"Besok kamu udah pulang, ya, Cah Ayu," Miranti menatap Antari sambil tersenyum lembut.
Gadis itu memiliki kepribadian yang sangat menyenangkan. Sulit untuk tidak menyayangi Antari. Setelah beberapa hari menginap di rumahnya, Miranti menemukan kalau dia merasa sedih dan kehilangan ketika menyadari kalau besok gadis itu akan kembali ke ibukota bersama dengan Badi. Seandainya Antari bukan kekasih anaknya, Miranti yakin dia akan tetap menyukainya dan rasa kehilangannya juga akan sebesar yanh sekarang dirasakannya.
"Iya, Buk," Antari yang sedang melipat pakaian dan menata kopernya refleks menghentikan kegiatannya. Gadis itj berpaling dan membalas senyuman yang diberikan oleh Miranti, "Tapi Ibuk nggak perlu sedih. Kapan-kapan Antari pasti ke sini lagi."
"Ah, Badi itu susah sekali buat cuti. Setahun belum tentu sekali dia ke sini."
"Nggak ada keharusan aku ke sini harus bareng Kak Badi, kan? Sendirian juga Antari berani, kok, ke sini. Antari udah hapal jalannya.
"And ... cut!" Teriakan Riza, sang sutradara, menjadi penanda syuting hari ini berakhir.Agnia langsung berlari ke arah asistennya dan menerima selimut penghangat. Cuaca Melbourne memang sedang dingin-dinginnya.Sebenarnya jadwal syuting ini dapat menunggu sampai musim semi tetapi ketika tahu kalau Agnia lebih memilih untuk melepas proyek film ini karena jadwalnya bentrok dengan persiapan proyek filmnya bersama Kenny, produser dan sutradara setuju untuk mempercepat proses syuting. Nama Agnia membumbung tinggi sejak proyek filmnya bersama Kenny. Tidak hanya itu, namanya semakin tinggi karena beberapa merk ternama menggunakannya sebagai brand ambassador atau pun bintang iklan. Bak meteor, dengan cepat nama Agnia melejit bergabung bersama selebritas besar negara ini."Ini minum hangatnya, Mbak," asisten Agnia dengan sigap segera mengulurkan secangkir teh hangat."Makasih" Agnia menerima sambil tersenyum, "Dingin banget! Kalau syutingnya lebih lama a
"Katanya besok libur, Kak?" Calya bertanya tepat ketika mereka menyelesai makan malam. Gadis itu sudah mengajak Agnia ke berbagai lokasi favoritnya di Melbourne sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk makan malam di salah satu restoran kesukaan Agnia."Iya. Lumayan bisa break sehari," Agnia menghabiskan makanan di piringnya, "Tapi aku belum ada rencana, sih. Paling mau tidur seharian di hotel sama berenang. Itu juga kalau nggak malas, sih."Calya tertawa kecil, "Sayang banget! Udah jauh-jauh ke sini cuma di hotel aja.""Iya, sih. Tapi aku nggak tahu juga mau ke mana.""Memangnya Kak Agnia nggak nanya ke Kak Narendra? Dia tahu banget tentang Melbourne, lho. Katanya ini salah satu kota kesukaannya dia.""Oh ya?" Agnia menikmati wine-nya, "Aku baru tahu. Dia nggak pernah bilang.""Masa? Kak Agnia nggak denger kali," Calya tertawa kecil, "Tapi kalian baik-baik aja, kan?""Sure," Agnia mengangguk, "Kita baik-baik aja.""Beneran?" C
"Please enjoy our wine," sang guide yang sejak tadi menemani Agnia sepanjang tur mengenal salah satu vineyard di Yarra Valley tersenyum ramah sambil menuangkan wine ke gelas gadis itu."Thank you," Agnia tersenyum menerima gelas yang diulurkan kepadanya. Dia segera mengendus aroma wine sambil memutar-mutar gelas wine di dekat hidungny, "Earthy but sweet. I kinda like it."Sepenggal komentar dari Agnia sukses membuat Petra, guide-nya, langsung bercerita panjang lebar. Tentang tekstur tanah, cuaca saat anggur dipanen dan proses pembuatan wine saat ini sedang mereka nikmati."Ah ... almost forget, today you are so lucky because you can meet our owner. He is an attractive man. Smart and his knowledge about wine is really good."Agnia tertawa kecil, "I don't understand why you mention he is an attractive man ""Well, anggap saja sebagai peringatan agar tidak terkejut ketika bertemu langsung," Petra mengedipkan sebelah mata dengan ringan, "Tapi beliau be
"Ini kamu yang rencanain, kan?"Saat ini mereka sedang bersantai dan menikmati senja di vineyard milik Narendra. Agnia bersandar di bahu kekasihnya sambil sesekali menyesap wine. Sementara jemari mereka saling terjalin seakan memang ditakdirkan untuk menyatu. Tidak ingin dilepaskan oleh apapun."Merencanakan apa?" Narendra bertanya smabil mengubah posisi agar Agnia semakin nyaman bersandar. Pria itu meletakkan gelas wine dan mengusap rambut kekasihnya dengan penuh perasaan."Ini," Agnia menggesekkan kepalanya di leher pria itu, "Kamu yang suruh Calya rekomendasiin tur ke sini, kan?"Narendra sontak tertawa, "Kamu akan percaya kalau aku jawab tidak?""Tentu aja aku nggak percaya!" Agnia berpaling dan menatap tajam ke arah kekasihnya, "Aku yakin pasti ini udah kamu rencanain. Ngaku aja, deh."Tawa pria itu mengeras sambil menarik Agnia ke dalam pelukannya, "Idenya Calya. Tapi, ya, aku yang memintanya agar memastikan kamu berkunjung ke sini."
"Yakin kau?"Untuk kesekian kalinya Bang Ucok bertanya kepada Amelia. Dia sudah menanyakan pertanyaan itu sejak mereka masih berada di London hingga sekarang ketika mereka sudah berada di bandara ibukota."Aku yakin, Bang," Amelia menggenggam tangan tunangannya, kalau dia boleh menyebutnya seperti itu setelah pria melamarnya walau tanpa cincin atau simbol lainnya, "Abang mau tanya berapa kali, sih, baru puas?""Bukan macam itu," Bang Ucok terlihat grogi, "Aku cuma takut kau berubah pikiran. Ini sesuatu yang besar.""Memang!" Amelia tersenyum, "Tapi kamu udah pernah ketemu orang tuaku. Sekarang giliran aku berkenalan dengan keluarga Abang.""Aku tahu ... ""Jangan-jangan Abang nggak pengin aku ketemu keluarga Abang?" Amelia sengaja mengatur suaranya agar terdengar begitu menyedihkan walau sesungguhnya dia sedang berusaha menahan tawa.Amelia yakin kalau Bang Ucok tentu ingin mempertemukan Amelia dengan keluarganya. Pria itu bahkan tida
"Cantik kali," Mamak berucap ketika melihat Amelia turun dari mobil bersama dengan Bang Ucok. Tergopoh wanita yang tidak lagi muda itu keluar dari rumahnya."Ucok, tak berbuat dosa kau ini, kan?" Mamak menatap penuh selidik ke arah anak sulungnya."Apa pula maksud Mamak? Sudah, jangan buat Amelia mikir yang aneh-aneh. Dikira kriminal pula aku.""Tak mungkin gadis cantik seperti ini mau sama kau kalau tak kau guna-guna. Ngaku saja sama mamak kau ini!""Maak! Tega kali! Tak percaya kau sama aku? Anak Mamak sendiri?"Amelia yang sejak tadi berusaha memahami percakapan ibu dan anak ini sontak tertawa ketika menyadari apa yang mereka bicarakan. Dia sempat terkejut karena Mamak menyapa dengan nada suara cukup tinggi. Amelia lupa kalau orang dari daerah ini memang berbicara dengan nada tinggi dan itu bukan berarti mereka sedang marah atau emosional."Tante," Amelia berusaha menahan tawanya sebaik mungkin, "Bang Ucok tidak mengguna-gunaku. Malah bis
Yang kedua kali tapi Agnia masih sama gugupnya ketika pertama kali melakukan ini.Premier film dengan dia sebagai pemeran utamanya.Berbeda dengan sebelumnya ketika dia hanya mengenakan kaos yang disediakan oleh tim promosi dari rumah produksi, kali ini dia dan seluruh pemain diminta untuk tampil spektakuler.Beruntung gadis itu sudah mempekerjakan Sari sebagai asistennya. Dengan sigap Sari menyiapkan seluruh kebutuhan Agnia. Gadis yang sepantaran dengan Agnia itu juga menyukai fesyen sehingga cukup update dan memiliki informasi dan kenalan di bidang fesyen. Agnia yang buta fesyen merasa berada di tangan yang tepat hingga mengenakan apapun yang disiapkan oleh asistennya itu tanpa banyak berkomentar.Malam ini, dengan rambut ditata french twist dan beberapa helai rambut menjuntai hingga membingkai wajahnya dengan sempurna, Agnia mengenakan gaun sebatas lutut dengan warna biru bercampur perak yang menonjolkan warna kulitnya. Gaun itu memiliki akses di bagia
"Selamat, Agnia," Rheinya tersenyum sambil mengangkat gelas wine-nya.Di acara premier beberapa jam lalu, Agnia bertemu dengan Rheinya dan Calya. Di pertemuan itu, Rheinya mengajak gadis itu untuk bertemu setelah acara premier malam ini selesai. Tentu saja Agnia langsung menyetujui ajakan itu. Daripada menebak-nebak dan menunggu, lebih baik dia langsung mendengar dari Rheinya mengenai pendapatnya mengenai akting Agnia."Terima kasih Tante," Agnia balas tersenyum, "Tapi aku penasaran dengan pendapat Tante tentang aktingku."Rheinya tertawa dengan anggun. Walau sudah beberapa kali bertemu tetapi Agnia masih kagum dengan keanggunan Rheinya. Wanita itu jelas merupakan seorang bangsawan."Kamu mirip sekali dengan Gayatri. Dulu dia juga melakukan hal yang sama," senyuman kembali terulas di wajah Rheinya, "Ibumu sama sekali tidak membiarkanku bernapas. Sedetik setelah aku selesai menonton filmnya dia akan terus bertanya tentang komentarku.""Terus bertany
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan