Widuri memarkir motor maticnya di garasi lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Hari ini dia terpaksa izin pulang cepat. Widuri juga sengaja mampir tempat kost untuk mengambil motor dulu tadi. Perlahan Widuri membuka pintu rumah dan terlihat sepi.
Memang Emran tidak mempunyai asisten rumah tangga yang menetap. Dia lebih sering memanggil jasa pembersihan rumah setiap seminggu sekali. Mungkin karena rumah yang selalu ditinggal dalam keadaan kosong, membuat Emran memilih hal yang lebih aman.
“Assalamualaikum ... .” Widuri memberi salam. Namun, tidak ada sahutan dari dalam rumah.
Widuri berjalan masuk ke ruang tamu yang rapi lalu ke ruang tengah yang juga sama rapinya. Widuri melirik ke arah dapur kering dengan meja makan. Di sana juga sama rapinya dengan keadaan ruang tamu dan ruang tengah. Sepertinya Emran tidak melakukan aktivitas di ketiga ruang itu.
Widuri meneruskan langkahnya dan berhenti di depan kamar tidur Emran yang juga merupakan kamar Ma
“Sini!! Temani aku tidur, Widuri,” ujar Emran dengan lembutnya.Widuri hanya diam, tertegun menatap Emran. Pria tampan itu kini tersenyum dengan mata tajamnya yang teduh sedang menatap Widuri. Apalagi ini? Kenapa juga suaminya kembali bersikap manis seperti kemarin malam? Bahkan mengajaknya tidur bersama.Widuri menghela napas panjang sambil melirik ke arah kasur di samping Emran. Bukankah itu tempat Mawar biasanya terlelap dan kini Emran memintanya untuk tidur di sana. Entah mengapa hati Widuri terasa sakit? Ia merasa seperti pemain cadangan yang bisa digunakan setiap pemain inti tidak berada di tempat.“Aku belum ngantuk. Kamu tidur dulu saja.” Akhirnya Widuri bisa menolak permintaan Emran dengan halus.Emran hanya diam sambil menggerakkan kepalanya. Terlihat sekali kalau ada kekecewaan di wajahnya, tapi Widuri tak peduli. Ia tidak mau tertipu dengan ekspresi memelas suaminya kali ini.“Aku ambilkan minum dulu!&rdquo
“Ayah, Ibu!! Kok gak bilang kalau mau datang,” ujar Emran.Ia gegas bangkit dan menghampiri kedua orang pria wanita berusia paruh baya itu. Emran langsung salim, memeluk dan mencium kedua orang tuanya. Hal yang sama juga dilakukan Widuri, tapi kali ini Widuri terlihat canggung. Ia tidak menyangka kalau mertuanya akan datang hari ini.“Apa kamu sibuk beberapa hari ini, Widuri? Ibu meneleponmu tapi tidak aktif terus,” ujar Nyonya Sari.Widuri hanya mengangguk sambil tersenyum. Widuri memang sengaja mengganti nomor teleponnya tempo hari dan dia lupa tidak memberi tahu mertuanya. Sepertinya kali ini Widuri terpaksa harus memakai nomor ponselnya yang lama kembali.“Kamu sehat, Widuri?” Kini ganti Tuan Sastro yang bertanya. Ayah mertua Widuri itu masih terlihat tampan di usia senjanya. Mungkin juga wajah Emran menurun dari ayahnya.“Iya, sehat, Yah.” Widuri menjawab dengan tersenyum.“Lalu baga
“Sayang ... Ibu dan Ayah baru datang. Kemungkinan menginap sampai minggu. Sementara kamu di rumah Mama dulu, nanti senin pagi aku jemput, terus kita jalan-jalan. Aku kangen banget,” ujar Emran.Memang kali ini pintu kamar mandi tidak ditutup rapat oleh Emran bahkan Widuri bisa melihat Emran sedang mencuci tangannya di wastafel dari tempatnya berdiri. Widuri terdiam, menghela napas panjang. Ternyata Emran sudah tahu mengenai kedatangan mertuanya. Itu sebabnya juga dia mengungsikan Mawar ke rumah orang tuanya dan sengaja mengajak Widuri untuk pulang.Widuri gegas membalikkan badan dan berjalan menjauh dari pintu kamar mandi. Lagi-lagi hatinya terluka dan merasa sangat bodoh. Ternyata Emran memang takut kepada kedua orang tuanya. Bisa jadi dia belum siap untuk mengungkap semua kejahatannya pada Widuri selama ini. Apalagi mengungkap pernikahan poligaminya.“Kamu di sini?” Tiba-tiba Emran sudah bersuara di belakang Widuri.Widuri menole
“Keras kepala!!” umpat Emran dengan kesal.Ia tidak bisa menghalangi ulah Widuri untuk tidur di kamarnya sendiri kali ini. Semoga saja kedua orang tuanya tidak tahu tentang hal ini. Emran gegas berjalan menuju kamarnya. Ia memilih untuk istirahat saja. Tubuhnya juga belum fit benar usai demam tinggi semalam.Sementara Widuri langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan terpulas dalam hitungan menit. Dia sangat lelah usai menjaga Emran semalam. Apalagi dia tidur di sofa dalam posisi yang tidak nyaman.Pukul tiga sore, Widuri sudah bangun. Ia gegas turun ke lantai satu dan membersihkan rumah. Ibunya telah mengajari Widuri banyak kegiatan yang harus dikerjakan di dalam rumah tangga. Membersihkan rumah, memasak dan sebagainya, Widuri sangat ahli. Hanya saja saat ada Mawar di rumah ini, dia pura-pura tidak bisa. Percuma juga apa yang dilakukan selama ini tidak berarti di mata Emran.“Widuri, kamu rajin sekali!!” Nyonya Sari tiba-ti
“Selamat sore,” sapa Mawar.Suaranya sangat lembut, mendayu-dayu dan ada kesan manja yang sangat disukai Emran. Mawar juga menyalami satu persatu tamu yang datang di sana. Tak terkecuali Widuri juga Emran. Lagi-lagi Widuri melihat senyum manis terus terukir di wajah tampan Emran. Siapa juga yang tidak senang bertemu dengan pujaan hati. Apalagi sudah dua hari mereka tidak bertemu.“Gimana kabarmu, Mawar?” tanya Nyonya Sari kemudian.Mawar sudah duduk di sebelah Tante Karin berhadapan langsung dengan Widuri dan Emran. Widuri kadang merasa kalau pengaturan duduk ini seperti direncana saja. Tak ayal dua pasang mata milik duo love bird itu terus bertemu. Secara tersirat mereka saling mengirimkan sinyal cinta dan rindu. Tentu saja melihat itu semakin mengiris hati Widuri. Kenapa juga bumi tidak menenggelamkan dirinya saat ini?Banyak hal random yang dibicarakan Nyonya Sari dengan Tante Karin. Sesekali Mawar menjawab bahkan kadang juga di
“Bu, Widuri mana?” tanya Emran.Ia baru saja menuntaskan hasratnya dengan Mawar beberapa saat lalu, kemudian sudah keluar kamar berjalan menuju ruang tamu. Namun, Emran sangat terkejut saat melihat tidak ada Widuri di sana.“Loh, bukannya gak bersama kamu tadi?” Nyonya Sari malah bertanya.“Tadinya memang bersama aku, terus aku tinggal ke toilet bentar. Aku pikir dia ke sini, ternyata gak ada.” Emran sengaja berbohong kali ini. Padahal dia yang menghilang saat Widuri ke toilet dan memilih menghabiskan waktu dengan Mawar di kamarnya.“Mungkin bersama Mawar, biar Tante lihat.” Tante Karin sudah bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam rumah. Lani dan suaminya juga mengikuti masuk ke dalam rumah.“Kamu itu kebiasaan, Emran. Memangnya sebenarnya ada apa antara kamu dan Widuri? Apa kalian bertengkar?”Entah mengapa tiba-tiba Nyonya Sari bertanya seperti itu. Jangan-jangan ibunya
“Emran, Widuri mana? Apa dia belum bangun?” tanya Nyonya Sari pagi itu.Nyonya Sari terlihat sedang duduk di teras sambil menikmati teh manis hangat dan beberapa kudapan. Emran yang baru saja keluar kamar terlihat bingung hendak menjawab. Ia mengacak rambutnya sambil berjalan mendekat. Itu salah satu kebiasaan Emran jika gugup.“Eng ... Widuri gak enak badan, Bu. Dia masih tidur.”Akhirnya terpaksa Emran berkata bohong. Padahal semalam mereka tidak tidur bersama, selain itu Emran tidak tahu apa yang dikerjakan Widuri saat ini. Bisa jadi dia masih marah padanya dan memilih tidur sepanjang hari. Sayangnya Emran tidak melihat ke arah garasi, di sana tidak ada motor matic istrinya.Emran ikut duduk berhadapan dengan ibunya menikmati teh hangat dan kudapan. Tuan Sastro juga ada di sana, tapi kali ini pria paruh baya itu terlihat asyik membaca pesan di ponselnya. Kemudian Emran mengarahkan pandangannya ke garasi dan langsung terjingkat k
“Widuri ... tentang tadi malam. Aku minta maaf ... ,” tutur Mawar dengan suara lembutnya.Widuri hanya diam bergeming di depan pintu tanpa menanggapi ucapan Mawar. Melihat reaksi Widuri, Mawar langsung meraih tangan Widuri dan menggenggamnya. Namun, Widuri buru-buru menepisnya. Ia sudah kerepotan membawa kotak berisi makanan yang baru saja diberikan Mawar. Kenapa kini malah mempersulit genggamannya.“Mamaku dan Tante Sari memang berteman akrab. Gara-gara itu juga aku kenal Emran, lalu kami saling jatuh cinta dan ---““CUKUP!!!” Widuri sudah mengangkat tangan ke atas membuat Mawar berhenti bicara. Mawar gegas mengatupkan rapat bibirnya saat melihat ekspresi wajah Widuri.Wanita manis berhijab itu tidak terlihat marah, bahkan tatapan matanya sangat lembut. Namun, entah mengapa Mawar sangat ketakutan kali ini.“Aku tidak tanya tentang sejarah kalian. Jadi aku rasa sudah cukup. Terima kasih makanannya. Aku ngan
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me