"And ... cut!" Teriakan Riza, sang sutradara, menjadi penanda syuting hari ini berakhir.
Agnia langsung berlari ke arah asistennya dan menerima selimut penghangat. Cuaca Melbourne memang sedang dingin-dinginnya.
Sebenarnya jadwal syuting ini dapat menunggu sampai musim semi tetapi ketika tahu kalau Agnia lebih memilih untuk melepas proyek film ini karena jadwalnya bentrok dengan persiapan proyek filmnya bersama Kenny, produser dan sutradara setuju untuk mempercepat proses syuting. Nama Agnia membumbung tinggi sejak proyek filmnya bersama Kenny. Tidak hanya itu, namanya semakin tinggi karena beberapa merk ternama menggunakannya sebagai brand ambassador atau pun bintang iklan. Bak meteor, dengan cepat nama Agnia melejit bergabung bersama selebritas besar negara ini.
"Ini minum hangatnya, Mbak," asisten Agnia dengan sigap segera mengulurkan secangkir teh hangat.
"Makasih" Agnia menerima sambil tersenyum, "Dingin banget! Kalau syutingnya lebih lama a
"Katanya besok libur, Kak?" Calya bertanya tepat ketika mereka menyelesai makan malam. Gadis itu sudah mengajak Agnia ke berbagai lokasi favoritnya di Melbourne sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk makan malam di salah satu restoran kesukaan Agnia."Iya. Lumayan bisa break sehari," Agnia menghabiskan makanan di piringnya, "Tapi aku belum ada rencana, sih. Paling mau tidur seharian di hotel sama berenang. Itu juga kalau nggak malas, sih."Calya tertawa kecil, "Sayang banget! Udah jauh-jauh ke sini cuma di hotel aja.""Iya, sih. Tapi aku nggak tahu juga mau ke mana.""Memangnya Kak Agnia nggak nanya ke Kak Narendra? Dia tahu banget tentang Melbourne, lho. Katanya ini salah satu kota kesukaannya dia.""Oh ya?" Agnia menikmati wine-nya, "Aku baru tahu. Dia nggak pernah bilang.""Masa? Kak Agnia nggak denger kali," Calya tertawa kecil, "Tapi kalian baik-baik aja, kan?""Sure," Agnia mengangguk, "Kita baik-baik aja.""Beneran?" C
"Please enjoy our wine," sang guide yang sejak tadi menemani Agnia sepanjang tur mengenal salah satu vineyard di Yarra Valley tersenyum ramah sambil menuangkan wine ke gelas gadis itu."Thank you," Agnia tersenyum menerima gelas yang diulurkan kepadanya. Dia segera mengendus aroma wine sambil memutar-mutar gelas wine di dekat hidungny, "Earthy but sweet. I kinda like it."Sepenggal komentar dari Agnia sukses membuat Petra, guide-nya, langsung bercerita panjang lebar. Tentang tekstur tanah, cuaca saat anggur dipanen dan proses pembuatan wine saat ini sedang mereka nikmati."Ah ... almost forget, today you are so lucky because you can meet our owner. He is an attractive man. Smart and his knowledge about wine is really good."Agnia tertawa kecil, "I don't understand why you mention he is an attractive man ""Well, anggap saja sebagai peringatan agar tidak terkejut ketika bertemu langsung," Petra mengedipkan sebelah mata dengan ringan, "Tapi beliau be
"Ini kamu yang rencanain, kan?"Saat ini mereka sedang bersantai dan menikmati senja di vineyard milik Narendra. Agnia bersandar di bahu kekasihnya sambil sesekali menyesap wine. Sementara jemari mereka saling terjalin seakan memang ditakdirkan untuk menyatu. Tidak ingin dilepaskan oleh apapun."Merencanakan apa?" Narendra bertanya smabil mengubah posisi agar Agnia semakin nyaman bersandar. Pria itu meletakkan gelas wine dan mengusap rambut kekasihnya dengan penuh perasaan."Ini," Agnia menggesekkan kepalanya di leher pria itu, "Kamu yang suruh Calya rekomendasiin tur ke sini, kan?"Narendra sontak tertawa, "Kamu akan percaya kalau aku jawab tidak?""Tentu aja aku nggak percaya!" Agnia berpaling dan menatap tajam ke arah kekasihnya, "Aku yakin pasti ini udah kamu rencanain. Ngaku aja, deh."Tawa pria itu mengeras sambil menarik Agnia ke dalam pelukannya, "Idenya Calya. Tapi, ya, aku yang memintanya agar memastikan kamu berkunjung ke sini."
"Yakin kau?"Untuk kesekian kalinya Bang Ucok bertanya kepada Amelia. Dia sudah menanyakan pertanyaan itu sejak mereka masih berada di London hingga sekarang ketika mereka sudah berada di bandara ibukota."Aku yakin, Bang," Amelia menggenggam tangan tunangannya, kalau dia boleh menyebutnya seperti itu setelah pria melamarnya walau tanpa cincin atau simbol lainnya, "Abang mau tanya berapa kali, sih, baru puas?""Bukan macam itu," Bang Ucok terlihat grogi, "Aku cuma takut kau berubah pikiran. Ini sesuatu yang besar.""Memang!" Amelia tersenyum, "Tapi kamu udah pernah ketemu orang tuaku. Sekarang giliran aku berkenalan dengan keluarga Abang.""Aku tahu ... ""Jangan-jangan Abang nggak pengin aku ketemu keluarga Abang?" Amelia sengaja mengatur suaranya agar terdengar begitu menyedihkan walau sesungguhnya dia sedang berusaha menahan tawa.Amelia yakin kalau Bang Ucok tentu ingin mempertemukan Amelia dengan keluarganya. Pria itu bahkan tida
"Cantik kali," Mamak berucap ketika melihat Amelia turun dari mobil bersama dengan Bang Ucok. Tergopoh wanita yang tidak lagi muda itu keluar dari rumahnya."Ucok, tak berbuat dosa kau ini, kan?" Mamak menatap penuh selidik ke arah anak sulungnya."Apa pula maksud Mamak? Sudah, jangan buat Amelia mikir yang aneh-aneh. Dikira kriminal pula aku.""Tak mungkin gadis cantik seperti ini mau sama kau kalau tak kau guna-guna. Ngaku saja sama mamak kau ini!""Maak! Tega kali! Tak percaya kau sama aku? Anak Mamak sendiri?"Amelia yang sejak tadi berusaha memahami percakapan ibu dan anak ini sontak tertawa ketika menyadari apa yang mereka bicarakan. Dia sempat terkejut karena Mamak menyapa dengan nada suara cukup tinggi. Amelia lupa kalau orang dari daerah ini memang berbicara dengan nada tinggi dan itu bukan berarti mereka sedang marah atau emosional."Tante," Amelia berusaha menahan tawanya sebaik mungkin, "Bang Ucok tidak mengguna-gunaku. Malah bis
Yang kedua kali tapi Agnia masih sama gugupnya ketika pertama kali melakukan ini.Premier film dengan dia sebagai pemeran utamanya.Berbeda dengan sebelumnya ketika dia hanya mengenakan kaos yang disediakan oleh tim promosi dari rumah produksi, kali ini dia dan seluruh pemain diminta untuk tampil spektakuler.Beruntung gadis itu sudah mempekerjakan Sari sebagai asistennya. Dengan sigap Sari menyiapkan seluruh kebutuhan Agnia. Gadis yang sepantaran dengan Agnia itu juga menyukai fesyen sehingga cukup update dan memiliki informasi dan kenalan di bidang fesyen. Agnia yang buta fesyen merasa berada di tangan yang tepat hingga mengenakan apapun yang disiapkan oleh asistennya itu tanpa banyak berkomentar.Malam ini, dengan rambut ditata french twist dan beberapa helai rambut menjuntai hingga membingkai wajahnya dengan sempurna, Agnia mengenakan gaun sebatas lutut dengan warna biru bercampur perak yang menonjolkan warna kulitnya. Gaun itu memiliki akses di bagia
"Selamat, Agnia," Rheinya tersenyum sambil mengangkat gelas wine-nya.Di acara premier beberapa jam lalu, Agnia bertemu dengan Rheinya dan Calya. Di pertemuan itu, Rheinya mengajak gadis itu untuk bertemu setelah acara premier malam ini selesai. Tentu saja Agnia langsung menyetujui ajakan itu. Daripada menebak-nebak dan menunggu, lebih baik dia langsung mendengar dari Rheinya mengenai pendapatnya mengenai akting Agnia."Terima kasih Tante," Agnia balas tersenyum, "Tapi aku penasaran dengan pendapat Tante tentang aktingku."Rheinya tertawa dengan anggun. Walau sudah beberapa kali bertemu tetapi Agnia masih kagum dengan keanggunan Rheinya. Wanita itu jelas merupakan seorang bangsawan."Kamu mirip sekali dengan Gayatri. Dulu dia juga melakukan hal yang sama," senyuman kembali terulas di wajah Rheinya, "Ibumu sama sekali tidak membiarkanku bernapas. Sedetik setelah aku selesai menonton filmnya dia akan terus bertanya tentang komentarku.""Terus bertany
"Hubunganku dengan Narendra?" Agnia berusaha menjaga agar suaranya tidak terdengar bergetar. Dia tidak ingin menyuburkan kecurigaan yang sepertinya sudah dimiliki oleh Rheinya."Ya, hubungan kalian," wanita itu menatap Agnia dengan anggun sekaligus awas. Seakan ingin menunjukkan kalau dia dapat membaca kebohongan seandainya gadis itu memilih untuk menutupi kebenaran."Teman," Agnia mengambil gelas dan menyesap wine untuk menutupi perasaan grogi yang tiba-tiba hadir, "Kami teman baik.""Hanya teman?" Rheinya kembali bertanya masih dengan nada lembut yang sama walau begitu ada sedikit intimidasi yang dirasakan oleh Agnia.Agnia menganggukkan kepala sebelum menatap Rheinya, "Teman baik.""Ah, begitu," kali ini Rheinya yang menganggukkan kepala, "Aku baru tahu kalau bagi generasi kalin teman baik itu berarti menghabiskan waktu bersama di kamar hotel saat pernikahan sepupu."Gadis itu terkesiap. Dengan ragu dia menyesap wine-nya kembali sebelum b