"A-aku tidak sengaja," ucap Karta sekenanya."Nggak sengaja gimana sih, Mas. Jelas-jelas kamu melakukan hal itu dengan sadar." Kali ini Ayu ikut terpancing emosi akan perbuatan Karta yang sangat keterlaluan."Sudah, sudah. Lebih baik sekarang kita bawa Gendis ke rumah sakit sekarang," ucap Indah."Tapi kita tidak bisa membawa Yasmine. Dia pasti akan sangat rewel nanti di sana karena waktunya dia tidur tapi tidak bisa tidur dengan nyaman. Lebih baik kamu di rumah saja jaga Yasmine dan Raya. Biar ibu dan Ayu yang menemani Karta ke rumah sakit," ucap Anjarwati yang menahan tangan Indah saat akan menuju ke kamar Gendis.Indah sedikit termenung. Ia sangat ingin ikut pergi ke rumah sakit tapi menurutnya apa yang dikatakan oleh Anjarwati saat itu ada benarnya juga. Tak mungkin jika mereka membawa Yasmine dan lebih tidak mungkin lagi kalau Yasmine ditinggalkan bersama Ayu karena Ayu sangat membenci Gendis. Tentu Indah akan sangat khawatir jika harus menitipkan Yasmine pada Ayu."Ya sudah kalau
Karta berjalan menghampiri Anjarwati yang tengah duduk bersandar di kursi tunggu sembari memainkan ponselnya.Anjarwati segera menoleh ke arah Karta yang kemudian duduk di sampingnya sembari memainkan resep obat dari dokter yang harus ia beli."Bagaimana? Apa kata dokter?" tanya Anjarwati."Keadaan Gendis tidak baik-baik saja, Bu. Dia hampir saja mati karena perbuatan ku. Andai saja aku tidak menuruti ucapan ibu mungkin dia tidak akan terbaring di sana sekarang," ucao Karta.Sontak saja ucapan Karta barusan membuat Anjarwati terbelalak. Ia menarik napas dalam sebelum mengucapkan kalimat yang sudah tak sabar keluar dari mulutnya saat itu."Apa maksudmu, hah! Apa kamu menyalahkan aku?" tanya Anjarwati.Karta yang selalu tunduk pada Anjarwati dan takut padanya pun segera memberikan penjelasan agar Anjarwati tak marah padanya."Oh emmm b-bukan begitu, Bu. Maksud ku, harusnya aku bisa menahan ha*ratku meskipun. Meskipun ibu menyuruhku melakukannya, jika aku bisa menahan nafsuku saat itu pa
Keesokannya, Karta dan Ayu pun pergi ke rumah Hartono. Sementara Gendis masih terbaring di rumah sakit tak sadarkan diri.Tatapan masam Karta tampak jelas saat menatap Rehan yang saat itu tengah bertamu ke rumah Hartono.Ada rasa tak suka menatap pria muda dan tampan yang sedang duduk di sebelah Hartono. Apalagi saat Karta melihat kedekatan keduanya."Siapa ya laki-laki itu. Kenapa dia terlihat dekat dengan orang tua Gendis?" batin Karta bertanya-tanya."Ada apa Juragan Karta ke sini? Kenapa tidak bersama dengan Gendis?" tanya Hartono menatapnya nanar. Setelah duduk beberapa lama di kursi milih Hartono. Karta dan Ayu masih belum juga mengatakan maksud kedatangan mereka saat itu.Sesekali Ayu dan Karta menoleh dan saling melempar tatap. Karta bingung harus menjawab pertanyaan dari Hartono saat itu.Namun, seolah mengerti kebingungan Karta saat itu, Ayu dengan cepat menjawab pertanyaan dari Hartono."Emmm begini, Pak. Jadi kedatangan kami ke sini untuk bertanya pada bapak apakah golong
Akhirnya setelah dibujuk oleh Rehan dan Hartono. Indri memutuskan untuk tetap tinggal di rumah bersama Hartono."Apa kamu sungguh yakin ingin mendonorkan darahmu untuk Gendis?" tanya Karta sebelum melakukan tes darah.Keduanya berjalan di lorong rumah sakit menuju ke sebuah ruangan tes darah.Dengan wajah penuh keyakinan Rehan pun menjawab. "Iya saya yakin, pak," jawab Rehan tegas.Tanpa ragu, akhirnya mereka pun masuk ke dalam ruangan tes. Namun, tak lama Karta kembali keluar dan menghampiri Ayu yang tengah menunggu di depan ruangan Gendis."Yu, apa Gendis masih belum sadar?" tanya Karta."Belum, Mas," jawab Ayu."Tadi kenapa kamu bilang keadaan Gendis baik-baik saja padahal jelas-jelas sekarang keadaannya sedang buruk sampai-sampai dia buyuh donor darah," ucap Karta."Ya kita nggak mungkin jujur pada mereka tentang semuanya ini, Mas. Sebab Gendis sampai terbaring di rumah sakit." Ayu menatap lekat Karta."Memangnya kamu mau kalau sampai kamu dituntut oleh keluarga Gendis karena suda
"Alhamdulillah keadaan ibu Gendis sudah membaik setelah menerima donor darah."Mendengar ucapan sang dokter membuat Karta dan Ayu akhirnya bisa bernaoas lega. Meskipun di dalam hati Ayu merasa tak suka jika Gendis bisa sehat seperti semula lagi."Terima kasih, ya, dok. Terima kasih karena sudah menolong istri saya," ucap Karta dengan perasaan bungah."Bapak tidak perlu berterima kasih pada saya. Ini semua kan berkat usaha bapak dan keluarga yang sudah berhasil mendapatkan darah yang cocok untuk ibu Gendis." Dokter itu tersenyum tipis pada Karta."Hanya saja saya minta agar lain kali bapak lebih menahan nafsu bapak. Setidaknya tunggu sampai ibu Gendis selesai masa nifas. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi," terang sang dokter mengingatkan.Sontak saja Rehan yang mendengar ucapan sang dokter pun terbelalak. Tak terkecuali Karta dan Ayu yang terkejut mendengar ucapan sang dokter."Akh sial! Kenapa dokter harus bilang seperti itu segala sih," batin Ayu kesal."T-tunggu, dok.
"Loh kok mbak Indah yang jagain Yasmine?" tanya Ayu yang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam kamar Gendis.Indah dan Raya pun lantas menoleh ke arah datangnya Ayu. Indah sedikit gugup melihat Ayu masuk ke dalam kamar Gendis."Duh, kok Ayu ke sini, sih. Kira-kira dia lihat Gendis pergi nggak, ya," batin Indah yang gelisah jika Ayu sampai melihat Gendis pergi."Mbak! Ditanya kok malah diam saja, sih! Gendis kemana kok malah mbak Indah dan Raya yang di sini jagain Yasmine?" tanya Ayu sekali lagi.Ayu yang belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, masih belum merasa puas."Oh emmm i-itu, Gendis sedang ke kamar mandi," jawab Indah yang mengira bahwa Ayu tak melihat kepergian Gendis.Indah mencoba membohongi Ayu agar dia tak membuat ulah dengan melaporkan kepergian Gendis yang tanpa izin. Indah tahu benar bahwa Ayu tak menyukai Gendis sehingga kemungkinan seperti itu bukannya tidak mungkin."Halah nggak usah bohong deh, Mbak. Mana ada Gendis ke kamar mandi. Jelas-jelas tadi aku liha
Gendis menghembuskan napas lega saat melihat parkiran mobil yang masih kosong."Huh, syukurlah mas Karta belum pulang," ucap Gendis lirih.Ia pun segera masuk sembati menoleh ke kanan dan ke kiri mengamati situasi saat itu. Setelah melihat keadaan rumah aman dan sepi, Gendis pun langsung masuk ke dalam kamarnya."Loh mbak Indah dimana ya. Apa ada di kamarnya," batin Gendis saat melihat kamarnya yang kosong dan tak ada siapapun.Gendis pun segera mengganti pakaiannya dengan daster biasa lalu menuju ke kamar Indah.Namun, belum sempat Gendis membuka pintu kamar Indah, Karta sudah lebih dulu pulang bersama dengan Anjarwati."Mas, kamu sudah pulang?" tanya Gendis sembari mengulurkan tangannya untuk bersalaman."Mana Indah dan juga Ayu?" tanya Karta."Aku di sini, Mas," ucap Ayu tiba-tiba dengan senyum misterius di bibirnya.Tak lama Indah pun kekuar sembari menggendong Yasmine. Tak lupa Indah pun ikut bersalaman seperti istri Karta yang lainnya."Makan malamnya sudah siap, kan?" tanya Kar
Melihat keadaan Gendis yang tidak baik-baik saja karena ulah Ayu membuat Indah merasa sangat kesal.Saat Ayu hendak masuk ke dalam kamarnya tiba-tiba tangan Indah menahan pintu kamar membuat Ayu seketika itu juga menoleh."Mbak Indah," ucap Ayu bingung.Tanpa basa-basi Indah langsung menarik Ayu masuk ke dalam kamar dan mendorong tubuhnya hingga mentok ke dinding.Jari-jemari Indah yang lentik mencoba mencengkram leher Ayu hingga membuatnya sesak napas."Kurang ajar kamu ya, Yu! Bisa-bisanya kamu mengkhianati aku. Bukannya tadi kamu bilang tidak akan mengadukan kepergian Gendis pada mas Karta jika aku memberimu 15 juta. Tapi ternyata apa? Dasar pembohong!" umpat Indah kesal.Ayu yang kesulitan bernapas mencoba melepaskan tangan Indah tapi terasa begitu sulit."T-tolong l-lepaskan aku d-dulu Mbak," pinta Ayu terbata-bata.Napas Ayu mulai melemah dan tenaganya yang sempat memberontak pun mulai tak bergerak lagi.Dengan cepat Indah melepaskan cengkraman tangannya di leher Ayu dan membiar
7 tahun kemudian***Setelah 3 tahun lamanya, Karta masih terus membuktikan bahwa ia telah berubah menjadi lebih baik.Hari ini saat hari masih pagi, Karta datang ke rumah Gendis. Penampilannya terlihat sangat rapih dengan kemeja lengan panjang dan celana panjang serta rambut yang tetata rapi.Gendis mempersilahkan Karta duduk di kursi. Gendis pun duduk berhadapan dengan Karta yang saat itu ada di depannya.Gendis sedikit heran melihat Karta yang berpenampilan begitu rapih."Mas Karta mau kemana? Kok rapi sekali?" tanya Gendis penasaran."Emmm aku sengaja berpenampilan rapih begini, Ndis. Aku ingin melamar seseorang," jawab Karta.Gendis pun tercengang mendengar jawaban Karta. Gendis merasa penasaran akan wanita yang akan dilamar oleh Karta."Siapa kira-kira wanita yang akan dilamar oleh mas Karta, ya? Apa jangan-jangan aku," batin Gendis.Keduanya masih saling menatap sesekali. Tak lama Karta pun menyeruput kopi buatan Gendis yang rasanya masih sama, nikmat sesuai dengan seleranya."E
"Sekarang ini bukan lagi rumahmu, tahu! Lebih baik sekarang kalian pergi dari sini atau aku akan telepon polisi untuk menyeret kalian semua dari sini," ancam Anjarwati.Karta yang merasa telah dikhianati oleh Anjarwati pun tak terima. Ia mencoba mencekik Anjarwati hingga wajahnya tampak pucat."Dasar wanita tua jahat! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku! Kamu pantas mati, wanita tua!" teriak Karta penuh amarah.Tentu saja semua orang pun menjadi panik melihat Karta yang saat itu mencekik Anjarwati.Apalagi Gendis, ia merasa takut jika sampai Karta masuk bui lagi padahal ia sendiri sudah sangat susah payah melapangkan hatinya untuk membebaskan Karta dari penjara agar kelak anaknya tak malu mempunyai ayah mantan narapidana.Dengan cepat Gendis pun bergerak menghentikan Karta agar tak mencekik Anjarwati."Sudah, Mas. Jangan lakukan itu," ucap Anjarwati sembari mencoba menarik tangan Karta yang tengah mencengkram leher Anjarwati."Tidak, Ndis. Wanita jahat ini harus mati! Dia sudah mem
Karta mencoba membujuk Gendis dan berjanji untuk berubah. Tapi, sayangnya Gendis tetap teguh pada pendiriannya untuk berpisah dari Karta."Maaf, Mas. Keputusan ku sudah bulat. Aku tetap ingin berpisah darimu. Aku tidak ingin memperbaiki apapun denganmu, tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu berada di sini. Aku ingin kita bisa membesarkan Yasmine bersama-sama meskipun bukan dengan status suami istri," jelas Gendis dengan begitu tegas.Mendengar ucapan Gendis yang begitu yakin dengan keputusannya. Karta hanya bisa menitikkan air matanya.Kini ia telah kehilangan semua istrinya bahkan istri yang sebenarnya sangat menyayanginya dan memikirkan dirinya."Aku hanya ingin kamu berubah menjadi lebih baik, Mas. Untuk kehidupan mu di masa depan," ucap Gendis lagi.Dengan berat hati, Karta menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Baiklah kalau memang itu sudah keputusanmu. Aku tahu bahwa kesalahanku kemarin sudah sangat keterlaluan. Sekarang aku akan mengikuti ucapan
Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Gendis pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Indah, Indri dan Rehan menjemput Gendis yang masih tampak sedikit lemas dengan mata sembab.Sudah beberapa hari Gendis hanya menangisi bayinya yang telah meninggal dunia. Gendis hanya fokus meminum obatnya sehingga badannya terlihat sedikit lebih kurus karena tak banyak makan."Mbak Gendis hati-hati, ya. Sini biar ku bantu," ucap Indri berinisiatif memapah Gendis sementara Indah membawakan tas berisi pakaian milik Gendis."Sudah ya, Mbak. Mbak Gendis jangan nangis terus, aku takut mbak Gendis kenapa-napa kalau terus menerus terpuruk begini," ucap Indri saat berjaoan menuju ke parkiran.Tatapan mata Gendis yang tampak kosong pun membuat Indri semakin khawatir."Bagaimana Mbak nggak sedih, Ndri. Mbak sudah kehilangan bayi yang masih ada di dalam perut Mbak. Mbak merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dia dengan baik," ucap Gendis."Tidak, Mbak. Mbak Gendis tidak salah. Ini semua kesalahan
Malam sudah lumayan larut dan Anjarwati baru pulang. Ia sedikit heran melihat rumah yang tampak sedikit berantakan terutama di bagian kamar Gendis.Sementara ia tak menemukan seorangpun di rumah itu. Anjarwati mencoba untuk mencari Karta dan Gendis tapi ia tak menemukannya.Anjarwati masih belum menyerah. Ia mencoba memeriksa ke setiap ruangan sembari memanggil-manggil nama mereka tapi tetap tak ada jawabnya.Namun, bukannya khawatir ataupun panik karena ia tak menemukan Karta dan Gendis. Anjarwati justru duduk di sofa dengan senyum ceria penuh tawa.Perlahan Anjarwati melempar map di tangannya ke atas meja setelah ia duduk di sofa ruang tamu."Wah jadi gini ya rasanya kalau tinggal sendiri. Rasanya begitu tenang dan juga bebas," ucap Anjarwati dengan senyum bahagia."Sekarang rumah ini sudah jadi milikku seutuhnya dan juga semua usaha empang yang Karta miliki. Dia sudah tidak punya apapun sekarang," lanjut Anjarwati.Tak lama Anjarwati bangkit dari duduknya dan beranjak ke dapur. Di
Rehan datang dengan 2 orang polisi. Mereka langsung masuk ke dalam rumah Karta dan melihat sendiri penyiksaan yang tengah Karta lakukan pada Gendis."Angkat tangan anda!" ucap seorang polisi yang langsung menyergap Karta yang saat itu akan menyiksa Gendis lagi.Karta pun hanya bisa memberontak saat kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang polisi.Sementara Gendis yang sudah tak berdaya, hanya bisa menangis melihat Karta ditangkap oleh polisi."Lepaskan aku, lepaskan!" Teriak Karta tak karuan."Bawa saja dia ke kantor polisi, Pak," ucap Rehan dengan tegas.Akhirnya kedua polisi itu pun membawa paksa Karta ke kantor polisi, meninggalkan Rehan yang hanya tinggal dengan Gendis."Awas kamu, ya! Berani-beraninya kamu bawa-bawa polisi! Lihat saja nanti kamu! Aku akan balas kamu!" teriak Karta dengan keras pada Rehan sebelum akhirnya ia dibawa oleh dua orang polisi yang menyeret paksa dirinya.Rehan pun segera menghampiri Gendis tanpa memedulikan ancaman Karta saat itu."Mbak, Mbak Gendi
Setelah kepergian Ayu dari rumah Karta. Gendis pun masuk ke dalam kamarnya dengan sangat hati-hati. Gendis masih merasakan nyeri pada perutnya. Gendis pun kemudian duduk di pinggiran ranjangnya. Sesekali tangannya mengelus perutnya yang terkadang terasa nyeri. Tiba-tiba Gendis teringat akan ucapan Ayu. Dengan cepat Gendis pun mengambil ponselnya. Dengan cepat Gendis menekan beberapa tombol di ponselnya. Tak lama terdengar suara seorang pria dari dalam teleponnya. "Halo, Mbak Gendis? Ada apa Mbak? Mbak Gendis baik-baik saja, kan?" tanya Rehan. "Aku baik-baik saja, Mas. Aku hanya ingin tanya sesuatu pada mas Rehan," ucap Gendis menghentikan kalimatnya. "Tanya apa Mbak? Silahkan saja," jawab Rehan. "Apa mas Rehan yang sudah memberi tahu semuanya pada mas Karta tentang perselingkuhan Mbak Ayu?" tanya Gendis. Untuk sesaat Rehan hanya terdiam hingga membuat suasan sunyi meski telepon masih tersambung. "Oh itu, emmm iya Mbak," jawab Rehan yang kembali terdiam. "Kenapa mas Rehan meng
Setelah diizinkan pulang oleh dokter, Gendis pun akhirnya pulang ke rumah sembari diantar oleh Indah.Indah memapah Gendis masuk ke dalam rumah. Namun, sebuah pemandangan yang sangat menegangkan disaksikan oleh Gendis dan Indah saat itu.Keduanya menghentikan langkah kakinya saat melihat Ayu yang tengah menangis terisak sembatu bersujud di kaki Karta.Sementara pakaian dan tas pun tampak berhamburan di lantai. Sesekali Gendis dan Indah saling melempar tatap merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi."Pergi kamu dari sini! Dasar tukang selingkuh!" umpat Karta dengan nada cukup keras.Gendis pun tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Karta. Gendis tak tahu darimana Karta bisa tahu tentang perselingkuhan Ayu. Sementara ia tidak mengatakan apapun pada Karta."Mas, aku mohon maafkan aku, Mas. Aku mengaku salah tapi aku mohon jangan usir aku dari sini," rintih Ayu memohon-mohon pada Karta."Jangan kamu maafkan dia, Karta! Kalau kamu maafkan wanita seperti ini maka dia pasti
Dengan langkah kaki terburu-buru Rehan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit hingga akhirnya sampailah ia di sebuah ruangan.Terlihat seorang wanita tengah terbaring di atas ranjang dan seorang lagi berdiri di sebelahnya."Mbak, apa yang terjadi? Kenapa mbak Gendis bisa sampai seperti ini?" tanya Rehan dengan raut wajah khawatir."Aku juga nggak tau. Tadi pas aku sampai di sana, dia sudah tergeletak tak sadarkan diri," jawab Indah."Lalu mbak Indah tahu darimana mbak Gendis begini?" tanya Rehan lagi."Tadi Raya yang menelepon ku dan meminta aku ke sana," jawab Indah."Raya ...." Rehan yang tak mengenal nama yang disebutkan oleh Indah pun mencoba menebaknya."Raya adalah anaknya Ayu. Jadi tadi tidak ada satupun orang di rumah makanya Raya menelepon ku untuk meminta pertolongan," ucap Indah lagi."Emmm kalau boleh tahu, dimana mbak Indah menemukan mbak Gendis yang tergeletak?" tanya Rehan lagi."Aku menemukannya di kamarnya," jawab Indah.Tanpa berlama-lama Rehan pun langsung mengamb