim SMS saja.(Aku menginap di rumah Romi. Bekalnya antar ke kantorku saja, jika aku belum sampai titip pada Satpam)Bastian segera mandi super kilat dan memakai bajunya dengan buru-buru. Dia lupa tidak membawa mobil tadi malam.

    Last Updated : 2021-12-06
  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Jangan Ganggu Pembantuku

    Bastian terus menelpon Rahma tetapi wanita itu tak juga menjawab panggilannya, SMS yang sudah dia kirim belum ada satupun yang di baca."Rahma ... di mana kamu?"Bastian tidak jadi melajukan mobil Romi menuju kantor, dia putar balik menuju rumahnya, jika SMS nya belum Rahma baca, pasti wanita itu langsung ke rumahnya."Semoga dua iblis betina itu tidak membuat ulah, jika sampai dia menyakiti Rahma, bisa mati mereka berdua," gumam Bastian sambil memukul stir mobil.Sesampainya di rumah, Bastian mendapati kedua wanita itu tengah menyantap bekal makan siangnya di meja makan."Kenapa kalian makan bekal makan siangku? Lancang kalian!" teriaknya.Dilihatnya bekal makan siang itu adalah makanan kesukaannya, ikan nila bakar dan sambal goreng terasi. Dia benar-benar meradang, makanan yang sudah dimasak oleh perempuan yang dikasihinya dimakan begitu saja oleh wanita yang dibencinya sampai mendarah daging."Bastian, bilang sama pemba

    Last Updated : 2021-12-06
  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Kesedihan Rahma

    Rahma selalu ingat betul penggalan peristiwa kehidupannya yang pilu, saat itu usia Alif baru dua minggu, semalaman bayi yang masih merah itu menangis tidak juga berhenti. Rahma yang sudah kelelahan karena seharian belum sempat makan dan istirahat hanya bisa ikut menangis, dia begitu bingung tidak tahu harus berbuat apa, bayi itu hanya digendongnya saja. Usianya yang masih belia baru menginjak 20 tahun, membuatnya tidak memiliki pengalaman apapun dalam merawat bayi. Ketika para gadis di usianya tengah bergembira menggapai asa, bersenda gurau dengan teman-temannya atau tengah asyik berkencan, Rahma justru sibuk mencari nafkah dan mengurus bayi yang notabene bukan bayinya. Perasaan nelangsa beberapa kali menyelusup dalam hatinya, membuatnya meratap dan menangis dalam diam tanpa mengeluarkan air mata.Bukde Marni yang juga ikut kerepotan membantu merawat Alif ikut kebingungan, maklum dia yang sudah berumahtangga selama sepuluh tahun juga belum punya pengalaman mengurus bayi karen

    Last Updated : 2021-12-06
  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Pelarian Rahma

    Tiba-tiba ponsel Rahma berdering, mau diangkat Fitri gak berani, didiamkan kok manggil terus kalau panggilan penting gimana?"Ah, angkat aja, ha? Pak Bos? Ini pasti majikan Mbak Rahma," gumam Fitri setelah melihat nama yang tertera di layar ponsel."Halo ...," sapa Fitri"Halo? Rahmah?""Eh, saya bukan Rahmah, Pak. Bu Rahmahnya sekarang sedang di ruang Kepala Sekolah," kata Fitri."Oiya, Bu ..., sekolah Ibu di mana ya? Saya mau langsung ketemu Rahma," kata Bastian"Oo ... di SMK 4, Pak. Yang berada di lorong pembangunan," kata Fitri"Oiya, saya OTW ke sana.""Baik, Pak."Fitri segera mengirim nomor telpon Bastian melalui SMS ke handphonenya, siapa tahu kelak berguna.****"Fit, aku pergi ke Dinas ya?" kata Rahma.'Cepat sekali dari ruang Kepsek? Padahal Aku baru masang mukena,' batin Fitri."Iya, mbak ...," jawab Fitri'nah gimana ini kalau Majikan Mbak Rahma ke sini?' pikir

    Last Updated : 2021-12-08

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Hidupku sudah sempurna

    Malam itu menjadi malam paling membahagikan bagi Rahma sejak kehamilan pertamanya. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan berjalan-jalan berdua dengan Bastian. Bastian sengaja mematikan ponselnya agar qualty time dengan istrinya tidak terganggu.Hingga sampai pulang seorang perawat dari rumah sakit menunggunya di rumahnya."Maaf, Pak. Saya jadinya ke mari, karena Bapak tidak bisa dihubungi, saya akan mengabarkan satu jam yang lalu, Bu Virda menghembuskan napas terakhir.""Apa?" Bastian kaget sekali mendengar kabar itu.Dia hanya berjalan-jalan dengan istrinya selama tiga jam dari kepulangannya dari rumah sakit, jika dia tahu Mamanya akan meninggal tentu dia akan bersikeras tidak meninggalkan Mamanya, walau Mama Virda memaksanya untuk pulang. Bastian terduduk lesu di sofa ruang tamu. Dia juga menyesali kenapa dia musti mematikan ponselnya"Ya, Allah ... Innalilahi wa Inna ilaihi rojiun ...," u

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Bunda Asti pergi Umroh

    "Bunda pergi dulu, ya ... Jagalah Mama kalian dengan baik," kata Bunda Asti ketika berada di Bandara.Bastian, Rahma, Fitri dan Alif turut mengantar kepergian mereka ke tanah suci."Bunda ... Tolong do'akan agar Mama lekas sembuh," kata Bastian."Iya, tentu saja Bunda akan mendo'akan Mama Virda. Jaga baik-baik istrimu dan anakmu, ya?""Iya, itu pasti," Bastian mencium punggung tangan Bunda Asti."Bunda, do'akan kehamilan Rahma lancar dan sehat ya ... Do'akan juga Alif cepat sembuh dan cepat berjalan dan tolong do'akan juga suamiku agar ingatannya kembali lagi," Rahma memeluk Bunda Asti."Iya, sayang ... Semua keluarga Bunda nanti Bunda do'akan satu persatu.""Aku berangkat dulu, Bro. Nanti akan aku do'akan agar ingatanmu cepat kembali. Agar kau bisa mengingat kembali momen di mana kau bucin banget sama istrimu itu, agar kau bisa mengingat malam pertama kalian," kata Romi sambil terkekeh.Bastian memeluk saudaranya itu dan

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Luka hati, tak terasa sakit lagi

    "Bunda ... Bunda dari mana?" suara Alif menyambut kedatangan Rahma dan Baatian dari rumah sakit."Alif? Kenapa belum tidur, Nak? Ini sudah malam loh," kata Bastian membelai rambut Alif.Alif terpukau dengan perkataan Bastian, lelaki itu biasanya selalu bersikap masa bodoh, cuek bahkan menampakkan wajah tak ramah padanya. Namun, sekarang lelaki dihadapannya ini rela berlutut hingga wajahnya bisa menatapnya dengan jelas, mata lelaki itu penuh kehangatan seperti Ayah Bastian yang dulu."Alif belum ngantuk, Yah. Ayah Sama Bunda dari mana?""Ayah sama Bunda dari Rumah sakit" jawab Rahma"Ke Rumah sakit? Siapa yang sakit, Bun?""Yang sakit Mamanya Ayah," jawab Bastian."Maksudnya Nenek Bunda Asti? Dia di rumah kok," kata Alif polos"Bukan sayang, Ayah juga sama dengan Alif, punya dua orang Ibu. Yang sakit itu Mama kandung Ayah, seperti Mama Santi, dia ibu kandung Alif, kan?""OOO gitu? Ternyata kita punya nasib yang sama

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Telepon dari Rumah sakit

    "Nanti malam kita makan di luar, yuk? Untuk meresmikan hari jadian kita," kata Bastian setelah salat AsharRahma yang tengah membereskan tempat tidur tersenyum ceria."Hari inikan bukan hari jadi kita? Kita menikah baru dua bulan, Mas!""Bukan hari pernikahan kita, tetapi hari jadian kita saat aku Amnesia, kalau kenangan masa lalu bersamamu aku lupa, maka mulai hari ini aku akan membuat kenangan baru, ingatan baru bersamamu," Bastian memeluk Rahma dari belakang.Derrrttt ... Derrrrtttt ...."Mas, itu ponselmu bergetar," seru Rahma menunjuk ponsel Bastian di atas nakas.Bastian segera mengambil ponselnya dan menggeser tanda panggilan di layar."Halo? Iya ... Apa? Oiya ... Iya, saya akan segera ke sana,"Bastian menutup teleponnya dengan menghembuskan napas berat."Ada apa, Mas? Siapa yang nelpon?" tanya Rahma penasaran."Dari rumah sakit, katanya Mama pingsan dan sekarang masuk rumah sakit."

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Kau Istimewa

    Suasana sore itu membuat mereka tertidur sambil berpelukan. Semua baju basah mereka ditumpuk di kamar mandi. Rahma terjaga dari tidurnya setelah mendengar suara ramai.'Ah, mereka pasti sudah pulang dari belanja,' batinnya.Rahma segera bangkit dari pembaringan dan memakai pakaian lengkap, tak lupa memakai jilbab kaosnya. Diperhatikan dengan seksama suaminya yang tengah terlelap dengan tubuh ditutupi selimut tebal. Rahma harus segera ke kamar lelaki itu untuk membawa baju ganti. Dia segera keluar dari kamar tak lupa mengunci kamarnya dari luar."Alif sudah pulang?" tanya Rahma antusias melihat putranya tengah membawa mobilan remot."Bunda, lihat deh. Om Romi membelikan Alif mobil-mobilan remote," serunya"Iya, bagus ya? Sudah bilang terima kasih belum?""Sudah.""Sekarang Alif mandi, sudah itu salat Ashar. Selanjutnya makan ya?"

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Hujan Romantis

    "Rahma, kamu kenapa, Sayang?" seru Bunda Asti ketika melihat Rahma muntah-muntah di kamar mandi."Nggak tahu, Bunda. Perutku rasanya mual banget," kata Rahma."Ya, Ampun ... Kamu sudah mulai emesis. Ya sudah kamu istirahat saja, tidak usah ikut belanja. Nanti biar Bik Wati menemanimu.""Iya, Bunda ... Aku gak bisa ikut, takutnya mualku kambuh di sana."Ketika mau berangkat, Alif ternyata bersikeras untuk ikut. Rahma meminta Bik Wati agar ikut belanja bersama mereka, untuk membantu keperluan Alif. Walau Romi dan Fitri bersikeras mereka yang akan menjaga Alif, namun Rahma ingin agar pasangan muda itu lebih bebas menjalin kedekatan diantara mereka.Setelah mereka pergi, Rahma hanya berbaring di ranjang sembari membaca novel.****Setelah jam makan siang tiba, Bastian tidak sabar membuka bekal makan siangnya. Setelah dibuka, aromanya tercium begitu sedap

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Bekal untuk Bastian

    Hari ini terpaksa Bastian menghubungi Romi, untuk mengantarnya menjemput Rahma. Dia menduga Romi akan mengejeknya habis-habisan tetapi ternyata tidak. Saudaranya itu malah antusias menemaninya, dia berulang kali bersyukur karena Allah telah menyadarkannya.Sesampainya di rumah Rahma, Romi segera menyampaikan maksudnya disaksikan Fitri, sedang Bastian hanya menundukkan kepala tidak berani menatap kedua wanita itu."Maksud Abang ke sini mau menjemputmu, Rahma. Pulanglah ke rumah suamimu sekarang, dia memintamu. Iya kan, Bas?"Bastian hanya mengangguk pelan."Kok Bang Romi yang bilang? Kenapa bukan suaminya langsung," kata Fitri.Mendengar perkataan Fitri, Bastian spontan mendongakkan kepalanya menatap kedua wanita di hadapannya dengan tatapan jengah."Iya, pulanglah." Hanya itu kata yang mampu terucap dari bibir Bastian."Apa? Cuma gitu? Kemaren waktu ngusir panjang lebar, gak ada permintaan maaf, gitu? Apa ...," gerutu Fitr

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Kesayanganku

    Yadi datang setelah lima tujuh menit berlalu. Bastian segera masuk dan duduk di sampingnya."Kita mau ke mana, Pak?""Ke cafe atau apapun, cari tempat sepi buat mengobrol," kata Bastian."Bapak janji mau bertemu seseorang?""Tidak, saya hanya ingin membicarakan beberapa hal denganmu.""Tentang masalah apa, Pak?" ucap Yadi, dia merasa kuatir, selama ini Bosnya tidak pernah ingin berbicara dengannya, apakah ini soal pekerjaannya?"Tidak perlu kuatir, ini bukan tentang kamu, ini tentang diriku sendiri," kata Bastian seolah tahu apa yang dipikirkan Yadi.Yadi tersenyum lega, dia segera membawa bosnya di warung Bakso di dekat taman. Mereka memilih duduk di bangku taman yang agak sepi."Ada apa, Pak?" tanya Yadi membuka percakapan."Yadi ... Aku mengenalmu, kau sudah bekerja pada Papa berapa lama?" tanya Bastian memastikan."Sudah hampir dua tahun, Pak. Makanya Bapak mengenal saya, Bapak hanya lupa peristiwa

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Penyesalan Santi

    "Ini Pak rumahnya," kata Yadi"Kamu yakin ini rumahnya?""Yakin dong, Pak. Saya sudah sering kemari mengantar Bu Rahma. Ini rumah peninggalan Almarhum Ayahnya, Pak.""Oo" hanya itu yang keluar dari mulut Bastian.Bastian tidak menyangka kalau Rahma memiliki rumah warisan yang begitu mewah, berarti benar kata Bunda, Rahma anak orang kaya."Pak Yadi pulang saja, saya tidak mau Rahma mengetahui saya datang jika pakai mobil," kata Bastian,Sebenarnya dia hanya ingin tahu ada perlu apa Santi menemui Rahma, jika dia masuk memakai mobil, pasti tidak bisa menyelidiki semua itu."Terus Bapak nanti pulangnya bagaimana? Atau Bapak mau menginap?" kata Yadi tersenyum simpul."Nanti kukabari." Bastian segera turun dari mobil dan memencet bel pagar.Dari dalam muncul seorang Satpam dan segera membuka pintu pagar

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status