Rio meneguk ludahnya sendiri. Ia tahu bahwa suara itu bukanlah suara ibunya. Dan ia juga tahu bahwa di rumah itu hanya ada dirinya. Lalu, siapakah sang pemilik suara yang memanggil namanya? Itulah yang menjadi pertanyaannya.Tak lama setelahnya, nasib sial kembali menimpanya. Lampu rumahnya tiba-tiba mati. Tubuhnya semakin gemetar hebat. Rasanya semua ini ada hubungannya dengan makhluk gaib. Setidaknya itulah yang ia pikirkan saat ini.Tangannya yang sudah gemetaran tak sanggup untuk menyalakan flash ponselnya dengan cepat. Beberapa kali ia salah pencet. Alhasil, ia pun memutuskan untuk bangkit dari duduknya dan berniat untuk keluar dari rumahnya sesegera mungkin. Ada yang tidak beres dengan rumahnya.Tapi, keadaan yang gelap gulita menyulitkan dirinya untuk berjalan. Alhasil, ia pun mencoba untuk menyalakan flash ponselnya lagi. Tapi, sesuatu terjadi ketika sorot lampu dari ponselnya itu menyala."Haaaa! Hantu!" teriak Rio.Di depannya, sosok wanita dengan wajah penuh darah sedang me
Pintu itupun terbuka dan menampilkan sosok wanita berambut panjang. Sosok itu kemudian berjalan mendekati Thomas dan Rio yang sedang duduk."Ibu," ucap Thomas."Loh, Rio. Kapan kamu ke sini?" tanya ibu Thomas."Hehehe ... Baru saja, Tante," jawab Rio."Jadi dia habis melihat hantu, Bu. Makanya dia lari ke sini. Padahal rumahnya sedang gak ada orang," ucap Thomas."Hantu?""Ya hantu yang itu, Bu," ucap Thomas.Ibunya mengangguk paham. Ia mengerti apa yang dimaksud oleh putranya."Dan kebetulan ibu bangun tidur. Aku mau minta izin untuk menginap di rumah Rio. Kasihan dia gak ada temannya. Dan kalau dia yang menginap di sini, bisa-bisa barang berharga di rumahnya ludes dicolong maling," ucap Thomas."Tapi hantu itu ...?""Ibu sendiri yang bilang kalau rasa takut malah akan membuat dia semakin kuat. Kalau aku menghilangkan rasa takut itu, maka dia bisa apa?"Perkataan dari Thomas langsung membuat ibunya terdiam seribu bahasa. Thomas pun sudah yakin bahwa nanti ibunya pasti akan memberikan
Betapa terkejutnya ia ketika melihat kakaknya ada di luar sana. Padahal ia pun tahu bahwa kakaknya baru saja masuk ke dalam rumah, dan dia sendiri yang membuka pintu untuk kakaknya. Lalu, siapakah yang kini ada di luar? Atau siapa sebenarnya yang ada di dalam rumah?Tubuh Rio gemetar hebat. Ia bingung ingin mengambil keputusan apa. Ia tak berani membuka pintu, takut jika yang kini berada di luar adalah hantu yang sedang menyamar sebagai kakaknya."Rio, buka!"Seseorang yang berada di luar rumah berucap. Dari ucapan itu, Rio bisa sedikit mengambil kesimpulan bahwa kakaknya yang asli adalah yang berada di luar rumah. Ia segera membuka pintu rumahnya."Lama banget. Ngapain aja kamu?""Kak," panggil Rio. Wajahnya nampak pucat."Kamu kenapa?"Rio tak menjawab. Ia cuma diam sambil menatap wajah kakaknya. Matanya memperlihatkan bahwa dia sedang ketakutan."Rio, siapa yang datang?"Thomas yang sedari tadi duduk di ruang tamu pun ikut memeriksa ke luar rumah sambil bertanya kepada Rio. Belum s
"Kamu nanya?" tanya Thomas."Iya.""Kamu bertanya-tanya?""Ah, sudahlah! Kalau dia menyerangku, mungkin aku cuma bisa pasrah," ucap Rio."Hahaha ... Tenang saja! Setahuku, hantu tidak bisa membunuh manusia," ucap Thomas."Darimana kamu tahu?""Kalau hantu bisa membunuh manusia, dari dulu manusia sudah habis terbunuh," jawab Thomas."Betul juga apa katamu," kata Rio."Ya sudahlah. Aku akan tidur di kamarku sendiri. Rio, kamu tidur di kamarmu, dan kamu Thomas. Kamu tidur di kamar orang tua kami," ucap kakaknya Rio.Thomas mengangguk. Ia menyetujui apa yang diucapkan oleh kakaknya Rio. Walaupun sejatinya ada sedikit ketakutan di hatinya, tapi ia coba untuk melawannya. Bagi dia, ketenangannya di hari-hari berikutnya lebih penting, meskipun pada hari ini ia harus merasakan ketakutan yang besar."Ayah dan Ibu kapan pulang, Kak?" tanya Rio."Katanya besok baru pulang," jawab kakaknya."Oh."Dan setelahnya, mereka bertiga pun pergi ke kamar masing-masing. Thomas pergi ke kamar orang tua Rio u
"Hahaha. Gak usah akting. Kamu pikir aku akan takut?" kata Thomas.Namun Rio masih memasang wajah ketakutan. Tak lama setelah itu, ia segera berlari ke dalam kamarnya meninggalkan Thomas sendirian di sana."Kenapa sih tuh orang? Aneh banget," ucap Thomas.Thomas tiba-tiba merasakan ada angin yang meniup leher bagian belakangnya. Ia pun segera memegangi dengan tangannya. Entah kenapa tiba-tiba ia merasa merinding."Tunggu! Kata Rio, tadi di sana ada hantu. Lalu, dia lari ke kamar dan berteriak ada hantu. Jangan-jangan ...." Ia menggantung ucapannya.Pelan-pelan ia mulai menolehkan kepalanya ke belakang. Ada satu hal yang ia yakini, bahwa sekarang ini di belakangnya sedang ada sosok yang sangat menakutkan. Tapi demi mengobati rasa penasarannya, ia pun siap untuk menanggung risiko.Sret!Mungkin seperti itulah bunyi pergerakan kepala Thomas dalam detik-detik terakhir ketika ia menoleh ke belakang. Dan ternyata, tidak ada apa-apa di sana. Sekali lagi dia berpikir bahwa Rio hanya menipunya
Jantungnya berdetak kencang. Keringatnya tiba-tiba mengucur deras. Tubuhnya gemetar bagai orang yang sedang tersetrum. Sentuhan dan cengkeraman tangan menyeramkan itu menciptakan sebuah sensasi yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ini lebih menakutkan dari melihat hantu.Ia menjerit sekeras-kerasnya. Tidak peduli jikalaupun harus membangunkan seluruh orang yang ada di rumah itu. Ketika ia selesai melakukan jeritan keras, ia sudah tak sanggup lagi menahan diri untuk tetap sadar. Alhasil, ia pun kehilangan kesadarannya dan tergeletak di tempat tidurnya.Namun, akibat teriakan itu, kakaknya dan juga Thomas langsung datang ke kamarnya dengan perasaan yang sangat cemas. Beruntung memang, pintu tidak dikunci oleh Rio. Jadi keduanya bisa masuk dengan mudah. Ketika mereka masuk, mereka sudah melihat Rio yang sudah terbaring dengan posisi tak beraturan di atas tempat tidurnya."Kak, dia tidur atau pingsan?" tanya Thomas."Entahlah. Tapi tadi dia berteriak. Mungkin dia melihat hantu dan akhir
Thomas tersentak kaget. Ia membuka matanya lebar-lebar. Rasa penasaran dan takut bercampur aduk. Kejadian ini persis dengan kejadian di rumahnya kemarin.Ia bangkit dari tidurnya dan mengambil posisi duduk. Rasa penasarannya sudah mencapai batas. Ia ingin melihat gerangan apa yang sudah menciptakan bunyi tersebut. Apakah itu cuma kucing atau memang makhluk menyeramkan sesuai perkiraannya."Huff ... Sudahlah. Mungkin cuma kucing," ucap Thomas pelan, kemudian ia kembali pada posisi tidurnya.Namun sekali lagi, ia masih penasaran. Baru beberapa saat ia berbaring, ia kembali mengambil posisi duduk. Dia sendiri bahkan tidak tahu perasaan seperti apa yang sedang ada di dalam dirinya. Yang pasti, rasa penasaran itu benar-benar besar.Sejenak ia mengumpulkan niat dan keberanian, sebelum akhirnya ia benar-benar memutuskan untuk memeriksa ke sumber suara tersebut. Rasa takut itu jelas ada. Akan tetapi rasa penasaran lebih dari segalanya.Dengan langkah yang sangat hati-hati, ia pun berjalan ke
Thomas melihat ibunya yang berlari sangat cepat. Secepat kilat. Ia rasa sesuatu telah terjadi hingga membuat ibunya lari. Dalam pikirannya cuma ada satu, bahwa ibunya telah melihat sesuatu yang menyeramkan ketika berada di dapur.Tubuhnya yang sudah sangat lemas ia paksa untuk berdiri. Ia ingin mendapatkan jawabannya segera. Namun, baru saja ia mengubah posisi dari tiduran berganti ke posisi duduk, dia dikejutkan dengan kemunculan sang ibu yang sedang membawa segelas teh hangat untuknya."I-ibu," ucap Thomas sedikit gagap.Thomas. Kamu mau ngapain? Istirahat lah biar cepat sembuh!" ucap ibunya sambil meletakkan segelas teh itu ke meja kecil dekat tempat tidur Thomas.Thomas masih kebingungan sekaligus ketakutan. Jika yang sekarang berada di depannya ini adalah ibunya, lalu siapa yang berlari tadi?"Thomas. Kamu kenapa, sih?" tanya ibunya."Bu. Ibu tadi berlari ke arah sana, kah?" tanya Thomas sambil menunjuk."Hahaha. Ada-ada saja kamu. Ibu kan di dapur, buatin teh untuk kamu. Lagian
Sendi berusaha untuk mengatur napasnya yang tak beraturan. Bayang-bayang tentang wajah mengerikan dari sang hantu masih terus singgah di kepalanya. Sangat menyeramkan memang.“Dia di sini,” ucap Sendi pelan.Thomas langsung paham dengan apa yang Sendi katakan. Ia tentunya terkejut sekaligus takut. Ia arahkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, tapi tak ada apapun di sana. Ia tahu, hantu itu pasti hanya akan memunculkan diri di depan satu orang. Mungkin setelah ini, giliran dia yang akan didatangi.“Gak ada apa-apa, Sen. Udah, tenanglah!” pinta Thomas.“Dia di sini, Thomas.”Thomas bingung harus berbuat apa. Di satu sisi, ia memang takut. Tapi di sisi lain, ia juga ingin permasalahan ini cepat-cepat selesai. Ia tak mau ini jadi teror yang berkelanjutan tanpa ada ujungnya. Rasanya sudah lelah kalau tiap hari harus dihantui oleh hantu Marni. Ia ingin hidup dengan tenang seperti sedia kala.“Hufff ....” Thomas mengembuskan napas pelan.“Kalau kamu beneran Tante Marni, keluarlah! Kami i
"Udah, jangan banyak nanya. Lupakan saja! Intinya fokus nyetir supaya bisa cepat-cepat sampai," kata Rio."Oke, oke."Entah makhluk yang dimaksud Rio masih mengejar atau tidak, Thomas pun tak tahu. Rio pun mungkin juga sama tidak tahu. Akan tetapi hal itu sudah tak perlu dikhawatirkan lagi kala mereka sudah sampai di rumah Thomas."Cepetan Thom, buka garasimu. Biar aku yang masukin motornya.""Tam Tom. Aku bukan kucing.""Sudahlah, jangan protes! Cepat!" perintah Rio lagi."Iya, tunggu!"Thomas langsung berlari masuk ke dalam rumah dan segera membuka pintu garasi. Selepas itu ia pun langsung menyuruh kedua temannya itu untuk memasukkan motor ke garasi.***"Hufff. Emang kamu lihat apa tadi?" tanya Sendi sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur kamar Thomas."Biasalah. Ya tahu sendiri, lah," jawab Rio."Kurasa kita memang harus cepat-cepat memecahkan misteri ini, deh. Kita gak bisa membiarkan hantu itu meneror kampung kita lebih lama lagi," ucap Thomas."Iya, emang. Makanya itu kita h
Sendy yang mendengar ucapan Thomas pun langsung terkejut dan melihat ke arah yang ditunjuk. Ternyata di sana tidak ada apa-apa."Mana?""Hahaha. Nggak, nggak. Aku cuma bercanda.""Sialan! Jangan kayak gitu!""Kenapa mendadak jadi penakut? Padahal tadi siang berani banget nyelidiki sampe toilet," ucap Thomas."Masalahnya ini baru aja habis ngelihat hantu. Ya kesan takutnya masih kerasa, lah. Entah kalau nanti. Mungkin akan hilang. Ya biasanya kayak gitu," ucap Sendy."Berarti berani pulang sendiri, entar?" Kali ini Rio yang bertanya."Mungkin.""Yeee. Ya jangan mungkin. Yang yakin, dong.""Hmm. Ya, ya. Aku berani. Aku laki-laki. Ngapain juga harus takut," ucap Sendi."Baguslah. Kita emang gak boleh takut," ucap Thomas.Setelah itu, ketiganya pun diam. Musik mulai menyala, dan sang penyanyi di cafe itupun mulai menyanyikan sebuah lagi. Thomas, Rio dan Sendi dapat melihat dengan jelas tentang bagaimana penyanyi cantik itu bernyanyi serta berjoget di sana. Namun itu bukan tujuan utama mer
"Gak, gak. Aku berani," ucap Sendy."Oh. Syukur deh. Kalau begitu tunggu di rumah dulu. Jangan berangkat dulu.""Kenapa?""Aku belum izin orang tua. Hahaha. Kalau gak diizinin ya gak jadi.""Lah. Parah banget.""Lha iya. Tapi akan tetap aku usahakan. Ya udah. Udah dulu. Aku mau bilang ke mereka.""Siap, deh."Thomas mematikan panggilan teleponnya. Ia pun kemudian berniat untuk menemui orang tuanya yang kini sedang menonton televisi. Entah diberi izin atau tidak, ia tetap harus mencoba untuk meminta izin."Eee ... Aku mau keluar, boleh nggak?" tanya Thomas ke keduanya."Keluar ke mana, sih? Harusnya kalau malam-malam di rumah aja," kata ibunya."Harusnya sih gitu, Bu. Tapi ini penting banget," kata Thomas."Penting apa?" Kali ini ayahnya yang bertanya."Ada tugas. Lagian entar aku juga sama Rio. Sama si Sendy juga. Aku gak sendiri, kok."Ada keraguan di hati kedua orang tuanya untuk memberikan izin kepada sang anak. Tentu itu disebabkan oleh teror hantu yang akhir-akhir ini ada di kamp
"Rumit, sih. Kalau aku hubungkan dengan yang difilm-film, kayaknya Tante Marni ini diperkosa seseorang. Mungkin sampai hamil. Lalu setelah mengetahui bahwa dirinya hamil, dia jadi malu dan memutuskan untuk pergi dari kampung sini," ucap Thomas."Terus soal teror hantu itu?""Kurasa itu emang hantunya Tante Marni. Ini mungkin, ya. Mungkin ketika perjalanan pergi, si pelaku itu membunuh Tante Marni dan membuangnya di suatu tempat yang kita tidak tahu di mana. Makanya itu arwahnya jadi tidak tenang dan menghantui kampung ini.""Nah, sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa yang dihantui kampung ini. Maksudku, kenapa dia gak menghantui orang yang udah memerkosa dia?" tanya Nana.Thomas tersenyum meremehkan. Ia sudah menebak dari awal kalau bakalan ada yang bertanya seperti itu, dan ternyata benar, Nana bertanya seperti yang ia pikirkan."Itulah alasan kenapa aku tidak ingin siapapun tahu tentang penemuan test pack itu, tak terkecuali juga Pak RT. Hantu Tante Marni meneror kampung ini, kemung
Wajah makhluk itu tak nampak karena tertutup oleh rambut panjangnya. Namun tetap saja terlihat sangat menyeramkan.Thomas mengembalikan pensil alis itu ke tempat semula. Setelah itu ia memutuskan untuk mencari sesuatu yang lain. Di saat yang bersamaan, sosok hantu menyeramkan itu juga sudah menghilang dari sana."Ah, apa Tante Marni tidak meninggalkan sesuatu yang lain soal kepergiannya?" tanya Thomas pada dirinya sendiri.Ia mengembuskan napas pelan. Entah kenapa ia merasa bahwa penyelidikan ini pasti akan berakhir dengan sebuah kegagalan. Itu yang ada di pikiran Thomas saat ini.Thomas terus mencari sesuatu yang berada di kamar itu. Ia benar-benar mengesampingkan rasa takutnya, atau bahkan bisa dibilang menghilangkan rasa takutnya itu. Berada di dalam kamar yang gelap dan sepi tanpa ditemani oleh siapapun. Jelas itu terasa seperti uji nyali baginya. Namun ia seolah tak peduli dengan itu semua. Misinya jauh lebih penting daripada rasa takutnya."Seandainya aku punya indera ke-enam. A
“Salah dia bicara kayak gitu.”“Iya. Maksudku, mukulnya yang lebih kenceng lagi. Biar benjol tuh kepala,” ucap Rio.“Kawan sialan!” ucap Thomas.Rio pun tertawa. Puas sekali ketika dirinya melihat sahabatnya yang satu ini dipukul oleh Nana. Jujur, sebenarnya ia juga ingin ikut memukul. Hanya saja ia tidak tega.“Huff ... Oke, aku mengerti. Tak apalah kalau emang Cuma kalian saja yang masuk ke rumah itu. Tapi kalian harus benar-benar bisa mendapatkan petunjuk,” kata Nana.“Lha kok maksa.”“Gimana? Sanggup, nggak?”“Hadeh. Iya, iya,” jawab Thomas.“Bagus. Sebagai konsekuensinya, kalau kalian gagal, kalian harus mentaraktir aku makan selama seminggu,” kata Nana.“Lah. Malah mengambil kesempatan.”“Gimana? Mau, nggak?”“Hadeh. Ribet emang cewek yang satu ini. Iya, deh, iya.”“Nah, gitu dong.”Singkatnya, jam pulang sekolah pun tiba. Kelima anak muda itu benar-benar ingin memeriksa apa yang ada di dalam rumah Tante Marni. Thomas, yang seolah berperan sebagai sang ketua pun mendatangi rumah
Rio dan Nana mengangguk. Sejatinya mereka masih ragu tentang apakah rencana yang telah dibuat oleh Thomas ini akan berhasil atau tidak. Ya, mereka bahkan tidak yakin akannya. Namun seperti apa yang telah Thomas katakan, bahwa jika belum dicoba, maka belum tahu. Jadi, mereka pun akhirnya setuju.“Jadi kapan kita akan memeriksanya?”“Lebih cepat lebih baik,” jawab Thomas.“Bagaimana kalau besok?” tanya Rio.“Kelamaan. Kalau bisa nanti, kenapa harus besok?”“Bukannya apa-apa. Kau ini baru sembuh, Thomas,” ucap Rio.“Ya, aku tahu.”“Nah, itu. Lebih baik pulihkan dulu tubuhmu. Baru setelah itu kita lakukan rencana kita,” ucap Rio. Thomas menganngguk. Biar bagaimanapun juga, ia harus memikirkan kondisi tubuhnya. Tubuh yang lemah akan rentan untuk dirasuki makhluk tak kasat mata. Jika itu terjadi, maka akan sangat merepotkan.Malam harinya pun tetap seperti biasanya. Ada saja orang yang diteror oleh makhluk tak kasat mata itu. Sebenarnya, masalah tentang teror itu sudah dibicarakan ol
“Malah ketawa,” ucap ibunya Thomas.“Udahlah, Bu. Mending telepon ayah. Aku khawatir,” ucap Thomas.“Ibu juga khawatir.”“Makanya telepon ayah, Bu. Kalaupun emang ayah harus lembur, setidaknya kita udah tahu dan gak begitu khawatir lagi,” kata Thomas.Si ibu membenarkan ucapan Thomas. Ia pun segera mengambil ponselnya dan mencoba untuk menghubungi suaminya. Pertama menghubungi, gagal. Kedua juga gagal. Begitupun dengan yang ke-tiga. Hal itu membuat rasa khawatir keduanya semakin besar.“Nggak diangkat, Thomas.”“Coba sekali lagi, Bu,” ucap Thomas.Sang ibu pun mengiyakan apa yang Thomas minta. Ia langsung menelepon ke nomor sang suami lagi. Tapi apa yang didapatkan? Lagi dan lagi, suaminya ini tak dapat dihubungi. Sebuah perasaan khawatir pun semakin menjadi-jadi. Hingga beberapa saat setelah itu, mereka mendengar lagi ada yang mengetuk pintu rumah.“Siapa lagi tuh?” tanya Ibu Thomas.Thomas cuma diam. Ia teringat dengan peristiwa yang terjadi tadi. Tentang sang pengetuk pintu yang ta