“Kamu bangun jam berapa, Mas? Kok aku gak melihatmu tadi,” tanya Mawar.
Mawar langsung bertanya ke Emran yang baru saja keluar dari kamar mandi. Mawar memang baru bangun karena mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Emran keluar dari kamar mandi hanya mengenakan bathrobe dengan rambut yang basah. Usai menghabiskan waktu bersama Widuri sepanjang malam, Emran memang kembali ke kamar kemudian mandi.
Ia tidak tahu kalau Mawar terbangun saat jam dua dini hari dan mencarinya yang menghilang ke kamar Widuri. Emran tersenyum dan berjalan menghampiri Mawar yang sedang terbaring di atas kasur.
“Aku barusan bangun terus mandi.” Emran malah berkata bohong kali ini.
Mawar terdiam dan menganggukkan kepala. Semakin lama, Emran memang semakin berubah. Bahkan suaminya berani berkata bohong padanya. Padahal jelas-jelas semalam Emran menghilang dari kamar dan Mawar sudah memastikan kalau suaminya menyelinap ke kamar Widuri. Namun, mengapa Emra
“Mawar, apa kamu sudah hubungi Emran? Kok dia belum datang,” ujar Tante Karin. Semua anggota keluarga Mawar sudah berkumpul di tempat acara. Kali ini acara penghargaan tersebut diselenggarakan di sebuah ballroom hotel bintang lima. Keluarga Mawar sudah duduk di tempat yang disediakan. Nantinya Mawar akan duduk berkumpul bersama beberapa rekan yang menerima penghargaan. “Mas Emran sudah di jalan kok, Ma. Barusan saja aku telepon.” Mawar sudah menjawab. “Syukurlah. Mama pikir dia tidak akan datang.” Mawar hanya tersenyum sambil menatap sendu ke arah wanita paruh baya di depannya ini. Mawar terlihat cantik malam ini. Dia sangat gembira. Ini adalah malam paling istimewa baginya. Ini bukti keberhasilan Mawar dalam dunia kerja dan dia sangat puas dengan hal itu. “Bu Mawar, Ibu diminta berkumpul dengan rekan yang lain. Acara sebentar lagi dimulai.” Seorang pria berusia 20-an mendekat dan mengingatkan Mawar. Sepertinya dia salah satu anggota
“Aku ke toilet dulu, ya!!” pamit Widuri.Sejak dari awal datang tadi, Widuri sudah tidak enak dengan reaksi Mawar. Namun, sepertinya Emran tidak memperhatikannya. Untuk itulah, Widuri sengaja menyingkir. Widuri ingin memberi waktu mereka berdua.Emran hanya mengangguk saat Widuri berpamitan. Menyisakan Mawar dan Emran saja kali ini. Tante Karin bersama Lani serta suami Lani sedang bergantian mengambil makanan.“Apa maksudmu mengajak Widuri ke sini, Mas?” cicit Mawar lirih.Sepertinya Mawar sudah berusaha menahan pertanyaan ini sedari tadi dan baru kali ini bisa mengungkapkannya. Emran terlihat heran menatap Mawar dengan tajam.“Sayang ... aku rasa aku sudah membahas hal ini sebelumnya.”Mawar berdecak dan menggelengkan kepala. Mawar mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Emran. Ia tidak ingin pembicaraannya dengan Emran didengar orang.”Aku tahu kamu ingin berlaku adil, tapi tidak begini juga
Empat hari berselang usai acara malam penghargaan itu. Hari ini awal tahun yang menyenangkan untuk Mawar. Sejak bangun pagi tadi dia terus mengukir senyuman manis di wajah ayunya. Memang saat libur akhir tahun kemarin, sengaja Widuri mengizinkan Emran menghabiskan waktu bersama Mawar. Widuri tidak mau memperkeruh keadaan gara-gara kehadirannya yang tak diundang di acara Mawar tempo hari.Emran dan Mawar menghabiskan liburan akhir tahunnya bersama, sementara Widuri menikmatinya sendiri di rumah. Dari awal pernikahan Widuri sudah mengalah dan tak masalah baginya untuk mengalah kembali kemarin. Anggap saja ini sebagai permintaan maaf Widuri karena sudah merusak acara Mawar.“Pagi, Widuri!!” sapa Mawar dengan ceria.Dia baru saja keluar kamar dan menghampiri Widuri yang sedang asyik memotong apel di ruang makan. Widuri tersenyum sambil mengangguk. Ia senang sikap Mawar padanya kembali seperti awal nikah dulu.“Aku bikin sarapan apa, ya?&rdqu
“Suamiku sangat mengenal suamimu bahkan dia tahu kalau nama istrinya adalah Widuri Yasmin bukan Mawar Rosdiana. Jadi, ada hubungan apa kamu dengan Tuan Emran Hafiz?” tanya Sisi penuh selidik.Seketika Mawar terdiam. Bibirnya terkatup rapat, matanya yang indah terlihat marah dan penuh gejolak. Namun, sebisa mungkin Mawar menahan emosinya.“Dari siapa kamu tahu semua itu?” Akhirnya Mawar bisa bersuara.Sisi tersenyum dengan sinis. Memang selama ini dia berteman dengan Mawar, tapi tentu saja rasa saling bersaing itu pasti ada. Apalagi posisi Mawar lebih tinggi dari Sisi kali ini. Padahal mereka awalnya setara jabatannya. BIsa jadi sekarang Sisi sedang memanfaatkan kelemahan Mawar untuk menyingkirkannya.“Tentu saja dari suamiku. Tempo hari suamimu mengenalkan Widuri sebagai istrinya di acara launching hotel. Suamiku juga datang saat itu. Kalau kamu tidak percaya, aku bisa tunjukkan fotonya.”Mawar tampak tercengang.
“Sudah cukup berghibahnya?” tanya Mawar dengan dingin.Seketika semua karyawan yang berada di sana tampak terdiam dan gugup. Kemudian salah satu dari mereka sudah bersuara.“Maaf, Bu. Kami gak bermaksud ---“Belum selesai karyawan itu bicara, Mawar sudah mengangkat tangannya ke udara. Matanya kini menatap penuh amarah ke setiap orang yang mengantri di sana.“Apa ini hobby kalian? Suka bergunjing di belakang atasannya? Mengatakan hal yang belum pasti benar lagi.”Semua yang berada di sana menunduk dan tak berani melihat ke arah Mawar. Mawar kesal dan sangat marah, padahal selama ini tidak ada yang tahu status pernikahannya dengan Emran. Semua hanya tahu dia sudah menikah, tapi bukan sebagai istri kedua. Salahnya juga yang keceplosan bicara saat bersama Sisi tadi pagi.“Siapa yang menyebar rumor itu?” Mawar kembali bertanya.Semua yang ada di sana masih membisu dan tidak berani mengangkat
Pagi itu, mereka tampak sedang asyik menikmati sarapan di ruang makan. Kali ini Mawar yang menyiapkan sarapan untuk mereka. Emran terlihat lahap menikmati makan paginya dan Mawar selalu senang kalau Emran menikmati masakannya.“Hari ini aku berangkat lebih dulu ya, Mas. Aku ada meeting pagi.” Mawar bersuara yang langsung diiyakan oleh anggukkan Emran.Pukul tujuh lima belas, Mawar sudah berpamitan meninggalkan Widuri dan Emran.“Kamu sudah berkemas, Widuri?” tanya Emran.“Iya, sudah, Mas. Apa Mas sudah bilang ke Mawar kalau kita akan keluar kota?”Emran tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Iya, sudah, semalam. Dia gak papa.”Widuri hanya diam dan menganggukkan kepala. Widuri tidak tahu kalau Emran tidak minta izin ke Mawar akan keluar kota bersamanya. Memang awalnya Widuri menolak ajakan Emran. Namun, Emran sudah mengatakan alasannya untuk bersikap adil pada dua istrinya. Tempo hari dia suda
Tiga hari berselang, Mawar habiskan seorang diri. Ia sengaja tidak pulang ke rumah Tante Karin. Rumah keluarga Mawar letaknya lebih jauh dari rumahnya. Selain itu akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk berangkat kerja dari sana. Sementara Mawar semakin sibuk akhir-akhir ini. Dia selalu pulang lewat jam kantor, begitu sampai rumah langsung terlelap.Hari ini sengaja Mawar ingin menghabiskan waktu makan siangnya di luar. Dia ditemani oleh beberapa rekan kali ini. Mereka memang baru saja meeting di kantor cabang lain, itu sebabnya Mawar tidak seorang diri.“Mau makan apa?” tawar Mawar kepada rekannya.“Makan chinese food saja, Bu,” jawab salah satu rekannya.Mawar mengangguk kemudian sudah berjalan menuju resto chinese food di dalam mall tersebut. Dia mengenal salah satu gerai resto chinese food yang masakannya enak dan sesuai lidahnya. Kali ini mereka duduk di bagian depan resto, karena bagian dalamnya penuh. Jam makan siang seper
“Kamu keluar kota bersama Widuri, bukan? Kamu menghabiskan waktu tiga hari ini bersamanya, kan?” ucap Mawar dengan sinis.Emran hanya diam, mengatupkan rapat bibirnya sambil menatap tajam ke arah Mawar. Mata Emran kini melirik ke arah foto yang ditunjukkan Mawar dari ponselnya. Emran penasaran siapa yang mengambil gambarnya bersama Widuri saat keluar kota kemarin? Apa ada orang yang sengaja ingin mengacaukan rumah tangganya kali ini? Yang pasti Emran sebenarnya tidak berniat bohong hanya saja, Mawar selalu marah dan tidak terima jika dia berkata jujur sedang menghabiskan waktu dengan Widuri.“Kenapa diam? Gak bisa memberi alasan? Atau terkejut karena kebohonganmu terbongkar?”Emran menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan pelan.“Sayang ... aku gak bermaksud bohong. Hanya saja situasinya ... aku ---“Emran tidak meneruskan kalimatnya. Ia benar-benar bingung harus mengatakan dari mana.“CUKUP
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me