Makhluk menyeramkan itu terlihat menyeringai. Thomas yang sudah telanjur jatuh mencoba menjauhkan diri dari sana dengan cara menyeret tubuhnya ke belakang. Akhirnya ia sudah tahu jawabannya. Jadi makhluk itulah yang membuat tempat tidurnya terguncang hingga ia menganggap bahwa sedang terjadi gempa.Pandangan Thomas tak bisa lepas dari makhluk mengerikan itu. Ia bahkan bisa melihat secara sempurna tentang bagaimana wajah dari makhluk itu. Sangat menyeramkan. Itulah yang bisa ia simpulkan dari wujud makhluk yang ia lihat."Thomas."Dalam ketakutannya, tiba-tiba ia mendengar suara seseorang memanggilnya. Refleks ia langsung menoleh ke arah suara. Ternyata itu adalah ibunya. Ia tak menyahut. Malahan ia mengalihkan pandangannya dari sang ibu dan kembali untuk melihat ke arah kolong tempat tidur. Dan ternyata, makhluk mengerikan itu sudah tidak ada di sana. Dia sudah lenyap bagai ditelan bumi."Thomas. Kamu ngapain di bawah?" tanya ibunya."Emm ... Gak, gak apa-apa, Bu. Cuma nyari hawa ding
"Apaan tuh?" tanya Rio.Tak ada yang menjawab. Beberapa orang sudah berlari keluar kelas untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. Rio dan yang lainnya pun kemudian segera berlari keluar kelas. Mereka melihat ada banyak orang yang arah larinya menuju ke toilet perempuan yang terletak tak begitu jauh dari kelas mereka."Bro, ada apa itu?" tanya Sendy pada seorang lelaki yang lewat."Nggak tahu, Bro. Kayaknya suaranya dari toilet cewek," jawab lelaki itu, lalu pergi begitu saja meninggalkan Sendy dan yang lainnya.Tak mau berlama-lama larut dalam penasaran, mereka pun segera berlari menuju toilet perempuan. Ternyata di saja sudah ada banyak orang. Seorang gadis tengah terduduk lemas bersandarkan tembok. Gadis itu terlihat sedang menangis. Di sebelahnya ada beberapa temannya yang berniat untuk menenangkan sekaligus menanyakan apa yang sebenarnya terjadi."Rin, kamu kenapa? Kamu lihat apa?" tanya temannya sambil mengelus-elus punggung gadis yang sedang menangis itu."Itu ...."Gadis it
Ia terkejut bukan main. Hampir saja ia refleks melakukan pukulan. Akan tetapi untungnya ia segera menyadari sesuatu sesaat setelah nyawanya sudah terkumpul semua."Thomas, ini ibu. Kamu kenapa?"Thomas pun mengubah posisi dari tiduran menjadi duduk. Napasnya masih terdengar terengah-engah. Ia seperti habis dikejar oleh anjing."Thomas," panggil ibunya lagi."Ibu nanya, loh. Kamu kenapa berteriak?" lanjutnya bertanya.Thomas memandang wajah sang ibunda. Ia menyimpulkan bahwa perempuan yang kini sedang berada di depannya itu memang benar-benar ibundanya. Thomas sedikit bisa bernapas lega. Meski begitu, dirinya masih tetap diam. Jantungnya juga masih berdegup kencang. Sementara ibunya pun memutuskan untuk menunggunya berbicara saja. Ya memang lumayan lama, tapi cuma itu yang ia bisa."Tidak. Nggak kenapa-napa, Bu," jawab Thomas.Sang ibu mengernyitkan dahinya. Sepertinya ia tidak percaya dengan apa yang Thomas katakan. Ya, naluri seorang ibu memang tidak bisa dianggap remeh."Kamu mimpi
“Malah ketawa,” ucap ibunya Thomas.“Udahlah, Bu. Mending telepon ayah. Aku khawatir,” ucap Thomas.“Ibu juga khawatir.”“Makanya telepon ayah, Bu. Kalaupun emang ayah harus lembur, setidaknya kita udah tahu dan gak begitu khawatir lagi,” kata Thomas.Si ibu membenarkan ucapan Thomas. Ia pun segera mengambil ponselnya dan mencoba untuk menghubungi suaminya. Pertama menghubungi, gagal. Kedua juga gagal. Begitupun dengan yang ke-tiga. Hal itu membuat rasa khawatir keduanya semakin besar.“Nggak diangkat, Thomas.”“Coba sekali lagi, Bu,” ucap Thomas.Sang ibu pun mengiyakan apa yang Thomas minta. Ia langsung menelepon ke nomor sang suami lagi. Tapi apa yang didapatkan? Lagi dan lagi, suaminya ini tak dapat dihubungi. Sebuah perasaan khawatir pun semakin menjadi-jadi. Hingga beberapa saat setelah itu, mereka mendengar lagi ada yang mengetuk pintu rumah.“Siapa lagi tuh?” tanya Ibu Thomas.Thomas cuma diam. Ia teringat dengan peristiwa yang terjadi tadi. Tentang sang pengetuk pintu yang ta
Rio dan Nana mengangguk. Sejatinya mereka masih ragu tentang apakah rencana yang telah dibuat oleh Thomas ini akan berhasil atau tidak. Ya, mereka bahkan tidak yakin akannya. Namun seperti apa yang telah Thomas katakan, bahwa jika belum dicoba, maka belum tahu. Jadi, mereka pun akhirnya setuju.“Jadi kapan kita akan memeriksanya?”“Lebih cepat lebih baik,” jawab Thomas.“Bagaimana kalau besok?” tanya Rio.“Kelamaan. Kalau bisa nanti, kenapa harus besok?”“Bukannya apa-apa. Kau ini baru sembuh, Thomas,” ucap Rio.“Ya, aku tahu.”“Nah, itu. Lebih baik pulihkan dulu tubuhmu. Baru setelah itu kita lakukan rencana kita,” ucap Rio. Thomas menganngguk. Biar bagaimanapun juga, ia harus memikirkan kondisi tubuhnya. Tubuh yang lemah akan rentan untuk dirasuki makhluk tak kasat mata. Jika itu terjadi, maka akan sangat merepotkan.Malam harinya pun tetap seperti biasanya. Ada saja orang yang diteror oleh makhluk tak kasat mata itu. Sebenarnya, masalah tentang teror itu sudah dibicarakan ol
“Salah dia bicara kayak gitu.”“Iya. Maksudku, mukulnya yang lebih kenceng lagi. Biar benjol tuh kepala,” ucap Rio.“Kawan sialan!” ucap Thomas.Rio pun tertawa. Puas sekali ketika dirinya melihat sahabatnya yang satu ini dipukul oleh Nana. Jujur, sebenarnya ia juga ingin ikut memukul. Hanya saja ia tidak tega.“Huff ... Oke, aku mengerti. Tak apalah kalau emang Cuma kalian saja yang masuk ke rumah itu. Tapi kalian harus benar-benar bisa mendapatkan petunjuk,” kata Nana.“Lha kok maksa.”“Gimana? Sanggup, nggak?”“Hadeh. Iya, iya,” jawab Thomas.“Bagus. Sebagai konsekuensinya, kalau kalian gagal, kalian harus mentaraktir aku makan selama seminggu,” kata Nana.“Lah. Malah mengambil kesempatan.”“Gimana? Mau, nggak?”“Hadeh. Ribet emang cewek yang satu ini. Iya, deh, iya.”“Nah, gitu dong.”Singkatnya, jam pulang sekolah pun tiba. Kelima anak muda itu benar-benar ingin memeriksa apa yang ada di dalam rumah Tante Marni. Thomas, yang seolah berperan sebagai sang ketua pun mendatangi rumah
Wajah makhluk itu tak nampak karena tertutup oleh rambut panjangnya. Namun tetap saja terlihat sangat menyeramkan.Thomas mengembalikan pensil alis itu ke tempat semula. Setelah itu ia memutuskan untuk mencari sesuatu yang lain. Di saat yang bersamaan, sosok hantu menyeramkan itu juga sudah menghilang dari sana."Ah, apa Tante Marni tidak meninggalkan sesuatu yang lain soal kepergiannya?" tanya Thomas pada dirinya sendiri.Ia mengembuskan napas pelan. Entah kenapa ia merasa bahwa penyelidikan ini pasti akan berakhir dengan sebuah kegagalan. Itu yang ada di pikiran Thomas saat ini.Thomas terus mencari sesuatu yang berada di kamar itu. Ia benar-benar mengesampingkan rasa takutnya, atau bahkan bisa dibilang menghilangkan rasa takutnya itu. Berada di dalam kamar yang gelap dan sepi tanpa ditemani oleh siapapun. Jelas itu terasa seperti uji nyali baginya. Namun ia seolah tak peduli dengan itu semua. Misinya jauh lebih penting daripada rasa takutnya."Seandainya aku punya indera ke-enam. A
"Rumit, sih. Kalau aku hubungkan dengan yang difilm-film, kayaknya Tante Marni ini diperkosa seseorang. Mungkin sampai hamil. Lalu setelah mengetahui bahwa dirinya hamil, dia jadi malu dan memutuskan untuk pergi dari kampung sini," ucap Thomas."Terus soal teror hantu itu?""Kurasa itu emang hantunya Tante Marni. Ini mungkin, ya. Mungkin ketika perjalanan pergi, si pelaku itu membunuh Tante Marni dan membuangnya di suatu tempat yang kita tidak tahu di mana. Makanya itu arwahnya jadi tidak tenang dan menghantui kampung ini.""Nah, sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa yang dihantui kampung ini. Maksudku, kenapa dia gak menghantui orang yang udah memerkosa dia?" tanya Nana.Thomas tersenyum meremehkan. Ia sudah menebak dari awal kalau bakalan ada yang bertanya seperti itu, dan ternyata benar, Nana bertanya seperti yang ia pikirkan."Itulah alasan kenapa aku tidak ingin siapapun tahu tentang penemuan test pack itu, tak terkecuali juga Pak RT. Hantu Tante Marni meneror kampung ini, kemung