Part 46"Alyaa, kau sudah berani membantahku?""Aku tidak membantah, Mas. Aku mencontoh apa yang kau lakukan sekarang!" tegas Alya lagi. Ramdan mendengus. Apa boleh buat, dia pun segera menyantap mie instan di hadapannya. Karena rasa lapar yang amat mendera.Tersisa satu bulan lagi untuknya membayar hutang. Bagaimana caranya dia mengumpulkan uang sebanyak itu? Sedangkan uang yang sengaja ia tabung masih dibawah 50 juta.Penat dan rasa pusing sekaligus melanda secara bersamaan. Ia menatap gusar ke arah istrinya. Kemungkinan terburuk, dia akan keluar dari rumah ini. Ia tak tahu bagaimana respon Alya nanti.Hal itu pula lah yang membuatnya makin berjarak dengan Alya, seakan ada jurang pemisah. Kini Ramdan dan Alya hanya bertegur sapa seperlunya. Ia memandang istrinya, perutnya sudah terlihat membuncit, badannya pun mulai melar, membuatnya seperti itu menjadi tak bersemangat. Sangat berbeda dengan Risna yang semakin hari semakin glow up.***Mata Risna terbelalak saat melihat sebuah buk
Part 47Beberapa hari sebelumnya ..."Ka-mu ke-na-pa ter-li-hat ge-li-sah se-per-ti i-tu, Nak?"Dewangga menoleh ke arah ibundanya. Terdiam cukup lama memandang ke arah wanita yang sudah melahirkannya itu."Ka-mu ke-na-pa?""Aku ingin melamar Risna, Bu. Perasaan ini sungguh tak bisa kubendung lagi, aku rindu padanya. Apa perasaanku ini salah, Bu?""Ti-dak, Nak.""Aku sudah mengatakan perasaanku yang sebenarnya pada kakaknya itu. Dia bilangkalau aku benar-benar serius, aku harus datang menemui risna dan juga orang tuanya."Bu Hafsah memandangnya dengan tatapan yakin, menaruh harapan besar pada putra sulung nya itu. Dan berharap semoga Risna luluh dan mau kembali menjadi menantunya."Ka-lau ka-mu me-mang be-nar-be-nar cin-ta pa-da Ris-na, ma-ka per-ju-ang-kan di-a. Am-bil la-gi ha-ti-nya."Dewangga mengangguk mantap. Tak pernah ia seyakin ini. "La-ki-la-ki me-mang ha-rus be-ra-ni, ja-ngan di-am sa-ja. Pi-nang di-a lang-sung da-ri ke-lu-ar-ga-nya.""Baik, Bu, kali ini aku sudah mantap.
Part 48Hari ini seperti yang direncanakan oleh Risna, ia dan Dewangga pergi ke rumah sakit, menjenguk mamanya."Hati-hati di jalan, Risna. Kalau ada apa-apa hubungi kakak."Risna mengangguk mendengar ucapan kakaknya.Mobil yang dikendarai Dewangga mulai melaju membelah jalanan kota."Kamu sepertinya sudah kenal Jakarta dengan baik ya, Mas?""Ya, dulu kan aku pernah bekerja di sini selama beberapa tahun.""Ooh."Setelah sampai di tempat tujuan. Mereka berdua turun dari mobil."Mamaku dirawat di sini, Mas," ujar Risna seraya tersenyum getir.Dewangga mengangguk.Risna melangkah melewati koridor Rumah Sakit, sedangkan Dewangga mengekor di belakangnya."Risna ..." Panggilan lirih dari Bu Salamah membuat Risna terperanjat kaget. Ia benar-benar tak percaya sang ibunda memanggil namanya. "Mama? Tadi mama panggil aku 'kan? Mas, tadi kamu juga dengar 'kan?" tanyanya dengan hati yang berbunga. Ia menoleh ke arah Dewangga yang juga tengah tersenyum. Risna langsung memeluk ibunya yang tanpa ek
Part 49"Kamu menyalahkanku, Mas?""Iya! Karena semua gara-gara kamu!" seru Ramdan lagi."Bukan gara-gara aku, Mas. Tapi gara-gara Risna!""Aah, sudahlah! Capek aku debat terus denganmu!"Alya terdiam, seketika bulir-bulir air mata itu tumpah. 'Mas Ramdan, kenapa sekarang kamu tega membentakku?' Batin Alya nelangsa.Ramdan bergegas mandi hingga terlihat segar. Usai memakai kemeja warna biru langit dan celana jeans hitam. Dia memakai sepatu pantofelnya, lalu menyisir rambut biar terlihat rapi. Penampilannya terlihat begitu necis, terlihat seperti orang yang mau berkencan. Aroma parfum menguar dari tubuhnya. Sekilas ia terlihat sangat tampan, hal itu pula yang diakui oleh Alya."Kamu mau kemana, Mas?" tanya Alya."Keluar sebentar.""Mau ketemuan sama siapa?""Karina. Aku harus negoisasi dengannya.""Aku ikut!""Tidak bisa, Alya. Kalau kamu ikut bisa gagal rencanaku lagi.""Tapi--""Kau di rumah saja. Aku akan mengusahakan yang terbaik untuk kita."Ck! Alya berdecak melihat Ramdan meng
"Ada apa kamu datang menemuiku, Mas Ramdan?" tanya Karina tanpa berbasa-basi.Ia langsung duduk di hadapan Ramdan yang telah memesan meja di sebuah cafe. Dua gelas chocholate milkshake sudah terhidang di meja. Ramdan memang meminta Karina untuk bertemu dan berbincang sebentar."Mbak, mohon maaf sebelumnya. Bisakah aku meminta tambahan waktu untuk melunasinya? Aku sedang berusaha mengumpulkan uang, tapi jumlahnya masih kurang."Karina tersenyum kecut. "No. Tak ada tambahan waktu lagi. Seperti perjanjian awal. Aku hanya memberimu waktu tiga bulan saja. Minggu besok tepat tiga bulan dan kau harus melunasinya. Kalau tidak, kamu harus angkat kaki dari rumah itu."Ramdan hanya bisa menelan air ludahnya sendiri mendengar pernyataan tegas dari Karina."Aku sudah berbaik hati membantumu. Lagi pula, tempo hari kau menolak tawaranku untuk bekerja sama. Jadi mohon maaf aku tidak bisa membantumu lagi. Paham kan, Mas Ramdan?"Ramdan terdiam. "Aku paham kok alasanmu tak mau lagi membantuku. Karen
Part 50"Bu, tolong saya, Bu, saya Alya, istrinya Mas Ramdan. Tolong, Bu ...""Is-tri Ram-dan?"Alya mengangguk sambil menangis."Alya, jangan buat drama di sini! Aku tahu siapa kamu sebenarnya! Pulanglah, jangan buat ibuku--"Alya menggeleng. ""Saya mohon, Bu, sebagai sesama wanita,tolong dengarkan saya dulu. Ini mengenai mas ramdan dan masalahnya," ucap Alya lagi dengan nada bergetar."Jangan dengarkan dia bu, dia hanya ingin membuat ibu--Bu Hafsah mengangkat tangannya agar Dewangga berhenti bicara. "A-pa yang ma-u ka-mu ka-ta-kan, Nak?""Maaf kalau kedatangan saya membuat ibu dan Mas Dewa terkejut. Tolong jangan usir saya dulu, Bu. Sekarang saya sedang hamil anak Mas Ramdan, cucu ibu. Apa ibu tega mengusir saya malam-malam begini?"Alya menghela nafas. Dewangga yang melihatnya jadi sedikit muak. "Tolong izinkan saya menginap malam ini saja, Bu. Saya butuh ketenangan hati dan pikiran."Degup jantung sang ibu mertua makin berdebar kencang. Ia benar-benar tak menyangka istri kedu
Ibundanya hanya bergeming, pandangannya menerawang jauh."Bu?" panggil Dewangga saat menatap tubuh ibunya yang membelakangi."Hmmm ... i-bu ma-u is-ti-ra-hat du-lu, Nak."Dewangga menghembuskan nafas panjang, ia tahu saat ini pasti sang ibunda tengah bimbang dan perang batin."Ya sudah, ibu istirahat saja. Jangan pikirkan apapun ya, Bu. Semua pasti akan baik-baik saja," ujar Dewangga. Setelah mengatakan hal itu Dewangga keluar kamar ibunya, menutup pintu kamarnya dengan rapat. Ia berjalan keluar rumah. Memilih duduk di teras. Banyak sekali yang dipikirkannya saat ini. Pikiran tentang Risna yang menolaknya bahkan belum hilang dari ingatan. Ditambah sekarang dengan kehadiran Alya, istri adiknya itu pasti tengah merencanakan sesuatu."Mas?" panggil sebuah suara mengejutkannya. Tanpa disuruh, Alya langsung mendekati pria itu lalu menaruh segelas kopi panas di dekatnya. Wanita itupun tersenyum ke arahnya."Maaf, kalau aku lancang. Tadi aku ke dapur dan lihat ada kopi, jadi sekalian aja
Part 51Dewangga tersenyum membaca pesan dari Risna. Ada harapan dalam hatinya bahwa cintanya bersambut. Segera ia membalas pesan darinya, dengan jantung yang berdebar-debar. Apakah ini artinya Risna mulai membuka hati untuknya?[Iya, Dek. Aku selalu doakan semoga ibu cepat sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan keluarga] balas Dewangga.*** "Mbak Jum, biar saya aja yang rawat ibu. Saya juga menantunya ibu. Ingin berbakti pada ibu," ucap Alya seraya memilihkan baju ganti untuk ibu mertuanya."Jangan, Mbak. Nanti saya kena marah sama Mas Dewa," sahut Jumiroh."Gak mungkin. Mas Dewa gak mungkin marah sama Mbak Jum, paling marahnya sama saya.""Tidak usah, Mbak. Biar saya aja, apalagi mbak lagi hamil, jangan terlalu capek."Alya terdiam beberapa saat, kemudian ia bergegas ke dapur mengambilkan bubur hangat untuk ibu mertuanya. Ia juga mengambilkan air putih hangat untuknya. "Mbak, sekarang biar aku yang nyuapin ibu ya.""Jangan Mbak, nanti--""Tenang aja, bubur ini gak beracun kok. Kala