Waktu berjalan dengan cepatnya. Tak terasa kini Ali sudah berumur empat tahun. Rencananya, awal tahun ajaran baru Fina akan memasukkan anaknya ke jenjang taman kanak-kanak. Selain belajar setiap malam bersamanya, belajar bersama teman sebayanya juga bagus untuk melatih sosialnya.
Beberapa bulan belakangan Rama disibukkan dengan proyeknya di kantor. Hal itu kerap kali membuat Fina susah untuk menghubungi suami. Setiap malam biasanya Rama menemani Ali belajar, tapi akhir-akhir ini tidak. Ali keburu ngantuk menunggu Ayahnya bisa dihubungi.
Tidak hanya dirasakan oleh Ali saja. Fina juga merasakan ada yang berbeda dengan suaminya. Saking sibuknya, ia susah untuk dihubungi. Tak jarang Fina menjadi merasa kesal dengan sikap suaminya itu. Tapi lagi-lagi ia berusaha kuat, meski poin kedua yaitu komunikasi sedang tidak baik. Setidaknya poin pertama dan ketiga tetap ia kuatkan.
“Mama, Ayah kemana?” tanya Ali yang duduk disebelahnya sambil sibuk
Usai sarapan, Fina dan rombongan berangkat jalan-jalan. Di dalam mobil sudah banyak camilan untuk menemani perjalanan. Itu semua sudah disipakan Rama sebelum ia pulang. Di dalam mobil, Ali yang duduk di bangku depan dipanguan Fina, menceritakan banyak hal kepada sang Ayahnya.Sambil konsentrasi dengan kemudianya, Rama juga mendengarkan celotehana jagoannya. Ia merasa sangat ketinggalan dengan perkembangan sang buah hati. Jagoannya itu kini sudah tumbuh besar dan cerdas. Belum lagi, sebentar lagi ia juga akan di daftarkan ke taman kanak-kanak.“Ayah, temen-temen Ali tuh udah banyak yang punya adik, Ali kapan punya adik, Yah?” pertanyaan polos Ali membuat Rama dan Fina saling berpandangan. Begitupun dengan Safa dan Laras di bangku belakang.“Kata ate Safa, kalau Ali pengen punya adik, Ayah harus sering pulang. Supaya Ali cepat punya adik, itu benar, Yah,” pertanyaan kedua Ali langsung membuat Fina dan Rama menoleh ke belakan
Tahun ini menjadi tahun ke 6 pernikahan Rama dan Fina. Fina sangat bersyukur bisa menjaga keluarganya sejauh ini. Pernah ia mendengar ujian pernikahan itu akan ada di lima tahun pertama. Dengan penuh syukur, Fina bisa melalui lima tahun itu dengan semua cerita di dalamnya. Tahun ini Ali sudah mulai masuk taman kanak-kanak. Fina dan Rama memutuskan agar Ali sekolah di sekolah swasta tak jauh dari rumahnya. Keputusan itu ia ambil karena ia ataupun Rama tidak bisa menemani Ali bersekolah. Lagi-lagi Ibu Hana yang menjadi garda terdepan yang menemani Ali bersekolah. Dua hari lagi, Laras akan menikah. Semua keluarga besar sudah sibuk membantu persiapan. Fina yang tak bisa mengambil cuti lama, ia hanya bisa mengikuti acara waktu hari h. Lagi pula ia juga merasa malas jika harus berkumpul dengan tetangga lainnya. Pasti ada banyak hal yang mereka kepo dari kehidupannya. Apalagi seminggu sebelumnya ia sudah memberi tahukan mengenai hal itu kepada Rama.
Setelah kepulangan Rama dua bulan lalu yang cukup lama berada di rumah. Pagi ini Fina merasakan ada yang berbeda dengan dirinya. Ia merasa lebih sensitif, apalagi kalau suaminya tak cepat membalas pesannya. Sebenarnya ia tidak begitu heran dengan satu sifatnya ini, biasanya sifat ini muncul saat menjelang haid.“Ali, kalau Mama bilang nggak boleh, nggak ya!!”Sepagi ini Ali sudah membuatnya sedikit menarik urat-uratnya. Dua hari lalu, Ali bilang giginya sakit, dan benar saja setelah diperiksa ke doktor gigi, ada lubang digigi susunya. Karna hal itu, Fina melarang Ali memakan makanan yang manis. Terutama permen, karena kali ini Ali ketahuan makan permen di belakang Fina.“Ini permen dapat dari mana? Kalau ditanya Mama, jawab ya, yang jujur nggak boleh bohong,” ucap Fina dengan nada suara ynag terdengar tinggi. Ali tidak menjawab, justru ia merajuk dan ingin menangis.“Mama nggak suka kalau Ali nggak dengerin Ma
“Serius hamil?” Balasan pesan dari Rama membuat Fina sedikit bingung. Mengapa seolah ia bingung dengan kehamilannya. Fina mengirimkan foto testpecknya kepada Rama. Setelah Fina melihat dua centang biru pada gambar yang ia kirimkan. Seketika panggilan video masuk dari Rama.Terlihat raut wajah Rama bahagia. Kebahagian itu tak hanya ia yang merasakan, tapi juga suaminya. Rama sedikit bercanda dengan mengoda Fina. Ternyata tinggal beberapa hari dengan Fina dua bulan lalu membuahkan hasil yang sempurna.“Jaga kesehatan kamu ya,” ucap Rama kemudian menutup panggilannya.Fina tersenyum bahagia. Karena masih berselancar di dunia chatting. Ia terlebih dahulu menghubungi dokter kandungannya untuk membuat janji. Setelahnya ia melanjutkan aktivitasnya untuk bersih diri.***Setelah pemeriksaan Fina ke dokter kandungan. Berdasarkan pemeriksaan ia sedang mengandun
Diusia kehamilan yang sudah memasuki minggu ke 32. Fina ingin mengabadikan momen kehamilan keduanya ini dengan melakukan foto maternity. Ia sudah menghubungi salah satu studio foto untuk membuat janji.Fina juga sudah menyiapkan dres berwarna hitam yang sekarang ia kenakan. Dengan make up tipis karyanya ia tampil cantik dengan rambut tergerai. Ditemani oleh Safa ia datang ke studio foto. Iya, Safa, bukan Rama. Fina sudah kesal meminta suaminya untuk meluangkan waktu bersamanya.Hampir tiap kali telefon dengan Rama ia selalu ribut. Jika nanti waktu persalinan Rama tak menemaninya, lengkap sudah perjalanan kehamilan ke dua Fina tidak didampingi oleh sang suami. Sengaja Fina tak mengajak Ali untuk ikut foto. Aneh rasanya kalau ia foto bersama Ali juga tapi tidak dengan suaminya.“Suaminya nggak ikut, Kak?” tanya fotografer.“Belum nemuin waktu yang pas, jadi aku berangkat sendiri dulu aja, ntar kalau ditunda-tunda keburu dia
Suara tangis bayi kini menguasai ruang inap Fina. Beberapa jam yang lalu, ditemani Rama dan Ibu Hana, kembali ia berjuang untuk kehadiran anak keduanya. Alhamdulillah, suaminya bisa menemani proses bersalin. Meskipun ia datang disaat Fina sudah pembukaan penuh. Disaat kontraksi awal, ia hanya ditemani ibu dan Safa.Ali masuk ke dalam ruangan bersama Safa. Ia sangat senang melihat adiknya sudah terlahir dengan selamat. “Tuh, adiknya ganteng kayak Mas Ali,” ucap Ibu Hana.“Udah disiapin namanya belum?” tanya Pak Yadi.“Udah pak, namanya Muhammad Al Fatih Ardana,” jawab Rama.Fina tersenyum mendengar nama yang diberikan oleh sang suami. Kemaren ia berdiskusi dengan suaminya, galau dua pilihan nama yang akan menjadi naman panggilan buat anak keduanya. Akhirnya Rama memutuskan Al Fatih, nama yang juga menjadi pilihan pertama Fina.“Panggilnya apa? Alfa atau Fatih?” tanya Safa.&ldquo
Pikiran Fina seketika kacau, bahkan bibirnya kelu. Ia bingung harus menanyakan informasi apa lagi terkait itu. Belum lagi ia sudah telat pulang. Ia kepikiran dengan anaknya di rumah.“Emm, Sin. Pikiran aku lagi kacau banget nih, boleh nanti aku kirimin foto itu ke aku. Kita lanjut obralan ini via chat atau besok lagi. Aku kepikiran sama anak aku di rumah, aku pulang dulu ya, maaf banget. Makasih juga udah kasih tau soal ini,” ucap Fina.Sebelum pergi, terlebih dahulu Sindi memberikan pelukan. Sebenarnya Sindi ada cerita yang ingin ia sampaikan ke Fina saat itu juga. Tapi melihat Fina yang tak tenang seperti itu, memang baiknya ia menunda perbincangan itu.“Hati-hati ya, aku minta maaf kalau buat kamu jadi kepikiran,” ucap Sindi melepas pelukannya.“Its okey, kita lanjut nanti, aku pingin tau semua yang kamu tau,” balas Fina.Fina pulang mengendarai motor maticnya. Selama dalam perjalanan pulang, s
Setelah kegelisahan selama sepekan ia rasakan sendiri. Hari ini, Fina meminta Sindi untuk menemaninya bertemu dengan Rini, sepupu Sindi. Fina sengaja berangkat pagi agar ia tak meninggalkan anaknya terlalu lama di rumah. Apalagi weekend adalah waktunya bersama anak-anak.Sepekan ini, Fina juga berusaha bersikap biasa kepada suaminya. Laki-laki yang sangat ia hormati sepanjang pernikahannya. Ia selalu berharap apa yang sepekan pikiran buruk mengenai suaminya tidak benar adanya.“Ada acara apa ke Lamongan?” tanya Ibu Hana saat Fina sibuk memompa asinya untuk stok kebutuhan Alfa hari ini.“Ada interview penting yang harus Fina lakukan. Ini nggak terikat sama waktu, jadi kalau interviewnya selesai, Fina bisa cepet pulang. Fina nggak enak kalau harus ninggalin Alfa lebih dari jam kerja biasanya,” jawab Fina.“Kesana ada teman kantor kamu juga kan?” Fina menganggukkan kepalanya. Dalam hati tak ingin sekalipun ia
Setelah beberapa waktu berlalu, hari ini Denias mendapat pesan masuk dari Rama yang tidak lain adalah ayah kandung dari anak-anak sambungnya. Denias tau betul konflik yang masih berkelanjutan antara istrinya dan mantan suami. Denias tidak bisa langsung menyalahkan sikap Fina, karena bagaimana pun tidak mudah berada di posisi istrinya tersebut. Begitupun dengan Rama, sikap Fina kepadanya adalah konsekuensi dari perbuatannya dimasa lalu."Sorry Den, aku Rama, ayah dari Ali dan Alfa. Kalau nggak keberatan apa bisa kita bertemu?" pesan Rama pada Denias melalui aplikasi chat.Sebenarnya Denias sudah menerima pesan tersebut dari tadi, hanya saja ia baru memiliki jawaban untuk pesan tersebut. Ia berusaha untuk tenang menyikapi pesan tersebut. Denias juga tidak buru-buru menceritakan hal tersebut kepada Fina."Iya Ram, boleh, kapan?" balas Denias langsung.Tidak butuh waktu lama, pesan tersebut langsung dibalas oleh Rama."Malam ini kalau bisa, kebetulan sekarang masih ada di Malang," balas R
Sebenarnya Fina sudah sangat lelah dengan masa lalunya itu. Setelah ia membangun rumah tangga baru, ia kira hidupnya akan lepas dari bayang-bayang masa lalu, namun nyatanya tidak. Rama masih saja mengusik hidupnya. Andai saja perpisahan dirinya dengan Rama tidak meninggalkan luka, mungkin Fina sudah berdamai dengan Rama. Ia bisa mengesampingkan egonya demi anak-anak. Tapi nyatanya tidak, perpisahannya dengan Rama hanya menyisakan luka, air mata dan trauma bagi Fina.Bagaimana tidak, sepanjang pernikahan pertamanya, ia tidak diterima di keluarga Rama. Jangankan diterima, restu saja tidak ia peroleh, bahkan di hari pernikahannya, sang ibu mertuanya tidak hadir. Saat pertama kali datang ke rumah mertuanya tersebut, ia seolah tidak dianggap, tidak diterima dengan baik. Bahkan selama menikah dengan Rama, status dirinya bukanlah istri pertama, melainkan istri kedua tanpa sepengetahuannya.Masa lalu seperti itu yang bisa Fina terima? tentu tidak. Fina sudah cukup menderita selama pernikahan
"Fin, ikut gabung makan siang sama kita yuk, kita mau makan di kafe belakang kantor," ajak Dita, teman kantor Fina."Sorry, lain kali aja deh kayaknya, aku masih ada kerjaan urgent nih, kebetulan aku juga bawa bekal, kalian duluan aja," balas Fina menolak ajakan Dita."Projeknya sama Pak Aris ya?" tanya Dita memastikan.Fina hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum. Ekspresi senyum Fina membuat Dita seolah paham, perempuan itu sedang butuh disemangatin. Dita sudah pernah turut mengerjakan projek dari Pak Aris yang orangnya super duper teliti, banyak mau dan perfeksionis."Semangat sayang, jangan lupa makan siang ya," ucap Dita memberikan semangat kepada Fina."Sekarang mau kemana? keluar?" lanjut tanya Dita."Iya nih, barusan Pak Aris ngabarin Reno ngajak ketemuan untuk bahas progressnya, dan Reno lagi ada meeting sama klient lain, jadi karna aku yang lagi free, jadi aku yang berangkat," jelas Fina."Udah dulu ya, liat nih, udah di telfon mulu sama Pak Aris, aku berangkat dulu,"
Fina merasa hidupnya kembali sempurna, hari-harinya selalu diselimuti perasaan bahagia. Anak-anaknya tumbuh dengan baik. Sekolah mereka juga berjalan dengan lancar. Perkerjaan Fina dan Denias juga alhamdulillah berjalan dengan baik. Semua terasa indah dan sempurna. Jika mengingat beberapa waktu lalu, rasanya kebahagiaan ini seolah tak akan menghampiri dirinya. Tapi Allah selalu memiliki rencana yang lain. Rencana yang selalu indah, di luar perkiraan yang selalu ia takutkan.Belajar dari pengalaman hidupnya selama ini, Fina selalu ingat bahwa kebahagiaan akan selamanya ada, dan kesedihan juga tidak akan selamanya menghampiri. Hidup yang telah ditentukan oleh sang pencipta selalu seimbang. Saat kebahagian datang menghampiri, pasti akan selalu ada kesedihan yang bergantian akan menghampiri. Untuk itu, Fina tidak ingin terlalu terlena dengan kebahagiaan yang kini ia rasakan. Karna mungkin saja, sebentar lagi kesedihan akan menghampirinya.Pagi ini, seperti biasa, sebelum berangkat kerja,
Menikah dengan Denias merupakan suatu hal yang sangat Fina syukuri dalam hidupnya. Hari-harinya kini selalu dihiasi dengan perasaan senang dan bahagia. Namun kini Fina tengah bingung untuk mengambil keputusan dimana ia dan suami akan tinggal. Selama hampir sebulan ini, ia dan suami masih hrus bolak balik dari rumah Fina ke rumah Denias. Anak pertama Fina masih harus menyelesaikan sekolahnya di dekat rumah Fina. Kemudian anak keduanya juga sangat dekat dengan sang nenek, setiap kali jauh dari neneknya, Alfa selalu bingung mencari sang nenek. Itu sebabnya Fina masih belum bisa tinggal menetap di rumah Denias.Begitupun sebaliknya dengan Denias. Jika ia sering tinggal di rumah Fina, ia tidak tega jika harus selalu menitipkan anak-anaknya kepada sang ibu. Terutama Adit yang masih SD, ia juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang penuh darinya. Tidak jarang, mereka harus pulang ke rumah masing-masing. Mereka seperti itu mungkin untuk beberapa bulan ke depan, mengingat Ali sebentar lagi lu
Fina segera meninggalkan Denias yang masih setia menatap langit malam. Ia masuk ke dalam kamar hotel. Tidak lupa menekan tombol yang secara otomatis menutup tirai jendela besar yang memisahkan kamar hotel dengan balkon. Denias yang dengan cepat menangkap sinyal yang diberikan oleh istrinya segera masuk ke dalam kamar hotel. Ia tidak mendapati Fina di dalam sana.Denias memilih menunggu Fina dengan duduk dipinggir ranjang sambil menikmati secangkir minuman yang ia bawa dari balkon. Tidak butuh waktu lama, ia melihat Fina berjalan menuju arahnya menggunakan ligerai seksi yang telah ia pilihkan sebelumnya."Sempurna," gumam Denias saat menatap Fina berjalan ke arahnya.Jalan Fina yang melikuk, membuat Denias ingin sekali segera menerkam dan memangsa habis-habisan istrinya itu. "You look so beautyfull, honey," ucap Denias sambil meletakkan dagunya di atas bahu Fina.Seperti biasa, aroma parfum apel milik Fina membuat Denias semakin tergoda. Ia menghirup aroma tersebut, menyusuri setiap in
Fina keluar dari ruang ganti menggunakan bikini beksi berwarna hitam dengan tali berwarna coklat muda. Potongan kain tipis itu hanya bisa menutup bagian puting dan bagian vaginanya saja. Sungguh minim, terlihat jelas lekuk tubuhnya yang masih terlihat seksi. Apalagi bikini yang ia kenakan merupakan pilihan sang suami yang sangat menyukai dirinya menggunakan warna hitam. Mengingat sedari tadi pakaian yang Denias berlikan selalu berwarna hitam. Dari kejauhan Denias melihat Fina berjalan ke arahnya membuatnya penuh gairah. Ia segera melepas pakaiannya. Meninggalkan bokser mini yang menutup kemaluannya. Ia segera memeluk Fina saat perempuan itu berdiri tepat dihadapanya. Terlihat lebih seksi dari pada sebelum-sebelumnya. Karena ini bukan kali pertama melihat tubuh seksi Fina. Tapi kali ini istrinya sunggu sangat berbeda. Apalagi dengan rambut yang dikuncir asal membuat istrinya terlihat seksi dengan leher jenjang. Membuat ia ingin sekali mengendus disana. "Kamu terlihat
Bahagia, satu kata itu yang kini menggambarkan perasaan Fina. Setelah musibah yang menimpanya beberapa waktu lalu. Ia mengira bahwa tidak akan pernah kembali merasakan kebahagiaan bersama pasangan. Tapi Tuhan masih sangat baik kepadanya. Tuhan mengirimkan sosok lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Laki-laki yang berhasil menjadi penawar disetiap luka yang pernah ia rasakan. Denias, ia yang kini membuat hari-harinya penuh semangat dan diselimuti rasa bahagia.Mungkin karena memang usia pernikahannya dengan Denias masih dalam hitungan hari. Sehingga rasa bahagia, berbunga-bunga yang kini ia rasakan. Bagaimanapun sebelumnya ia sudah pernah merasakan asam garamnya pernikahan sebelumnya. Disetiap pernikahan pasti akan selalu ada suka maupun dukanya. Wajar jika sekarang suka yang mereka rasakan. Karena keduanya kini sudah dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan. Fina dan Denias memang berdoa dan berharap rumah tangganya selalu tentram dan damai, tapi balik lagi, roda kehidupan terus b
Setelah acara pernikahan yang mereka gelar secara sederhana di kediaman Fina. Hari ini sebelum seluruh anggota keluarga kembali pulang ke rumah masing-masing. Mbak Tari mengajak semuanya untuk liburan bersama. Beberapa ada yang memberikan usulan untuk pergi ke pantai, beberapa ada yang minta pergi ke wahana air saja yang lebih dekat. Keputusan terakhir yang mereka pilih untuk ke wahana air saja yang lebih dekat sehingga tidak buang waktu di jalan.Sejak hari kedua pernikahan, Fina memang tinggal di rumah Denias, mengingat keluarga besar masih berkumpul disana, Fina tidak ingin kehilangan momen berkenalan dengan keluarga barunya tersebut. Ia kini harus mulai membiasakan anak-anaknya untuk tinggal ikut bersamanya, terutama Alfa. Anak keduanya itu masih belum terbiasa jauh dengan sang nenek. Karena setiap hari waktunya lebih banyak dihabiskan bersama sang nenek dibandingkan dirinya."Nenek, Mama" rengek Alfa."Iya, besok kita ke rumah nenek ya, sayang," ucap Fina k