GoodReaders!! Maafkan hari ini Author hanya upload 1 Bab, dikarenakan hari ini full kegiatan. Sebagai ganti, besok Author up 3 bab untuk kalian..... Maapken yaa... ^,^
Ada satu hal yang menahan Elara untuk mengungkapkan dan bertanya langsung pada pria bermanik kelabu itu, yakni rasa takut.Bukan hanya satu kali Elara mengetahui Arion yang telah membohonginya. Dan itu bukanlah kebohongan kecil.Mendengar kalimat menyakitkan itu, Elara sudah sangat terpukul.Ia yang baru saja membiarkan tumbuh, benih-benih rasa nyaman dan suka pada keberadaan Arion, mendapati kalimat itu keluar dari mulut pria tersebut.Menanyakannya langsung, ia tidak sanggup menghadapi resikonya. Yakni, pengakuan Arion yang membenarkan kalimat-kalimat itu.Elara tidak merasa sanggup untuk mendengar pembenaran itu.Begitu pun sebaliknya.Jika Arion mengelak, menyanggah, ia pun sama merasakan sakit itu. Karena rasa percaya itu sudah pupus bersamaan dengan satu demi satu kebohongan yang pria itu berikan padanya.Apa arti satu penyanggahan Arion bagi Elara?Tidak ada. Karena ia akan tetap percaya, bahwa Arion bicara dusta.Itulah yang semula ada dalam pikiran Elara.Ia akan berkeras hati
“Tampaknya ini akan berjalan sesuai yang kau inginkan, Ella.” Lucas tertawa kecil dengan gelas di tangannya.Pria itu dan Isabelle tengah menikmati makan siang mereka di restoran yang berada di Moon Park Hotel.“Yang aku inginkan? Mungkin maksudmu, yang kau inginkan,” koreksi Isabelle pada Lucas yang duduk di seberang.Tentu ia ingin menanamkan, bahwa apapun yang akan terjadi berikut efeknya, adalah karena gagasan dan juga pengaturan Lucas.Ia tidak bisa mengambil resiko diketahui Arion menjadi otak dibalik apapun itu yang terjadi nanti.“Oh iya. Kau benar. Aku yang menginginkannya,” Lucas terkekeh. “Kau terlalu polos dan terlalu baik hati, Ella. Sampai hal yang seharusnya kau lakukan pun, tidak kau lakukan.”Lucas berdecak --seakan menyayangkan kenaifan Isabelle. “Jika kau terlalu lembut hati, kau akan dipandang sebelah mata dan diinjak oleh gadis-gadis lain yang menginginkan Brother Ari
“Tentang kita. Aku dan kau.”Arion menatap Elara lekat dan menemukan sorot yang terlihat lelah di sana. Pria itu kemudian hanya mengangguk.“Baiklah jika itu keinginanmu.”Elara mengangguk pelan. “Terima kasih.”“Tapi tidak dengan menjauhi ku. Paham?” Arion buru-buru menambahkan.Manik zamrud Elara begitu bening saat itu terarah dan mencari-cari di mata Arion. Pria itu tentu tidak merasa memiliki motif tersembunyi dari kalimatnya sekarang.“Aku tidak akan mengganggumu. Kau bisa melakukan apa yang kau inginkan, aku juga tidak akan menggodamu, kecuali kau menginginkannya. Bagaimana?” Arion menawarkan jaminan lainnya.“Just… stop being cold-hearted towards me, okay?” (Hanya saja… berhenti bersikap dingin padaku, oke?)Anggukan kepala Elara kemudian menjadi letupan senang di dalam diri Arion.Ya, ia mendapati dirinya membenci sikap dingin Elara kemarin padanya dan sebisa mungkin, ia harus mendapatkan janji Elara untuk tidak lagi memberinya tatapan datar dan tanpa binar itu.Arion menarik n
“Wow… kau keliatan luar biasa.” Sosok itu telah berada di hadapan Elara.Kedua matanya memindai penampilan Elara dan berdecak kecil --mengagumi sekaligus mencemooh. “Kau lumayan juga setelah didandani, terlihat sedikit berkelas. Tidak akan ada yang mengira kau dari kelas rendahan.”Melihat Elara yang tetap diam dan hanya menatapnya, Lucas --sosok itu, membuka mulutnya lagi. “Bagaimana rasanya menggunakan uang mudah, hm?” Kalimat terakhir Lucas itu, berhasil memancing reaksi Elara.Arion memang mengirim uang besar padanya tempo hari, tapi apa yang ia kenakan dan ia belanjakan, menggunakan uangnya sendiri. Uang kompensasi yang diberikan Tony White waktu itu.Elara pun menjadi gusar.“Mengapa Anda tampaknya senang sekali menggangguku, Tuan?” Kedua mata Elara menatap lurus --tepat di manik mata milik Lucas. “Aku tidak ingat pernah menyinggung Anda, di mana atau kapan pun.”Lucas tertawa miring, lalu mengambil satu langkah lebih dekat lagi pada Elara.“Tentu saja kau telah menyinggungku, N
Elara mengulurkan tangannya ke dinding, untuk menopang tubuhnya yang terasa sedikit lemas.Ia baru mau keluar dari ladies room, tempat yang ia anggap paling tepat untuk ia tuju, saat pandangannya terasa berkunang-kunang setelah kepergian Lucas sebelumnya.Bahkan untuk mencari pintu keluar dari ballroom, ia merasa tidak sanggup sehingga toilet wanita ini lah yang menjadi tujuannya untuk mengamankan dan menenangkan diri --menjauh dari kerumunan untuk beberapa saat.Apa yang ia dengar dari pria asing teman Isabelle itu, bagai godam yang lagi-lagi menghantam dadanya.Elara merasa sesak dan tidak ingin berada di tempat ini lebih lama lagi.Ia bahkan terlupa pada Jeanne --yang mungkin saat ini masih bersenda gurau dan menikmati waktunya.Sekalipun Elara teringat Jeanne, gadis itu kemungkinan besar tidak bersedia mengganggu sahabatnya.Tidak, setelah semua usaha yang Jeanne lakukan untuk berdandan dan juga mendandaninya.Gadis bermanik zamrud itu menarik napas sangat dalam dan mengembusnya p
Itu langkah yang benar-benar lebar disertai entakan cepat beradu lantai granit hotel.Tidak ada yang menghentikan dan menghalangi Arion, tatkala pria itu dengan gusar menuju lift dan langsung naik ke lantai di mana suite Isabelle berada.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Arion untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia menghubungi Garvin yang lantas dengan efektif, mengatakan bahwa dari rekaman CCTV di ballroom Moon Park Hotel, Elara terlihat didatangi oleh Lucas Enzo.Setelah itu, Elara tidak terlihat bicara lagi dengan siapapun dan itu jelas menjadikan Lucas sebagai tersangka utama.Kini Arion telah berada di Moon Park Hotel dan meninggalkan Elara di apartemen mereka --gadis itu memilih berdiam di kamarnya dan meminta membicarakan masalah mereka besok.Elara ingin menenangkan diri dan memikirkan segala sesuatunya.Arion ingin sekali memaksa gadis itu bicara padanya malam ini juga, namun ia tiba-tiba menjadi tidak berdaya saat melihat sorot lelah dari manik zamrud itu.Binar indahnya mered
“Brother, kau tidak bisa menyalahkan Ella. Aku yang menyapa gadis itu dan mengatakan bahwa kau punya calon tunangan,” Lucas segera melakukan pembelaan pada Isabelle.Itu dikatakan dengan setenang mungkin, meskipun Lucas merasa sedikit khawatir dan takut membuat Arion kian marah.Ia begitu percaya diri saat sebelumnya, bahwa hal seperti ini, mungkin tidak akan terlalu dipedulikan oleh Arion. Bahwa membuat gadis itu tahu Arion sudah memiliki calon tunangan, tidak akan membuat penerus AE Group tersebut akan mengusir Isabelle.Lucas tidak ingin memercayai kenyataan bahwa ternyata Arion benar-benar tidak senang dan bahkan dengan tegas hendak mengirim Isabelle pulang ke Sacramento.Namun apa yang ia lihat saat ini, tidak bisa dipungkiri lagi, ia memang telah membuat pria itu tersinggung.“Bersiaplah,” ujar Arion lagi pada Isabelle. “Dalam dua jam ini mereka akan menjemput dan mengawalmu pulang.”Usai mengatakan keputusannya yang nyaris mutlak itu, Arion berbalik dan pergi --tanpa repot-repot
Elara berhenti tidak jauh dari posisi Arion duduk.“Maaf aku berantakan, aku tidak membersihkan diri dulu dan--”“Kau tetap terlihat cantik,” putus Arion.Pria itu tidak berbohong. Ia bahkan tetap tak berkedip saat memandang gadis bermanik zamrud yang terlihat acak-acakan, namun tetap di mata Arion, Elara bahkan terlihat sensual dengan tampilan berantakan dengan gaun malam itu.Pria itu bangun dan menarik kursi untuk Elara duduk. “Duduk dan makanlah. Isi dulu perutmu.”Elara menjatuhkan tubuh di kursi yang ditarik Arion lalu menatap ke atas meja. Di sana telah tersedia avocado toast dan beberapa iris bacon, serta jus jeruk yang terlihat segar.“Jika kau mau susu, aku akan mengambilkannya,” kata Arion saat Elara tidak kunjung bergerak dan hanya menatap makanan itu.“Tidak perlu,” geleng Elara. “Ini cukup.”Arion tersenyum dan kembali duduk untuk memerhatikan gadis itu menikmati sarapannya.Seumur hidupnya, Arion tidak pernah menyiapkan sarapan untuk siapapun. Elara adalah wanita pertam
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e