Indah berjalan menuju ke kamar Gendis dengan menenteng paper bag berisi perlengkapan bayi.Saat langkah kakinya sudah mendekati pintu kamar, Indah berpapasan dengan Ayu yang sedang senyum-senyum sendiri menatap layar ponselnya."Kenapa si Ayu senyum-senyum begitu, ya. Terus ngapain juga dia dari arah kamar Gendis," batin Indah tanpa menegur Ayu, begitupun sebaliknya. Ayu terus saja berjalan menjauhi Indah dan masuk ke kamarnya sendiri.Dengan langkah kaki cepat, Indah berjalan masuk ke dalam kamar Gendis. Perasaannya sedikit tak enak.Benar saja, saat Indah baru sampai di ambang pintu yang terbuka, ia melihat Gendis yang tengah menangis tersedu-sedu begitupun dengan bayinya yang menangis dengan suara nyaring.Indah lantas berlari kecil menghampiri Gendis. Raut wajahnya berubah menjadi panik."Kamu kenapa, Ndis? Kenapa kamu menangis? Apa terjadi sesuatu?" tanya Indah dengan nada khawatir.Ia mencoba memastikan keadaan Gendis dan bayinya. Tak ada luka sedikitpun tapi anehnya keduanya me
Hari demi hari terus berlalu. Gendis masih terus menghadapi kehidupannya dengan pahit di rumah Karta.Berbagai tekanan dan kekejian yang Karta lakukan pada Gendis membuat tubuhnya sedikit kurus.Saat itu Gendis baru saja selesai memakaikan baju sang putri. Bibirnya sedikit mengembangkan senyum saat ia melihat putrinya yang sudah berubah menjadi sangat cantik."MasyaAllah Nak, kamu cantik sekali," ucap Gendis kemudian mendaratkan sebuah kecupan manis di pucuk kening putrinya."Besok akan diadakan acara untuk memberi namanya. Kira-kira mau dikasih nama siapa, ya," gumam Gendis sembari menatap dalam wajah putrinya.Tiba-tiba saja Gendis dikejutkan dengan suara ponselnya yang berdering di atas meja rias. Ia pun segera mengambilnya dan menjawab panggilan itu."Halo Ndri, ada apa kok pagi-pagi begini kamu sudah telpon?" tanya Gendis. Sesekali Gendis melirik ke arah putrinya yang masih ia tinggalkan di atas kasur."H-halo, Mbak. Mbak, bapak kambuh sakitnya. Sejak semalam bapak sudah tidak ti
Gendis akhirnya kembali memberanikan diri keluar dari kamar untuk menemui Karta.Saat itu Karta tengah bersiap untuk pergi mengcek usaha semua empang miliknya.Dengan langkah kaki sedikit cepat, Gendis melangkah kakinya menghampiri Karta yang akan berjalan ke arah pintu depan untuk keluar rumah."Mas, tunggu sebentar Mas." Gendis sedikit berteriak sembari kakinya berlari kecil menghampiri Karta."Ada apa?" tanya Karta ketus."Emmm begini, Mas. Tadi kan kamu bilang aku nggak boleh pulang ke rumah untuk menemui bapak yang sedang sakit. Aku akan menurutinya tapi apa bisa kalau mas Karta berikan aku sedikit uang untuk diberikan pada Indri supaya dia bisa membawa bapak ke rumah sakit," ucap Gendis penuh harap.Gendis merasa sedikit lega karena saat itu Anjarwati sedang tak bersama dengan Karta.Gendis tak tahu apa jadinya jika saat itu Anjarwati sedang bersama Karta. Mungkin saja ia tak akan berani mengatakan hal itu pada Karta."Tunggal sebentar! Itu kan orang tuamu, kenapa kamu malah min
Kesedihan yang belum usai di dalam hati Gendis tak lantas membuatnya dianggap tak bergerak.Gendis membaringkan bayinya di sebuah ranjang pembaringan sembari memasak makanan untuk acara pemberian nama bayinya.Tak ada tukang masak apalagi makanan catering. Semuanya dikerjakan oleh Gendis seorang diri karena Anjarwati dan Karta yang tak mau mengeluarkan lebih banyak untuk untuk acara itu.Sembari mengaduk masakan di dalam kuali, Gendis beberapa kali menoleh ke arah bayinya dan beberapa kali ia melirik ke arah ruang depan untuk memastikan Indah yang masih belum juga datang."Ya Allah, bagaimana keadaan bapak, ya. Kenapa Indri ataupun mbak Indah belum juga mengabari aku," ucao Gendis gelisah.Gendis tetap melanjutkan pekerjaannya meskipun sampai peluhnya berjatuhan.Drttt ... Drtttt.Tiba-tiba ponsel Gendis yang ia letakan sedikit jauh datinya berbunyi dan Gendis pun bergegas mengangkatnya."H-halo, Mbak. Bagaimana keadaan bapak di situ, Mbak?" tanya Gendis tanpa berbasa-basi saat Indah
Dengan raut wajah yang masam, Anjarwati pergi meninggalkan dapur. Ia masuk ke dalam kamarnya dengan perasaan kesal dan penuh amarah. Sementara Karta mencoba menenangkannya dan terus mengikutinya dari belakang."Ibu tenang saja, ya. Nanti biar aku kasih pelajaran si Ayu. Berani-beraninya dia mencoba membuat masalah dengan mengadu domba," ucap Karta yang saat itu berupaya menenangkan Anjarwati yang masih kesal."Kamu itu benar-benar nggak becus mengajaru istri-istrimu. Punya istri banyak tapi nggak ada yang berguna satupun. Semuanya selalu buat ulah dan bikin stress," celetuk Anjarwati sembari menarik napas dalam-dalam."Aku minta maaf, Bu. Aku akan berusaha mengajari mereka agar lebih akur dan menurut pada kita, terutama ibu," ucap Karta.Tiba-tiba saja Anjarwati yang saat itu membelakangi Karta dengan tangan bersedekap di dada, menoleh secara tiba-tiba ke arah Karta."Gendis ... Kamu harus segera memiliki keturunan lagi dari dia. Jangan biarkan dia enak-enakan tinggal di rumah ini se
Akhirnya acara inti pemberian nama untuk anak Gendis dan Karta telah selesai.Gendis memilih nama Yasmine yang berarti bunga melati untuk putrinya. Gendis berharap bahwa suatu saat putrinya bisa mengharumkan nama keluarga dan juga bangsa hingga membuat Karta bangga dan menyesal telah tak mengakuinya selama ini.Gendis kembali masuk ke dalam kamar dengan perasaan yang begitu gembira. Kini bayi di dalam dekapannya telah memiliki nama."Yasmine belum ngantuk, Nak? Ini sudah malam loh," ucap Gendis pada putrinya sembari tersenyum manis.Perlahan Gendis menurunkan Yasmine ke atas ranjang dan mulai ikut rebahan di sebelahnya. Senyum di bibir Gendis tak dapat tertahankan lagi saat melihat putrinya menggeliat dan menatap dirinya.Saat Gendis sedang asyik bermain dengan Yasmine tiba-tiba saja Karta masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu sehingga membuat Gendis terkejut."M-mas," ucap Gendis lirih. Ia pun bangkit dari posisinya dan duduk di pinggir ranjang menara Karta yang perlahan mend
"A-aku tidak sengaja," ucap Karta sekenanya."Nggak sengaja gimana sih, Mas. Jelas-jelas kamu melakukan hal itu dengan sadar." Kali ini Ayu ikut terpancing emosi akan perbuatan Karta yang sangat keterlaluan."Sudah, sudah. Lebih baik sekarang kita bawa Gendis ke rumah sakit sekarang," ucap Indah."Tapi kita tidak bisa membawa Yasmine. Dia pasti akan sangat rewel nanti di sana karena waktunya dia tidur tapi tidak bisa tidur dengan nyaman. Lebih baik kamu di rumah saja jaga Yasmine dan Raya. Biar ibu dan Ayu yang menemani Karta ke rumah sakit," ucap Anjarwati yang menahan tangan Indah saat akan menuju ke kamar Gendis.Indah sedikit termenung. Ia sangat ingin ikut pergi ke rumah sakit tapi menurutnya apa yang dikatakan oleh Anjarwati saat itu ada benarnya juga. Tak mungkin jika mereka membawa Yasmine dan lebih tidak mungkin lagi kalau Yasmine ditinggalkan bersama Ayu karena Ayu sangat membenci Gendis. Tentu Indah akan sangat khawatir jika harus menitipkan Yasmine pada Ayu."Ya sudah kalau
Karta berjalan menghampiri Anjarwati yang tengah duduk bersandar di kursi tunggu sembari memainkan ponselnya.Anjarwati segera menoleh ke arah Karta yang kemudian duduk di sampingnya sembari memainkan resep obat dari dokter yang harus ia beli."Bagaimana? Apa kata dokter?" tanya Anjarwati."Keadaan Gendis tidak baik-baik saja, Bu. Dia hampir saja mati karena perbuatan ku. Andai saja aku tidak menuruti ucapan ibu mungkin dia tidak akan terbaring di sana sekarang," ucao Karta.Sontak saja ucapan Karta barusan membuat Anjarwati terbelalak. Ia menarik napas dalam sebelum mengucapkan kalimat yang sudah tak sabar keluar dari mulutnya saat itu."Apa maksudmu, hah! Apa kamu menyalahkan aku?" tanya Anjarwati.Karta yang selalu tunduk pada Anjarwati dan takut padanya pun segera memberikan penjelasan agar Anjarwati tak marah padanya."Oh emmm b-bukan begitu, Bu. Maksud ku, harusnya aku bisa menahan ha*ratku meskipun. Meskipun ibu menyuruhku melakukannya, jika aku bisa menahan nafsuku saat itu pa
7 tahun kemudian***Setelah 3 tahun lamanya, Karta masih terus membuktikan bahwa ia telah berubah menjadi lebih baik.Hari ini saat hari masih pagi, Karta datang ke rumah Gendis. Penampilannya terlihat sangat rapih dengan kemeja lengan panjang dan celana panjang serta rambut yang tetata rapi.Gendis mempersilahkan Karta duduk di kursi. Gendis pun duduk berhadapan dengan Karta yang saat itu ada di depannya.Gendis sedikit heran melihat Karta yang berpenampilan begitu rapih."Mas Karta mau kemana? Kok rapi sekali?" tanya Gendis penasaran."Emmm aku sengaja berpenampilan rapih begini, Ndis. Aku ingin melamar seseorang," jawab Karta.Gendis pun tercengang mendengar jawaban Karta. Gendis merasa penasaran akan wanita yang akan dilamar oleh Karta."Siapa kira-kira wanita yang akan dilamar oleh mas Karta, ya? Apa jangan-jangan aku," batin Gendis.Keduanya masih saling menatap sesekali. Tak lama Karta pun menyeruput kopi buatan Gendis yang rasanya masih sama, nikmat sesuai dengan seleranya."E
"Sekarang ini bukan lagi rumahmu, tahu! Lebih baik sekarang kalian pergi dari sini atau aku akan telepon polisi untuk menyeret kalian semua dari sini," ancam Anjarwati.Karta yang merasa telah dikhianati oleh Anjarwati pun tak terima. Ia mencoba mencekik Anjarwati hingga wajahnya tampak pucat."Dasar wanita tua jahat! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku! Kamu pantas mati, wanita tua!" teriak Karta penuh amarah.Tentu saja semua orang pun menjadi panik melihat Karta yang saat itu mencekik Anjarwati.Apalagi Gendis, ia merasa takut jika sampai Karta masuk bui lagi padahal ia sendiri sudah sangat susah payah melapangkan hatinya untuk membebaskan Karta dari penjara agar kelak anaknya tak malu mempunyai ayah mantan narapidana.Dengan cepat Gendis pun bergerak menghentikan Karta agar tak mencekik Anjarwati."Sudah, Mas. Jangan lakukan itu," ucap Anjarwati sembari mencoba menarik tangan Karta yang tengah mencengkram leher Anjarwati."Tidak, Ndis. Wanita jahat ini harus mati! Dia sudah mem
Karta mencoba membujuk Gendis dan berjanji untuk berubah. Tapi, sayangnya Gendis tetap teguh pada pendiriannya untuk berpisah dari Karta."Maaf, Mas. Keputusan ku sudah bulat. Aku tetap ingin berpisah darimu. Aku tidak ingin memperbaiki apapun denganmu, tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu berada di sini. Aku ingin kita bisa membesarkan Yasmine bersama-sama meskipun bukan dengan status suami istri," jelas Gendis dengan begitu tegas.Mendengar ucapan Gendis yang begitu yakin dengan keputusannya. Karta hanya bisa menitikkan air matanya.Kini ia telah kehilangan semua istrinya bahkan istri yang sebenarnya sangat menyayanginya dan memikirkan dirinya."Aku hanya ingin kamu berubah menjadi lebih baik, Mas. Untuk kehidupan mu di masa depan," ucap Gendis lagi.Dengan berat hati, Karta menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Baiklah kalau memang itu sudah keputusanmu. Aku tahu bahwa kesalahanku kemarin sudah sangat keterlaluan. Sekarang aku akan mengikuti ucapan
Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Gendis pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Indah, Indri dan Rehan menjemput Gendis yang masih tampak sedikit lemas dengan mata sembab.Sudah beberapa hari Gendis hanya menangisi bayinya yang telah meninggal dunia. Gendis hanya fokus meminum obatnya sehingga badannya terlihat sedikit lebih kurus karena tak banyak makan."Mbak Gendis hati-hati, ya. Sini biar ku bantu," ucap Indri berinisiatif memapah Gendis sementara Indah membawakan tas berisi pakaian milik Gendis."Sudah ya, Mbak. Mbak Gendis jangan nangis terus, aku takut mbak Gendis kenapa-napa kalau terus menerus terpuruk begini," ucap Indri saat berjaoan menuju ke parkiran.Tatapan mata Gendis yang tampak kosong pun membuat Indri semakin khawatir."Bagaimana Mbak nggak sedih, Ndri. Mbak sudah kehilangan bayi yang masih ada di dalam perut Mbak. Mbak merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dia dengan baik," ucap Gendis."Tidak, Mbak. Mbak Gendis tidak salah. Ini semua kesalahan
Malam sudah lumayan larut dan Anjarwati baru pulang. Ia sedikit heran melihat rumah yang tampak sedikit berantakan terutama di bagian kamar Gendis.Sementara ia tak menemukan seorangpun di rumah itu. Anjarwati mencoba untuk mencari Karta dan Gendis tapi ia tak menemukannya.Anjarwati masih belum menyerah. Ia mencoba memeriksa ke setiap ruangan sembari memanggil-manggil nama mereka tapi tetap tak ada jawabnya.Namun, bukannya khawatir ataupun panik karena ia tak menemukan Karta dan Gendis. Anjarwati justru duduk di sofa dengan senyum ceria penuh tawa.Perlahan Anjarwati melempar map di tangannya ke atas meja setelah ia duduk di sofa ruang tamu."Wah jadi gini ya rasanya kalau tinggal sendiri. Rasanya begitu tenang dan juga bebas," ucap Anjarwati dengan senyum bahagia."Sekarang rumah ini sudah jadi milikku seutuhnya dan juga semua usaha empang yang Karta miliki. Dia sudah tidak punya apapun sekarang," lanjut Anjarwati.Tak lama Anjarwati bangkit dari duduknya dan beranjak ke dapur. Di
Rehan datang dengan 2 orang polisi. Mereka langsung masuk ke dalam rumah Karta dan melihat sendiri penyiksaan yang tengah Karta lakukan pada Gendis."Angkat tangan anda!" ucap seorang polisi yang langsung menyergap Karta yang saat itu akan menyiksa Gendis lagi.Karta pun hanya bisa memberontak saat kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang polisi.Sementara Gendis yang sudah tak berdaya, hanya bisa menangis melihat Karta ditangkap oleh polisi."Lepaskan aku, lepaskan!" Teriak Karta tak karuan."Bawa saja dia ke kantor polisi, Pak," ucap Rehan dengan tegas.Akhirnya kedua polisi itu pun membawa paksa Karta ke kantor polisi, meninggalkan Rehan yang hanya tinggal dengan Gendis."Awas kamu, ya! Berani-beraninya kamu bawa-bawa polisi! Lihat saja nanti kamu! Aku akan balas kamu!" teriak Karta dengan keras pada Rehan sebelum akhirnya ia dibawa oleh dua orang polisi yang menyeret paksa dirinya.Rehan pun segera menghampiri Gendis tanpa memedulikan ancaman Karta saat itu."Mbak, Mbak Gendi
Setelah kepergian Ayu dari rumah Karta. Gendis pun masuk ke dalam kamarnya dengan sangat hati-hati. Gendis masih merasakan nyeri pada perutnya. Gendis pun kemudian duduk di pinggiran ranjangnya. Sesekali tangannya mengelus perutnya yang terkadang terasa nyeri. Tiba-tiba Gendis teringat akan ucapan Ayu. Dengan cepat Gendis pun mengambil ponselnya. Dengan cepat Gendis menekan beberapa tombol di ponselnya. Tak lama terdengar suara seorang pria dari dalam teleponnya. "Halo, Mbak Gendis? Ada apa Mbak? Mbak Gendis baik-baik saja, kan?" tanya Rehan. "Aku baik-baik saja, Mas. Aku hanya ingin tanya sesuatu pada mas Rehan," ucap Gendis menghentikan kalimatnya. "Tanya apa Mbak? Silahkan saja," jawab Rehan. "Apa mas Rehan yang sudah memberi tahu semuanya pada mas Karta tentang perselingkuhan Mbak Ayu?" tanya Gendis. Untuk sesaat Rehan hanya terdiam hingga membuat suasan sunyi meski telepon masih tersambung. "Oh itu, emmm iya Mbak," jawab Rehan yang kembali terdiam. "Kenapa mas Rehan meng
Setelah diizinkan pulang oleh dokter, Gendis pun akhirnya pulang ke rumah sembari diantar oleh Indah.Indah memapah Gendis masuk ke dalam rumah. Namun, sebuah pemandangan yang sangat menegangkan disaksikan oleh Gendis dan Indah saat itu.Keduanya menghentikan langkah kakinya saat melihat Ayu yang tengah menangis terisak sembatu bersujud di kaki Karta.Sementara pakaian dan tas pun tampak berhamburan di lantai. Sesekali Gendis dan Indah saling melempar tatap merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi."Pergi kamu dari sini! Dasar tukang selingkuh!" umpat Karta dengan nada cukup keras.Gendis pun tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Karta. Gendis tak tahu darimana Karta bisa tahu tentang perselingkuhan Ayu. Sementara ia tidak mengatakan apapun pada Karta."Mas, aku mohon maafkan aku, Mas. Aku mengaku salah tapi aku mohon jangan usir aku dari sini," rintih Ayu memohon-mohon pada Karta."Jangan kamu maafkan dia, Karta! Kalau kamu maafkan wanita seperti ini maka dia pasti
Dengan langkah kaki terburu-buru Rehan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit hingga akhirnya sampailah ia di sebuah ruangan.Terlihat seorang wanita tengah terbaring di atas ranjang dan seorang lagi berdiri di sebelahnya."Mbak, apa yang terjadi? Kenapa mbak Gendis bisa sampai seperti ini?" tanya Rehan dengan raut wajah khawatir."Aku juga nggak tau. Tadi pas aku sampai di sana, dia sudah tergeletak tak sadarkan diri," jawab Indah."Lalu mbak Indah tahu darimana mbak Gendis begini?" tanya Rehan lagi."Tadi Raya yang menelepon ku dan meminta aku ke sana," jawab Indah."Raya ...." Rehan yang tak mengenal nama yang disebutkan oleh Indah pun mencoba menebaknya."Raya adalah anaknya Ayu. Jadi tadi tidak ada satupun orang di rumah makanya Raya menelepon ku untuk meminta pertolongan," ucap Indah lagi."Emmm kalau boleh tahu, dimana mbak Indah menemukan mbak Gendis yang tergeletak?" tanya Rehan lagi."Aku menemukannya di kamarnya," jawab Indah.Tanpa berlama-lama Rehan pun langsung mengamb