“Ya ampun, Mas ... aku seneng banget. Ternyata gak rugi aku ikut. Semuanya benar-benar indah,” celoteh Mawar.
Emran sudah menjemputnya di bandara dan sepanjang perjalanan pulang, Mawar terus bercerita. Tentang indahnya kota yang dia datangi, aneka makanan yang enak dan unik lalu tentang bangunan indah di sana. Belum lagi kerapian dan kedisiplinan penduduknya, semua dicermati Mawar.
Emran hanya manggut-manggut sambil mendengarkan semua cerita Mawar. Ia senang kalau Mawar menikmati liburannya. Rasanya keputusannya tepat saat tidak memberitahu acara launching hotel tempo hari.
“Ngomong-ngomong, aku kamu beliin oleh-oleh, gak?” Emran menginterupsi cerita Mawar.
Mawar langsung tersenyum dan menganggukkan kepala. “Iya, semua sudah aku belikan. Kamu, Widuri, Mama, Kak Lani bahkan si Kecil Denzel.”
Emran kembali tersenyum sambil menggerakkan kepala.
“Sebenarnya kemarin aku juga ingin membelikan oleh-oleh unt
“Kamu pulang jam berapa semalam, Mas?” tanya Mawar.Mawar baru saja bangun dan melihat Emran sudah bersiap. Suami gantengnya itu tampak merapikan baju sambil berdiri di depan cermin. Ia mengenakan baju kerja seperti biasa dan berpenampilan mempesona seperti setiap harinya. Hanya saja kali ini yang menarik perhatian Mawar adalah rambut Emran basah, seperti baru saja keramas.Emran tersenyum, melihat Mawar dari pantulan cermin di depannya.“Jam sebelas. Aku lihat kamu sudah tidur semalam.”Mawar menghela napas panjang sambil menyibak rambutnya. Semalam dia memang sangat lelah dan langsung terlelap begitu kepalanya nempel ke bantal. Padahal semalam dia ingin menghabiskan waktu dengan Emran menuntaskan kerinduannya.“Kok kamu gak bangunin aku, Mas.” Mawar kini mengajukan protes.Emran kembali tersenyum dan berjalan menghampiri Mawar kemudian duduk di sampingnya.“Kamu kelihatan capek gitu. Aku gak
“Tidak hanya nafkah lahir yang harus aku bagi dengan rata, tapi juga nafkah batin, Mawar. Aku rasa kamu tahu itu,” ucap Emran dengan tegas.Mawar hanya diam dan spontan menundukkan kepala. Dia sangat kesal sekaligus marah, tapi dia juga tidak bisa menunjukkan reaksinya ke Emran kali ini. Bukankah sebelum menikah dulu, malah dia yang mengajukan syarat ke Emran agar berlaku adil. Kalau dia menentangnya, ini sama saja seperti menjilat ludah sendiri.“Aku tahu kok, Mas. Maaf ... aku sudah lancang bertanya seperti itu. Lain kali aku tidak akan menanyakannya lagi.”Akhirnya Mawar bersuara meski dengan menundukkan kepala. Emran hanya manggut-manggut melihat reaksinya. Selang beberap saat, Mawar sudah tiba di kantor. Semua rekan kerja menyambut kedatangannya. Apalagi mulai hari ini dia sudah menduduki posisi barunya sebagai kepala cabang di bank tersebut.“Bu, ada email dari pusat!” ujar seorang bawahannya begitu Mawar datang.
“Karena kamu nyuapin Denzel dan belum makan, jadi biar aku kali ini yang nyuapin kamu. Ayo, buka mulutmu, Widuri!!” ucap Emran. Tangan pria tampan itu terus terulur ke arah Widuri dengan sebuah sendok berisi penuh nasi beserta lauknya. Widuri tertegun menatapnya. Hal yang sama juga dilakukan Lani dan Mawar. “Tante, ayo buka mulutnya!! Kayak aku begini.” Denzel menginterupsi lamunan Widuri. Widuri tersenyum dan akhirnya meniru apa yang dilakukan Denzel. Ia membuka mulut dan membiarkan Emran menyuapinya malam ini. Lani yang melihatnya hanya mengulum senyum. Sementara hanya Mawar yang terdiam dan berulang kali memalingkan wajah. Meski ada senyuman di wajah wanita cantik itu, tapi Lani bisa melihat kalau adiknya sedang marah sekaligus cemburu. “Lain kali ke rumah kalau ada aku saja, Kak,” ucap Mawar. Mereka baru saja selesai makan dan sedang berada di ruang tamu. Mawar memang sengaja mengajak kakaknya untuk duduk di ruang tamu. Widuri terlihat sedang di ruang makan bersama Denzel meny
“Kamu bangun jam berapa, Mas? Kok aku gak melihatmu tadi,” tanya Mawar.Mawar langsung bertanya ke Emran yang baru saja keluar dari kamar mandi. Mawar memang baru bangun karena mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Emran keluar dari kamar mandi hanya mengenakan bathrobe dengan rambut yang basah. Usai menghabiskan waktu bersama Widuri sepanjang malam, Emran memang kembali ke kamar kemudian mandi.Ia tidak tahu kalau Mawar terbangun saat jam dua dini hari dan mencarinya yang menghilang ke kamar Widuri. Emran tersenyum dan berjalan menghampiri Mawar yang sedang terbaring di atas kasur.“Aku barusan bangun terus mandi.” Emran malah berkata bohong kali ini.Mawar terdiam dan menganggukkan kepala. Semakin lama, Emran memang semakin berubah. Bahkan suaminya berani berkata bohong padanya. Padahal jelas-jelas semalam Emran menghilang dari kamar dan Mawar sudah memastikan kalau suaminya menyelinap ke kamar Widuri. Namun, mengapa Emra
“Mawar, apa kamu sudah hubungi Emran? Kok dia belum datang,” ujar Tante Karin. Semua anggota keluarga Mawar sudah berkumpul di tempat acara. Kali ini acara penghargaan tersebut diselenggarakan di sebuah ballroom hotel bintang lima. Keluarga Mawar sudah duduk di tempat yang disediakan. Nantinya Mawar akan duduk berkumpul bersama beberapa rekan yang menerima penghargaan. “Mas Emran sudah di jalan kok, Ma. Barusan saja aku telepon.” Mawar sudah menjawab. “Syukurlah. Mama pikir dia tidak akan datang.” Mawar hanya tersenyum sambil menatap sendu ke arah wanita paruh baya di depannya ini. Mawar terlihat cantik malam ini. Dia sangat gembira. Ini adalah malam paling istimewa baginya. Ini bukti keberhasilan Mawar dalam dunia kerja dan dia sangat puas dengan hal itu. “Bu Mawar, Ibu diminta berkumpul dengan rekan yang lain. Acara sebentar lagi dimulai.” Seorang pria berusia 20-an mendekat dan mengingatkan Mawar. Sepertinya dia salah satu anggota
“Aku ke toilet dulu, ya!!” pamit Widuri.Sejak dari awal datang tadi, Widuri sudah tidak enak dengan reaksi Mawar. Namun, sepertinya Emran tidak memperhatikannya. Untuk itulah, Widuri sengaja menyingkir. Widuri ingin memberi waktu mereka berdua.Emran hanya mengangguk saat Widuri berpamitan. Menyisakan Mawar dan Emran saja kali ini. Tante Karin bersama Lani serta suami Lani sedang bergantian mengambil makanan.“Apa maksudmu mengajak Widuri ke sini, Mas?” cicit Mawar lirih.Sepertinya Mawar sudah berusaha menahan pertanyaan ini sedari tadi dan baru kali ini bisa mengungkapkannya. Emran terlihat heran menatap Mawar dengan tajam.“Sayang ... aku rasa aku sudah membahas hal ini sebelumnya.”Mawar berdecak dan menggelengkan kepala. Mawar mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Emran. Ia tidak ingin pembicaraannya dengan Emran didengar orang.”Aku tahu kamu ingin berlaku adil, tapi tidak begini juga
Empat hari berselang usai acara malam penghargaan itu. Hari ini awal tahun yang menyenangkan untuk Mawar. Sejak bangun pagi tadi dia terus mengukir senyuman manis di wajah ayunya. Memang saat libur akhir tahun kemarin, sengaja Widuri mengizinkan Emran menghabiskan waktu bersama Mawar. Widuri tidak mau memperkeruh keadaan gara-gara kehadirannya yang tak diundang di acara Mawar tempo hari.Emran dan Mawar menghabiskan liburan akhir tahunnya bersama, sementara Widuri menikmatinya sendiri di rumah. Dari awal pernikahan Widuri sudah mengalah dan tak masalah baginya untuk mengalah kembali kemarin. Anggap saja ini sebagai permintaan maaf Widuri karena sudah merusak acara Mawar.“Pagi, Widuri!!” sapa Mawar dengan ceria.Dia baru saja keluar kamar dan menghampiri Widuri yang sedang asyik memotong apel di ruang makan. Widuri tersenyum sambil mengangguk. Ia senang sikap Mawar padanya kembali seperti awal nikah dulu.“Aku bikin sarapan apa, ya?&rdqu
“Suamiku sangat mengenal suamimu bahkan dia tahu kalau nama istrinya adalah Widuri Yasmin bukan Mawar Rosdiana. Jadi, ada hubungan apa kamu dengan Tuan Emran Hafiz?” tanya Sisi penuh selidik.Seketika Mawar terdiam. Bibirnya terkatup rapat, matanya yang indah terlihat marah dan penuh gejolak. Namun, sebisa mungkin Mawar menahan emosinya.“Dari siapa kamu tahu semua itu?” Akhirnya Mawar bisa bersuara.Sisi tersenyum dengan sinis. Memang selama ini dia berteman dengan Mawar, tapi tentu saja rasa saling bersaing itu pasti ada. Apalagi posisi Mawar lebih tinggi dari Sisi kali ini. Padahal mereka awalnya setara jabatannya. BIsa jadi sekarang Sisi sedang memanfaatkan kelemahan Mawar untuk menyingkirkannya.“Tentu saja dari suamiku. Tempo hari suamimu mengenalkan Widuri sebagai istrinya di acara launching hotel. Suamiku juga datang saat itu. Kalau kamu tidak percaya, aku bisa tunjukkan fotonya.”Mawar tampak tercengang.
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me