Setelah Karta dan Anjarwati pulang, mereka pun akhirnya makan malam bersama. Namun, kali ini Gendis tak diizinkan ikut makan malam sebagai hukuman atas kesalahannya kemarin."Yu, bisa nggak sih kalau lagi makan tuh jangan sambil main HP? Nggak sopan banget," tegur Anjarwati yang merasa kesal karena Ayu yang masih sibuk main HP di sela-sela makannya."Oh emmm i-iya, Bu," jawab Ayu sembari meletakkan HP-nya ke atas meja makan."Emang kamu belum puas apa, Yu, daritadi main HP terus? Kamu bahkan sampai nggak bantu nyiapin makan malam ini loh," ucap Indah yang dengan sengaja memojokkan Ayu yang sudah kepalang ditergur oleh Anjarwati."Apa benar apa kata Indah, Yu?" tanya Karta melirik ke arah Ayu."Ih apaan sih mbak Indah, lemes banget mulutnya," batuk Ayu kesal."Emmm i-itu tadi sebenarnya nggak sengaja, Mas. Tadi Raya ngajakin main jadi aku nggak bisa bantuin mbak Indah dan Gendis masak," jawab Ayu berkilah."Halah, bohong aja kamu," ucap Indah yang tak percaya dengan ucapan Ayu.Namun,
1 bulan kemudian.Setelah malam itu, Karta menjadi rutin melakukan hubungan bAd@n dengan Gendis. Meski harus bebagi waktu dengan Indah dan Ayu tapi Karta tetap tak mau libur melakukannya dengan Gendis.Semua itu Karta lakukan karena ia ingin Gendis segera hamil lagi dan memberikannya anak laki-laki.***Pagi ini Gendis tengah menyusui Yasmine di kamarnya. Ia berbaring dengan posisi miring dan Yasmine berasa di hadapannya.Tiba-tiba saja Ayu menerobos masuk ke dalam kamar Gendis untuk memanggilnya agar mereka sarapan bersama."Heh, itu mas Karta manggil, katanya suruh sarapan bareng," ucap Ayu saat telah membuka pintu dan melihat Gendis tengah menyusui Yasmine."Oh emmm i-iya, Mbak. Ini aku lagi nyusuin Yasmine dulu sebentar. Nanti kalau aku sudah selesai aku akan menyusul. Kalian sarapan saja duluan, tidak usah nungguin aku," ucap Gendis."Heh, siapa juga yang mau nungguin kamu. Nggak penting banget," sahut Ayu sengit.Ayu pun hendak pergi meninggalkan kamar Gendis tapi kemudian ia m
Gendis berbaring di sebuah ranjang sembari seorang dokter memeriksanya. Sementara Karta berdiri di pinggir ranjang sembari memperhatikan dokter yang tengah memeriksa Gendis."Bagaimana dengan istriku, Dok? Apa dia positif hamil?" tanya Karta to the point.Dokter yang sudah selesai memeriksa Gendis pun tersenyum pada Karta sembari berkata. "Benar pak. Ibu Gendis positif hamil dan sekarang usia kandungannya sudah jalan 3 minggu. Selamat, ya," ucap dokter tersebut.Gendis yang mendengar ucapan dokter di hadapannya pun terkejut bukan main."A-apa dok? Saya hamil," ucap Gendis seperti tak percaya.Berbeda dengan Gendis yang terlihat tak begitu senang, Karta terlihat begitu bahagia dengan senyum di bibirnya."Sudah aku duga. Kamu beneran hamil, Sayang," ucap Karta sembari mengecup pucuk kening Gendis sekilas."Baiklah kalau begitu, Saya akan berikan vitamin untuk ibu Gendis supaya tidak lemas ya," ucap sang dokter sembari menghampiri kursinya."Aku senang sekali kamu hamil, Ndis. Aku harap
"Selamat ya, Pak. Anak bapak laki-laki, seperti yang bapak inginkan," ucap sang dokter sembati tersenyum pada Karta."A-apa? I-ini sungguhan Gendis mengandung anak laki-laki?" tanya Karta yang seperti tak percaya.Karta bahkan cukup lama tercengang hingga tak berkedip. Begitu juga Gendis yang terkejut bukan main karena mengetahui anak yang dikandungnya adalah laki-laki.Spontan saja Karta memeluk tubuh Gendis yang masih terbaring di ranjang. Karta memeluk Gendis dengan begitu erat dan melampiaskan kebahagiaannya.Gendis pun membalas pelukan Karta yang begitu erat. Gendis dapat merasakan kebahagiaan yang Karta rasakan saat itu."Terimakasih ya Sayang, akhirnya kamu bisa mewujudkan imianku," ucap Karta berbisik di telinga Gendis.Sementara Gendis hanya bisa mengeratkan pelukannya pada Karta saat itu.Sayangnya momen itu tak bisa terjadi lebih lama karena ada orang lain yang menyaksikan mereka."Ya Allah, terimakasih karena Engkau telah mengabulkan doa kami. Akhirnya aku bisa memberikan
Hari terus berlalu dan Karta masih terus memperlakukan Gendis lebih istimewa dari istri-istrinya yang lain.Hari ini Karta mengumpulkan semua orang yang berada di rumah untuk berkumpul di ruang kerjanya.Saat itu Karta tidak bekerja sehingga ia bisa menghabiskan waktunya sepanjang hari di rumah.Namun, malam harinya setelah makan malam, Karta meminta semuanya untuk berkumpul di ruang kerjanya.Saat semuanya telah berkumpul, mereka masih harus menunggu Gendis yang belum masuk ke dalam ruang kerja Karta."Ini si Gendis mana sih, lama banget," gerutu Anjarwati."Mungkin dia udah ngerasa seperti tuan putri sungguhan di rumah ini sehingga dia nggak punya malu membuat kita semua bahkan mas Karta menunggunya," ucap Ayu ikut angkat bicara."Tutup mulutmu, Yu. Sekarang ini Gendis sedang mengandung anakku jadi kamu harus jaga bicaramu. Jangan sampai Gendis mendengarnya dan jadi kepikiran," ucao Karta membentak Ayu.Seketika Ayu pun terdiam dengan raut wajah kesal. Telapak tangannya mengepal den
"Ini tidak adil, Mas. Aku nggak terima kalau begini," protes Ayu semakin tegas."Aku tidak peduli. Kalau kamu nggak terima ya nggak apa-apa yang penting aku akan tetap memberikan ini pada Gendis," ucap Karta sembari menujukan surat alih nama yang yang sudah ia tandatangani.Ayu semakin kesal saat ucapannya sama sekali tak dipedulikan dan tak digubris oleh Karta.Ayu semakin marah dan terus menyalahkan Gendis di dalam hatinya.Tanpa ragu, Ayu pun melangkahkan kakinya mendekati Gendis dan melampiaskan kemarahannya saat itu.Ayu menjambak rambut Gendis dengan begitu kuat. Sontak saja Karta dan yang lainnya terkejut dan segera melerai.Sayangnya, sikap Karta yang saat itu menyelamatkan Gendis dari amarah Ayu malah membuat Ayu semakin kesal.Ayu merasa bahwa Karta lebih memilih Gendis daripada dirinya yang berstatus istri sah secara hukum dan agama."Sudah, Yu, hentikan! Istighfar, Yu," ucap Indah yang saat itu mencoba melerai dan menarik tubuh Ayu agar menjauh dari Gendis.Sementara Anjar
Tanpa memedulikan Yasmine yang saat itu menangis. Ayu terus melangkahkan kakinya mendekati Gendis.Tanpa basa-basi Ayu langsung menjambak rambut Gendis yang saat tengah tergerai.Seketika itu juga wajah Gendis mendongak menatap langit-langit kamarnya sembari memekik kesakitan."Akh, t-tolong lepaskan aku, Mbak. sakit," rintih Gendis mencoba melepaskan tangan Ayu pada rambutnya.Tapi sayangnya tak semudah itu, Ayu menjambak dengan cukup kuat rambut Gendis sehingga membuat Gendis kesulitan untuk melepaskan diri dari Ayu."Apa kamu bilang? Lepaskan? Nggak akan! Ini pantas untuk seorang pencuri kayak kamu," ucap Ayu."Tolong lepaskan aku, Mbak. Aku bukan pencuri," ucap Gendis masih mencoba melepaskan tangan Ayu."Bukan pencuri apanya, hah! Kamu liat kan surat kuasa itu? Apa namanya kalau bukan pencuri," tegas Ayu sembari menujuk ke arah map biru di ata kasur."Tapi Yasmine menangis, Mbak. Tolong lepaskan aku, kasian anakku," pinta Gendis.Namun, Ayu yang merasa kasian sama sekali pada Gen
Dengan perasaan kesal, Ayu masuk ke dalam kamarnya. Ia pun melampiaskan kemarahannya di dalam kamar."Akh!" Teriak Ayu sembari menarik selimut dan sprei kasur sampai berantakan di lantai."Sial! Kenapa malah jadi seperti ini. Kenapa mas Karta malah memberikan hartanya pada Gendis dan anaknya yang belum lahir, itu. Aku harus cara supaya anak itu nggak lahir agar mas Karta tidak benar-benar memberikan seluruh hartanya pada Gendis dan anaknya," ucap Ayu sembari mencari cara.***Keesokan paginya, Gendis dan Ayu pun sudah bangun untuk menyiapkan sarapan.Sepanjang aktivitas memasak di dapur keduannya tak saling bicara. Bahkan saat Gendis mencoba menyapa, Ayu mengacuhkannya begitu saja."Aku harus cari cara yang elegan untuk membuat Gendis jadi dibenci oleh mas Karta tanpa membuat mas Karta curiga," batin Ayu melirik ke arah Gendis.Tiba-tiba saja Ayu menyadari ketiadaan Indah di antara mereka saat itu."Loh kok mbak Indah nggak ikut bantuin masak, sih. Biasanya dia selalu bangun pagi untu
7 tahun kemudian***Setelah 3 tahun lamanya, Karta masih terus membuktikan bahwa ia telah berubah menjadi lebih baik.Hari ini saat hari masih pagi, Karta datang ke rumah Gendis. Penampilannya terlihat sangat rapih dengan kemeja lengan panjang dan celana panjang serta rambut yang tetata rapi.Gendis mempersilahkan Karta duduk di kursi. Gendis pun duduk berhadapan dengan Karta yang saat itu ada di depannya.Gendis sedikit heran melihat Karta yang berpenampilan begitu rapih."Mas Karta mau kemana? Kok rapi sekali?" tanya Gendis penasaran."Emmm aku sengaja berpenampilan rapih begini, Ndis. Aku ingin melamar seseorang," jawab Karta.Gendis pun tercengang mendengar jawaban Karta. Gendis merasa penasaran akan wanita yang akan dilamar oleh Karta."Siapa kira-kira wanita yang akan dilamar oleh mas Karta, ya? Apa jangan-jangan aku," batin Gendis.Keduanya masih saling menatap sesekali. Tak lama Karta pun menyeruput kopi buatan Gendis yang rasanya masih sama, nikmat sesuai dengan seleranya."E
"Sekarang ini bukan lagi rumahmu, tahu! Lebih baik sekarang kalian pergi dari sini atau aku akan telepon polisi untuk menyeret kalian semua dari sini," ancam Anjarwati.Karta yang merasa telah dikhianati oleh Anjarwati pun tak terima. Ia mencoba mencekik Anjarwati hingga wajahnya tampak pucat."Dasar wanita tua jahat! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku! Kamu pantas mati, wanita tua!" teriak Karta penuh amarah.Tentu saja semua orang pun menjadi panik melihat Karta yang saat itu mencekik Anjarwati.Apalagi Gendis, ia merasa takut jika sampai Karta masuk bui lagi padahal ia sendiri sudah sangat susah payah melapangkan hatinya untuk membebaskan Karta dari penjara agar kelak anaknya tak malu mempunyai ayah mantan narapidana.Dengan cepat Gendis pun bergerak menghentikan Karta agar tak mencekik Anjarwati."Sudah, Mas. Jangan lakukan itu," ucap Anjarwati sembari mencoba menarik tangan Karta yang tengah mencengkram leher Anjarwati."Tidak, Ndis. Wanita jahat ini harus mati! Dia sudah mem
Karta mencoba membujuk Gendis dan berjanji untuk berubah. Tapi, sayangnya Gendis tetap teguh pada pendiriannya untuk berpisah dari Karta."Maaf, Mas. Keputusan ku sudah bulat. Aku tetap ingin berpisah darimu. Aku tidak ingin memperbaiki apapun denganmu, tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu berada di sini. Aku ingin kita bisa membesarkan Yasmine bersama-sama meskipun bukan dengan status suami istri," jelas Gendis dengan begitu tegas.Mendengar ucapan Gendis yang begitu yakin dengan keputusannya. Karta hanya bisa menitikkan air matanya.Kini ia telah kehilangan semua istrinya bahkan istri yang sebenarnya sangat menyayanginya dan memikirkan dirinya."Aku hanya ingin kamu berubah menjadi lebih baik, Mas. Untuk kehidupan mu di masa depan," ucap Gendis lagi.Dengan berat hati, Karta menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Baiklah kalau memang itu sudah keputusanmu. Aku tahu bahwa kesalahanku kemarin sudah sangat keterlaluan. Sekarang aku akan mengikuti ucapan
Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Gendis pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Indah, Indri dan Rehan menjemput Gendis yang masih tampak sedikit lemas dengan mata sembab.Sudah beberapa hari Gendis hanya menangisi bayinya yang telah meninggal dunia. Gendis hanya fokus meminum obatnya sehingga badannya terlihat sedikit lebih kurus karena tak banyak makan."Mbak Gendis hati-hati, ya. Sini biar ku bantu," ucap Indri berinisiatif memapah Gendis sementara Indah membawakan tas berisi pakaian milik Gendis."Sudah ya, Mbak. Mbak Gendis jangan nangis terus, aku takut mbak Gendis kenapa-napa kalau terus menerus terpuruk begini," ucap Indri saat berjaoan menuju ke parkiran.Tatapan mata Gendis yang tampak kosong pun membuat Indri semakin khawatir."Bagaimana Mbak nggak sedih, Ndri. Mbak sudah kehilangan bayi yang masih ada di dalam perut Mbak. Mbak merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dia dengan baik," ucap Gendis."Tidak, Mbak. Mbak Gendis tidak salah. Ini semua kesalahan
Malam sudah lumayan larut dan Anjarwati baru pulang. Ia sedikit heran melihat rumah yang tampak sedikit berantakan terutama di bagian kamar Gendis.Sementara ia tak menemukan seorangpun di rumah itu. Anjarwati mencoba untuk mencari Karta dan Gendis tapi ia tak menemukannya.Anjarwati masih belum menyerah. Ia mencoba memeriksa ke setiap ruangan sembari memanggil-manggil nama mereka tapi tetap tak ada jawabnya.Namun, bukannya khawatir ataupun panik karena ia tak menemukan Karta dan Gendis. Anjarwati justru duduk di sofa dengan senyum ceria penuh tawa.Perlahan Anjarwati melempar map di tangannya ke atas meja setelah ia duduk di sofa ruang tamu."Wah jadi gini ya rasanya kalau tinggal sendiri. Rasanya begitu tenang dan juga bebas," ucap Anjarwati dengan senyum bahagia."Sekarang rumah ini sudah jadi milikku seutuhnya dan juga semua usaha empang yang Karta miliki. Dia sudah tidak punya apapun sekarang," lanjut Anjarwati.Tak lama Anjarwati bangkit dari duduknya dan beranjak ke dapur. Di
Rehan datang dengan 2 orang polisi. Mereka langsung masuk ke dalam rumah Karta dan melihat sendiri penyiksaan yang tengah Karta lakukan pada Gendis."Angkat tangan anda!" ucap seorang polisi yang langsung menyergap Karta yang saat itu akan menyiksa Gendis lagi.Karta pun hanya bisa memberontak saat kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang polisi.Sementara Gendis yang sudah tak berdaya, hanya bisa menangis melihat Karta ditangkap oleh polisi."Lepaskan aku, lepaskan!" Teriak Karta tak karuan."Bawa saja dia ke kantor polisi, Pak," ucap Rehan dengan tegas.Akhirnya kedua polisi itu pun membawa paksa Karta ke kantor polisi, meninggalkan Rehan yang hanya tinggal dengan Gendis."Awas kamu, ya! Berani-beraninya kamu bawa-bawa polisi! Lihat saja nanti kamu! Aku akan balas kamu!" teriak Karta dengan keras pada Rehan sebelum akhirnya ia dibawa oleh dua orang polisi yang menyeret paksa dirinya.Rehan pun segera menghampiri Gendis tanpa memedulikan ancaman Karta saat itu."Mbak, Mbak Gendi
Setelah kepergian Ayu dari rumah Karta. Gendis pun masuk ke dalam kamarnya dengan sangat hati-hati. Gendis masih merasakan nyeri pada perutnya. Gendis pun kemudian duduk di pinggiran ranjangnya. Sesekali tangannya mengelus perutnya yang terkadang terasa nyeri. Tiba-tiba Gendis teringat akan ucapan Ayu. Dengan cepat Gendis pun mengambil ponselnya. Dengan cepat Gendis menekan beberapa tombol di ponselnya. Tak lama terdengar suara seorang pria dari dalam teleponnya. "Halo, Mbak Gendis? Ada apa Mbak? Mbak Gendis baik-baik saja, kan?" tanya Rehan. "Aku baik-baik saja, Mas. Aku hanya ingin tanya sesuatu pada mas Rehan," ucap Gendis menghentikan kalimatnya. "Tanya apa Mbak? Silahkan saja," jawab Rehan. "Apa mas Rehan yang sudah memberi tahu semuanya pada mas Karta tentang perselingkuhan Mbak Ayu?" tanya Gendis. Untuk sesaat Rehan hanya terdiam hingga membuat suasan sunyi meski telepon masih tersambung. "Oh itu, emmm iya Mbak," jawab Rehan yang kembali terdiam. "Kenapa mas Rehan meng
Setelah diizinkan pulang oleh dokter, Gendis pun akhirnya pulang ke rumah sembari diantar oleh Indah.Indah memapah Gendis masuk ke dalam rumah. Namun, sebuah pemandangan yang sangat menegangkan disaksikan oleh Gendis dan Indah saat itu.Keduanya menghentikan langkah kakinya saat melihat Ayu yang tengah menangis terisak sembatu bersujud di kaki Karta.Sementara pakaian dan tas pun tampak berhamburan di lantai. Sesekali Gendis dan Indah saling melempar tatap merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi."Pergi kamu dari sini! Dasar tukang selingkuh!" umpat Karta dengan nada cukup keras.Gendis pun tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Karta. Gendis tak tahu darimana Karta bisa tahu tentang perselingkuhan Ayu. Sementara ia tidak mengatakan apapun pada Karta."Mas, aku mohon maafkan aku, Mas. Aku mengaku salah tapi aku mohon jangan usir aku dari sini," rintih Ayu memohon-mohon pada Karta."Jangan kamu maafkan dia, Karta! Kalau kamu maafkan wanita seperti ini maka dia pasti
Dengan langkah kaki terburu-buru Rehan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit hingga akhirnya sampailah ia di sebuah ruangan.Terlihat seorang wanita tengah terbaring di atas ranjang dan seorang lagi berdiri di sebelahnya."Mbak, apa yang terjadi? Kenapa mbak Gendis bisa sampai seperti ini?" tanya Rehan dengan raut wajah khawatir."Aku juga nggak tau. Tadi pas aku sampai di sana, dia sudah tergeletak tak sadarkan diri," jawab Indah."Lalu mbak Indah tahu darimana mbak Gendis begini?" tanya Rehan lagi."Tadi Raya yang menelepon ku dan meminta aku ke sana," jawab Indah."Raya ...." Rehan yang tak mengenal nama yang disebutkan oleh Indah pun mencoba menebaknya."Raya adalah anaknya Ayu. Jadi tadi tidak ada satupun orang di rumah makanya Raya menelepon ku untuk meminta pertolongan," ucap Indah lagi."Emmm kalau boleh tahu, dimana mbak Indah menemukan mbak Gendis yang tergeletak?" tanya Rehan lagi."Aku menemukannya di kamarnya," jawab Indah.Tanpa berlama-lama Rehan pun langsung mengamb