Badi memilih menandaskan isi gelasnya.
“Badi,” nada suara Narendra semakin serius.
“Dengar, Bos,” dia meletakkan gelas kosong di meja, “Belum ketemu lowongan yang cocok.
“Kenapa lama sekali? Aku tahu kamu bisa diandalkan.”
“Ya memang belum ada, Bos. Aku nemu beberapa lowongan tapi aku nggak yakin Bos mampu ngejalaninnya. Daripada kita nutup kesempatan buat orang lain mending biar yang benar-benar membutuhkan aja yang keterima.”
“Maksud kamu aku nggak benar-benar membutuhkan? Aku butuh, Badi. Sangat.”
“Buat apa?” Badi tidak pernah meninggikan suara tidak peduli sekesal apa dia. Termasuk sekarang, “Biar Agnia nggak curiga. Cuma itu, kan, alasannya?”
Narendra terdiam.
“Udahlah, Bos. Orang di luar sana susah buat nyari kerja, jangan kita tambah-tambahin.”
“Aku tidak ambil kesempatan mereka. Aku akan mengikuti semua tah
Setelah Badi mengurus air dan mereka selesai menikmati nasi bungkus yang tentu sudah ditata rapi di piring oleh Badi - beberapa hari melakukan ini, bodyguard itu mulai yakin untuk pindah profesi menjadi penata makanan - mereka berangkat menuju dealer motor terdekat.Narendra hanya mengenakan kaos dan celana pendek selutut, pakaian kebesarannya selama menjalanin kehidupan di kontrakan petak. Terlihat kontras dengan Badi yang mengenakan kemeja flannel dan jeans. Begitu turun dari taksi daring, Narendra tidak bedanya dengan anak kecil yang tiba di toko mainan. Matanya terlihat berbinar menatap jajaran motor.Sebelum tiba-tiba meredup.“Kita nggak salah alamat?”“Bos mau beli motor, kan?”“Iya,” Narendra mengangguk, “Tapi… bukan motor kayak gini. Ini motor apa?”Badi melupakan satu hal. Narenda pecinta motor. Motor gede. Jangan ditanya koleksi pria itu. Tetapi tida
Sontak kedua wanita yang sedang beradu mulut itu terdiam. Keduanya menatap Narendra tidak percaya. Antari tidak menduga pria itu akan meminta bertemu dengan manajer dealer sementara Ara terkejut dengan keberanian pria berpenampilan lusuh ini.“Buat apa? Kalau Masnya mau complain juga percuma,” Ara masih dengan kepercayaan diri yang tidak tergoyahkan.“Saya mau beli motor dan Kakak malah memperlambat prosesnya.”“Beneran? Mas mau ngambil cicilan berapa bulan? Di sini nggak ada, tuh, yang cicilannya sampai berbulan-bulan.”Sementara pramuniaga dengan kesombongan menembus langit ini terus nyerocos, Narendra melihat kalau Antari bergegas menuju bagian kantor untuk memanggil atasannya. Kembali Narendra memberikan nilai tambah untuk pramuniaga itu.“Udah, deh, Mas, nggak usah banyak gaya. Mending Mas buruan angkat kaki dari ini.”“Saya akan pergi, setelah mendapatkan motor yang s
“Tumben keluar jam segini?” Agnia baru membuka pagar kontrakan petak ketika berpapasan dengan Narendra dan Badi.“Ada acara,” Narendra tersenyum, “Kamu baru pulang? Capek banget kayaknya.”Agnia tertawa untuk menutupi pipinya yang memerah. Dia tahu Narendra hanya berusaha bersikap ramah tetapi ada ketulusan yang sudah jarang diterima oleh gadis itu. Di dunia entertainment semua adalah palsu. Selalu ada topeng yang dikenakan setiap orang.“Biasa aja,” Agnia membiarkan pagar terbuka, “Rapi banget. Acara penting kayaknya.”Narendra yang biasa hanya mengenakan kaos dan celana pendek terlihat berbeda dalam balutan setelan yang pas badan. Setelan itu membalut tubuh pria itu dengan sempurna sekaligus memamerkan otot tubuh atletisnya.“Acara keluarga. Kalau nggak datang bisa dicoret dari KK,” Narendra melontarkan candaan yang pernah didengarnya, “Aneh, nggak?”
Turun dari taksi daring di lobi salah satu hotel termewah ibukota, Narendra melangkah dengan penuh percaya diri. Petugas keamanan terlihat gentar untuk bertanya, begitu juga dengan concierge hotel. Ini adalah taman bermain yang sudah dikenal baik oleh putra bungsu keluarga Widjaja.Di sini anggukan dan senyuman Narendra serupa dengan kartu akses. Tidak aneh, seluruh pegawai hotel-hotel mewah di negara ini bahkan negara tetangga diwajibkan menghapal wajah seluruh anggota keluarga Widjaja. Mereka adalah tamu istimewa di atas istimewa.“Tuan Sabda,” salah seorang manajer hotel mengimbangi jalan Narendra, “Acara keluarga Widjaja ada di ballroom. Mari saya antar.”“Ballroom?” Narendra menaikan sebelah alis, “Bukannya cuma makan malam?”“Benar. Tapi permintaan Nyonya Widjaja di ballroom. Agar lebih santai.”Narendra mengangguk, “Saya tahu ballroom
“Kak Narendraa..!” Pintu ballroom terbuka disusul dengan sebuah teriakan.Seluruh pandangan segera tertuju ke sosok cantik yang baru saja memasuki ballroom. Pandangan terkejut dengan cepat berubah menjadi senyum dan tawa ketika menyadari siapa sosok cantik itu.Calya Gayatri Widjaja.Narendra merupakan putra bungsu keluarga Widjaja, dan Calya adalah putri bungsu dan kesayangan seluruh keluarga Widjaja. Gadis yang baru saja berulang tahun kedua puluh beberapa waktu lalu bisa dibilang sangat berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain. Gadis itu seakan hidup dalam bubble, begitu riang dan ekspresif.“Ya, Sayang?” Narendra berdiri kemudian merentangkan tangan seakan mempersilakan Calya untuk memeluk.Tidak perlu menunggu lama, Calya segera memeluk kakaknya, “Kangeeen!!”Rajasena yang ada di samping Narendra tertawa geli, “Kangennya sama Narendra doang?”“Iya
“Sissy, do you prepare any gift?” Narendra bertanya ketika melihat para saudara berlomba memberikan kado ulang tahun pernikahan untuk Asija dan Reinya Widjaja. Rajasena dan Bima sudah pulang selesai menikmati makan malam. Menyisakan Narendra dan Calya bersama para saudara yang agresifnya tidak ada beda dengan keagresifan hiu ketika mengendus darah. Mereka berlomba memberikan perhatian kepada anggota keluarga inti Widjaja. “Nggak,” Calya dengan merengut menghabiskan jus jeruknya, “Kenapa, sih, aku nggak boleh minum wine?” “Kamu masih di bawah umur, ya,” Narendra terkekeh pelan, “Nanti di suite aja. Tapi pastiin kamu kunci pintu dan besok check out…” “Setelah pikiranku jernih,” Calya memotong ucapan Narendra, “Aku udah hapal. Kamu sama Kak Bima selalu ngulang-ngulang kalimat itu. Sampai aku bosan.” Narendra kembali terkekeh, “Masih lama nggak, sih? Aku bosan.” “Apalagi aku. Nggak ada seru-seru
“Dra,” Agnia mengetuk pintu kontrakan petak tetangganya, “Rendra, Dra. Bangun, dong. Bukain pintunya, banyak nyamuk, nih.”Masih belum ada sahutan dari Narendra.“Dra,” kali ini dia mengetuk dengan lebih kuat, “Rendraaa.”Hampir lima menit Agnia mengetuk pintu kontrakan petak Narendra sebelum terdengar sahutan parau khas orang baru bangun tidur.“Sebentar…”“Buruan, Dra! Udah dari tadi, nih, aku,” Agnia berujar tidak sabar.“Iya, iya,” jawaban itu bersamaan dengan bunyi kunci diputar, “Ada apa? Ini jam berapa?”“Nggak tahu. Jam enam mungkin,” Agnia menjawab asal lalu tanpa sungkan masuk ke kontrakan petak tetangganya, “Aku bawain hobakjuk, nih.”“Hm,” Narendra hanya bergumam tidak jelas, “Aku cuci muka dulu.”“Jangan lama-lama! Nanti keburu dingin.”Tanp
“Tumben kali kau udah bangun!” Tanpa diundang Bang Ucok sudah nongol di depan pintu kontrakan petak Narendra. Tanpa menunggu dipersilakan, pria berbadan besar itu segera masuk dan bergabung dengan Narendra dan Agnia yang masih menikmati hobakjuk di meja makan.”“Pantes, ya! Ada Agnia rupanya,” Bang Ucok duduk di samping Narendra, “Makan apa kalian?”“Ini…”Belum selesai Narendra berucap, mangkuk yang ada di hadapannya dan baru dinikmati beberapa suapan sudah berpindah posisi, “Oh, ini hoba-hoba itu, kan? Pas kali. Suka aku ini. Udah lama juga kau nggak buat ini. Rindu kali aku!”Agnia tersenyum, “Bang, itu punya Rendra.”“Nggak apa. Ikhlas itu dia,” satu suapan besar masuk ke mulutnya.“Rendra belum sempat makan, lho, Bang,” Agnia masih berusaha membujuk Bang Ucok untuk mengembalikan mangkuk itu kepada Narendra. Dia merasa tidak enak
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan