“Kami nanti pulang agak malam, Widuri,” ujar Mawar pagi itu.
Hampir dua minggu berlalu usai Emran sakit tempo hari. Sejak hari itu, Emran tidak pernah bersikap kasar pada Widuri. Mungkin karena selama Emran sakit, Widuri merawatnya dengan baik. Jadi Emran juga membalasnya dengan baik. Emran bahkan tidak menunjukkan rasa tidak sukanya seperti awal nikah dulu. Mungkin dia mulai mempertimbangkan pilihannya tempo hari. Jika ingin meneruskan pernikahan poligami ini, konsekuensinya dia harus mulai bersikap adil pada dua istrinya.
Pagi ini mereka sarapan bersama dan Mawar sudah berpesan seperti itu ke Widuri. Widuri hanya manggut-manggut mendengarnya. Itu hal biasa yang dia dengar selama ini. Meski Emran sedang berusaha bersikap adil, tapi tetap saja bagi Widuri, Emran lebih cenderung berpihak ke Mawar.
“Kamu gak keberatan kami tinggal sendirian kan, Widuri?” Mawar kembali bersuara.
Widuri yang sedang mengunyah apelnya hanya menggeleng ta
Beberapa jam sebelumnya ... Emran datang bersama Mawar ke kafe tersebut. Dia sudah memesan tempat untuk merayakan hari ulang tahun Mawar. Emran tidak tahu kalau hari ulang tahun Mawar dan Widuri sama. Selama ini Emran memang tidak pernah mencari tahu banyak hal tentang Widuri. βMas, kok rame banget kafenya,β gumam Mawar saat mereka tiba. Emran hanya mengangguk sambil memperhatikan sekitar. Berulang ia melihat beberapa orang berpakaian kerja datang dan langsung masuk ke privat room yang terletak tak jauh dari tempatnya duduk. βIya. Mungkin ada acara di privat room.β Mawar hanya mengangguk kemudian dugaannya diperkuat saat salah seorang waiters memberitahu kalau ada pesta ulang tahun di privat room. Kebetulan yang berulang tahun salah satu karyawan dan dirayakan bersama temannya. Emran dan Mawar tidak mempedulikan acara ulang tahun di privat room tersebut. Mereka sudah asyik dengan acaranya sendiri. Emran juga sudah memberikan hadiah ulang tahun untuk Mawar, yaitu ponsel yang sama
“JAWAB!!!” seru Emran.Widuri terjingkat kaget mendengar ucapan Emran. Sudah lama Widuri tidak melihat kemarahan Emran dan kali ini dia harus melihatnya kembali. Widuri menelan saliva dan membuka mulutnya.“Aku ... aku merayakan ulang tahun bersama teman satu kantor di sana. Dandy yang punya ide untuk merayakan di kafe. Termasuk dandanan dan riasan ini juga. Kami ... kami tidak hanya berdua, tapi satu tim marketing. Kalau kamu tidak percaya kamu tanya saja waiters di kafe tadi.”Emran terdiam, mengatupkan rapat-rapat bibirnya sementara mata elangnya terus melihat ke arah Widuri. Rasanya Emran percaya dengan ucapan Widuri, karena dia juga melihat beberapa orang keluar masuk ke privat room di kafe tersebut.“Lalu kenapa dia menyentuhmu tadi?” Tepat dugaan Widuri, Emran marah saat melihat Dandy membantunya berjalan tadi.“Dia tidak menyentuhku secara sengaja, Emran. Dia membantuku berjalan. Sepatu yang aku ken
“Aku harus melakukan sesuatu,” gumam Mawar.Mawar gelisah, terjadi sesuatu dengan Widuri. Ia takut Emran kalap dan melakukan KDRT pada istri pertamanya itu. Memang Emran menyuruhnya masuk kamar, tapi rasa penasaran Mawar mengalahkan segalanya. Dengan mengendap-endap dia keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi di ruang tengah. Jarak ruang tengah dengan kamarnya cukup dekat, hanya beberapa langkah Mawar sudah bisa melihat apa yang terjadi di sana.Mawar mengedarkan pandangannya mencari suami dan madunya berada. Kemudian mata Mawar berhenti pada dua sosok yang sedang berdiri di sudut ruang tengah. Kali ini lampu ruang tengah tidak dinyalakan dengan terang. Namun, meski temaram Mawar sudah bisa melihat apa yang terjadi di sana. Ada pantulan lampu dari dapur yang menerangi pencahayaan di sana.Dalam samar, Mawar melihat Emran sedang memeluk Widuri, menyenderkannya di dinding ruang tengah dan terlihat sedang berinteraksi intim dengannya. Mawar terdiam,
βMas, aku nanti pulang agak malam. Hari ini ada audit dari kantor pusat dan aku harus menemani,β ujar Mawar sesaat sebelum keluar dari mobil. Emran hanya manggut-manggut mendengar ucapan Mawar. βIya, nanti kalau sudah selesai telepon saja. Biar aku jemput!β Mawar langsung tersenyum, ia sudah pamitan, salim lalu cipika cipiki seperti biasanya. Tentu saja Widuri yang melihat hal itu sudah biasa dan memalingkan wajah ke luar jendela seperti yang sudah-sudah. Rasanya melihat kemesraan suami dan madunya itu sudah makanan sehari-hari bagi Widuri. Jadi dia sudah kebal dan mati rasa dengan kata cemburu. βKamu gak pindah depan?β ujar Emran membuyarkan lamunan Widuri. Widuri melihat Emran melalui kaca spion dengan mata bulatnya yang terbelalak. βHarus, ya?β Emran tidak menjawab hanya berdecak dengan mata elangnya yang menghunus tajam ke Widuri melalui kaca spion. Widuri menarik napas panjang kemudian menganggukkan kepala. βIya, iya.β Wid
“Akh ... capek banget,” keluh Widuri.Ia baru saja tiba di rumah. Hari ini Widuri tidak ada lembur dan sengaja langsung pulang. Jarum jam menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit saat ia masuk ke dalam rumah. Widuri berjalan menuju dapur, membuka lemari es sambil mengambil sebotol air mineral.“Banyak bahan makanan. Aku masak saja, akh. Kebetulan pengen bikin nasi goreng seafood.”Widuri gegas naik ke lantai dua kamarnya, berganti baju kemudian tak lama sudah sibuk memasak. Ia memotong cumi, mengupas udang, bawang. Lalu menghaluskan bumbu dan siap eksekusi. Pukul enam lewat lima belas menit saat Widuri selesai masak.Ia kembali naik ke lantai dua, mandi, salat dan gegas turun lagi. Tadi pagi dia mendengar kalau Mawar pulang malam karena ada audit dan itu tandanya Emran juga. Kalau hanya dia sendiri di rumah, Widuri senang. Dia merasa bebas dan bisa melakukan apa saja.Widuri membawa sepiring nasi goreng dan es jeruk ke
“Loh, kok kamu sudah ganti, Mas. Kamu dari rumah?” tanya Mawar.Tepat dugaan Widuri, kalau Emran tadi keluar rumah untuk menjemput Mawar. Kini Mawar langsung mengajukan pertanyaan seperti itu begitu melihat penampilan Emran yang sudah terlihat santai. Emran tidak menjawab hanya menganggukkan kepala sambil terus fokus menatap lalu lintas di depannya.Mawar hanya menarik napas panjang sambil melihat Emran dengan sudut matanya. Entah mengapa wanita cantik berambut indah itu terlihat curiga. Kemudian perlahan Mawar membuka mulut dan mengajukan pertanyaan lagi.“Apa Widuri sudah datang? Sudah di rumah?”Emran menoleh sekilas ke arah Mawar, tidak menjawab hanya menganggukkan kepala lagi. Tentu saja melihat reaksi Emran, Mawar semakin curiga. Ini hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Emran selalu menunggunya pulang. Kalaupun Mawar ada meeting di kantor hingga malam, Emran lebih memilih menunggunya di kafe daripada di rumah dan menghab
“Kamu mau ke mana?” Mawar sudah berdiri di depan Emran dengan tatapan bertanya.Untung saja Emran sudah turun ke lantai satu dengan meloncat beberapa anak tangga langsung. Emran tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Gak ke mana-mana. Aku mau ke kamar, kok.”Emran sudah berjalan mendahului Mawar langsung masuk ke kamar. Mawar hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Kemudian dia gegas menyusul Emran. Dia juga sudah lelah dan ingin segera tidur saja. Sementara Emran harus menunda apa yang ingin dia katakan pada Widuri sampai besok pagi.Namun, keesokan harinya tidak disangka Mawar malah memintanya berangkat lebih pagi. Bahkan Emran belum sempat sarapan apa pun tadi.“Maaf, Mas. Aku tadi ditelepon dadakan ama Pak Ferdi. Gini deh kalau ada audit paling ribet.” Mawar sudah bersuara sambil sibuk merapikan riasannya.Emran hanya manggut-manggut sambil berulang kali menguap. Matanya terus berkaca-kaca dan me
“Mulai hari ini jangan menghindar dariku lagi!” ujar Emran.Widuri hanya diam, menatap dengan tertegun ke arah Emran. Ia bingung, apa maksud ucapan suaminya kali ini. Bukankah biasanya selalu Emran yang menjauh dan tidak mau mendekat ke arahnya. Kenapa kini malah kebalikannya.“Kamu manis juga kalau dilihat sedekat ini, ya!” Tiba-tiba Emran kembali bersuara dengan senyum terkembang.Seketika mata Widuri membola penuh seakan siap keluar dari tempatnya. Seumur pernikahannya baru kali ini Widuri mendengar Emran memuji dirinya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa Emran benar-benar berubah dan tertarik kepada Widuri?Widuri gegas mundur teratur, menepis tangan Emran yang masih menyentuh dagunya. Entah warna apa wajahnya kali ini, yang pasti ia sudah menunduk tak berani bertemu dengan mata elang milik pria ganteng di depannya ini.“Ak--aku ... aku turun dulu.” Suara Widuri terdengar gugup kali ini.Mendengar
βIBU!! Kok di sini?β tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. βPerut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.β Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. βYa β¦ gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.β Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. βYa udah, biar Ibu bangunin Rayhan.β Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. βGak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.β Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. βYa udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.β Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
βAku serius, Nay,β ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.βNay β¦ kamu gak mau menjawab pertanyaanku?β Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.βSaya β¦ saya harus menjawab apa, Dok?β lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.βInginku kamu jawab βiyaβ, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me