GoodReaders! Sebenarnya hari Minggu adalah jadwal Author libur update .. ^^ Tapi Author kasih 1 dulu yaa, dilanjut besok lagi. Thanx untuk kesetiaan kalian. ^,^
Elara berhenti tidak jauh dari posisi Arion duduk.“Maaf aku berantakan, aku tidak membersihkan diri dulu dan--”“Kau tetap terlihat cantik,” putus Arion.Pria itu tidak berbohong. Ia bahkan tetap tak berkedip saat memandang gadis bermanik zamrud yang terlihat acak-acakan, namun tetap di mata Arion, Elara bahkan terlihat sensual dengan tampilan berantakan dengan gaun malam itu.Pria itu bangun dan menarik kursi untuk Elara duduk. “Duduk dan makanlah. Isi dulu perutmu.”Elara menjatuhkan tubuh di kursi yang ditarik Arion lalu menatap ke atas meja. Di sana telah tersedia avocado toast dan beberapa iris bacon, serta jus jeruk yang terlihat segar.“Jika kau mau susu, aku akan mengambilkannya,” kata Arion saat Elara tidak kunjung bergerak dan hanya menatap makanan itu.“Tidak perlu,” geleng Elara. “Ini cukup.”Arion tersenyum dan kembali duduk untuk memerhatikan gadis itu menikmati sarapannya.Seumur hidupnya, Arion tidak pernah menyiapkan sarapan untuk siapapun. Elara adalah wanita pertam
“Melihat reaksimu yang seperti ini, wajar jika aku ragu untuk mengatakannya sejak lama.”Elara benar-benar terdiam.Gadis itu terlihat bersusah payah mengumpulkan kesadarannya kembali, untuk segera mencerna informasi yang baru saja ia terima.Informasi yang jelas menghantam dadanya. Lagi. Dengan cara berbeda.Arion menatap dalam gadis di depannya.“Just… listen to me,” Suaranya rendah dan terdengar sedikit serak. Serupa memohon, namun tetap terlihat agung. “Jangan pergi hanya karena ini. Ok?”Manik zamrud itu menantang sang pria. Menatap lekat --tak kalah lekat, seakan ingin membaca semua yang ada di balik kilat kelabu itu.Ada sesuatu yang seksi dari cara Arion menatapnya.Pancaran aneh yang seakan menyatakan bahwa pria bermanik kelabu itu benar-benar membutuhkannya --menginginkan dirinya dengan teramat sangat. Seolah ia akan mati jika tanpa dirinya.Elara mungkin hanya bermimpi --memimpikan hal itu, karena mungkin ia mengharapkan itu benar-benar terjadi.Tapi…Kalimat mengiris hati
“Apa yang kau dapatkan?”Langkah Arion begitu lebar dan cepat --ini hal baru yang ditemui oleh Max pada diri Arion yang selalu bersikap tenang, datar dan tak terbaca, membuat siapapun akan kesulitan untuk menebak isi pikirannya atau bahkan tindakan yang akan diambilnya.Itulah yang membedakan seorang Arion Ellworth dengan lawan-lawannya, yang membuat Arion bergerak tanpa terbaca dan lebih dulu mengetahui pergerakan lawan.“Sebaiknya ini benar-benar bagus, Max.”Max mengangguk lalu membukakan pintu satu ruangan untuk Arion masuk.Ruangan itu luas dan berisi beberapa orang yang tampak sibuk di belakang monitor. Mereka semua serempak menghentikan kegiatan mereka dan berdiri memberi hormat pada Arion.Dengan satu lambaian tangan yang singkat, mereka kembali dengan kegiatannya masing-masing di sana.Arion mengambil kursi berlapis kulit mahal dan duduk dengan cepat di sana. Posisinya berada satu level lebih tinggi di
Ian Palmer memberi kode pada Dianne untuk menemani Tina, sementara ia kemudian membawa kedua petugas polisi itu berbincang sedikit menjauh dari sana.Dianne langsung duduk di samping Tina dan memegangi tangan ibunya itu. “Apa yang diambil perampok Bu?” tanyanya cemas.Mereka sudah tidak memiliki apa-apa, lalu mengapa perampok sampai datang ke rumah mereka?Apa lagi yang bisa diambil dari rumah ini?“Se-semua… perhiasanku… tidak ada… mereka me-mengambilnya…”“Perhiasan apa?“ Dianne terkejut. “Ibu sudah tidak punya perhiasan, kita sudah menjualnya semua untuk bayar hutang kartu kredit Ibu, kan?”“Perhiasanku! Yang aku sembunyikan di brankas kecil di lemari!” pekik Tina histeris. “Aku masih memiliki beberapa!”“Kenapa bisa--” Dianne tersentak. “Jangan bilang kalau saat itu Ibu membohongi Paman Tony soal investasi??”
“Silakan Nona kembali ke dalam. Jika Nona perlu sesuatu dari luar, kami akan membawakannya untuk Nona.”‘Sial!’ Elara mengumpat dalam hati.Gadis itu baru saja ingin keluar. Siapa sangka, begitu ia membuka pintu, satu sosok bertubuh tinggi besar langsung menghadang tepat di depan pintu dan melarangnya keluar.Tanpa banyak kata, Elara menutup pintu dengan setengah membantingnya dan berjalan gusar ke pantri.Ia menuangkan segelas air putih, untuk menenangkan diri dan duduk setelah mengempas kasar bokongnya di salah satu kursi terdekat.Sejak ia bangun tadi, ia tidak mendapati Arion di manapun. Semula ia mengira Arion sudah kembali. Ternyata pria itu belum kembali.Ini sudah jam 10 pagi.“Hah! Biar saja jika dia tidak mau pulang!” gerutu Elara lalu meneguk air dalam gelas hingga tandas dan meletakkannya kasar ke atas meja, hingga terdengar berdentang cukup kencang.Jari jemarinya yang lentik mengetuk meja. Sesaat berikutnya ia kembali mengisi gelas dengan air putih lalu melangkah menuju p
“Hey apa nih?!” Kedua mata Jeanne melebar saat melihat dua lelaki yang berdiri di depan pintu apartemen yang akan ia tuju.Sungguh, ia terkejut. Begitu tiba di apartemen dan di depan unit yang disebutkan Arion melalui pesan teks, ia mendapati kedua orang sangar ini ada di depan pintu.“Apa aku salah tempat yah?” Jeanne bergumam lalu membuka lagi pesan dari Arion. “Ini unit 1016. Benar.”Gadis itu melirik pada dua lelaki bertubuh besar tegap itu. “Apa ini… unit 1016?” Kalimat retoris Jeanne hanya untuk membuka percakapan dirinya dengan para lelaki tampak sangar tersebut.“Kau siapa? Ada perlu apa?” Salah satu dari kedua orang itu bertanya datar dengan suara yang cukup membuat Jeanne urung maju, karena takut.“Aku.. teman Elara. Arion memintaku datang untuk menemani--”“Oh Nona! Maafkan kami, silakan masuk!”Belum sempat Jeanne menuntaskan kalimat penjelasannya, kedua orang itu tampak terkesiap begitu mendengar nama Arion keluar dari mu
“Jadi Arion bilang, itu baru calon? Belum benar-benar menjadi tunangan?”Elara mengangguk pelan, menjawab cecaran pertanyaan Jeanne sedari tadi.“Jadi apa masalahnya? Itu baru calon, Sayang! Calon. Baru. Mau. Akan. Itu pun kalau jadi dan kalau Arion nya mau. Kau bilang tadi, Arion mengatakan tidak mau?”“Ya. Dia bilang karena kami sudah menikah. Karena dia telah menikah denganku.”“Ya memang seharusnya begitu. Lalu?” Jeanne mengernyit.“Jika kami belum atau tidak menikah, apakah itu berarti dia akan bertunangan dengan perempuan itu?” keluh Elara.Jeanne yang mendengarnya, memiringkan kepala. “Memang kau berharap apa?”“Apa?” Kepala Elara terangkat lalu menggeleng lemah. “Tidak, aku tidak berharap apa-apa.”“Masa?”“Ah, aku tahu!” cetus Jeanne lagi dengan suara keras. “Kau berharap mendengar ‘aku tidak menerima pertunangan itu, karena aku mencintaimu’! Iya kan?”“Kau gila.”“Aku gila, tapi aku benar,” dengkus Jeanne sambil mencibir.Elara menggigit bibirnya --menampik perkataan ngawur J
Dear all ReeFellows teman setia Elara dan Arion,Author mo curhat yang dikit lebay nih yah…Author terkaget-kaget saat cek GEMS* dari kalian semua, itu melimpah dan saling susul menyusul.Terima kasih banget Author ucapkan. Hadiah GEMS kalian Author terima sebagai bentuk apresiasi dan dukungan luar biasa dari kalian.Saking terharunya, kemarin Author pun langsung semangad menulis sampe lupa waktu *neguk kopiMeski linu, pantat panas dan sedikit sakit pinggang kebanyakan duduk berjam-jam di depan laptop, tapi demi membalas apresiasi kalian, Author rela.. #AhiiwwAlhasil, untuk kalian kesayangan Author, 5 bab hari ini on the go!. #Yeaayy!!Pokoknya, gitu deh. ^,^So…. Thank You So Much dan Enjoy 5 Bab kalian spesial hari ini!!==== * * * ===Buat yang belum tahu apa itu Gem di GoodNovel;*GEMS (yang bergambar berlian biru itu tuuh) diberikan untuk buku yang kalian baca, saat kalian menekan “VOTE” di kanan bawah setiap Bab/Chapter berdampingan dengan kolom “Komentar”. Bagaimana cara mem
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e