“Syukurlah kalau kalian akhirnya membatalkan perceraiannya,” ucap Widuri.
Begitu tahu Nilam masuk rumah sakit, Widuri dan Emran yang kebetulan masih berada di kampung halaman mereka menjenguk Nilam pagi ini. Dandy sengaja mengajukan cuti beberapa hari untuk menjaga Nilam dan ikut menemani Nilam kali ini.
“Sepertinya Tuhan tidak ingin kami berpisah dan sekarang malah memberi kami hadiah, Widuri.” Dandy berkata sambil mengelus lembut perut Nilam.
Widuri tersenyum sambil berulang menganggukkan kepala.
“Aku doakan bayi dan ibunya selalu sehat sampai hari persalinan.”
“Makasih, Mbak.” Akhirnya Nilam bersuara setelah terdiam beberapa saat.
“Terus gimana dengan Seline dan David. Kamu sudah menyelesaikan urusannya?” Kini Emran yang bertanya.
Dandy menghela napas panjang dan menarik Emran untuk duduk di sofa penunggu. Emran menurut, hanya Widuri yang masih duduk di sebelah brankar tem
“GAK!! Gak mungkin,” ucap Seline.Tentu saja ucapan Seline kali ini membuat Bu Hanum terkejut. Wanita paruh baya berwajah teduh itu tertegun sambil melihat ke arah Seline tanpa suara. Melihat diperhatikan Bu Hanum sedemikian rupa membuat Seline gegas tersadar.“Eng ... maaf, maksud saya berkata seperti itu karena sebelumnya Pak Dandy pernah bilang kalau ada masalah dengan rahim istrinya, Bu.”Bu Hanum langsung tersenyum dan menganggukkan kepala. Untuk soal itu, Bu Hanum memang tidak mengetahuinya. Beliau hanya tahu kalau Nilam pernah keguguran akibat kecelakaan mobil kala itu. Namun, apa pun alasannya Seline seharusnya tidak bereaksi seperti itu terhadap berita kehamilan Nilam.“Kalau boleh tahu kapan Pak Dandy masuk kantor? Saya ada keperluan mendesak yang tidak bisa diwakilkan.”Bu Hanum terdiam sesaat seakan berpikir. “Saya tidak tahu pastinya, Bu. Nanti kalau Pak Dandy menghubungi akan saya tanyakan leb
“DAVID!!! Sejak kapan kamu di sini?” pekik Dandy.Dia sangat terkejut saat melihat David sudah berada di ruang tamu rumahnya dan terlihat sedang menunggu kedatangan Dandy. Belum sempat David menjawab, tiba-tiba Seline keluar dari dalam rumah.“Kami baru saja datang, Dandy,” sahut Seline.Dandy menoleh, hal yang sama juga dilakukan Nilam. Wanita manis itu terdiam saat melihat Seline dan dengan spontan mempererat pelukannya di bahu Dandy. Dandy melihat reaksi istrinya. Ia tahu mengapa Nilam bersikap seperti itu. Bisa jadi Nilam masih cemburu dengan Seline.“Bisa kita bicara sebentar, Dandy? Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu, tapi tentu saja setelah kamu menurunkan Nilam.”Seline kembali bersuara dengan senyum aneh melihat ke arah Nilam. Nilam hanya diam membalas dengan tatapan yang penuh arti. Sementara Dandy hanya menghela napas panjang. Setelah beberapa saat kemudian dia membuka suara“Kita bisa bicara sekarang. Aku ingin Nilam juga ikut mendengarnya.”Seline tersenyum
“Sudah siap?” tanya Dandy.Sesuai permintaan David, akhir pekan ini Dandy dan Nilam akan datang ke sekolahnya. Tadi Dandy sudah mengirim pesan ke Seline kalau akan bertemu mereka di sekolah saja.Nilam tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Sudah, Mas. Buruan berangkat biar gak telat.”Dandy mengangguk kemudian sudah menjalankan mobilnya menuju sekolah David. David sekolah di sebuah sekolah internasional di kota ini. Mungkin karena sebelumnya David sekolah di tempat yang sama sehingga dia merasa kesulitan jika dipindahkan ke sekolah lain.Sebenarnya jarak sekolah David dengan rumahnya cukup jauh, tapi mengingat kualitas yang diberikan cukup bagus Seline tidak mempermasalahkannya.“Dad, Tante!!” pekik David begitu melihat Dandy dan Nilam datang.Bocah laki-laki itu berlarian menghampiri Dandy dan Nilam yang baru saja turun dari mobil. Nilam melihat hampir semua orang yang datang mengenakan kaos putih. Sepe
“Itu siapa, sih? Bukan wali murid sini, kan?” tanya seorang wanita.Sepertinya mereka wali murid yang sedang asyik melihat sekaligus mengikuti acara hari ini. Kali ini mereka sedang asyik memperhatikan Nilam.“Iya, benar. Aku gak pernah lihat, tapi kata anakku yang cowok itu papanya David. Anakku ‘kan temannya David,” sahut wanita yang lain.“Itu papanya David. Baru lihat sekarang. Kalau itu papanya David, wanita yang berdiri di sebelahnya siapa? Kalau dilihat dari gestur tubuh mereka sih kayak suami istri gitu. Lihat saja perut istrinya buncit kayak sedang hamil gitu.” Kini datang wanita usia sebaya mereka yang ikut bergosip.“Iya, bener-bener. Kalau itu istrinya, terus mamanya David apanya?”Beberapa wanita itu kini sudah melirik ke arah Seline yang baru saja menyelesaikan lomba.“Kayaknya mamanya David itu yang orang ketiga. Bisa jadi juga istri keduanya. Lihat saja papanya terli
“Aduh.” Nilam meringis sambil memegang perutnya.Untung saja Dandy lebih dulu datang sehingga bisa menangkap Nilam sebelum jatuh ke tanah.“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Dandy.Nilam tidak menjawab, dia terus meringis kesakitan. Tanpa banyak bertanya, Dandy langsung menggendong istrinya dan membawa pergi dari tempat itu. Kerumunan orang berangsur menghilang masih sesekali terdengar bisik-bisik yang tak menyenangkan dari sana.Sementara itu David dan Seline berlarian menghampiri Dandy ke mobil. Dandy sedang sibuk memasang seat belt Nilam saat Seline dan David datang.“Dandy, maaf. Aku tidak sengaja. Aku tadi mau mengarahkan bolanya ke kamu, tapi malah melenceng ke Nilam.” Seline sudah bersuara.Dandy hanya diam, tidak menjawab. Namun, sorot matanya sudah menunjukkan kemarahan yang sangat ke Seline.“Dad, Tante, maafin Mommy, ya!! Mommy gak sengaja.” Kini David yang bersuara.
“Jadi apa hasilnya, Dok?” tanya Dandy.Senin pagi sebelum berangkat ke kantor. Dandy menyempatkan datang ke rumah sakit. Hasil tes DNA David sudah keluar dan dia ingin segera mengetahuinya. Seorang pria paruh baya tersenyum sambil menyerahkan sebuah amplop ke Dandy.Perlahan Dandy membuka amplop tersebut. Dadanya tanpa diminta berdebar hebat. Ia sudah siap apa pun hasilnya nanti. Kemudian Dandy langsung tertegun begitu membaca isi di dalam amplop tersebut.“Dia anak kandung saya,” desis Dandy.“Iya, Tuan. Berdasar tes yang kami lakukan hasilnya seperti itu,” ucap dokter tersebut.Dandy menarik napas panjang, memasukkan hasil tes ke dalam amplop dan menyimpannya di saku jas. Sepertinya Seline tidak berbohong selama ini. Itu artinya Dandy harus berani memberi batasan pada Seline agar tidak terjadi kesalahan seperti sebelumnya.“Terima kasih, Dok.”Dandy sudah berdiri, berpamitan dan berlal
“Aku ibumu, bukan Nilam!! Jadi jangan sekali pun menyebut namanya di depanku!!!” seru Seline.David hanya menunduk dan terlihat ketakutan usai mendengar ucapan Seline tadi. Sepertinya Seline menyadari kesalahannya. Ia menghela napas panjang dan terlihat menyesal.“Sorry, David. Mommy gak bermaksud membentakmu. Hanya saja ---““Iya, aku tahu, Mom. Aku yang salah. Aku minta maaf, Mom.” David malah lebih dulu bersuara meminta maaf sambil melihat ke arah Seline.Seline terdiam sesaat, ia mengelus lembut wajah putranya sambil tersenyum. Seline sendiri tidak tahu mengapa tiba-tiba marah pada David. Dia merasa Nilam sudah merebut semua miliknya. Mulai dari Dandy dengan perhatiannya dan kini David.Seline cemburu, marah, kesal dan terluka. Namun, sebisa mungkin dia menyembunyikan semua itu. Hingga semua pujian David tadi membuat Seline marah.“Sekarang kita ke grandma. Beliau mencarimu tadi.”Se
“Apa Bapak ingin bertanya siapa yang menghamili Seline?” tanya Dandy. Dia sudah tidak sabar menunggu pertanyaan keluar dari mulut Pak Jordan, sehingga menebak lebih dulu. Dandy sudah tidak kuasa menahan gelisah di dadanya. Dia tidak mau mendapat serangan kepanikan yang membuatnya melakukan kesalahan. Namun, hal tak terduga didapatkan Dandy usai mengajukan pertanyaan tersebut. Pak Jordan langsung terkekeh usai mendengar pertanyaan Dandy. Dandy terkejut, mengernyitkan alis melihat Pak Jordan dengan bingung. “Apa ada yang salah dengan pertanyaan saya, Pak?” Pak Jordan tidak menjawab hanya mengulum senyum ke arah Dandy. Tentu saja ulah Pak Jordan kali ini membuat Dandy makin bingung. “Ternyata meski Anda kuliah di luar negeri, tapi cara berpikir Anda sungguh berbeda, Pak Dandy.” Dandy membisu, dia tidak tahu apa maksud pembicaraan atasannya kali ini. “Saya dan juga keluarga Seline tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Mereka sudah dewasa dan pasti tahu apa yang telah dilakukannya.
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me