Meski Emma mengalami kejadian yang tak mengenakkan selama berwisata, Namun Dia dan ketiga temannya sepakat untuk tidak memberi tahu Robin dan Lily. Mereka tak ada yang mau orang tua Emma berpikir yang aneh-aneh selama Emma tidak ada di rumah.“Kalau kamu mau cerita sama orang tua kamu, entar aja kalo udah nyampe di rumah, Emma,” kata Tony saat di pesawat.Emma mengangguk.Setelah berpisah di bandara, mereka akhirnya menuju rumah masing-masing. Tony memesan taksi online yang sama dengan Emma karena rumah mereka searah. Sementara Ethan dengan Jake.“Kamu mau beli kucing kapan?” tanya Ethan saat keduanya sudah berada di dalam taksi.Jake mengerutkan kening. “Nah itu dia yang aku nggak tahu,” katanya, “coba ku browsing ya,” katanya.Jake lalu mengetik di mesin pencarian online dengan kata kunci ‘jual kucing’. Rupanya ada banyak orang di sekitar tempat tinggalnya yang menjual kucing. Bahkan beberapa ada yang menyerahkan dengan cuma-cuma untuk diadopsi.“Gimana? Nemu nggak?” tanya Ethan.“N
Dada Sabrina panas saat melihat Tony cs lewat di dekat taman. Keinginannya untuk mendekati Emma dan menjambak gadis itu sangat besar. Namun, saat mau berdiri, dia malah ditahan Desy.“Mau ke mana kamu?” tanya Desy.“Nyamperin Emma lah. Ngapain lagi?” tanyanya.“Mau kamu apain?” tanya Desy.“Aku jambak!” sahut Sabrina.“Belum juga sebulan kamu berkomitmen buat menjaga sikap demi bisa masuk sirkel mereka dan bisa dekat terus dengan Jake,” kata Desy. ‘Sabrina menghembuskan napas panjang. “Sumpah ya, aku tuh gemes banget tahu nggak sama Emma,” katanya.“Ya terus? Bukan berarti itu bisa buat kamu ngehancurin image baik kamu yang sudah kamu bangun di depan Jake dong,” Kata Desy.“Iya, Sabrina. Sabar dikit kenapa sih?” sahut Anne.Sabrina lalu mencoba berdiri lagi. Namun sebelum dia berjalan, Desy berhasil menahan langkahnya lagi.“Mau ke mana?” Tanya Desy.“Mau nyamperin ke kelas Emma dan Tony,” sahut Sabrina, “tenang aja, aku ngak akan bikin onar kok. Aku mau nguping aja pembicaraan mere
Lily memandangi kandang kucing yang ada di dekat pintu dapur. Binatangitu lucu, tapi dia kurang setuju kalau Emma dibiarkan dekat dengan binatang itu tanpa pengawasan. Bagaimana ya caranya agar Emma jauh dari binatang itu? Apa diberikan kepada tetangga saja. Tapi bagaimana kalau Emma marah?“Kamu ngapain, Sayang?”Lily berbalik ketik mendengar suara Robin itu. Dia lalu tersenyum tipis. “Aku kok nggak sreg ya Emma dikasih kucing sama Jake,” katanya.“Bagus dong, itu artinya Jake perhatian sama Emma. Dia tahu apa binatang kesukaan Emma,” kata Robin.Lily lalu berjalan mendekati suaminya. Mereka berjalan menuju ruang tengah.“Tapi itu kan dulu sebelum Emma begini?” kata Lily.“Ya tapi kedaan dia nggak mengubah fakta kalau dia suka sama kucing kan? Lagian binatang itu bisa jadi hiburan buat Emma kalau dia lagi suntuk karena banyak tugas,” kata Robin.Lily menghembuskan napas kasar. “Masak kamu lupa sih kalau dulu Emma pernah mencelakai kucing pas diajak Tony ke taman?” tanya Lily.Robin m
Seharian Emma sangat suntuk karena ada dua kuis sekaligus. Setibanya di rumah, Emma melepas penat dengan kucing-kucingnya. Keempat kucing itu perempuan. Jadi Emma memberi nama kucing itu sesuai dengan nama bunga. Mereka masing-masing diberi nama: Tulip, Mawar, Anggrek dan Melati.Emma mengeluarkan Melati dari kandang. Kucing yang tubunya memiliki bulu warna dominan putih itu dia gendong. Beberapa kali dia mengendus-endus kucing itu. Melati tak berontak. Dia hanya mengeong beberapa kali sambil menatap mata Emma.“Melati, tadi aku kesel banget karena ada dua kuis sekaligus. Kepala aku rasanya panas,” kata Emma. Dia lalu duduk di kursi dapur.“Emma, taruh dulu kucingnya,” kata Lily yang baru muncul di dapur, “kita makan malam dulu.”“Nggak boleh aku bawa Melati?” tanya Emma.“Nanti aja main sama melati lagi. Kalo kamu bawa, terus bulunya masuk ke makanan gimana?” sahut Lily.Emma berdecak. Dia lalu memasukkan Melati ke kandang lagi.“Dada Melati, Mawar, Tulip dan Anggrek,” kata Emma. Dia
Akhirnya Tony bisa bernapas lega setelah mendengar pernyataan Emma. Ya, setidaknya kalau dia tidak bisa menjadi pacar Emma, Jake juga tidak akan bisa karena memang Emma tidak berminat pacaran.***Sabrina cs mengawasi kelas Emma. Mereka ingin menghasut Tony agar menyatakan perasannya kepada gadis itu sehingga mereka bisa berpacaran dan Sabrina tak akan takut lagi Jake akan dekat dengan Emma.“Eh, itu ada Tony, Guys,” kata Anne. Dia melihat Tony yang baru datang dengan Emma mereka berjalan bersama di koridor.“Aduh, mereka berbarengan lagi. Gimana cara ngomongnya ya?” kata Sabrina.“Kita nyuruh orang aja gimana?” tanya Desy, “bilangin Tony dipanggil dosen kek apa kek. Terus kita cegat dia dan kita ajak ngobrol.”Sabrina menjentikkan jari. “Ide bagus,” katanya.Sabrina lalu melihat sekeliling. Dia lalu memanggil seorang anak laki-laki yang akan masuk ke ruangan.“Hey, Mas yang rambutnya keriting,” kata Sabrina.Laki-laki berambut keriting yang memakai kemejakotak-kotak itu menoleh. “Kam
Di luar hujan, tapi tidak terlalu deras. Emma sedang menonton televisi di ruang tamu. Matanya tertuju ke layar, tapi pikirannya melayang ke mana-mana. Dia memikirkan Jake yang banyak memberinya hadiah. Entah mengapa dia yakin kalau Jake ada maunya.“Ini ada cokelat hangat,” kata Lily. Wanita itu meletakkan tatakan cangkir di atas meja.Robin membantu Lily mengambil cangkir untuknya dan untuk Emma. Tapi Emma bukannya menghabiskan waktu lebih lama di ruang keluarga setelah Lily mambuatkannya minuman hangat. Gadis itu malah beranjak pergi.“Mau ke mana kamu, Sayang?” tanya Lily, “baru juga jam sembilan malam.”Emma tersenyum tipis. “Aku lupa kalau masih ada tugas,” katanya.Sebenarnya, Emma tak seratus persen berbohong. Dia memang ada tugas. Tapi hanya sedikit. Sekitar satu jam juga bisa dia menyelesaikan tugas itu. Itu pun juga bukan besok deadline-nya.Setelah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu, Emma meletakkan cangkirnya di meja belajar. Dia lalu membuka lagi kado dari Jake. Kalau
Di luar hujan, tapi tidak terlalu deras. Emma sedang menonton televisi di ruang tamu. Matanya tertuju ke layar, tapi pikirannya melayang ke mana-mana. Dia memikirkan Jake yang banyak memberinya hadiah. Entah mengapa dia yakin kalau Jake ada maunya. “Ini ada cokelat hangat,” kata Lily. Wanita itu meletakkan tatakan cangkir di atas meja. Robin membantu Lily mengambil cangkir untuknya dan untuk Emma. Tapi Emma bukannya menghabiskan waktu lebih lama di ruang keluarga setelah Lily mambuatkannya minuman hangat. Gadis itu malah beranjak pergi. “Mau ke mana kamu, Sayang?” tanya Lily, “baru juga jam sembilan malam.” Emma tersenyum tipis. “Aku lupa kalau masih ada tugas,” katanya. Sebenarnya, Emma tak seratus persen berbohong. Dia memang ada tugas. Tapi hanya sedikit. Sekitar satu jam juga bisa dia menyelesaikan tugas itu. Itu pun juga bukan besok deadline-nya. Setelah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu, Emma meletakkan cangkirnya di meja belajar. Dia lalu membuka lagi kado dari Jake.
Saat jam istirahat siang, Jake dan Ethan kelimpungan mencari Tony dan Emma di kelasnya. Mereka bertanya-tanya ke mana perginya dua orang itu. Jake yang paling penasaran. Tentu saja. Setelah duduk di meja kantin, Jake lalu menelfon Emma. Karena tak ada tanggapan dari gadis itu, dia lalu menelfon Tony. “Aku yakin sih ini mereka pasti pergi berdua,” kata Jake selagi menunggu panggilannya mendapat respon dari Tony. “Kayaknya sih,” sahut Ethan sambil menyendok basonya. “Kamu bolos bareng Emma ya?” kata Jake setelah mendengar suara Tony dari seberang. “Bolos ... bolos kepalamu? Aku lagi jenguk Emma di rumah sakit,” sahut Tony. “Rumah sakit?” ulang Tony, “Emangnya Emma sakit apa?” “Ceritanya panjang. Entar juga kamu tahu sendiri kalo ke rumah sakit,” sahut Tony. “Di rumah sakit mana?” tanya Jake. “Biasa. Yang deket sama rumah Emma,” sahut Tony. “Siapa yang sakit?” tanya Ethan setelah Jake meletakan ponselnya di atas meja. “Emma,” jawab Jake. “Sakit apa?” sahut Ethan. Dia membelala