“Aku jemput jam lima sore nanti,” ucap Emran kemudian.
Widuri terkejut dan menoleh dengan cepat ke arah Emran. Sayangnya Emran tidak memperhatikan dan terus menatap lalu lintas di depannya.
“Eng ... gak usah. Aku ... aku nanti ada keperluan. Aku mau nengokin temanku yang sakit,” jawab Widuri.
Dia memang sudah berjanji bersama teman-temannya kalau akan menjenguk atasannya yang baru saja melahirkan. Emran menoleh sekilas sambil mengernyitkan alis.
“Kamu tidak bermaksud untuk menghindar dariku, ‘kan?”
Ganti Widuri yang kini terkejut. Mengapa juga suaminya malah bertanya seperti itu? Bukankah biasanya Emran suka jika dia menjauh dan menghindar darinya. Dia hanya duri dalam hubungannya dengan Mawar. Dia hanya orang ketiga yang tidak seharusnya ada. Kenapa sekarang Emran malah mengharapkan dia ada?
Widuri gegas menggelengkan kepala sambil tersenyum.
“Enggak. Aku gak menghindar darimu. Aku beneran mau menjenguk bosku sama teman-teman. Nanti sore kami mau ke rumah sakit. Kalau kamu gak percaya, ya sudah.”
Emran hanya diam, tidak menjawab dan kembali fokus melihat lalu lintas di depannya. Suasana kembali hening dan musik di radio mobil kembali yang mendominasi. Selang beberapa saat mobil Emran sudah tiba di kantor Widuri. Widuri gegas membuka seat beltnya lalu bersiap turun, tapi tiba-tiba Emran mengulurkan tangan ke arahnya.
Widuri tertegun sejenak, menatap Emran sambil mengerjapkan mata. Lalu secepat kilat Widuri menyambut tangan Emran dan mengecup punggungnya seperti orang salim pada umumnya. Ini adalah hal yang paling jarang dilakukan Widuri. Mana mungkin dia melakukannya jika Emran yang selalu menjauh dan baru hari ini dia berubah.
“Ya udah kalau gak mau dijemput. Nanti kalau sudah sampai rumah, telepon aku.”
Kembali Widuri terperangah kaget mendengar ucapan Emran. Ada apa lagi, nih? Kenapa juga suaminya seakan ingin tahu schedulenya hari ini? Apa dia memang ingin memberi perhatian ke Widuri atau hanya sekedar basa basi? Namun, sepertinya Widuri tidak mau ambil pusing dan menjawab dengan anggukkan kepala saja. Dia tidak mau menghabiskan waktu Emran lebih lama.
Emran sudah melajukan mobilnya meninggalkan kantor Widuri. Sementara Widuri gegas masuk ke dalam kantor.
“Tumben kamu gak naik motor, Duri!!” sahut Rani salah satu rekannya.
Widuri hanya tersenyum meringis. Jangankan temannya, dia saja masih bingung dengan sikap aneh suaminya pagi ini. Padahal semalam sikap Emran sangat dingin dan menyebalkan mengapa pagi ini dia sangat manis.
Pukul lima sore, usai jam pulang kantor. Widuri bersama rekan kantornya bertandang ke rumah sakit untuk menjenguk atasannya. Atasannya baru saja melahirkan putra kedua. Widuri sangat suka melihatnya. Dari dulu dia memang suka anak kecil, bahkan dia sangat merindukan kehadiran seorang adik. Sayangnya dia hanya menjadi anak tunggal di keluarganya.
“Kamu gak pengen, Duri?” Sang Atasan bertanya. Widuri hanya tersenyum malu-malu.
Kalau mau jujur, dia juga sangat menginginkan kehadiran seorang anak dalam kehidupan pernikahannya. Namun, bagaimana mungkin dia mendapatkannya. Bahkan hingga di bulan ketiga pernikahan, Emran belum menyentuhnya sama sekali.
“Buruan bikin ama suami. Punya suami ganteng gitu, masa gak bikin tiap malam.” Malah rekan kerja Duri yang lain mengoloknya.
Lagi-lagi Widuri hanya bisa mengulum senyum. Andai saja mereka tahu apa yang terjadi dengan rumah tangga Widuri pasti akan terkejut. Hingga kini, tidak ada yang tahu jika Widuri menjalani pernikahan poligami yang diciptakan Emran. Dia juga termasuk orang introvert yang tidak mau menceritakan semua keluh kesahnya kepada sembarang orang.
“Kamu pulang naik apa, Duri?” tanya Rani. Sudah hampir satu jam mereka berada di rumah sakit dan sekarang waktunya mereka pulang.
“Aku naik taxi online. Aku gak bawa motor,” jawab Widuri.
“Kenapa gak minta jemput suami saja? Bukannya tadi pagi aku melihat dia mengantarmu?”
“Enggak. Dia gak bisa.” Rani hanya manggut-manggut. Kemudian mereka berdua sudah berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.
Namun, Widuri sempat menghentikan langkahnya saat melihat Emran sedang berjalan bersama Mawar menuju parkiran mobil di rumah sakit ini. Apa yang sedang mereka lakukan di sini? Apa Mawar sudah hamil dan Emran sengaja mengantar untuk memeriksa kandungannya? Benak Widuri sudah traveling membayangkan yang tidak-tidak. Lalu tanpa diminta kejadian mesra mereka semalam melintas di benak Widuri.
“Akh ... kenapa aku malah mikirin begituan,” gumam Widuri dalam hati.
Pukul sembilan malam, Widuri baru tiba di rumah. Dia memang sengaja mampir untuk makan malam di luar. Widuri juga berharap tidak akan bertemu Emran dan Mawar saat tiba di rumah. Akan sangat menyakitkan jika melihat orang yang kita suka berinteraksi mesra dengan wanita lain. Widuri kadang berpikir ingin segera mengakhiri semua ini. Namun, dia juga takut jika keputusannya akan membuat orang tua dan mertuanya sedih.
Widuri turun dari taxi online dan melihat mobil serta motor matic miliknya sudah berada di garasi. Itu tandanya kalau Emran dan Mawar sudah berada di rumah. Pelan Widuri membuka pintu rumah. Ia sudah mengucap salam dan tidak terdengar balasan dari dalam. Widuri juga melihat sebagian lampu sudah dipadamkan, bisa jadi kalau Emran dan Mawar sudah berada di kamar. Apalagi yang akan mereka lakukan jika tidak ada Widuri. Bukankah itu kesempatan emas untuk mereka berduaan.
“Akh ... .” Widuri menghela napas panjang sambil meredam rasa sesak di dadanya. Kenapa juga dia tidak bisa menerima semuanya dengan ikhlas.
Widuri berjalan gontai menuju lantai dua kamarnya. Ia ingin segera merebahkan tubuhnya saja kali ini. Dia tidak ingin membayangkan yang tidak-tidak dan membuat hatinya semakin sakit.
Pelan Widuri membuka pintu kamarnya. Tangannya sudah bersiap melepas hijabnya, tapi urung dilakukan saat melihat ada sosok tampan yang sangat dikenalnya sedang duduk menunggu di tepi kasur.
“Kamu baru datang?” serunya bertanya.
Widuri terdiam, tertegun menatap Emran yang duduk di tepi kasur.
“Kok kamu di sini?” Widuri spontan bertanya. Memang hal yang sangat tidak masuk akal melihat Emran berada di kamarnya. Bukankah biasanya Emran selalu tidur di kamar Mawar.
Emran tampak terkejut dan menatap tajam ke arah Widuri. Entah apa arti tatapannya kali ini yang pasti Widuri ketakutan membalas tatapannya. Emran menarik napas panjang lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Widuri.
Langkahnya terhenti dan berdiri sejajar di depan Widuri. Lalu pelan kedua tangan Emran menyentuh bahunya. Seketika ada banyak rasa aneh yang tiba-tiba merasuk merambat ke seluruh tubuh Widuri membuat wanita berwajah manis itu mendongakkan kepala. Ada mata elang nan tajam sedang menatapnya seakan siap menyantap mangsanya. Ini pertama kali Widuri berada sedekat ini dengan Emran.
“Malam ini Mawar ada acara keluarga dan tidak pulang. Jadi aku tidur di sini.”
“Malam ini Mawar ada acara keluarga dan tidak pulang. Jadi aku tidur di sini,” ujar Emran.Widuri terdiam tertegun menatap suami gantengnya ini. Kemudian perlahan dia menundukkan kepala menghindar dari tatapan tajam Emran. Bagaimanapun jantungnya terus berdebar hebat saat berinteraksi sedekat ini.“Eng ... a—aku mau mandi dulu.”Widuri menghilangkan ketegangan mereka dengan gegas berlari ke kamar mandi. Emran hanya mengangguk dan membiarkan Widuri berlalu pergi.Di kamar mandi, Widuri tampak bengong hanya diam melihat pantulan wajahnya di depan cermin. Dia masih belum percaya dengan semua ucapan dan sikap Emran hari ini. Kenapa juga dia berubah secepat ini? Apa Emran sudah menyadari kesalahannya dan mau berbuat adil pada Widuri?Widuri menarik napas panjang sambil membasuh wajahnya dengan air. Sepertinya banyak yang akan dia lakukan di kamar mandi kali ini. Biarlah Emran menunggu lebih lama. Widuri ingin menghilangkan
“Jadi kamu sudah mendengar semuanya?” tanya Emran.Pelan Widuri menarik napas sambil menganggukkan kepala. Entah mengapa juga dia sangat jujur kali ini. Melihat reaksi Widuri, Emran hanya tersenyum miring sambil melipat tangannya di depan dada.“Syukurlah kalau kamu tahu. Apa yang aku lakukan hari ini karena permintaan Mawar. Dia memintaku berlaku adil padamu, meski sesungguhnya aku tidak ingin.”Widuri menarik napas panjang sambil mengangkat kepala dan melihat Emran penuh kebencian.“Aku juga tidak meminta. Jadi aku rasa kamu tidak perlu repot-repot melakukannya.”Emran berdecak sambil menggelengkan kepala.“Aku mau tidur, ngantuk. Kamu tidur di kamarmu sendiri saja!!” Widuri langsung nyelonong masuk kamar dan menutup pintu kamarnya dengan bunyi bedebam.Helaan napas panjang keluar dari mulut Emran, kemudian tak lama terdengar langkah kaki berlari turun ke lantai satu.“Har
“Mas, kamu mau ke mana?” tanya Mawar.Mawar terjaga saat mendengar suara gaduh di kamar. Ia melihat Emran sibuk membuka lemari dan kini tampak mengenakan jaket.“Aku keluar sebentar. Aku mau cari Widuri.”Seketika Mawar terkejut dan bangun dari tidurnya. Wanita cantik berambut panjang itu gegas menggelung rambutnya asal sambil bangkit menghampiri Emran.“Memangnya Widuri ke mana?” Mawar penasaran. Emran terdiam, menghentikan aktivitasnya dan melihat Mawar dengan sendu.“Dia gak ada di kamarnya, Mawar. Semua baju dan barang-barangnya tidak ada. Termasuk juga motor maticnya.”Mawar tercengang, bola matanya yang indah sudah menunjukkan keterkejutan. Ia melihat ke arah Emran dengan cemas, kemudian pelan bibirnya terbuka.“Apa ... apa gara-gara aku, Mas? Apa gara-gara aku Widuri pergi?”Emran berdecak dan menggelengkan kepala. Kemudian helaan napas panjang keluar dari bibir
“Ayo, kita pulang!!” ujar Emran.Widuri terbelalak kaget mendengar ucapan Emran. Setelah hampir satu minggu, suaminya tidak peduli dan tidak tahu tentang kepergiannya. Mengapa kini malah tiba-tiba datang dan mengajaknya pulang.“Ayo!!!” Emran sudah mengulurkan tangan dan menarik tangan Widuri begitu saja. Seketika Widuri kaget dan gegas menepis tangan Emran.Emran terkejut melihatnya bahkan alisnya kini berkerut menatap tajam ke arah Widuri.“Aku bawa motor. Aku bisa pulang sendiri,” jawab Widuri.“Oke, baik. Aku akan mengikuti dari belakang.” Emran malah bicara seperti itu dan sekali lagi membuat Widuri terkejut. Sejak kapan suaminya jadi peduli padanya. Apa jangan-jangan Mawar yang menyuruhnya lagi seperti tempo hari.“Gak usah. Aku bisa pulang sendiri. Kamu pulang duluan saja. Bukankah biasanya seperti itu.”Emran berdecak dan menggelengkan kepala, kemudian menatap tajam k
“Kaget aku bisa menemukanmu di sini?” ucap Emran dengan nada menggoda.Widuri terlihat terkejut sekaligus kesal. Ingin sekali dia mengusir Emran, tapi matanya sudah melihat ke arah ibu penjaga di bawah sana yang sedang mengawasinya. Emran pasti sudah mengaku sebagai suaminya sehingga ibu penjaga mengizinkannya masuk. Widuri tersenyum sekilas sambil menganggukkan kepala ke arah ibu penjaga, kemudian gegas menarik Emran masuk ke dalam kamar.“Ngapain sih kamu ke sini?” Widuri bertanya sambil memelankan suaranya.Emran menghela napas panjang sambil melihat Widuri dengan sudut matanya. “Dari tadi aku ‘kan ngajak kamu pulang. Apa salah aku mengikutimu ke sini?”Widuri berdecak langsung melengos dan memilih duduk di lantai kamarnya. Sementara Emran hanya diam sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. Kamar kost ini berukuran empat kali empat dengan kamar mandi dalam. Di dalamnya tidak banyak perabot hanya sebuah ka
Sepanjang malam, Widuri tidak bisa tidur. Padahal matanya sangat mengantuk dan lelah. Ternyata hal yang sama juga terjadi pada Emran. Ia sudah mengurai pelukannya dan tidur telentang menatap langit-langit kamar.Widuri tahu kalau suaminya tidak bisa tidur, tapi dia pura-pura tidur saja. Widuri tidur miring membelakangi Emran. Dia sengaja tidak mau melihat suaminya. Dulu saat malam pertama, Widuri juga melakukan pose yang sama. Bahkan Emran tidak mau memeluk seperti tadi.“Ck ... panas banget.” Widuri mendengar decakan Emran. Suami gantengnya itu tampak terjaga dan kini duduk di atas kasur sambil celinggukan melihat ke sana ke mari.Widuri berusaha memejamkan mata dan berharap Emran tidak tahu kalau dia sedang pura-pura tidur kali ini. Tidak disangka, Emran malah melihat ke arahnya bahkan menepuk-nepuk bahu Widuri.“Astaga!!! Dia sudah tidur. Apa gak kepanasan? Udah gitu hijabnya gak dilepas lagi.” Emran sudah ngedumel dan telinga W
“Apa Mawar yang menyuruhmu melakukan semua ini?” tanya Widuri.Seketika terjadi perubahan di raut tampan Emran. Dia terlihat terkejut, tapi sebisa mungkin menutupinya. Sayangnya rasa amarah Widuri pada Emran membuat Widuri dengan jelas melihat ekspresinya.“Lebih baik kamu pulang, kembali ke Mawar dan tidak perlu mempedulikan aku lagi.” Widuri kembali bersuara.Emran yang berdiri di depannya terlihat tenang. Tidak seperti biasanya, suami Widuri itu hanya diam menatap Widuri.“Kamu masih istriku dan aku ke sini untuk menjemputmu pulang. Terlepas apa yang aku lakukan karena perintah Mawar, tapi kamu masih tanggung jawabku!!”Widuri tersenyum masam sambil menggelengkan kepala. “Sudah kubilang, aku gak mau pulang. Bahkan aku berencana bulan depan hendak menggugat cerai kamu. Aku lelah.”Mata pekat Emran langsung berkilatan dan kini menatap tajam ke arah Widuri. Widuri hanya diam. Ia sangat ketakuta
Widuri memarkir motor maticnya di garasi lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Hari ini dia terpaksa izin pulang cepat. Widuri juga sengaja mampir tempat kost untuk mengambil motor dulu tadi. Perlahan Widuri membuka pintu rumah dan terlihat sepi.Memang Emran tidak mempunyai asisten rumah tangga yang menetap. Dia lebih sering memanggil jasa pembersihan rumah setiap seminggu sekali. Mungkin karena rumah yang selalu ditinggal dalam keadaan kosong, membuat Emran memilih hal yang lebih aman.“Assalamualaikum ... .” Widuri memberi salam. Namun, tidak ada sahutan dari dalam rumah.Widuri berjalan masuk ke ruang tamu yang rapi lalu ke ruang tengah yang juga sama rapinya. Widuri melirik ke arah dapur kering dengan meja makan. Di sana juga sama rapinya dengan keadaan ruang tamu dan ruang tengah. Sepertinya Emran tidak melakukan aktivitas di ketiga ruang itu.Widuri meneruskan langkahnya dan berhenti di depan kamar tidur Emran yang juga merupakan kamar Ma
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me