"Selamat ya, Pak. Anak bapak laki-laki, seperti yang bapak inginkan," ucap sang dokter sembati tersenyum pada Karta."A-apa? I-ini sungguhan Gendis mengandung anak laki-laki?" tanya Karta yang seperti tak percaya.Karta bahkan cukup lama tercengang hingga tak berkedip. Begitu juga Gendis yang terkejut bukan main karena mengetahui anak yang dikandungnya adalah laki-laki.Spontan saja Karta memeluk tubuh Gendis yang masih terbaring di ranjang. Karta memeluk Gendis dengan begitu erat dan melampiaskan kebahagiaannya.Gendis pun membalas pelukan Karta yang begitu erat. Gendis dapat merasakan kebahagiaan yang Karta rasakan saat itu."Terimakasih ya Sayang, akhirnya kamu bisa mewujudkan imianku," ucap Karta berbisik di telinga Gendis.Sementara Gendis hanya bisa mengeratkan pelukannya pada Karta saat itu.Sayangnya momen itu tak bisa terjadi lebih lama karena ada orang lain yang menyaksikan mereka."Ya Allah, terimakasih karena Engkau telah mengabulkan doa kami. Akhirnya aku bisa memberikan
Hari terus berlalu dan Karta masih terus memperlakukan Gendis lebih istimewa dari istri-istrinya yang lain.Hari ini Karta mengumpulkan semua orang yang berada di rumah untuk berkumpul di ruang kerjanya.Saat itu Karta tidak bekerja sehingga ia bisa menghabiskan waktunya sepanjang hari di rumah.Namun, malam harinya setelah makan malam, Karta meminta semuanya untuk berkumpul di ruang kerjanya.Saat semuanya telah berkumpul, mereka masih harus menunggu Gendis yang belum masuk ke dalam ruang kerja Karta."Ini si Gendis mana sih, lama banget," gerutu Anjarwati."Mungkin dia udah ngerasa seperti tuan putri sungguhan di rumah ini sehingga dia nggak punya malu membuat kita semua bahkan mas Karta menunggunya," ucap Ayu ikut angkat bicara."Tutup mulutmu, Yu. Sekarang ini Gendis sedang mengandung anakku jadi kamu harus jaga bicaramu. Jangan sampai Gendis mendengarnya dan jadi kepikiran," ucao Karta membentak Ayu.Seketika Ayu pun terdiam dengan raut wajah kesal. Telapak tangannya mengepal den
"Ini tidak adil, Mas. Aku nggak terima kalau begini," protes Ayu semakin tegas."Aku tidak peduli. Kalau kamu nggak terima ya nggak apa-apa yang penting aku akan tetap memberikan ini pada Gendis," ucap Karta sembari menujukan surat alih nama yang yang sudah ia tandatangani.Ayu semakin kesal saat ucapannya sama sekali tak dipedulikan dan tak digubris oleh Karta.Ayu semakin marah dan terus menyalahkan Gendis di dalam hatinya.Tanpa ragu, Ayu pun melangkahkan kakinya mendekati Gendis dan melampiaskan kemarahannya saat itu.Ayu menjambak rambut Gendis dengan begitu kuat. Sontak saja Karta dan yang lainnya terkejut dan segera melerai.Sayangnya, sikap Karta yang saat itu menyelamatkan Gendis dari amarah Ayu malah membuat Ayu semakin kesal.Ayu merasa bahwa Karta lebih memilih Gendis daripada dirinya yang berstatus istri sah secara hukum dan agama."Sudah, Yu, hentikan! Istighfar, Yu," ucap Indah yang saat itu mencoba melerai dan menarik tubuh Ayu agar menjauh dari Gendis.Sementara Anjar
Tanpa memedulikan Yasmine yang saat itu menangis. Ayu terus melangkahkan kakinya mendekati Gendis.Tanpa basa-basi Ayu langsung menjambak rambut Gendis yang saat tengah tergerai.Seketika itu juga wajah Gendis mendongak menatap langit-langit kamarnya sembari memekik kesakitan."Akh, t-tolong lepaskan aku, Mbak. sakit," rintih Gendis mencoba melepaskan tangan Ayu pada rambutnya.Tapi sayangnya tak semudah itu, Ayu menjambak dengan cukup kuat rambut Gendis sehingga membuat Gendis kesulitan untuk melepaskan diri dari Ayu."Apa kamu bilang? Lepaskan? Nggak akan! Ini pantas untuk seorang pencuri kayak kamu," ucap Ayu."Tolong lepaskan aku, Mbak. Aku bukan pencuri," ucap Gendis masih mencoba melepaskan tangan Ayu."Bukan pencuri apanya, hah! Kamu liat kan surat kuasa itu? Apa namanya kalau bukan pencuri," tegas Ayu sembari menujuk ke arah map biru di ata kasur."Tapi Yasmine menangis, Mbak. Tolong lepaskan aku, kasian anakku," pinta Gendis.Namun, Ayu yang merasa kasian sama sekali pada Gen
Dengan perasaan kesal, Ayu masuk ke dalam kamarnya. Ia pun melampiaskan kemarahannya di dalam kamar."Akh!" Teriak Ayu sembari menarik selimut dan sprei kasur sampai berantakan di lantai."Sial! Kenapa malah jadi seperti ini. Kenapa mas Karta malah memberikan hartanya pada Gendis dan anaknya yang belum lahir, itu. Aku harus cara supaya anak itu nggak lahir agar mas Karta tidak benar-benar memberikan seluruh hartanya pada Gendis dan anaknya," ucap Ayu sembari mencari cara.***Keesokan paginya, Gendis dan Ayu pun sudah bangun untuk menyiapkan sarapan.Sepanjang aktivitas memasak di dapur keduannya tak saling bicara. Bahkan saat Gendis mencoba menyapa, Ayu mengacuhkannya begitu saja."Aku harus cari cara yang elegan untuk membuat Gendis jadi dibenci oleh mas Karta tanpa membuat mas Karta curiga," batin Ayu melirik ke arah Gendis.Tiba-tiba saja Ayu menyadari ketiadaan Indah di antara mereka saat itu."Loh kok mbak Indah nggak ikut bantuin masak, sih. Biasanya dia selalu bangun pagi untu
Siangnya saat Karta dan Anjarwati sudah berangkat kerja, tiba-tiba Indah menghampiri Gendis di kamarnya.Saat Indah baru keluar dari kamar, ia melihat Ayu yang baru saja pulang."Loh, Yu. Kamu darimana?" tanya Indah pada Ayu saat melihatnya masuk ke dalam rumah dengan sedikit terburu-buru."Aku habis ada urusan," jawab Ayu singkat."Urusan? Urusan apa?" tanya Indah yang merasa bahwa tak biasanya Ayu pergi meninggalkan rumah. Pasalnya dia adalah seorang yatim piatu jadi tak ada orang tua yang harus dia datangi.Paling hanya keluarga, itupun sangat jarang bertemu dengan Ayu karena Ayu tak begitu dekat dengan mereka."Mbak Indah ini kepo banget sih sama urusanku. Udalah nggak usah banyak tanya," jawab Ayu sinis.Tak lama Ayu pun meninggalkan Indah dan masuk ke dalam kamarnya."Seperti ada yang aneh dengannya," ucap Indah sambil melihat kepergian Ayu saat itu.Tanpa berlama-lama, Indah pun kemudian melanjutkan langkah kakinya untuk menemui Gendis di kamarnya.Tanpa sepengetahuan Indah, di
Hari itu Karta pulang lebih awal dari biasanya. Raut wajahnya tampak murka dengan napas yang terdengar berat.Karta melangkahkan kakinya dengan sedikit lebih cepat menuju ke kamar Gendis."Gendis! Gendis!" suara Karta terdengar menggelegar di seluruh ruangan.Sontak saja Indah dan Ayu yang mendengar suara teriakan Karta pun langsung keluar dari kamar masing-masing.Sementara Karta masih terus mencari Gendis. Tak lama setelah Karta masuk ke kamar Gendis, ia keluar lagi dari sana dan kemudian menuju ke dapur.Anjarwati hanya mengikuti langkah Karta dari belakang. Ekpresi wajahnya tampak datar membuat Ayu dan Indah yang melihatnya tak bisa menebak.Indah yang baru saja keluar dari kamar dan melihat kafta yang tampak murka pun segera menahannya."Ada apa, Mas? Kenapa kok teriak-teriak begitu?" tanya Indah sembari menahan lengan tangan Karta.Karta pun menoleh ke arah Indah dan menatapnya dalam untuk sesaat."Dimana Gendis?" tanya Karta.Indah pun semakin bing dan penasaran dengan apa yang
Sejak saat itu Gendis diusir dari rumah Karta. Gendis pun kini tinggal di rumah orang tuanya bersama dengan Hartono dan Indri.Harta yang waktu itu sempat Karta berikan pada Gendis pun telah diambil kembali oleh Karta secara paksa. Setelah itu Karta mengusir Gendis dari rumahnya."Mbak, ada mas Rehan di luar. Katanya mau ketemu sama mbak Gendis," ucap Indri saat masuk ke dalam kamar Gendis.Saat itu Gendis tengah bermain dengan Yasmine. Gendis pun segera menoleh ke arah Indri yang ada di belakangnya."Ada apa mas Rehan ingin bertemu denganku?" tanya Gendis."Aku juga nggak tahu Mbak. Lebih baik mbak Gendis temui saia dia dulu," ucap Indri.Seolah mengerti akan apa yang harus dilakukannya, Indri pun langsung mengambil alih Yasmine yang saat itu tengah digendong oleh Gendis.Sementara Gendis keluar dari kamarnya dan menemui Rehan yang sedang duduk di sofa seorang diri."Loh mas Rehan kok sendirian? Bapak kemana?" tanya Gendis pada Rehan."Oh emmm pak Hartono baru saja masuk. Katanya dia
7 tahun kemudian***Setelah 3 tahun lamanya, Karta masih terus membuktikan bahwa ia telah berubah menjadi lebih baik.Hari ini saat hari masih pagi, Karta datang ke rumah Gendis. Penampilannya terlihat sangat rapih dengan kemeja lengan panjang dan celana panjang serta rambut yang tetata rapi.Gendis mempersilahkan Karta duduk di kursi. Gendis pun duduk berhadapan dengan Karta yang saat itu ada di depannya.Gendis sedikit heran melihat Karta yang berpenampilan begitu rapih."Mas Karta mau kemana? Kok rapi sekali?" tanya Gendis penasaran."Emmm aku sengaja berpenampilan rapih begini, Ndis. Aku ingin melamar seseorang," jawab Karta.Gendis pun tercengang mendengar jawaban Karta. Gendis merasa penasaran akan wanita yang akan dilamar oleh Karta."Siapa kira-kira wanita yang akan dilamar oleh mas Karta, ya? Apa jangan-jangan aku," batin Gendis.Keduanya masih saling menatap sesekali. Tak lama Karta pun menyeruput kopi buatan Gendis yang rasanya masih sama, nikmat sesuai dengan seleranya."E
"Sekarang ini bukan lagi rumahmu, tahu! Lebih baik sekarang kalian pergi dari sini atau aku akan telepon polisi untuk menyeret kalian semua dari sini," ancam Anjarwati.Karta yang merasa telah dikhianati oleh Anjarwati pun tak terima. Ia mencoba mencekik Anjarwati hingga wajahnya tampak pucat."Dasar wanita tua jahat! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku! Kamu pantas mati, wanita tua!" teriak Karta penuh amarah.Tentu saja semua orang pun menjadi panik melihat Karta yang saat itu mencekik Anjarwati.Apalagi Gendis, ia merasa takut jika sampai Karta masuk bui lagi padahal ia sendiri sudah sangat susah payah melapangkan hatinya untuk membebaskan Karta dari penjara agar kelak anaknya tak malu mempunyai ayah mantan narapidana.Dengan cepat Gendis pun bergerak menghentikan Karta agar tak mencekik Anjarwati."Sudah, Mas. Jangan lakukan itu," ucap Anjarwati sembari mencoba menarik tangan Karta yang tengah mencengkram leher Anjarwati."Tidak, Ndis. Wanita jahat ini harus mati! Dia sudah mem
Karta mencoba membujuk Gendis dan berjanji untuk berubah. Tapi, sayangnya Gendis tetap teguh pada pendiriannya untuk berpisah dari Karta."Maaf, Mas. Keputusan ku sudah bulat. Aku tetap ingin berpisah darimu. Aku tidak ingin memperbaiki apapun denganmu, tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu berada di sini. Aku ingin kita bisa membesarkan Yasmine bersama-sama meskipun bukan dengan status suami istri," jelas Gendis dengan begitu tegas.Mendengar ucapan Gendis yang begitu yakin dengan keputusannya. Karta hanya bisa menitikkan air matanya.Kini ia telah kehilangan semua istrinya bahkan istri yang sebenarnya sangat menyayanginya dan memikirkan dirinya."Aku hanya ingin kamu berubah menjadi lebih baik, Mas. Untuk kehidupan mu di masa depan," ucap Gendis lagi.Dengan berat hati, Karta menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Baiklah kalau memang itu sudah keputusanmu. Aku tahu bahwa kesalahanku kemarin sudah sangat keterlaluan. Sekarang aku akan mengikuti ucapan
Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Gendis pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Indah, Indri dan Rehan menjemput Gendis yang masih tampak sedikit lemas dengan mata sembab.Sudah beberapa hari Gendis hanya menangisi bayinya yang telah meninggal dunia. Gendis hanya fokus meminum obatnya sehingga badannya terlihat sedikit lebih kurus karena tak banyak makan."Mbak Gendis hati-hati, ya. Sini biar ku bantu," ucap Indri berinisiatif memapah Gendis sementara Indah membawakan tas berisi pakaian milik Gendis."Sudah ya, Mbak. Mbak Gendis jangan nangis terus, aku takut mbak Gendis kenapa-napa kalau terus menerus terpuruk begini," ucap Indri saat berjaoan menuju ke parkiran.Tatapan mata Gendis yang tampak kosong pun membuat Indri semakin khawatir."Bagaimana Mbak nggak sedih, Ndri. Mbak sudah kehilangan bayi yang masih ada di dalam perut Mbak. Mbak merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dia dengan baik," ucap Gendis."Tidak, Mbak. Mbak Gendis tidak salah. Ini semua kesalahan
Malam sudah lumayan larut dan Anjarwati baru pulang. Ia sedikit heran melihat rumah yang tampak sedikit berantakan terutama di bagian kamar Gendis.Sementara ia tak menemukan seorangpun di rumah itu. Anjarwati mencoba untuk mencari Karta dan Gendis tapi ia tak menemukannya.Anjarwati masih belum menyerah. Ia mencoba memeriksa ke setiap ruangan sembari memanggil-manggil nama mereka tapi tetap tak ada jawabnya.Namun, bukannya khawatir ataupun panik karena ia tak menemukan Karta dan Gendis. Anjarwati justru duduk di sofa dengan senyum ceria penuh tawa.Perlahan Anjarwati melempar map di tangannya ke atas meja setelah ia duduk di sofa ruang tamu."Wah jadi gini ya rasanya kalau tinggal sendiri. Rasanya begitu tenang dan juga bebas," ucap Anjarwati dengan senyum bahagia."Sekarang rumah ini sudah jadi milikku seutuhnya dan juga semua usaha empang yang Karta miliki. Dia sudah tidak punya apapun sekarang," lanjut Anjarwati.Tak lama Anjarwati bangkit dari duduknya dan beranjak ke dapur. Di
Rehan datang dengan 2 orang polisi. Mereka langsung masuk ke dalam rumah Karta dan melihat sendiri penyiksaan yang tengah Karta lakukan pada Gendis."Angkat tangan anda!" ucap seorang polisi yang langsung menyergap Karta yang saat itu akan menyiksa Gendis lagi.Karta pun hanya bisa memberontak saat kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang polisi.Sementara Gendis yang sudah tak berdaya, hanya bisa menangis melihat Karta ditangkap oleh polisi."Lepaskan aku, lepaskan!" Teriak Karta tak karuan."Bawa saja dia ke kantor polisi, Pak," ucap Rehan dengan tegas.Akhirnya kedua polisi itu pun membawa paksa Karta ke kantor polisi, meninggalkan Rehan yang hanya tinggal dengan Gendis."Awas kamu, ya! Berani-beraninya kamu bawa-bawa polisi! Lihat saja nanti kamu! Aku akan balas kamu!" teriak Karta dengan keras pada Rehan sebelum akhirnya ia dibawa oleh dua orang polisi yang menyeret paksa dirinya.Rehan pun segera menghampiri Gendis tanpa memedulikan ancaman Karta saat itu."Mbak, Mbak Gendi
Setelah kepergian Ayu dari rumah Karta. Gendis pun masuk ke dalam kamarnya dengan sangat hati-hati. Gendis masih merasakan nyeri pada perutnya. Gendis pun kemudian duduk di pinggiran ranjangnya. Sesekali tangannya mengelus perutnya yang terkadang terasa nyeri. Tiba-tiba Gendis teringat akan ucapan Ayu. Dengan cepat Gendis pun mengambil ponselnya. Dengan cepat Gendis menekan beberapa tombol di ponselnya. Tak lama terdengar suara seorang pria dari dalam teleponnya. "Halo, Mbak Gendis? Ada apa Mbak? Mbak Gendis baik-baik saja, kan?" tanya Rehan. "Aku baik-baik saja, Mas. Aku hanya ingin tanya sesuatu pada mas Rehan," ucap Gendis menghentikan kalimatnya. "Tanya apa Mbak? Silahkan saja," jawab Rehan. "Apa mas Rehan yang sudah memberi tahu semuanya pada mas Karta tentang perselingkuhan Mbak Ayu?" tanya Gendis. Untuk sesaat Rehan hanya terdiam hingga membuat suasan sunyi meski telepon masih tersambung. "Oh itu, emmm iya Mbak," jawab Rehan yang kembali terdiam. "Kenapa mas Rehan meng
Setelah diizinkan pulang oleh dokter, Gendis pun akhirnya pulang ke rumah sembari diantar oleh Indah.Indah memapah Gendis masuk ke dalam rumah. Namun, sebuah pemandangan yang sangat menegangkan disaksikan oleh Gendis dan Indah saat itu.Keduanya menghentikan langkah kakinya saat melihat Ayu yang tengah menangis terisak sembatu bersujud di kaki Karta.Sementara pakaian dan tas pun tampak berhamburan di lantai. Sesekali Gendis dan Indah saling melempar tatap merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi."Pergi kamu dari sini! Dasar tukang selingkuh!" umpat Karta dengan nada cukup keras.Gendis pun tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Karta. Gendis tak tahu darimana Karta bisa tahu tentang perselingkuhan Ayu. Sementara ia tidak mengatakan apapun pada Karta."Mas, aku mohon maafkan aku, Mas. Aku mengaku salah tapi aku mohon jangan usir aku dari sini," rintih Ayu memohon-mohon pada Karta."Jangan kamu maafkan dia, Karta! Kalau kamu maafkan wanita seperti ini maka dia pasti
Dengan langkah kaki terburu-buru Rehan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit hingga akhirnya sampailah ia di sebuah ruangan.Terlihat seorang wanita tengah terbaring di atas ranjang dan seorang lagi berdiri di sebelahnya."Mbak, apa yang terjadi? Kenapa mbak Gendis bisa sampai seperti ini?" tanya Rehan dengan raut wajah khawatir."Aku juga nggak tau. Tadi pas aku sampai di sana, dia sudah tergeletak tak sadarkan diri," jawab Indah."Lalu mbak Indah tahu darimana mbak Gendis begini?" tanya Rehan lagi."Tadi Raya yang menelepon ku dan meminta aku ke sana," jawab Indah."Raya ...." Rehan yang tak mengenal nama yang disebutkan oleh Indah pun mencoba menebaknya."Raya adalah anaknya Ayu. Jadi tadi tidak ada satupun orang di rumah makanya Raya menelepon ku untuk meminta pertolongan," ucap Indah lagi."Emmm kalau boleh tahu, dimana mbak Indah menemukan mbak Gendis yang tergeletak?" tanya Rehan lagi."Aku menemukannya di kamarnya," jawab Indah.Tanpa berlama-lama Rehan pun langsung mengamb