Selesai sarapan, Narendra dan Badi memilih untuk duduk di teras rumah Miranti sambil memperhatikan para penduduk yang masih berkerumun dan membicarakan tentang truk-truk berlogo Widjaja Group. Mereka sudah tidak sepanik tadi pagi tetapi masih penasaran. Kepala dan perangkat desa sudah menemui mereka dan menyampaikan apa yang sebenarnya sudah mereka bicarakan kemarin di balai desa.
Pertemuan kemarin diadakan untuk membicarakan apa yang terjadi hari ini. Sayangnya sebagian besar penduduk tidak mendengarkan karena sudah terlalu sering mendengar janji-janji kosong yang diberikan kepada mereka terkait perbaikan infrastruktur. Sebagian yang lain mendengarkan tetapi tidak pernah membayangkan kalau akan dilakukan secepat ini sehingga ketika terjadi mereka sama sekali tidak berpikir kalau ini berkaitan dengan pertemuan tersebut.
"Sejak kapan?" Badi bertanya sambil memindahkan beberapa pot tanaman sesuai yang diperintahkan oleh Miranti.
"Apanya?" Narendra sedang menatap s
"Tarik! Tarik!""Jangan ditarik terus! Sekarang ulur, iya, ulur, gitu, terus tarik!"Narendra dengan kewalahan mengikuti seruan Pak Man dan Pak Ridwan. Sejak Narendra berteriak kalau umpannya dimakan, kedua pria paruh baya itu tidak berhenti terus berseru sahut-sahutan. Narendra yang memang tidak memiliki pengalaman memancing memilih untuk mengikuti seruan mereka walau semakin lama dia semakin bingung seruan siapa yang harus diikuti. Sementara itu, Badi tertawa puas melihat kelakuan majikannya."Lho, lho, lhooo ... " Pak Man dan Pak Ridwan berteriak karena tiba-tiba senar joran Narendra yang sejak tadi tegang karena tarikan ikan tiba-tiba mengendur bahkan hingga membuat Narendra hampir terpental."Yaaaah ... gagal. Kabur ikannya," Pak Ridwan menarik senar pancing Narendra untuk memastikan."Jadi kita gagal mendapatkan ikan, Pak?" Narendra bertanya polos sambil mengusap peluh di dahinya, "Sia-sia tenaga saya."Pak Ridwan meningkahi ucapan Nar
"Nah, udah siap semua. Tinggal makan aja," Pak Man menatap puas nasi dan berbagai lauk di atas selembar daun pisang berukuran cukup lebar.Pria paruh baya itu sudah membagi makanan menjadi empat dengan porsi yang kurang lebih sama dan lauk yang sama. Tidak hanya itu, Pak Ridwan berhasil memetik beberapa kelapa dan ketika temannya menyiapkan makan siang mereka, pria tua itu sudah membuka kelapa agar dapat dinikmati dengan mudah."Wah, mewah banget ini! Aku nggak nyangka bakal dapat makan siang semewah ini," Badi menghampiri kedua pria itu setelah mencuci tangan di aliran air sungai, "Nasi liwet?""Nasi liwet ikan asin, sambal kecombrang dan pepes," Pak Man terlihat begitu bangga, "Kamu pasti kangen dengan masakan istriku, tho? Udah berapa tahun coba kamu nggak makan masakan Bu Man?"Badi terkekeh. Dia tahu kalau tetangganya itu sedang menggodanya. Bukan rahasia kalau Badi kecil sering sekali mengunjungi tetangga untuk menawarkan bantuan kemudian ikut makan
"Bos kelihatan lebih rileks," Badi ikut duduk di teras dengan membawa dua gelas berisi wedang jahe yang baru dibuatkan oleh Miranti."Aku tidak percaya," Narendra terkekeh sambil menerima gelas yang diulurkan oleh bodyguard-nya."Ayolah, Bos," Badi ikut terkekeh, "Aku tahu kalau Bos sebenarnya juga ngerasain, kan? Aku juga yakin kalau ini tujuan Bos ke sini.""Maksud kamu?" pria itu menyesap wedang jahenya. Dia sangat menyukai wedang jahe buatan Miranti. Ringan tetapi menghangatkan."Alasan bos ke sini pasti sama dengan alasan Bos pengin tinggal di kontrakan petak, kan? Nyoba kehidupan yang nggak pernah Bos coba sebelumnya.""Tidak sepenuhnya benar," Narendra menatap jauh ke arah langit malam, "Tapi tidak salah.""Jadi alasan Bos sebenarnya ke sini apa?" Badi kembali bertanya dengan penasaran, "Ayolah, Bos. Aku harus tahu."Narendra diam sambil menarik napas panjang beberapa kali, "Seperti yang aku bilang, aku ingin desa ini menjadi p
"Besok kamu udah pulang, ya, Cah Ayu," Miranti menatap Antari sambil tersenyum lembut.Gadis itu memiliki kepribadian yang sangat menyenangkan. Sulit untuk tidak menyayangi Antari. Setelah beberapa hari menginap di rumahnya, Miranti menemukan kalau dia merasa sedih dan kehilangan ketika menyadari kalau besok gadis itu akan kembali ke ibukota bersama dengan Badi. Seandainya Antari bukan kekasih anaknya, Miranti yakin dia akan tetap menyukainya dan rasa kehilangannya juga akan sebesar yanh sekarang dirasakannya."Iya, Buk," Antari yang sedang melipat pakaian dan menata kopernya refleks menghentikan kegiatannya. Gadis itj berpaling dan membalas senyuman yang diberikan oleh Miranti, "Tapi Ibuk nggak perlu sedih. Kapan-kapan Antari pasti ke sini lagi.""Ah, Badi itu susah sekali buat cuti. Setahun belum tentu sekali dia ke sini.""Nggak ada keharusan aku ke sini harus bareng Kak Badi, kan? Sendirian juga Antari berani, kok, ke sini. Antari udah hapal jalannya.
"And ... cut!" Teriakan Riza, sang sutradara, menjadi penanda syuting hari ini berakhir.Agnia langsung berlari ke arah asistennya dan menerima selimut penghangat. Cuaca Melbourne memang sedang dingin-dinginnya.Sebenarnya jadwal syuting ini dapat menunggu sampai musim semi tetapi ketika tahu kalau Agnia lebih memilih untuk melepas proyek film ini karena jadwalnya bentrok dengan persiapan proyek filmnya bersama Kenny, produser dan sutradara setuju untuk mempercepat proses syuting. Nama Agnia membumbung tinggi sejak proyek filmnya bersama Kenny. Tidak hanya itu, namanya semakin tinggi karena beberapa merk ternama menggunakannya sebagai brand ambassador atau pun bintang iklan. Bak meteor, dengan cepat nama Agnia melejit bergabung bersama selebritas besar negara ini."Ini minum hangatnya, Mbak," asisten Agnia dengan sigap segera mengulurkan secangkir teh hangat."Makasih" Agnia menerima sambil tersenyum, "Dingin banget! Kalau syutingnya lebih lama a
"Katanya besok libur, Kak?" Calya bertanya tepat ketika mereka menyelesai makan malam. Gadis itu sudah mengajak Agnia ke berbagai lokasi favoritnya di Melbourne sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk makan malam di salah satu restoran kesukaan Agnia."Iya. Lumayan bisa break sehari," Agnia menghabiskan makanan di piringnya, "Tapi aku belum ada rencana, sih. Paling mau tidur seharian di hotel sama berenang. Itu juga kalau nggak malas, sih."Calya tertawa kecil, "Sayang banget! Udah jauh-jauh ke sini cuma di hotel aja.""Iya, sih. Tapi aku nggak tahu juga mau ke mana.""Memangnya Kak Agnia nggak nanya ke Kak Narendra? Dia tahu banget tentang Melbourne, lho. Katanya ini salah satu kota kesukaannya dia.""Oh ya?" Agnia menikmati wine-nya, "Aku baru tahu. Dia nggak pernah bilang.""Masa? Kak Agnia nggak denger kali," Calya tertawa kecil, "Tapi kalian baik-baik aja, kan?""Sure," Agnia mengangguk, "Kita baik-baik aja.""Beneran?" C
"Please enjoy our wine," sang guide yang sejak tadi menemani Agnia sepanjang tur mengenal salah satu vineyard di Yarra Valley tersenyum ramah sambil menuangkan wine ke gelas gadis itu."Thank you," Agnia tersenyum menerima gelas yang diulurkan kepadanya. Dia segera mengendus aroma wine sambil memutar-mutar gelas wine di dekat hidungny, "Earthy but sweet. I kinda like it."Sepenggal komentar dari Agnia sukses membuat Petra, guide-nya, langsung bercerita panjang lebar. Tentang tekstur tanah, cuaca saat anggur dipanen dan proses pembuatan wine saat ini sedang mereka nikmati."Ah ... almost forget, today you are so lucky because you can meet our owner. He is an attractive man. Smart and his knowledge about wine is really good."Agnia tertawa kecil, "I don't understand why you mention he is an attractive man ""Well, anggap saja sebagai peringatan agar tidak terkejut ketika bertemu langsung," Petra mengedipkan sebelah mata dengan ringan, "Tapi beliau be
"Ini kamu yang rencanain, kan?"Saat ini mereka sedang bersantai dan menikmati senja di vineyard milik Narendra. Agnia bersandar di bahu kekasihnya sambil sesekali menyesap wine. Sementara jemari mereka saling terjalin seakan memang ditakdirkan untuk menyatu. Tidak ingin dilepaskan oleh apapun."Merencanakan apa?" Narendra bertanya smabil mengubah posisi agar Agnia semakin nyaman bersandar. Pria itu meletakkan gelas wine dan mengusap rambut kekasihnya dengan penuh perasaan."Ini," Agnia menggesekkan kepalanya di leher pria itu, "Kamu yang suruh Calya rekomendasiin tur ke sini, kan?"Narendra sontak tertawa, "Kamu akan percaya kalau aku jawab tidak?""Tentu aja aku nggak percaya!" Agnia berpaling dan menatap tajam ke arah kekasihnya, "Aku yakin pasti ini udah kamu rencanain. Ngaku aja, deh."Tawa pria itu mengeras sambil menarik Agnia ke dalam pelukannya, "Idenya Calya. Tapi, ya, aku yang memintanya agar memastikan kamu berkunjung ke sini."