Part 26Alya menangis sesenggukkan. "Mas, kalau uangnya memang kurang. Minta bantuan ayah, Mas. Aku yakin, ayah akan membantu," ucap Alya."Iya, Sayang, kau tenang ya. Semuanya akan aku usahakan. Kau jangan khawatir.""Tolong ya, Mas, bebaskan aku," rengeknya lagiRamdan menganggu. "Kamu jangan stress Alya, kasihan bayimu."Hingga selesai jam kunjungannya, Alya habiskan dengan menangis. Mata perempuan itu tampak sembab dan juga merah. Tapi sekarang, perasaannya jauh lebih tenang karena sang suami pasti akan mengeluarkannya dari tempat terkutuk itu.Ramdan dan Hendra pun kembali pulang. "Ayah, kenapa mama tidak ikut pulang?" tanya bocah laki-laki mungil itu dengan polosnya."Tidak, Nak. Mama masih ada urusan di sana.""Aku kasihan sama mama kenapa nangis terus, Yah.""Iya, Sayang. Banyak nyamuk, badan mama digigiti nyamuk," sahut Ramdan sekenanya.Mereka sudah sampai di rumah, dan Ramdan langsung persiapan untuk pulang ke rumah orang tua Alya, terpaksa ia lakukan karena ia juga perlu
Part 27Lelaki itu tampak bingung. "Apa ini?" Keningnya lagi-lagi berkerut karena tak mengerti lembaran kertas yang dibacanya. "Tanda tangani saja surat yang sudah kubuat.""Surat macam apa ini, Risna? sungguh-sungguh tidak masuk akal!" keluh Ramdan lagi.Surat Tagihan Merawat Ibu MertuaLalu dibawahnya tertera rincian biaya dengan nominal yang cukup membuat shock Ramdan, 500 juta, nominal yang begitu kecil bila dibandingkan dengan pengorbanan Risna selama 10 tahun ini.Bukan hanya tagihan merawat ibu mertuanya, tapi juga biaya ganti rugi sudah menjadi istrinya.*Untuk harta dan semua aset, rumah, mobil dan aset lainnya yang telah dimiliki selama berumah tangga akan jatuh pada pihak yang tersakiti / dikhianati*Surat ini bersifat tetap dan tak bisa diganggu gugat. Bila salah satu pihak terbukti melanggar, maka siap dituntut hukuman penjara.Sudah disiapkan pula materai 10.000 di atas kertas itu."Apa maksudnya ini, Risna?! Kamu sudah gila ya!" pekik Ramdan. Kali ini wajahnya menegan
Part 28Seketika Pak Hadiwilaga terbungkam, wajahnya menegang. Ia terkejut dengan ucapan anaknya. "Ris-na?" lirihnya."Kenapa? Apa Papa sudah melupakan Risna?" sindir putranya lagi. "Tunggu, Reyhan! Apa kau tahu sesuatu tentang adikmu? Dimana dia? Papa juga ingin melihatnya."Reyhan hanya tersenyum masam. "Papa gak usah khawatir, urus saja keluarga baru Papa. Risna dan Mama biar aku yang bertanggung jawab. Sesuai janjiku, aku akan berjuang untuk mereka.""Kenapa kau yakin sekali? Papa takut kamu akan kecewa lagi seperti yang sudah-sudah, hanya dimanfaatkan oleh orang-orang tapi nyatanya nol besar. Risna sudah puluhan tahun hilang, mungkin anak itu sudah ti--""Pa!! Aku tak ingin berdebat dengan papa. Kali ini aku yakin, bahkan sangat yakin, bahwa aku akan menemukannya kembali. Dan membuat Mama sembuh dari sakitnya. Aku hanya minta sama Papa, untuk mendukungku saja, tidak lebih dari itu!"Pak Hadiwilaga kembali mengembuskan nafasnya dalam-dalam. Menatap putra sulungnya yang penuh den
Part 29"Lho, Pak Reyhan? Kenapa bisa ada di sini?" Risna bertanya-tanya karena kehadiran pria itu. Keningnya mengernyit tanda tak mengerti. 'Bagaimana bisa dia tahu alamatku dan datang ke rumah ini? Ada perlu apa? Aku tidak ada sangkut paut apapun dengannya. Apa aku pernah melakukan kesalahan?' Risna membatin"Risna ..." katanya terdengar sayu. Lelaki itu bahkan mendekat dan ingin memeluk Risna. Hatinya diliputi rasa haru. Karena ia yakin perempuan yang saat ini ada di hadapannya adalah sang adik."Maaf Bung, ada apa ya?" tanya Dewangga menghalanginya. "Dek, kamu kenal sama dia?" tanyanya. Tergambar jelas kalau ia merasa kebingungan."Aku kenal, Mas. Tapi aku gak tau ada apa dia kesini.""Ya sudah, ayo masuk dulu, kita bicara di dalam!" tukas Dewangga mempersilakan tamunya untuk masuk ke dalam rumah.Reyhan terpaku, perasaannya campur aduk jadi satu. Haru, senang, sedih. Ah, ia bahkan tak bisa mengungkapkannya lewat kata-kata. Ia hanya membeku menatap Risna, gadis kecil mungil itu
Part 30Braakk ...! Ramdan menutup pintu rumah dengan sangat kencang. Lalu menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa ruang tamu. Ia meraup wajah dengan kasar. Kesal, tentu saja.Mendapat perlakuan dari sang istri yang begitu buruk, terlebih kakaknya sendiri juga ikut memojokkannya. Rasa penat makin menjadi-jadi. Ia butuh uang. Tapi tak ada yang mau membantunya. Bahkan keluarga Alya semua angkat tangan.Kepalanya terasa begitu berat. Berat karena ia kurang istirahat. Bolak-balik melakukan perjalanan jauh tapi hasilnya nihil. Ia menghirup udara kuat-kuat, untuk mengurangi rasa sesak yang terjadi. Pusing. Pening dan semakin terasa berdenyut. Karena kelelahan, Ramdan tertidur di sofa.Saat terbangun, matahari sudah mulai tinggi. Ia terlonjak kaget dan bergegas ke kamar mandi usai melihat jam di dinding menunjukkan pukul sembilan pagi. "Astaga, aku malah telat ke kantor lagi!" gumamnya. Secepat kilat ia mandi setelah memejamkan mata dua jam lamanya. Ia pikir takkan kebablasan, memilih rehat sej
Part 31Sepulang mengunjungi Alya, Ramdan masih penasaran dengan Gibran. Ia pun bertanya ke polisi mengenai keadaan Gibran. Lelaki itu masih dirawat di Rumah Sakit khusus narapidanan, bila ingin menjenguk pun harus dengan pengawalan polisi agar tak terjadi sesuatu yang tak diinginkan."Silakan masuk, Pak, waktu Anda hanya sepuluh menit, kalau ada apa-apa segeralah keluar. Kami akan tetap berjaga di sini, dan ada cctv di dalam ruangan jadi Anda tak bisa berbuat macam-macam, semuanya terekam jelas melalui cctv," ujar petugas polisu saat Ramdan hendak mengunjungi Gibran. Sebelum masuk, Ramdan diperiksa dan digeledah lebih dulu agar tak membawa barang-barang yang mencurigakan atau barang berbahaya lainnya. Ia pun masuk ke dalam ruangan itu. Jantungnya berdegup lebih kencang.Ia melihat lelaki itu tengah berbaring. Sebelah kakinya diborgol ke sisi ranjang."Oh lihatlah, siapa yang datang!" sambut Gibran sinis. Ia tersenyum mengejek ke arah Ramdan."Kau mengenalku?" sahut Ramdan."Hahah te
Part 32"Menurutmu?" Dewangga tersenyum masam. "Sudah berkumpul semua dari pihak istri dan suami?" tanya salah satu petugas polisi."Sudah, Pak. Kita mulai saja agar prosesnya cepat selesai," sahut pengacara.Mereka mulai berbincang dari permasalahan yang terjadi dari awal."Pihak istri sah merasa dirugikan karena perselingkuhan ini terjadi sejak lama. Bukan hanya kerugian materil saja, melainkan juga rasa trauma yang dialami Bu Risna.""Atas nama kuasa hukum klien saya, saya minta maaf atas apa yang telah terjadi, dan meminta adanya penyelesaian dan perdamaian dalam perkara ini," harap Pak Hadiyan.Setelah dilakukan proses mediasi, akhirnya mendapatkan kesepakatan final antar kedua belah pihak.Terhadap pelaku laki-laki, kepadanya diberikan sanksi tambahan berupa denda sebesar 20 juta, yang nantinya uang tersebut ditransfer ke pihak istri pertama.Terhadap pelaku perempuan juga diberikan sanksi tambahan berupa denda sebesar 10 juta akan disalurkan untuk kegiatan sosial pada masjid
Part 33"Jadi kau butuh uang sampai jual rumahmu, sorry maksudnya over kredit?""Iya, Mbak. Dan saya butuh cepat. Saya sudah ngiklan kesana kemari tapi belum ada yang berminat.""Kenapa gak langsung hutang di bank saja?""Gak bisa Mbak, soalnya saya masih ada tanggungan bank.""Haduh, ribet amat hidupmu ya."Ramdan merasa tertohok dengan ucapan Karina. Tapi ia harus menebalkan muka, semoga saja, wanita itu menyetujuinya."Iya, saya mohon, Mbak. Kalau bisa tolong bantu saya.""Hmmm, tunggu sebentar. Berapa yang kau inginkan?" "250 juta saja, Mbak. Tapi Mbak masih harus menyetori bank lagi selama 5 tahun ke depan."Karina menyedot jus alpukat yang ada di hadapannya. Lalu, ia meraih ponselnya dan menelepon seseorang."Ya, ya, kau datang kesini ya, bawa berkas dokumen yang kubutuhkan. Oke, ditunggu."Ramdan masih memperhatikan wanita yang ada di hadapannya yang tampak begitu sibuk.Tak lama seorang lelaki berpakaian rapi dan berkacamata datang menghampiri kami. "Ini, Non.""Makasih ya,
Part 83Dua tahun berlalu... Ini hari yang paling membahagiakan untuk Risna, karena dia berhasil menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang mahasiswi. Hari ini adalah hari kelulusan alias hari wisuda di perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu. Gadis kecil mungil itu berlarian kecil menuju Risna. "Ate ate ate...." ocehnya dengan lucu. Risna yang tengah dirias dan memakai kebaya dan rok dari kain jarik menoleh ke arah bocah mungil itu. Dewangga tersenyum, langsung menggendong gadis mungil itu dan menciuminya. "Ate..." Ia terlihat berontak tak ingin digendong oleh Dewangga, tangan gadis kecil itu terulur padanya. "Sini, Mas, Rina sepertinya ingin digendong olehku," sahut Risna sambil senyum. Risna menciuminya dan menjawil pipinya yang chubby. "Keponakan ante udah wangi nih, udah siap mau ikut tante?" tanya Risna dengan lembut.Arina manggut-manggut sambil mengoceh tak jelas lagi. Ya, dia Arina, putri mungil kakaknya, Reyhan dan Zahra. Umurnya satu tahun lebih beberapa bulan, h
Part 82Risna melambaikan tangan saat mengantar kepergian sang kakak dan istrinya di Bandara."Semoga sukses bulan madunya, Kak dan cepat dapat momongan!" seru Risna sambil tertawa renyah. Reyhan mengusap lembut kepala adiknya sambil tersenyum. Begitu pula dengan Zahra, dia yang sedari tadi berdiri di samping suaminya, merasa agak gugup karena ini pengalaman pertamanya untuk naik pesawat."Kamu juga ya, Dek. Pokoknya kita harus berikan kebahagiaan untuk papa dan mama. Dewa, kupercayakan sepenuhnya padamu. Jaga adikku dengan baik," sahut Reyhan."Tentu, Bang. Risna sudah jadi tanggung jawabku.""Aku juga titip papa dan mama ya. Kabari kalau ada apa-apa.""Iya, Bang, pasti. Abang gak perlu khawatir. Bersenang-senanglah bersama istri dan jangan pikirkan kami. Semoga honeymoonya sukses."Reyhan dan Zahra tersenyum, kemudian ia segera menuju ke pesawat setelah ada pengumuman, pesawat akan take off.Dewangga dan Risna saling berpandangan sejenak lalu melempar senyum. Mereka pulang setelah
Part 81Kini Pak Hadiwilaga bisa bernapas dengan lega. Sungguh, ia tak menyangka, ternyata selama ini ia memelihara dua penjahat sekaligus selama puluhan tahun! Miris bukan?Bahkan Derry masih satu kerabat dengan istrinya itu. Maksudnya sang mantan istri.Reyhan dan yang lain pun baru tahu kalau dalang dibalik hilangnya Risna dulu adalah Bu Martha. Semua bukti dia dapatkan saat orang suruhannya melakukan penggeledahan di rumah terbengkalai milik Martha. Ia menemukan sebuah catatan diantara tumpukan buku yang sudah usang. Catatan yang menjelaskan dimana saja ia harus beraksi bersama.Saat pertama mengetahuinya, dadanya berdebar sangat kencang, jadi Martha memang sudah mengincar keluarganya dari dulu. Dia benar-benar tak kenal lelah untuk mendapatkan papanya. Obsesinya karena ingin jadi orang kaya hingga melemahkan akal pikirannya. *** Tiga wanita itu tengah berkumpul di ruang tamu, mereka tengah membicarakan pesta syukuran untuk pernikahan Reyhan dan Zahra. Mereka melihat-lihat foto
Tak ingin membuang-buang waktu dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat ayahnya, Reyhan meminta surat pengantar agar bisa membawa ayahnya ke rumah sakit lain yang lebih besar dan lengkap peralatan medisnya. Hal itu disetujui oleh pihak RS. Agar Pak Hadiwilaga mendapatkan perawatan semaksimal mungkin tanpa gangguan dari siapapun lagi.Setelah mengurus berkas-berkas sekaligus administrasinya, Pak Hadiwilaga langsung dibawa pergi dengan ambulance. Disusul oleh Reyhan dan juga Zahra di mobil belakang.Reyhan bertindak cepat agar tak keduluan oleh sang ibu tirinya. Ia mendapatkan laporan dari Arfan dan Zhafi mengenai rencana licik Martha ingin membuat kondisi Pak Hadiwilaga makin memburuk. Meskipun kemarin Pak Hadiwilaga terlihat lebih baik dari pada biasanya, tapi sebentar-sebentar terbangun dan merasakan dadanya yang begitu sesak."Dek Zahra, aku mau minta satu permohonan padamu," ujar Reyhan saat berjaga dalam ruang perawatan ayahnya di rumah sakit yang baru."Katakan, Mas.""Tolong
Part 80Beberapa waktu sebelumnya ... Setelah Ramdan pergi dan tak kembali lagi. Dia menghubungi lelaki itu berkali-kali tapi tak kunjung direspon. Ia juga tetap menunggunya pulang, tapi sampai sekarang, Ramdan tak pernah kembali. Alya bingung dan frustasi. Apa yang harus ia lakukan sekarang, tak ada lagi yang menanggung biaya hidupnya.Hingga akhirnya tiba waktunya bayar kontrakan, tapi Alya tak sanggup membayarnya karena uangnya sudah habis, habis untuk makan, dia dan anak-anak."Maaf ya, Mbak. Tidak ada toleransi. Bukan karena saya manusia yang tidak punya hati, bisnis tetaplah bisnis. Jadi lebih baik sekarang mbaknya dan anak-anak pergi dari kontrakan saya," tukas pemilik kontrakan yang sudah memberi waktu lewat dua hari dari jatuh tempo."Pak, saya mohon, tunggu sampai suami saya pulang!" Alya memohon dengan mata berkaca-kaca. Tapi pemilik kontrakan itu tak menggubrisnya. Hidup Alya makin kacau."Maaf ya, Mbak, penghuni baru akan segera datang, jadi tolong kosongkan kontrakan
Part 79Saat wanita itu mendongak, baik Dewangga dan Risna sangat terkejut saat melihatnya dengan penampilan yang awut-awutan tak karuan."Ka-kamu?"Alya terperanjat kaget melihat mereka kini ada di dekatnya. "Alya, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Dewangga tak habis pikir, pada wanita yang suka sekali bersandiwara."Kamu sengaja ya melakukan ini? Kamu ingin mencelakakan dirimu sendiri dan bayimu itu?"Alya bangkit seraya mendekap bayinya yang masih terus menangis. Dia menggeleng pelan lalu beringsut mundur ke pinggir jalan. Badannya sudah tak terurus, wajah kusut dan kumal, begitu pula dengan bajunya yang tampak kotor dan dekil. Dia tak menanggapi ucapan dari Dewangga maupun pandangan menuntut dari Risna yang seolah ingin tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dia berlari-lari kecil sambil terus menggendong bayinya yang kelaparan."Mas, apa yang sebenarnya terjadi padanya?" tanya Risna sambil terus memandang wanita itu yang berjalan terus tanpa menoleh lagi. Ia berjalan tanpa alas
Part 78"Kau sudah pulang rupanya, lalu siapa wanita di sampingmu?" Bu Martha berjalan menghampirinya begitu pula dengan Karina. Ia tersenyum penuh kepalsuan."Mas, aku senang sekali kamu akhirnya pulang juga. Aku kangen sekali sama kamu. Aku ikut khawatir saat tante bilang kalau kamu hilang kontak dan gak ada kabar berhari-hari. Aku cemas sekali, Mas," ucap Karina. Ia hendak memeluk Reyhan tapi langsung ditepis lelaki itu.Karina tersenyum dan melirik ke arah wanita di samping Reyhan dengan tatapan sinis. Dadanya sudah berdesir rasa cemburu ketika melihat tangan Reyhan menggenggam erat wanita di sampingnya."Dia istriku," sahut Reyhan kemudian. Tampak keterkejutan yang begitu kentara di wajah keduanya."Istri? Sejak kapan kamu menikah? Memangnya kamu kenal dengan dia?" tanya Bu Martha penasaran. "Makanya kedatanganku kesini karena ingin mengenalkan istriku pada kalian. Namanya Zahra, aku menikah dengannya dua hari yang lalu.""Mas Reyhan, kamu serius menikah dengannya?" Karina tamp
Ia menoleh ke arah sang suami, Reyhan sudah memejamkan matanya, sepertinya ia sudah sangat kelelahan, hingga tertidur tanpa sadar. Zahra tersenyum memandang wajah tampan di hadapannya. Reyhan benar-benar pria yang baik. Sikapnya sangat dewasa kala menghadapi masalah, meski terkesan cuek dan dingin tapi nyatanya dia sangat peduli.*** Pagi harinya, 5 orang pekerja di rumah Reyhan dikumpulkan jadi satu di halaman belakang. Mereka saling pandang karena tak tahu menahu apa yang akan dilakukan sang majikan pada mereka. Bik Sawi, Bik Marni, Pak Herman, Pak Doni dan Pak Agus berdiri dengan raut wajah bingung.Reyhan dan Pak Kamal menghampiri mereka. "Bapak dan bibi sekalian, apa kalian tahu kenapa kalian dikumpulkan di sini?" tanya Reyhan dengan tatapan tajam. Ia memabdang para pekerja di rumahnya satu per satu."Tidak, Pak," sahut mereka serempak. Kali ini mereka saling tertunduk."Saya ingin bertanya pada kalian, apa gaji yang selama ini saya berikan itu kurang?""Ti-tidak, Pak.""Apa b
Part 77Semua sudah berkumpul di meja makan. Zahra tampak kikuk dan hanya diam melihat aneka makanan yang terhidang di meja. Baginya ini begitu mewah."Kenapa diam saja kakak ipar? Apa kakak tidak suka dengan menu ini?" tanya Risna heran. Yang ditanya justru terisak. Ia sangat terharu. "Bukan, bukan itu. Tapi ... terima kasih banyak, terima kasih kalian sudah menerimaku," ujar Zahra lagi.Reyhan hanya tersenyum. Begitu pula dengan Bu Salamah serta anggota keluarga yang lain."Kamu adalah menantuku, Nak. Itu artinya kamu adalah bagian keluarga kami, jangan merasa sungkan begitu."Zahra mengangguk pelan meski ragu."Iya kakak ipar, kamu adalah istri kakakku berarti kakakku juga.""Ehemmm ...! Kalau begitu Risna, panggil dia dengan panggilan yang lebih akrab lagi, biar dia terbiasa dan terkesan dengan kita semua," pungkas Reyhan."Baiklah, aku akan memanggilmu, Mbak Zahra. Ayo mbak, dimakan. Ini semua masakan Bik Marni dan juga aku," jawab Risna.Zahra tersenyum. "Terima kasih, Dek. Ter