Saat berada di dalam bus 1, Laura baru tersadar kalau ponselnya hilang. Dia meminta sopir bus 1 agar tidak berangkat dulu dan turun lagi dari bus untuk masuk ke toko oleh-oleh mencari ponselnya ditemani Panji dan Hendrawan."Tadi jalan kemana aja, Bu Laura?" tanya Panji sembari menyusuri lorong rak baju wanita."Di sini-sini aja kok, Nji. Sama di kamar pas yang itu ...," jawab Laura dan tersadar kalau ponsel yang dia pegang memang jatuh saat meronta di pelukan Joel tadi.Akhirnya dia berkata lagi, "Sepertinya hilang, Nji, Hen. Kita balik ke bus deh. Besok aku beli ponsel baru kalau sudah sampai di Yogya aja."Kedua pemuda itu pun menuruti keinginan Laura dan kembali bertiga naik ke bus 1.Laura merasa gelisah, dia cemas Joel yang mengambil ponselnya dan membuka-buka file di dalamnya tanpa seizinnya. Kehidupan pribadinya ada di dalam ponsel itu. Pesan-pesan dengan kedua suaminya dan foto-foto bersama keluarga kecilnya yang aneh bagi orang awam. Dia pun menghela napas dengan berat.Sebe
James sudah bersiap-siap menjemput istrinya di kampus setelah menjalani 5 hari study tour ke Bali dengan bus pariwisata. "Halo, Honey. Sudah sampai mana?" tanya James di telepon. Dia baru saja memasak sarapan untuk Jacob dan Joshua."Halo, Baby boy. Maaf, sepertinya aku akan terlambat sampai di Yogya. Bus yang aku tumpangi mogok di Banyuwangi setelah turun dari kapal feri," jawab Laura dari dalam bus 1.Memang bus 1 sempat mengalami mogok di jalan dan saat ini sedang dibetulkan oleh montir panggilan di pinggir jalan kota Banyuwangi. "Ohh ... apes banget sih! Apa sudah selesai dibetulin atau masih mogok di sana, Laura?" tanya James lagi sambil duduk di sofa ruang tengah."Lagi dicoba dinyalain mesinnya sama sopir busnya, James," jawab Laura sambil mengipas-ngipasi wajahnya karena cuacanya agak panas dan AC busnya mati."Hmm ... ya sudah, kalau sudah sampai Solo, kabarin ya Sayang?!" ujar James tak sabar ingin bertemu lagi dengan istri tercintanya."Oke, James. Bye, kututup teleponnya
"Baby boy, apa Jake dan Josh sudah sembuh total?" tanya Laura di dalam mobil Fortuner putih yang melaju kencang. Dia sedikit meringis karena James mengemudikannya lumayan kencang."Mereka sudah sehat kok, nggak batuk lagi. Jangan kuatir, Honey," jawab James yang masih fokus menyetir.Tak perlu waktu lama bagi James mengantar pulang istrinya ke Jasmine Park apartment. Dengan penuh semangat dia menurunkan koper Laura dari mobil dan menyeret koper itu sembari menggandeng mesra tangan Laura menuju ke lift."TING."Lift itu akhirnya sampai di lantai 8 lalu mereka berdua menuju ke unit 8002 milik Reynold. Saat Laura masuk ke dalam apartment kedua putera kembarnya berlari menghambur memeluk mommy kesayangan mereka."MOM!" seru Jacob dan Joshua serempak sambil tertawa gembira karena mommy kesayangan mereka akhirnya pulang juga setelah 5 hari yang terasa begitu lama."Aku rindu masakan Mom, masakan rumah sakit buruk sekali rasanya!" ujar Jacob dengan wajah berbinar ceria menggandeng Laura ke a
Setiap sentuhan James di tubuhnya seolah menyalakan gairah Laura. Suaminya itu bagaikan seorang alpha di cerita-cerita werewolf yang kadang ia baca di waktu senggangnya. Dan di sinilah ia terjebak dalam permainan cinta sang Alpha James. Bukan hutan larangan atau tebing tempat melolong menatap bulan purnama. Hanya sebuah kamar mandi yang suhunya mulai terasa hangat di kulit telanjangnya yang basah dan licin sehabis berendam di bathtub bersama James.Tangan James terulur membantu Laura keluar dari bathtub. Dia menempatkan keset kering di depan kloset duduk. "Berdirilah di sini, Honey!" pintanya yang dituruti Laura. Dengan lembut James mengeringkan tubuh Laura dengan handuk, dia senyum-senyum melirik wajah Laura yang penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan bersama. James bersenandung merdu lagu Charlie Puth 'Dangerously' yang mendapat tawa geli dari Laura."I loved you dangerously more than the air that I breathe. Knew we would crash at the speed that we were going. Didn't care i
Saat terbaring di bawah tubuh Reynold, dia selalu menerima sebuah perasaan memuja yang begitu kuat. Suami keduanya itu berbeda dengan James yang begitu dominan. Reynold lebih santai dan senang merayunya dengan kata-kata manis.Kecupan-kecupan yang pasti menimbulkan kiss mark itu menjalar di collar bone Laura. "Aku merindukanmu, Cantik," gumam Reynold sembari membelai tubuh indah istrinya."Aakkhh ... Rey, isapanmu terlalu bersemangat!" rajuk Laura saat puncak buah dadanya disedot kencang oleh Reynold.Perlahan Reynold melebarkan pangkal paha Laura lalu menyusupkan lidahnya ke tengah lipatan merah muda itu. Dia rindu dengan rasanya dan ingin cairan cinta istrinya sebanyak mungkin seiring kepuasan yang pasti dirasakan Laura."Oohh ... Rey ...," panggil Laura sembari memejamkan matanya dengan tubuh bergetar hebat saat dia klimaks.Setelah puas mencecap cairan cinta Laura, dia pun meleburkan batang kejantanannya yang sudah sangat tegang ke dalam tubuh Laura lalu mulai berpacu di atasnya.
Pagi hari berikutnya setelah mengantar putera kembarnya ke sekolah, Laura berangkat ke kampus seperti biasanya. Namun, ada yang berbeda di kampus. Banyak yang berbisik-bisik menunjuk ke dirinya dan tatapan tajam penasaran dari orang-orang yang berpapasan dengan dirinya di kampus. Akhirnya setelah melihat apa yang menjadi pusat perhatian di papan pengumuman lobi laboratorium Makroanatomi yang juga tempat menuju lift gedung utama kampus FKH UGM. Hati Laura mendadak dingin membeku. Telapak tangannya menutupi mulutnya yang terperangah terkejut kertas print screenshot percakapan mesranya dengan Reynold dan foto keluarga kecilnya terpajang di papan whiteboard. Mahasiswa segala angkatan melihat kertas itu dengan berdesakan di situ.Tiba-tiba Laura merasa pandangannya gelap dan tubuhnya lemas, dia tak sadarkan diri dan hampir mencium lantai kalau tidak ditangkap sepasang lengan kekar yang sangat ia kenal.Lengan yang kokoh itu menggendongnya menuju ke kantornya tanpa memedulikan bisik-bisik
"LAURA!" seru James panik ketika mata istrinya terpejam sekali lagi dengan tubuh yang terkulai lemas di pelukannya.Dengan segera James menggendong tubuh istrinya menuju ke parkiran mobilnya. Dia ingin membawa Laura ke rumah sakit karena sudah dua kali pingsan pagi ini. Entah apa penyebabnya, tetapi ada banyak hal yang membuat Laura kelelahan. James merasa bersalah karenanya.Mobil Fortuner putih itu melaju meninggalkan kampus FKH UGM menuju ke Rumah Sakit Panti Rapih. Sambil menyetir mobilnya, James menjaga Laura yang masih pingsan terbaring di kursi penumpang sebelahnya. Tadi dia memang menurunkan sandaran kursi agar tubuh Laura tidak merosot ke samping dan mengikatnya dengan sabuk pengaman.Sesampainya di depan lobi IGD, James menarik hand rem mobilnya dan bergegas menggendong Laura masuk ke IGD."Suster, tolong istri saya pingsan sudah dua kali pagi ini!" seru James di meja pendaftaran pasien IGD."Mari dibaringkan di bilik 2, Pak. Segera saya panggilkan dokter jaga," ujar Suster
Cuaca kota Yogyakarta sore itu hujan gerimis, rintik air hujan mengetuk-ngetuk kaca jendela di Intercontinental Residence. Sementara James menyeduh teh di dapur untuk Laura dan dirinya, satu mug berdua. Laura sedang bergelung di sofa depan TV, kebetulan sekali di stasiun TV channel berlangganan dia menemukan film Oppa favoritnya, Park Seo Joon. Cukup menghibur hatinya yang sedang mendung gelap seperti cuaca buruk sore itu."Honey, teh hangatnya ...," ujar James sembari menyerahkan mug berisi teh manis ke tangan Laura. "Thank you, Baby Boy. Mmm ... manis tehnya seperti senyummu," ucap Laura menggombali suaminya.James mencubit pipi Laura yang merona dengan gemas lalu ia melihat acara yang sedang ditonton oleh istri tercintanya, dia pun berdecak, "Tsskk ... muka Oppa mu itu plagiat banget sama wajah gantengku! Matiin ya TV nya?""Eeehhh ... jangan!" sergah Laura cepat-cepat merebut remote dari tangan suaminya. Teh di mug yang dipegang Laura nyaris tumpah dan langsung digenggam oleh