“Selamat sore,” sapa Mawar.
Suaranya sangat lembut, mendayu-dayu dan ada kesan manja yang sangat disukai Emran. Mawar juga menyalami satu persatu tamu yang datang di sana. Tak terkecuali Widuri juga Emran. Lagi-lagi Widuri melihat senyum manis terus terukir di wajah tampan Emran. Siapa juga yang tidak senang bertemu dengan pujaan hati. Apalagi sudah dua hari mereka tidak bertemu.
“Gimana kabarmu, Mawar?” tanya Nyonya Sari kemudian.
Mawar sudah duduk di sebelah Tante Karin berhadapan langsung dengan Widuri dan Emran. Widuri kadang merasa kalau pengaturan duduk ini seperti direncana saja. Tak ayal dua pasang mata milik duo love bird itu terus bertemu. Secara tersirat mereka saling mengirimkan sinyal cinta dan rindu. Tentu saja melihat itu semakin mengiris hati Widuri. Kenapa juga bumi tidak menenggelamkan dirinya saat ini?
Banyak hal random yang dibicarakan Nyonya Sari dengan Tante Karin. Sesekali Mawar menjawab bahkan kadang juga di
“Bu, Widuri mana?” tanya Emran.Ia baru saja menuntaskan hasratnya dengan Mawar beberapa saat lalu, kemudian sudah keluar kamar berjalan menuju ruang tamu. Namun, Emran sangat terkejut saat melihat tidak ada Widuri di sana.“Loh, bukannya gak bersama kamu tadi?” Nyonya Sari malah bertanya.“Tadinya memang bersama aku, terus aku tinggal ke toilet bentar. Aku pikir dia ke sini, ternyata gak ada.” Emran sengaja berbohong kali ini. Padahal dia yang menghilang saat Widuri ke toilet dan memilih menghabiskan waktu dengan Mawar di kamarnya.“Mungkin bersama Mawar, biar Tante lihat.” Tante Karin sudah bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam rumah. Lani dan suaminya juga mengikuti masuk ke dalam rumah.“Kamu itu kebiasaan, Emran. Memangnya sebenarnya ada apa antara kamu dan Widuri? Apa kalian bertengkar?”Entah mengapa tiba-tiba Nyonya Sari bertanya seperti itu. Jangan-jangan ibunya
“Emran, Widuri mana? Apa dia belum bangun?” tanya Nyonya Sari pagi itu.Nyonya Sari terlihat sedang duduk di teras sambil menikmati teh manis hangat dan beberapa kudapan. Emran yang baru saja keluar kamar terlihat bingung hendak menjawab. Ia mengacak rambutnya sambil berjalan mendekat. Itu salah satu kebiasaan Emran jika gugup.“Eng ... Widuri gak enak badan, Bu. Dia masih tidur.”Akhirnya terpaksa Emran berkata bohong. Padahal semalam mereka tidak tidur bersama, selain itu Emran tidak tahu apa yang dikerjakan Widuri saat ini. Bisa jadi dia masih marah padanya dan memilih tidur sepanjang hari. Sayangnya Emran tidak melihat ke arah garasi, di sana tidak ada motor matic istrinya.Emran ikut duduk berhadapan dengan ibunya menikmati teh hangat dan kudapan. Tuan Sastro juga ada di sana, tapi kali ini pria paruh baya itu terlihat asyik membaca pesan di ponselnya. Kemudian Emran mengarahkan pandangannya ke garasi dan langsung terjingkat k
“Widuri ... tentang tadi malam. Aku minta maaf ... ,” tutur Mawar dengan suara lembutnya.Widuri hanya diam bergeming di depan pintu tanpa menanggapi ucapan Mawar. Melihat reaksi Widuri, Mawar langsung meraih tangan Widuri dan menggenggamnya. Namun, Widuri buru-buru menepisnya. Ia sudah kerepotan membawa kotak berisi makanan yang baru saja diberikan Mawar. Kenapa kini malah mempersulit genggamannya.“Mamaku dan Tante Sari memang berteman akrab. Gara-gara itu juga aku kenal Emran, lalu kami saling jatuh cinta dan ---““CUKUP!!!” Widuri sudah mengangkat tangan ke atas membuat Mawar berhenti bicara. Mawar gegas mengatupkan rapat bibirnya saat melihat ekspresi wajah Widuri.Wanita manis berhijab itu tidak terlihat marah, bahkan tatapan matanya sangat lembut. Namun, entah mengapa Mawar sangat ketakutan kali ini.“Aku tidak tanya tentang sejarah kalian. Jadi aku rasa sudah cukup. Terima kasih makanannya. Aku ngan
“Kamu dari mana, Mas?” tanya Mawar.Emran baru saja masuk ke kamar usai bicara dengan Widuri tadi. Emran naik ke atas kasur lalu berbaring di sebelah Mawar. Pria tampan itu langsung memeluk Mawar sambil sesekali mengecup keningnya.“Tidurlah, sudah malam. Kamu besok harus kerja, kan?” Emran malah mengalihkan topik pembicaraan dan tidak mau menjawab pertanyaan Mawar.Mawar tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian dia sudah memejamkan mata dalam sekejap. Sementara Emran, dia belum bisa terpejam sama sekali. Ucapan Widuri yang terakhir masih terngiang di telinganya.“Apa perlakuanku selama ini sudah sangat menyakitinya,” gumam Emran dalam hati.Pria tampan itu hanya terdiam sambil sesekali mengelus lembut punggung Mawar. Helaan napas panjang keluar masuk bergantian dari bibir tipis Emran. Perlahan ia memejamkan mata dan mencoba melupakan semua hingga akhirnya terlelap dengan sempurna.Pukul tujuh pagi,
Satu jam sebelumnya ...Widuri sengaja tidak pulang ke rumah. Dia ingin melupakan kesedihannya dan memutuskan untuk jalan-jalan keliling kota. Siapa tahu dengan melihat hiruk pikuk dan suasana kota di malam hari bisa menghibur hatinya. Nanti begitu tiba di tempat kos, dia tinggal terlelap saja.Widuri asyik mengendarai dengan hati-hati. Namun, tiba-tiba mobil di depannya berhenti mendadak membuat Widuri terlambat mengerem. Tak ayal, motornya menabrak keras bagian belakang mobil dan mengakibatkan mobil itu penyok. Harusnya hal ini bisa diselesaikan dengan kekeluargaan, tapi malah si Pemilik mobil memanggil polisi. Bahkan menuntut hal yang aneh-aneh ke Widuri.Salah Widuri juga dia mengendarai motor tanpa mengenakan helm. Widuri pikir hanya jalan-jalan sekitar tempat kantor dan kosnya saja, tidak begitu jauh. Namun, ujung-ujungnya malah mengharuskan ia menghubungi Emran, suaminya.“Maaf, Pak Emran. Saya tidak tahu kalau Nyonya Widuri istri Anda. Saya
“Widuri mana?” tanya Emran pagi itu.Emran baru saja keluar kamar dan bersiap untuk berangkat kerja usai sarapan. Mawar yang sedang membereskan meja makan segera menoleh.“Sebentar aku panggil dulu, Mas.”Mawar beranjak ke lantai dua, tapi baru saja menapak satu anak tangga Mawar melihat Widuri berjalan menuruni tangga. Wanita manis berhijab itu sudah berada di lantai satu kini.“Aku naik taxi online saja,” ucap Widuri kemudian.Mawar yang tidak jadi naik ke lantai dua segera menoleh ke Emran. Sementara Emran hanya diam sambil sibuk merapikan dasinya. Memang hari ini rencananya Emran akan mengantar Widuri dan Mawar berangkat ke kantor.“Aku gak mau membuat kalian terlambat. Jadi aku naik taxi online, aku sudah memesannya dan sebentar lagi datang.” Widuri menambahkan.Mawar hanya mengangguk sambil melirik ke arah Emran. Ia tidak berani memutuskan dan menunggu Emran yang mengiyakan keingin
“Ini Widuri Yasmin, beliau salah satu supervisor marketing yang handal. Penjualannya selama ini selalu mencapai target,” ujar Pak Broto.Usai mengenalkan Dandy ke semua peserta meeting, kini berganti Dandy bertemu dengan para stafnya, termasuk Widuri. Widuri hanya tersenyum canggung, membungkukkan badan memberi salam. Dandy tersenyum membalasnya. Widuri tidak tahu pria di depannya ini ingat dirinya atau tidak, yang pasti Widuri masih ingat siapa dia.Dandy adalah cinta pertama Widuri. Ia bertemu dengannya saat duduk di bangku SMA. Dandy kakak kelasnya dua tahun di atasnya. Dandy yang rupawan, energik, pintar dan juga ketua OSIS telah mampu menawan hati Widuri. Mereka sempat berpacaran lama hanya saja saat Dandy memutuskan mengambil sekolah S2-nya di luar negeri, Widuri mengakhiri hubungan mereka secara sepihak.Widuri tidak mau berharap banyak kala itu. Ia yakin Dandy dengan kedudukan status sosial yang beda apalagi berada jauh di belahan bumi lain b
“Siapa dia?” seru suara dari belakang Widuri.Widuri menoleh dan melihat Mawar sedang berdiri di sana sambil melihat ke arah Widuri penuh curiga. Widuri malah menanggapinya dengan santai.“Siapa yang mana maksudmu?”Mawar berjalan mendekat dan berdiri sejajar di sebelah Widuri. “Pria manis yang bicara denganmu tadi, memangnya siapa lagi?”Widuri hanya tersenyum masam sambil menggelengkan kepala. Mungkin yang dimaksud Mawar kali ini tak lain dan tak bukan adalah Dandy.“Dia bosku. Kenapa? Kamu naksir?”Mawar sontak tertawa mendengar pertanyaan Widuri bahkan sudah menonyor bahu Widuri dengan gemas.“Pertanyaanmu konyol, Widuri. Bisa-bisa aku digorok Mas Emran.” Widuri kembali tersenyum meringis sambil memperhatikan Mawar.Mungkin karena Emran mencintai Mawar maka dia akan bersikap seperti itu pada Mawar. Namun, sepertinya sikap Emran tidak akan sama jika Widuri yang meng
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me