“Kenapa kamu tidak bilang saja kalau hari ini kamu mempertemukan Ibu dengan cucunya, David. David anakmu dengan Seline, bukan?” ujar Nilam.
Seketika Dandy terkejut saat mendengar Nilam berkata seperti itu. Dia tidak tahu kalau Nilam mengikutinya sedari pagi dan tahu apa yang dia lakukan seharian ini. Sementara Nilam tersenyum menyeringai melihat Dandy yang kebingungan.
“Kenapa? Kamu kaget, Mas? Aku sudah tahu semuanya dan teganya kamu membohongiku selama ini.”
Wajah Nilam terlihat penuh amarah dan kebencian, baru kali ini Dandy melihatnya. Selama ini Nilam yang ia kenal sangat manis, lugu, pemaaf dan tidak pernah marah. Berbanding terbalik dengan wanita di depannya kali ini.
Dandy masih terdiam di posisinya hanya menatap Nilam tanpa bergeming. Dia sendiri juga bingung harus menjelaskan dari mana.
“Aku tanpa sengaja menemukan paper bag berisi foto kalian dan alat test pack Seline di gudang. Kamu dan Seline ... kalian pu
“Aku sudah memaafkanmu, tapi aku tidak bisa melupakan kebohonganmu. Aku hanya ingin sendiri malam ini. Pergilah, Mas!!!” ucap Nilam lirih. Dandy yang mendengar ucapan istrinya hanya diam sambil menatapnya dengan sendu. Sementara Nilam sama sekali tidak mau melihat ke arah Dandy. Dandy menarik napas berulang kemudian menghembuskannya dengan kasar. Ia tahu kesalahannya sangat fatal dan wajar rasanya jika Nilam bersikap seperti ini. Perlahan Dandy bangkit dari kasur dan mengangukkan kepala. Ia menoleh sekilas ke arah Nilam, tapi sekali lagi Nilam melengos, menghindar dari tatapannya. Kemudian tanpa berkata apa pun, Dandy berlalu pergi keluar dari kamar Nilam. Sementara Nilam masih bergeming duduk di atas kasur. Dia langsung menangis sesenggukkan sepeninggal Dandy. Hatinya benar-benar sedih dan tak karuan. Tadinya Nilam sudah membulatkan tekad untuk minta cerai, tapi dia langsung berubah pikiran saat melihat ulah Dandy tadi. ** “Iya, Bu. Nanti aku antar ke bandara, pesawatnya sore, ka
“Kenapa kamu mengajak Nilam ke sini, Dandy? Ibu sudah bilang kamu saja yang datang,” ucap Bu Ami.Dandy terkejut mendengar ucapan ibunya. Ia menarik napas sambil menatap ibunya dengan bingung. Sementara Nilam yang berdiri di sebelahnya hanya diam membisu. Nilam sudah menduga kalau mertuanya akan bersikap seperti ini padanya.“Bu, Nilam istriku. Apa salah aku mengajaknya? Lagipula dia sudah tahu tentang David dan Seline.”Bu Ami berdecak, menganggukkan kepala sambil melihat ke arah Nilam dengan sinis.“Baguslah kalau sudah tahu. Kalau begitu suruh dia bersiap untuk berbagi dirimu, Dandy!!!”Dandy tercengang mendengar ucapan ibunya. Lagi-lagi hati Nilam kembali terluka oleh ucapan mertuanya. Dia sudah tahu akan mengarah ke mana perkataan Bu Ami kali ini.“Apa maksud Ibu?”Bu Ami tersenyum sambil menatap Dandy dengan sendu. “Semalam, Ibu dan Seline sudah membicarakannya. Dia bersedia
“Aku menyesal sudah mengenalkanmu ke Ibu. Padahal, aku hanya ingin memperbaiki keadaan. Namun, nyatanya kini makin membuat rumit semuanya. Tahu gitu lebih baik kamu tidak pernah muncul lagi dalam hidupku!!” ucap Dandy dengan dingin.Seline masih bergeming di posisinya dan kini menundukkan kepala semakin dalam. Tanpa diminta buliran bening sudah berkumpul di sudut matanya siap luruh kapan saja. Namun, Seline mencoba menahannya.Kesalahan Seline yang fatal adalah menolak lamaran Dandy tempo dulu. Namun, saat itu dia masih sangat muda, penuh ambisi dan juga ego yang tinggi. Mengapa juga Dandy malah mengungkitnya kini? Apa Dandy lupa kalau Seline mengalami hal yang sangat besar hingga mengubah hidupnya?Dia mengalami kecelakaan lalu koma cukup lama dan kehilangan ingatan. Andai saja ia tidak mengalami amnesia, mungkin usai kecelakaan itu Seline akan menemui Dandy dan menerima lamarannya. Namun, nasi sudah menjadi bubur dan Seline tidak mau terus berputar
“Apa??!!! Mas Dandy nikah lagi? Ayah ... Ayah dapat kabar dari siapa?” tanya Nilam.Dia sangat terkejut saat Pak Rudi malah menelepon dan memberitahu mengenai pernikahan kedua suaminya. Padahal jelas-jelas tempo hari Dandy menolaknya, kenapa sekarang malah keluarga Nilam mendengar kabarnya lebih dulu.[“Ayah tahu saja dan Ayah ingin kamu menjelaskan semuanya, Nilam!!!”]Nilam membisu, memejamkan mata sambil menggelengkan kepala. Berulang helaan napas keluar masuk dari bibir Nilam.“Semua yang Ayah dengar itu salah. Mas Dandy tidak pernah punya rencana menikah lagi apalagi kalau sampai aku mengizinkannya. Itu salah, Yah!!!”Pak Rudi hanya diam di seberang sana seakan sedang mendengarkan semua penjelasan Nilam.“Aku dan Mas Dandy baik-baik saja di sini, Yah. Semua yang Ayah dengar itu salah. Nanti kalau Mas Dandy sudah pulang, aku akan memintanya menelepon Ayah agar Ayah tenang.”[“S
“Aku tidak lupa. Aku tidak lupa kalau kamu ayahnya. Hanya saja ---“ Belum sempat Seline menjawab pertanyaan Dandy. Dandy sudah memotong kalimatnya.[“Katakan di rumah sakit mana kamu sekarang?”] Nada suara Dandy terdengar panik dan penuh tekanan. Seline diam, menghela napas panjang kemudian sudah mengatakan di rumah sakit mana ia berada sekarang.Padahal tadi pagi, Dandy marah-marah padanya bahkan menyesal karena sudah mengenalkan Seline serta David ke ibunya. Namun, mengapa kali ini dia terlihat khawatir seperti itu? Seline benar-benar tidak tahu apa yang ada di benak Dandy. Bisa jadi dia melakukan ini semua karena dia juga bingung dengan keadaan.Selang beberapa saat kemudian, Dandy datang. Wajahnya terlihat tegang, napasnya tersengal dengan rambut acak-acakan dan kemeja yang hampir sebagian keluar tanpa jas yang ia kenakan. Seline yang melihat kedatangan Dandy hanya tertegun menatapnya.“Mana dia? Apa dia baik-baik saja?&r
“Maaf, aku ketiduran,” ucap Dandy.Seline baru saja menepuk bahu Dandy dan pria berwajah manis itu sudah terjaga dari tidurnya. Ia berulang mengucek mata sambil melihat David yang tengah terpulas di atas brankar. Sepertinya usai menyuapi David tadi, Dandy terlelap sebentar di kursinya.“Sudah malam. Kamu tidak pulang?” Seline bersuara.Dandy mengangguk, kemudian bangkit sambil merapikan bajunya. Rambutnya sedikit acak-acakan dan wajahnya terlihat sangat lelah. Seline tertegun menatapnya dan tidak tega melihat wajah pria yang pernah ia cintai ini terlihat lesu.“Apa kamu tidak menelepon Nilam tadi?” Kembali Seline bersuara. Dandy tampak terkejut, kemudian terlihat meraba saku kemeja dan celananya seakan sedang mencari sesuatu.“Astaga!! Ponselku tertinggal di mobil. Nilam pasti khawatir, aku harus pulang!!!”Tanpa mengulang kalimatnya, Dandy gegas berlalu pergi begitu saja. Ia bahkan terlihat te
“Iya, Mas. Aku tidak tahu kalau David alergi, untung Seline tidak. Jadi dia yang memakannya,” tutur Nilam.Dandy hanya diam, mengatupkan rapat bibirnya sambil melirik sekilas ke arah Seline. Terlihat sekali Dandy menyesal dengan apa yang baru saja dia lakukan. Harusnya dia bertanya dulu sup ayam buatan siapa itu dan tidak langsung membuangnya begitu saja.Sama halnya dengan Dandy, Seline terdiam dan menundukkan kepala seakan pura-pura sibuk melanjutkan pekerjaannya. Sementara Nilam dengan riang membereskan mangkuk kosong tadi dan menyimpannya ke dalam paper bag.Nilam kemudian berjalan menuju Dandy dan berdiri di sampingnya.“Mas sudah makan?” tanya Nilam.Dandy tersenyum dan mengangguk dengan kikuk. Gara-gara insiden sup ayam tadi, dia jadi serba salah. Dandy berharap Nilam tidak tahu kalau dia yang membuang masakannya. Dandy masih ingat bagaimana parahnya alergi Seline pada daging ayam. Itu sebabnya, tanpa pikir panjang Dandy langsung membuang begitu saja sup ayamnya. Dia sendiri jug
“Seline ... mengapa Seline tidur di sini?” desis Dandy.Ia sangat terkejut mendapati Seline yang tertidur dalam pelukannya. Bukankah semalam dia tidur bersama David. Mengapa kini jadi Seline? Dandy masih mencoba membuat dirinya tersadar seratus persen.Matanya terus mengerjap sambil mengedarkan pandangan. Ia bahkan melirik ke kasur sebelah Seline dan dia tidak mendapati David di sana. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa dia salah kamar? Atau berjalan saat tidur?Perlahan Dandy mengangkat tangannya hendak mengurai pelukan, tapi ternyata gerakannya membuat Seline membuka mata. Hal yang sama terjadi pada Seline. Dia sangat terkejut saat melihat sedang tertidur dalam pelukan Dandy. Seline gegas bangun dan duduk di atas kasur. Dia terlihat gugup sekaligus bingung.Dandy ikut bangun, duduk di atas kasur dan menilik Seline dengan sudut matanya.“David ke mana?” Seline malah bersuara lebih dulu bertanya ke Dandy.Dandy tidak men
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me