"Loh kok mbak Indah yang jagain Yasmine?" tanya Ayu yang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam kamar Gendis.Indah dan Raya pun lantas menoleh ke arah datangnya Ayu. Indah sedikit gugup melihat Ayu masuk ke dalam kamar Gendis."Duh, kok Ayu ke sini, sih. Kira-kira dia lihat Gendis pergi nggak, ya," batin Indah yang gelisah jika Ayu sampai melihat Gendis pergi."Mbak! Ditanya kok malah diam saja, sih! Gendis kemana kok malah mbak Indah dan Raya yang di sini jagain Yasmine?" tanya Ayu sekali lagi.Ayu yang belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, masih belum merasa puas."Oh emmm i-itu, Gendis sedang ke kamar mandi," jawab Indah yang mengira bahwa Ayu tak melihat kepergian Gendis.Indah mencoba membohongi Ayu agar dia tak membuat ulah dengan melaporkan kepergian Gendis yang tanpa izin. Indah tahu benar bahwa Ayu tak menyukai Gendis sehingga kemungkinan seperti itu bukannya tidak mungkin."Halah nggak usah bohong deh, Mbak. Mana ada Gendis ke kamar mandi. Jelas-jelas tadi aku liha
Gendis menghembuskan napas lega saat melihat parkiran mobil yang masih kosong."Huh, syukurlah mas Karta belum pulang," ucap Gendis lirih.Ia pun segera masuk sembati menoleh ke kanan dan ke kiri mengamati situasi saat itu. Setelah melihat keadaan rumah aman dan sepi, Gendis pun langsung masuk ke dalam kamarnya."Loh mbak Indah dimana ya. Apa ada di kamarnya," batin Gendis saat melihat kamarnya yang kosong dan tak ada siapapun.Gendis pun segera mengganti pakaiannya dengan daster biasa lalu menuju ke kamar Indah.Namun, belum sempat Gendis membuka pintu kamar Indah, Karta sudah lebih dulu pulang bersama dengan Anjarwati."Mas, kamu sudah pulang?" tanya Gendis sembari mengulurkan tangannya untuk bersalaman."Mana Indah dan juga Ayu?" tanya Karta."Aku di sini, Mas," ucap Ayu tiba-tiba dengan senyum misterius di bibirnya.Tak lama Indah pun kekuar sembari menggendong Yasmine. Tak lupa Indah pun ikut bersalaman seperti istri Karta yang lainnya."Makan malamnya sudah siap, kan?" tanya Kar
Melihat keadaan Gendis yang tidak baik-baik saja karena ulah Ayu membuat Indah merasa sangat kesal.Saat Ayu hendak masuk ke dalam kamarnya tiba-tiba tangan Indah menahan pintu kamar membuat Ayu seketika itu juga menoleh."Mbak Indah," ucap Ayu bingung.Tanpa basa-basi Indah langsung menarik Ayu masuk ke dalam kamar dan mendorong tubuhnya hingga mentok ke dinding.Jari-jemari Indah yang lentik mencoba mencengkram leher Ayu hingga membuatnya sesak napas."Kurang ajar kamu ya, Yu! Bisa-bisanya kamu mengkhianati aku. Bukannya tadi kamu bilang tidak akan mengadukan kepergian Gendis pada mas Karta jika aku memberimu 15 juta. Tapi ternyata apa? Dasar pembohong!" umpat Indah kesal.Ayu yang kesulitan bernapas mencoba melepaskan tangan Indah tapi terasa begitu sulit."T-tolong l-lepaskan aku d-dulu Mbak," pinta Ayu terbata-bata.Napas Ayu mulai melemah dan tenaganya yang sempat memberontak pun mulai tak bergerak lagi.Dengan cepat Indah melepaskan cengkraman tangannya di leher Ayu dan membiar
Hingga menjelang pagi, Gendis tak bisa memejamkan kedua matanya untuk tidur. Ia terus saja kepikiran tentang ucapan Indri."Ya Allah bagaimana ini. Indri sedang butuh uang untuk membayar sekolah tapi aku sama sekali nggak pegang uang. Rekening ku juga kosong." Gendis mengecek isi rekeningnya dari telepon genggam miliknya."Aku benar-benar seorang kakak yang tidak berguna. Indri benar bahwa nggak ada gunanya aku menikah dengan pria kaya. Aku tetap saja tidak bisa diandalkan," tambahnya lagi.Waktu terus berjalan dan Gendis merasa semakin bingung tapi Ia tak berani bicara pada Indah.Gendis tak mau mengatakan kesusahannya pada Indah dan membuatnya merepotkan Indah lagi."Ya Allah, aku harus bagaimana sekarang?" tanya Gendis pada dirinya sendiri.Lama, Gendis menahan kedua matanya untuk berkedip hingga pikirannya jauh berkelana entah kemana.Gendis mencoba meminta tolong pada Ayu, Anjarwati dan Karta dengan catatan hutang tapi mereka tak memberikannya sepeserpun.Gendis merasa semakin se
Tanpa belas kasian, Ayu mengambil semua uang milik Gendis dan membawanya pergi.Dengan raut wajah yang masih kesal, Ayu masuk ke dalam kamarnya.Pintu kamarnya di tutup dengan rapat dan Ayu pun menghitung uang yang ia ambil dari Gendis."Hah cuma 15 juta? Ini mah masih kurang banyak. Aku beli baju itu kan 30 juta," sungut Ayu sedikit kesal.Tapi tak lama senyum di wajahnya kembali mengembang dengan semringah."Tapi nggak apa-apa, deh. Daripada nggak sama sekali," lanjut Ayu.Tak lama Ayu pun kemudian bersiap untuk pergi ke ATM dan mentransfer semua uang yang ia ambil secara paksa dari Gendis.Ayu tak menghiraukan tangisan Gendis yang terdengar hingga keluar kamar. Dengan begitu santai dan tanpa beban, Ayu melangkahkan kakinya melewati kamar Gendis.Namun, saat Ayu baru saja keluar dari rumah tiba-tiba ia bertemu dengan Indri.Indri tamoak berjalan dengan sedikit tergesa-gesa. Dengan cepat Ayu pun menghadang dengan tangannya."Eh tunggu! Kamu mau kemana?" tanya Ayu.Indri yang langkah
Setelah Karta dan Anjarwati pulang, mereka pun akhirnya makan malam bersama. Namun, kali ini Gendis tak diizinkan ikut makan malam sebagai hukuman atas kesalahannya kemarin."Yu, bisa nggak sih kalau lagi makan tuh jangan sambil main HP? Nggak sopan banget," tegur Anjarwati yang merasa kesal karena Ayu yang masih sibuk main HP di sela-sela makannya."Oh emmm i-iya, Bu," jawab Ayu sembari meletakkan HP-nya ke atas meja makan."Emang kamu belum puas apa, Yu, daritadi main HP terus? Kamu bahkan sampai nggak bantu nyiapin makan malam ini loh," ucap Indah yang dengan sengaja memojokkan Ayu yang sudah kepalang ditergur oleh Anjarwati."Apa benar apa kata Indah, Yu?" tanya Karta melirik ke arah Ayu."Ih apaan sih mbak Indah, lemes banget mulutnya," batuk Ayu kesal."Emmm i-itu tadi sebenarnya nggak sengaja, Mas. Tadi Raya ngajakin main jadi aku nggak bisa bantuin mbak Indah dan Gendis masak," jawab Ayu berkilah."Halah, bohong aja kamu," ucap Indah yang tak percaya dengan ucapan Ayu.Namun,
1 bulan kemudian.Setelah malam itu, Karta menjadi rutin melakukan hubungan bAd@n dengan Gendis. Meski harus bebagi waktu dengan Indah dan Ayu tapi Karta tetap tak mau libur melakukannya dengan Gendis.Semua itu Karta lakukan karena ia ingin Gendis segera hamil lagi dan memberikannya anak laki-laki.***Pagi ini Gendis tengah menyusui Yasmine di kamarnya. Ia berbaring dengan posisi miring dan Yasmine berasa di hadapannya.Tiba-tiba saja Ayu menerobos masuk ke dalam kamar Gendis untuk memanggilnya agar mereka sarapan bersama."Heh, itu mas Karta manggil, katanya suruh sarapan bareng," ucap Ayu saat telah membuka pintu dan melihat Gendis tengah menyusui Yasmine."Oh emmm i-iya, Mbak. Ini aku lagi nyusuin Yasmine dulu sebentar. Nanti kalau aku sudah selesai aku akan menyusul. Kalian sarapan saja duluan, tidak usah nungguin aku," ucap Gendis."Heh, siapa juga yang mau nungguin kamu. Nggak penting banget," sahut Ayu sengit.Ayu pun hendak pergi meninggalkan kamar Gendis tapi kemudian ia m
Gendis berbaring di sebuah ranjang sembari seorang dokter memeriksanya. Sementara Karta berdiri di pinggir ranjang sembari memperhatikan dokter yang tengah memeriksa Gendis."Bagaimana dengan istriku, Dok? Apa dia positif hamil?" tanya Karta to the point.Dokter yang sudah selesai memeriksa Gendis pun tersenyum pada Karta sembari berkata. "Benar pak. Ibu Gendis positif hamil dan sekarang usia kandungannya sudah jalan 3 minggu. Selamat, ya," ucap dokter tersebut.Gendis yang mendengar ucapan dokter di hadapannya pun terkejut bukan main."A-apa dok? Saya hamil," ucap Gendis seperti tak percaya.Berbeda dengan Gendis yang terlihat tak begitu senang, Karta terlihat begitu bahagia dengan senyum di bibirnya."Sudah aku duga. Kamu beneran hamil, Sayang," ucap Karta sembari mengecup pucuk kening Gendis sekilas."Baiklah kalau begitu, Saya akan berikan vitamin untuk ibu Gendis supaya tidak lemas ya," ucap sang dokter sembari menghampiri kursinya."Aku senang sekali kamu hamil, Ndis. Aku harap
7 tahun kemudian***Setelah 3 tahun lamanya, Karta masih terus membuktikan bahwa ia telah berubah menjadi lebih baik.Hari ini saat hari masih pagi, Karta datang ke rumah Gendis. Penampilannya terlihat sangat rapih dengan kemeja lengan panjang dan celana panjang serta rambut yang tetata rapi.Gendis mempersilahkan Karta duduk di kursi. Gendis pun duduk berhadapan dengan Karta yang saat itu ada di depannya.Gendis sedikit heran melihat Karta yang berpenampilan begitu rapih."Mas Karta mau kemana? Kok rapi sekali?" tanya Gendis penasaran."Emmm aku sengaja berpenampilan rapih begini, Ndis. Aku ingin melamar seseorang," jawab Karta.Gendis pun tercengang mendengar jawaban Karta. Gendis merasa penasaran akan wanita yang akan dilamar oleh Karta."Siapa kira-kira wanita yang akan dilamar oleh mas Karta, ya? Apa jangan-jangan aku," batin Gendis.Keduanya masih saling menatap sesekali. Tak lama Karta pun menyeruput kopi buatan Gendis yang rasanya masih sama, nikmat sesuai dengan seleranya."E
"Sekarang ini bukan lagi rumahmu, tahu! Lebih baik sekarang kalian pergi dari sini atau aku akan telepon polisi untuk menyeret kalian semua dari sini," ancam Anjarwati.Karta yang merasa telah dikhianati oleh Anjarwati pun tak terima. Ia mencoba mencekik Anjarwati hingga wajahnya tampak pucat."Dasar wanita tua jahat! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku! Kamu pantas mati, wanita tua!" teriak Karta penuh amarah.Tentu saja semua orang pun menjadi panik melihat Karta yang saat itu mencekik Anjarwati.Apalagi Gendis, ia merasa takut jika sampai Karta masuk bui lagi padahal ia sendiri sudah sangat susah payah melapangkan hatinya untuk membebaskan Karta dari penjara agar kelak anaknya tak malu mempunyai ayah mantan narapidana.Dengan cepat Gendis pun bergerak menghentikan Karta agar tak mencekik Anjarwati."Sudah, Mas. Jangan lakukan itu," ucap Anjarwati sembari mencoba menarik tangan Karta yang tengah mencengkram leher Anjarwati."Tidak, Ndis. Wanita jahat ini harus mati! Dia sudah mem
Karta mencoba membujuk Gendis dan berjanji untuk berubah. Tapi, sayangnya Gendis tetap teguh pada pendiriannya untuk berpisah dari Karta."Maaf, Mas. Keputusan ku sudah bulat. Aku tetap ingin berpisah darimu. Aku tidak ingin memperbaiki apapun denganmu, tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu berada di sini. Aku ingin kita bisa membesarkan Yasmine bersama-sama meskipun bukan dengan status suami istri," jelas Gendis dengan begitu tegas.Mendengar ucapan Gendis yang begitu yakin dengan keputusannya. Karta hanya bisa menitikkan air matanya.Kini ia telah kehilangan semua istrinya bahkan istri yang sebenarnya sangat menyayanginya dan memikirkan dirinya."Aku hanya ingin kamu berubah menjadi lebih baik, Mas. Untuk kehidupan mu di masa depan," ucap Gendis lagi.Dengan berat hati, Karta menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Baiklah kalau memang itu sudah keputusanmu. Aku tahu bahwa kesalahanku kemarin sudah sangat keterlaluan. Sekarang aku akan mengikuti ucapan
Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Gendis pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Indah, Indri dan Rehan menjemput Gendis yang masih tampak sedikit lemas dengan mata sembab.Sudah beberapa hari Gendis hanya menangisi bayinya yang telah meninggal dunia. Gendis hanya fokus meminum obatnya sehingga badannya terlihat sedikit lebih kurus karena tak banyak makan."Mbak Gendis hati-hati, ya. Sini biar ku bantu," ucap Indri berinisiatif memapah Gendis sementara Indah membawakan tas berisi pakaian milik Gendis."Sudah ya, Mbak. Mbak Gendis jangan nangis terus, aku takut mbak Gendis kenapa-napa kalau terus menerus terpuruk begini," ucap Indri saat berjaoan menuju ke parkiran.Tatapan mata Gendis yang tampak kosong pun membuat Indri semakin khawatir."Bagaimana Mbak nggak sedih, Ndri. Mbak sudah kehilangan bayi yang masih ada di dalam perut Mbak. Mbak merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dia dengan baik," ucap Gendis."Tidak, Mbak. Mbak Gendis tidak salah. Ini semua kesalahan
Malam sudah lumayan larut dan Anjarwati baru pulang. Ia sedikit heran melihat rumah yang tampak sedikit berantakan terutama di bagian kamar Gendis.Sementara ia tak menemukan seorangpun di rumah itu. Anjarwati mencoba untuk mencari Karta dan Gendis tapi ia tak menemukannya.Anjarwati masih belum menyerah. Ia mencoba memeriksa ke setiap ruangan sembari memanggil-manggil nama mereka tapi tetap tak ada jawabnya.Namun, bukannya khawatir ataupun panik karena ia tak menemukan Karta dan Gendis. Anjarwati justru duduk di sofa dengan senyum ceria penuh tawa.Perlahan Anjarwati melempar map di tangannya ke atas meja setelah ia duduk di sofa ruang tamu."Wah jadi gini ya rasanya kalau tinggal sendiri. Rasanya begitu tenang dan juga bebas," ucap Anjarwati dengan senyum bahagia."Sekarang rumah ini sudah jadi milikku seutuhnya dan juga semua usaha empang yang Karta miliki. Dia sudah tidak punya apapun sekarang," lanjut Anjarwati.Tak lama Anjarwati bangkit dari duduknya dan beranjak ke dapur. Di
Rehan datang dengan 2 orang polisi. Mereka langsung masuk ke dalam rumah Karta dan melihat sendiri penyiksaan yang tengah Karta lakukan pada Gendis."Angkat tangan anda!" ucap seorang polisi yang langsung menyergap Karta yang saat itu akan menyiksa Gendis lagi.Karta pun hanya bisa memberontak saat kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang polisi.Sementara Gendis yang sudah tak berdaya, hanya bisa menangis melihat Karta ditangkap oleh polisi."Lepaskan aku, lepaskan!" Teriak Karta tak karuan."Bawa saja dia ke kantor polisi, Pak," ucap Rehan dengan tegas.Akhirnya kedua polisi itu pun membawa paksa Karta ke kantor polisi, meninggalkan Rehan yang hanya tinggal dengan Gendis."Awas kamu, ya! Berani-beraninya kamu bawa-bawa polisi! Lihat saja nanti kamu! Aku akan balas kamu!" teriak Karta dengan keras pada Rehan sebelum akhirnya ia dibawa oleh dua orang polisi yang menyeret paksa dirinya.Rehan pun segera menghampiri Gendis tanpa memedulikan ancaman Karta saat itu."Mbak, Mbak Gendi
Setelah kepergian Ayu dari rumah Karta. Gendis pun masuk ke dalam kamarnya dengan sangat hati-hati. Gendis masih merasakan nyeri pada perutnya. Gendis pun kemudian duduk di pinggiran ranjangnya. Sesekali tangannya mengelus perutnya yang terkadang terasa nyeri. Tiba-tiba Gendis teringat akan ucapan Ayu. Dengan cepat Gendis pun mengambil ponselnya. Dengan cepat Gendis menekan beberapa tombol di ponselnya. Tak lama terdengar suara seorang pria dari dalam teleponnya. "Halo, Mbak Gendis? Ada apa Mbak? Mbak Gendis baik-baik saja, kan?" tanya Rehan. "Aku baik-baik saja, Mas. Aku hanya ingin tanya sesuatu pada mas Rehan," ucap Gendis menghentikan kalimatnya. "Tanya apa Mbak? Silahkan saja," jawab Rehan. "Apa mas Rehan yang sudah memberi tahu semuanya pada mas Karta tentang perselingkuhan Mbak Ayu?" tanya Gendis. Untuk sesaat Rehan hanya terdiam hingga membuat suasan sunyi meski telepon masih tersambung. "Oh itu, emmm iya Mbak," jawab Rehan yang kembali terdiam. "Kenapa mas Rehan meng
Setelah diizinkan pulang oleh dokter, Gendis pun akhirnya pulang ke rumah sembari diantar oleh Indah.Indah memapah Gendis masuk ke dalam rumah. Namun, sebuah pemandangan yang sangat menegangkan disaksikan oleh Gendis dan Indah saat itu.Keduanya menghentikan langkah kakinya saat melihat Ayu yang tengah menangis terisak sembatu bersujud di kaki Karta.Sementara pakaian dan tas pun tampak berhamburan di lantai. Sesekali Gendis dan Indah saling melempar tatap merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi."Pergi kamu dari sini! Dasar tukang selingkuh!" umpat Karta dengan nada cukup keras.Gendis pun tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Karta. Gendis tak tahu darimana Karta bisa tahu tentang perselingkuhan Ayu. Sementara ia tidak mengatakan apapun pada Karta."Mas, aku mohon maafkan aku, Mas. Aku mengaku salah tapi aku mohon jangan usir aku dari sini," rintih Ayu memohon-mohon pada Karta."Jangan kamu maafkan dia, Karta! Kalau kamu maafkan wanita seperti ini maka dia pasti
Dengan langkah kaki terburu-buru Rehan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit hingga akhirnya sampailah ia di sebuah ruangan.Terlihat seorang wanita tengah terbaring di atas ranjang dan seorang lagi berdiri di sebelahnya."Mbak, apa yang terjadi? Kenapa mbak Gendis bisa sampai seperti ini?" tanya Rehan dengan raut wajah khawatir."Aku juga nggak tau. Tadi pas aku sampai di sana, dia sudah tergeletak tak sadarkan diri," jawab Indah."Lalu mbak Indah tahu darimana mbak Gendis begini?" tanya Rehan lagi."Tadi Raya yang menelepon ku dan meminta aku ke sana," jawab Indah."Raya ...." Rehan yang tak mengenal nama yang disebutkan oleh Indah pun mencoba menebaknya."Raya adalah anaknya Ayu. Jadi tadi tidak ada satupun orang di rumah makanya Raya menelepon ku untuk meminta pertolongan," ucap Indah lagi."Emmm kalau boleh tahu, dimana mbak Indah menemukan mbak Gendis yang tergeletak?" tanya Rehan lagi."Aku menemukannya di kamarnya," jawab Indah.Tanpa berlama-lama Rehan pun langsung mengamb