Keterkejutan Isabelle bahwa Elara tidak tahu apa-apa soal siapa sesungguhnya Arion, membuat perempuan itu tertegun.Namun itu hanya sekejap, karena sepersekian detik selanjutnya, ia tersenyum puas dalam hati.‘Jika dia tidak tahu, maka dia tidak perlu tahu. Ia tidak akan mau menjauhi Arion jika tahu Arion adalah pewaris paling kaya dan berkuasa di negara bagian ini!’Isabelle berdeham kecil. “Ya, kau benar Nona Willow. Itu sama sekali bukan hal hina. Dan aku tidak pernah merendahkan siapapun atau bermaksud demikian.”Isabelle mengulurkan tangan dan memegangi tangan Elara dengan tatapan memohon. “Jadi, tolong maafkan temanku, hm? Ia terlalu emosional dan memang sembrono. Ia terlalu… tidak terbiasa dengan kesenjangan sosial..”Elara mengembus napas. “Tidak apa-apa, Nona Goldwin. Aku tidak memikirkan itu.”Gadis bermanik zamrud itu ikut berdeham dan berkata lagi, “Jika tidak ada hal lain, aku permisi dulu. Aku memiliki urusan lain.”“Oh, baik. Maafkan aku,” Isabelle melepas pegangan tanga
Di luar gedung apartemen di Crescent Ave.“Apa Bos akan menyukainya?”“Bukan Bos yang harus di khawatirkan. Tapi Nona. Kalau Nona tidak menyukainya, Bos tidak akan menyukainya.” Seorang lelaki bertubuh tegap dan tattoo di punggung tangan kirinya membuang rokok yang baru saja diisap.“Dan jika Bos tidak suka…” Ia menggantung kalimat.Rekan di sebelahnya langsung bergidik ngeri. “Kenapa tugas kita menjadi aneh seperti ini.”Mereka cukup resah mendapatkan tugas aneh dari Bos mereka. Urusan melukai, menculik, menghajar sampai membunuh, mereka sudah biasa dan tidak memiliki rasa takut sama sekali.Namun tugas kali ini, membuat mereka diliputi kekhawatiran.“Kita masih beruntung bisa mendapat petunjuk dari sini,” Ia menunjukkan ponselnya dengan layar pencarian yang menunjukkan beberapa judul artikel ‘Kejutan Romantis’ atau judul semacam ‘Bagaimana Membuat Pasangan Anda Terharu’ dan sejenisnya.“Yeah,” tanggap si lelaki ber-tattoo.Beberapa saat lalu, mereka memang mendapat tugas dari Arion
“Tu-tunggu-- Ah!” Lagi, Elara mendesah spontan saat Arion bergerak dengan lebih agresif dan membuat Elara nyaris kehilangan keseimbangan.Lututnya sudah terasa seperti jeli. Kedua tungkai kakinya pun mendadak kehilangan kekuatan.Tubuh Elara merosot, namun kedua lengan kokoh Arion menahan tubuh gadis itu.Arion melepas cumbuannya di leher Elara dan membungkuk.Dengan sekali entakan, tubuh gadis itu berada dalam gendongannya.“A--rion…” Napas Elara tersendat.Ia bisa merasakan gerah menyerbu setiap lipatan tubuhnya dan rasa hangat yang asing menjalari setiap persendiannya.Ia ingin memberontak, melawan, menahan, memprotes --apapun itu, untuk menghentikan Arion dari membuatnya mabuk.Ia harus tetap dalam keadaan sadar.Mereka belum bicara. Dia belum menginterogasi pria ini.Bagaimana…Bagaimana bisa Elara justru pasrah dan membiarkannya begitu saja?Ia harus melawan ‘arus hangat cenderung panas’ yang menyesatkan ini!“He-hentikan Mi-mister Arion…”Itu dimaksudkan menjadi kalimat peringat
Pintu besar berlapis baja itu, terbuka.Arion masuk ke dalamnya diikuti empat orang berwajah sangar dengan senjata di tangan mereka.Sumber pencahayaan dalam ruangan hanya berasal dari enam lampu temaram --lampu pijar yang sebenarnya sudah dilarang di seluruh Amerika, yang di pasang di enam titik dinding ruangan itu.Terdapat lima orang berpakaian gelap dengan masing-masing senjata di tangannya --serta Max yang langsung mengangguk memberi salam hormat pada Arion.Pria berwajah tampan namun dingin itu mematrikan tatapan ke arah seseorang yang duduk terikat oleh lakban yang mengelilingi tubuh dan tangan ke belakang. Begitu pula dengan kaki dan tak luput, mulutnya pun tertutup lakban.Langkah kaki Arion terhenti di depan seseorang tersebut tanpa melepas tatapannya yang berkilat tajam.Max yang sejak tadi sudah ada di dalam ruangan, segera melangkah --mendekat pada sosok yang terikat di kursi, dan langsung membuka lakban yang menutupi mulutnya dengan kasar.“Shit! Fuck you all! Mengapa kal
Elara mengesah dan mengembus napas --entah ke berapa kalinya.Kepalanya juga sudah mendongak dan melirik jam duduk serta susunan angka yang ada dalam layar ponselnya.Sama. Mereka menunjukkan angka yang sama. Jam 00:57 am.Sudah lewat tengah malam, namun belum ada kabar ataupun tanda-tanda Arion akan segera pulang.“Apa yang kulakukan?” Elara menggigit bibir bawahnya. “Apakah aku menunggu pria itu?”“Ya! Aku menunggunya! Ah, payah kau Elara Willow!” Gadis itu kemudian bangkit dari duduknya di atas sofa.“Tidak, aku normal kan? Yang kutunggu adalah suamiku sendiri. Itu pantas,” gumam Elara sambil menyugar rambut sisi kanan.Sesaat ia memandangi lantai ruang tengah yang masih dipenuhi kuntum mawar merah. Ia telah mematikan semua nyala lilin --khawatir terjadi hal yang membahayakan unit apartemen ini dan juga dirinya.Di luar kekhawatiran tersebut, Elara dapat melihat ‘hal manis’ dalam diri Arion, pria dingin yang tanpa aturan itu.Ia dilanda dilema.Sebelum menginjakkan kaki ke dalam un
“Itu masalahku, Lenora. Kupikir kau tidak perlu mencampurinya,” Arion menjawab setelah ia terdiam sepersekian detik.‘Tapi Arion, ini sudah terlalu lama.’ Suara di seberang sana tidak berputus asa. ‘Aku terpikir untuk mengundang mereka makan malam. Kapan kau bisa datang?’Arion mengeratkan pegangannya pada ponsel. “Aku sibuk.”‘Aku tahu kau sibuk, Arion. Tapi setidaknya luangkan waktu untuk pertemuan dua keluarga. Ini bukan masalah keluarga Goldwin saja, tapi keluarga kita juga akan terlihat buruk di hadapan publik.’“Lenora, aku--”‘Lakukanlah setidaknya satu kali saja. Kita makan malam dengan keluarga Goldwin. Mereka akan melihat bahwa kita masih memiliki rasa tanggung jawab.’ Lenora langsung memutus apapun penolakan Arion dan membuat pria itu merasa bersalah jika menolaknya.‘Setelah makan malam itu, kau boleh sibuk lagi. Oke?’ bujuk Lenora.
Elara terbangun dengan kaget.Kedua matanya terbuka dan merasakan satu bobot yang menekan pinggangnya. Ia melirik ke bawah.“A-apa--” Ia menahan mulutnya dari memekik.Satu tangan kekar dengan bulu halus yang maskulin terlihat melingkari perut gadis itu, membuat kedua kelopak mata Elara kian tertarik ke atas.Pupil matanya membesar karena terkejut.Kepalanya segera menoleh ke belakang dan mendapati seraut wajah tampan yang memukau, tengah terpejam dan tertidur dengan sangat pulas.“A-Arion…” desis Elara. Pria itu masih berposisi menyamping, memeluk Elara dari belakang.Kemeja pria itu masih sama dengan yang dikenakan semalam. Hanya saja, posisi lengan kemeja telah tergulung hingga siku, sehingga Elara bisa menyaksikan betapa kokoh dan jantannya lengan pria itu dengan salur urat yang begitu gagah.Kedua mata gadis itu mengerjap --mengusir pikiran aneh yang mulai hendak singgah.“Kapan ia pulang? Di mana ini?” Elara memindai sekitar dan baru menyadari dirinya berada di dalam kamar pria
Masih di hari yang sama.Itu menjelang petang saat Elara dan Jeanne menuju satu restoran di perbatasan San Francisco.Dua jam lalu, Jeanne baru saja mendapat panggilan dari pihak restoran tersebut, setelah sejak satu bulan lalu ia mengirimkan lamarannya ke sana.“Bukankah ini aneh?” Elara berdecak. “Kau seharusnya melamar posisi yang masih sesuai dengan jurusan atau gelarmu. Mungkin di bagian manajerial? Tapi kau malah melamar di bagian dapur. Apa itu masuk akal?”Omelan Elara bukan menjadi hal aneh dan mengagetkan di telinga Jeanne.Itu sudah bisa ditebak oleh sahabat Elara tersebut. Karenanya, Jeanne tutup mulut saat meminta Elara menemaninya datang ke restoran dan baru mengatakan posisi yang ia ambil, setelah mereka tiba di pelataran parkir.Jeanne benar-benar membiarkan Elara berpikir bahwa dirinya melamar untuk posisi marketing ataupun sekretaris.Dan jawaban ringan Jeanne, membuat Elara kian meradang karena kesal.“Kelak aku akan menjadi seorang istri. Karena itu, bekerja di bag