Fina menjalani hidupnya seperti semula. Tidak ada suami disisinya sudah menjadi hal biasa. Selama ia menjadi istri pun, ia juga sudah sangat jarang bertemu dengan suaminya. Kalaupun sekarang tidak ada, ia tidak ada masalah apapun. Selagi orang tua dan keluarga kecilnya selalu ada menghiasi hari-harinya, Fina akan terasa bahagia.Hari ini Fina memutuskan untuk ambil cuti, karena hari ini ada jadwal imunisasi putra keduanya, Alfa. Ia merasa bersalah kepada Alfa, karena selama mengandung hingga ia lahir, dirinya kurang memberikan perhatian. Tidak seperti pada saat kecilnya Ali, semua seolah ingin ia urus sendiri. Kini harta paling berhaga dalam hidupnya adalah kedua putranya, maka itu yang sekarang menjadi prioritasnya.Fina akan datang ke poliklinik di dekat rumahnya, bersama sang ibu. Ia juga sudah dengan sengaja mengatur jadwal dengan dokternya. Sebelum berangkat, Fina dibuat sibuk dengan mengurus Ali terlebih dahulu. Setiap pagi. Ibunya akan sibuk dengan urusan dapur, dan Fina yang a
Rama kangen, kata itu masih terngiang di kepala Fina. Kata yang terucap dari bibir istri mantan suaminya. Ia tak habis pikir kenapa justru Ana yang mendatanginya. Padahal jauh di lubuh hati Fina, sebenarnya ia ingin Ayah dari anak-anaknya itulah yang datang dengan sendirinya.Fina memang merasa sanggup jika harus mengurus dan membesarkan anaknya seorang diri. Ia pasti akan memperjuangkan apa yang akan membuat anaknya bahagia. Bahkan untuk perihal nafkah, tak pernah sekalipun Rama memberikan untuk anak-anaknya, semenjak ia tidak lagi menjadi istrinya. Apakah tidak ada sedikitpun rasa ingin menafkahi anak-anaknya, itu yang selalu Fina pikirkan."Aku memang bukan lagi istrimu, tapi bagaimanapun mereka tetaplah anak-anakmu," lirih Fina sambil mengasihi putra kecilnya.Fina ingat betul bagaimana perjuangan rumah tangganya. Menyiapkan beberapa aset bersama untuk kebutuhan masa depan. Membackup suaminya ketika sedang ada masalah ekonomi, dan yang paling Fina ingat, bagaimana ia dan Rama dulu
Fina sadar dengan apa yang sudah ia ucapkan kepada Rama, soal mengizinkan Rama menghabiskan waktu dengan Ali. Fina melakukan semuanya hanya untuk kebahagiaan Ali dan Alfa, tidak lebih. Sudah sejak lama juga Ali selalu menanyakan keberadaan Ayahnya, sudah lama juga mereka tidak bertemu. Fina tidak mau egois memikirkan perasaannya sendiri yang pada akhirnya melukai putranya karena tidak ada sosok figur Ayah lagi dihidupnya."Ma," panggil Ali saat Fina asik melamun di depan laptopnya."Iya, sayang kenapa?" tanya Fina."Weekend ini Ayah nggak pulang lagi ya? Ali pengen main sama Ayah," tanya Ali dengan raut wajah sendu."Ali pengen main? nanti kita ajak tante Safa ya," jawab Fina."Ayah nggak bisa nemenin Ali main lagi?" tanya Ali merasa belum puas dengan jawaban ibunya."Nanti Mama tanya sama Ayah ya," jawab Fina."Udah, Ali main lagi sama temennya," lanjut Fina dan akhirnya Ali pun memilih kembali ke luar rumah dan bermain dengan teman-
Terimakasih Rama, iya, nama Rama seolah masih belum bisa sepenuhya hilang dari kehidupan Fina. Dia yang sudah memberikan pelajaran berharga dalam hidupnya. Pelajar hidup yang nggak semua orang pasi akan mendapatkan itu.. Banyak pelajaran ynang Fina peroleh untuk kehidupannya kedepan. Fina selalu percaya disetiap masalah pasti selalu ada berkah. Seperti sekarang, perubahan fisik yang drastif seolah menjadi bekah tersendiri untuk Fina.Bagaimaa tidak, disebabkan beban pikiran karena masalah yang ia hadapi, membuat perubahan pada segi fisiknya. Fina tidak prnah menyangka sebelummya, bahwa setelah menikah dan melahirkan dua kali, badanya akan kembali raamping seperti saat dirinya masih gadis. Beban pikiranya menjadi metode diet yang paling berhasil bagi Fina."Kayaknya emang bener ya alau mau kurus uh nggak perlu diet karbo lah, diet gula lah. Fina nih, udah kembali ke body goals tanpa diet-dietan,” ucap Arin saat mereka sedang menikmati makan siang di kantin kantor.“Amit-ami
Mengingat acara mereka sampai malam, dan Fina harus pamit pulang terlebih dahulu. Arin, Reva bahkan Riki tidak setuju kalau Fina pulang seorang diri. Mereka menyarankan agar Denias mau mmengantarnya pulang. Itu juga salah satu cara mereka mendekatkan keduanya. “Gausalah, lagian aku juga udah biasa pulang jam segini sendiri, kalian nggak usah lebay,” ucap Fina saat teman-temannya memaksa dirinya pulang diantar oleh Denias. “Gapapa Fin, lagian bener kata mereka, udah malam gini, ya kalau masih di kota masih ramai, tapi kalau udah masuk ke desa kan jalanan pasti sepi, rawan kalau kamu perempuan pulang sendirian,” balas Denias. Benar kata Denias, kalau jalanan di kota memang masih ramai, tapi kalau udah semakin masuk ke kabupaten, mendekati rumahnya, jalanan mulai sepi. Fina juga harus melewati beberapa jalan yang kanan kirinya adalah sawah-sawah, kurang penerangan. Biasanya Fina memang biasa melewati jalanan itu, meskipun sudah malam. Tapi mendapat perhatian dan merasa ada yang mengk
Hidup di desa, tidak lengkap rasanya kalau para tetangga tidak kepo dengan kehidupan tetangga lainnya. Terutama pada sosok yang status janda. Sudah seperti hukum alam sepertinya. Itu yang sekarang Fina rasakan. Setelah malam itu Denias mengantarnya pulang, padahal saat itu seperti yang Fina tau, kampungnya sudah sepi, tapi beberapa tetangganya tau soal kedaangan Denias ke rumahnya, jadilah bahan gosip baru. Hmmm, sudah bukan hal baru lagi buat Fina. Sedari dulu memang ia sering kali menjadi bahan gosipan tetangganya, ya mungkin karena memang Fina sibuk dengan pekerjaannya di kota sampai lupa bersosialisasi dengan tetangga. Karena sudah sering dan sudah terbiasa, Fina menangapinya dengan santai. “Yang kemaren siapa mbak, nganter pulang?” tanya Bu Tanti tetangga depan rumah yang saat pagi-pagi Fina sibuk menjemur pakaiannya, dia sudah sibuk ngumpulin teman-ttemannya ngumpul di depan rumah Fina untuk bergosip. “Temen kantor, karna habis ada acara di rumah temen kantor, terus pulang kem
Perihal mobil yang beberapa lalu Rama tinggalkan di rumahnya, laki-laki itu benar memberikan mobil itu kepada Fina dan anak-anaknya. Rama menyadari jika mobil itu juga milik Fina, karena semasa membayar cicilan mobil, sering kali Fina yang melunasi. Rama juga merasa bersalah jika menggunakan mobil itu sendiri, tidak hanya sendiri, mobil it juga sering digunakan bersama Anna dan anak-anaknya.Fina memang bisa mengemudikan mobil, tapi kalau untuk merawat mobil itu sepertinya ia belum bisa. Belum lagi teman-teman dan orang terdekatnya menyarankan untuk menjual saja. Mengingat mobil itu udah lebih dari lima tahun dipakai. Lebih baik di jual, untuk bisa dibelikan mobil yang baru. Atau mungkin bisa menjadi tabungan untuk anak-anaknya kelak.Fina meminta temannya yang paham mobil untuk membantu menjual mobil tersebut. Sebenarnya Fina juga bukan yang keseahariannya menggunakan mobil. Ia lebih nyaman kemana-mana menggunakan motor, lebih mudah dan lebih cepat.&ldqu
Memilih menjadi single mom bukanlah hal mudah yang harus Fina jalani. Membesarkan anak-anaknya sendiri, menjadi tulang pungung keluarga. Serta tak jarang menjadi bahan pembicaraan tetangganya. Belakangan Fina dengar tetangganya sering mengosipkan dirinya dengan Denias yang beberapa waktu lalu datang ke rumahnya.Mendengar kata Denias di sebut-sebut Fina merasa tidak suka. Fina memang saat ini berhubungan dekat dengan laki-laki itu. Tapi Fina belum tau bagaimana nanti ujungnya. Saat ini ia tidak ingin terlalu memperdulikan omongan orang lain. Ia hanya ingin hidup tenang dan bahagia dengan orang-orang terdekatnya.Minggu-minggu ini Fina sangat sibuk dengan pekerjaan kantornya. Beberapa kali ia harus pulang malam karena lembur pekerjaan yang tidak bisa ia kerjakan di luar kantor. Setiap kali ia pulang malam, Denias selalu menawarkan diri untuk mengantar Fina pulang. Sebenarnya Fina tak enak hati dengan lelaki itu, tapi perhatian yang Denias berikan padanya kerap kali membuat Fina luluh.
Setelah beberapa waktu berlalu, hari ini Denias mendapat pesan masuk dari Rama yang tidak lain adalah ayah kandung dari anak-anak sambungnya. Denias tau betul konflik yang masih berkelanjutan antara istrinya dan mantan suami. Denias tidak bisa langsung menyalahkan sikap Fina, karena bagaimana pun tidak mudah berada di posisi istrinya tersebut. Begitupun dengan Rama, sikap Fina kepadanya adalah konsekuensi dari perbuatannya dimasa lalu."Sorry Den, aku Rama, ayah dari Ali dan Alfa. Kalau nggak keberatan apa bisa kita bertemu?" pesan Rama pada Denias melalui aplikasi chat.Sebenarnya Denias sudah menerima pesan tersebut dari tadi, hanya saja ia baru memiliki jawaban untuk pesan tersebut. Ia berusaha untuk tenang menyikapi pesan tersebut. Denias juga tidak buru-buru menceritakan hal tersebut kepada Fina."Iya Ram, boleh, kapan?" balas Denias langsung.Tidak butuh waktu lama, pesan tersebut langsung dibalas oleh Rama."Malam ini kalau bisa, kebetulan sekarang masih ada di Malang," balas R
Sebenarnya Fina sudah sangat lelah dengan masa lalunya itu. Setelah ia membangun rumah tangga baru, ia kira hidupnya akan lepas dari bayang-bayang masa lalu, namun nyatanya tidak. Rama masih saja mengusik hidupnya. Andai saja perpisahan dirinya dengan Rama tidak meninggalkan luka, mungkin Fina sudah berdamai dengan Rama. Ia bisa mengesampingkan egonya demi anak-anak. Tapi nyatanya tidak, perpisahannya dengan Rama hanya menyisakan luka, air mata dan trauma bagi Fina.Bagaimana tidak, sepanjang pernikahan pertamanya, ia tidak diterima di keluarga Rama. Jangankan diterima, restu saja tidak ia peroleh, bahkan di hari pernikahannya, sang ibu mertuanya tidak hadir. Saat pertama kali datang ke rumah mertuanya tersebut, ia seolah tidak dianggap, tidak diterima dengan baik. Bahkan selama menikah dengan Rama, status dirinya bukanlah istri pertama, melainkan istri kedua tanpa sepengetahuannya.Masa lalu seperti itu yang bisa Fina terima? tentu tidak. Fina sudah cukup menderita selama pernikahan
"Fin, ikut gabung makan siang sama kita yuk, kita mau makan di kafe belakang kantor," ajak Dita, teman kantor Fina."Sorry, lain kali aja deh kayaknya, aku masih ada kerjaan urgent nih, kebetulan aku juga bawa bekal, kalian duluan aja," balas Fina menolak ajakan Dita."Projeknya sama Pak Aris ya?" tanya Dita memastikan.Fina hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum. Ekspresi senyum Fina membuat Dita seolah paham, perempuan itu sedang butuh disemangatin. Dita sudah pernah turut mengerjakan projek dari Pak Aris yang orangnya super duper teliti, banyak mau dan perfeksionis."Semangat sayang, jangan lupa makan siang ya," ucap Dita memberikan semangat kepada Fina."Sekarang mau kemana? keluar?" lanjut tanya Dita."Iya nih, barusan Pak Aris ngabarin Reno ngajak ketemuan untuk bahas progressnya, dan Reno lagi ada meeting sama klient lain, jadi karna aku yang lagi free, jadi aku yang berangkat," jelas Fina."Udah dulu ya, liat nih, udah di telfon mulu sama Pak Aris, aku berangkat dulu,"
Fina merasa hidupnya kembali sempurna, hari-harinya selalu diselimuti perasaan bahagia. Anak-anaknya tumbuh dengan baik. Sekolah mereka juga berjalan dengan lancar. Perkerjaan Fina dan Denias juga alhamdulillah berjalan dengan baik. Semua terasa indah dan sempurna. Jika mengingat beberapa waktu lalu, rasanya kebahagiaan ini seolah tak akan menghampiri dirinya. Tapi Allah selalu memiliki rencana yang lain. Rencana yang selalu indah, di luar perkiraan yang selalu ia takutkan.Belajar dari pengalaman hidupnya selama ini, Fina selalu ingat bahwa kebahagiaan akan selamanya ada, dan kesedihan juga tidak akan selamanya menghampiri. Hidup yang telah ditentukan oleh sang pencipta selalu seimbang. Saat kebahagian datang menghampiri, pasti akan selalu ada kesedihan yang bergantian akan menghampiri. Untuk itu, Fina tidak ingin terlalu terlena dengan kebahagiaan yang kini ia rasakan. Karna mungkin saja, sebentar lagi kesedihan akan menghampirinya.Pagi ini, seperti biasa, sebelum berangkat kerja,
Menikah dengan Denias merupakan suatu hal yang sangat Fina syukuri dalam hidupnya. Hari-harinya kini selalu dihiasi dengan perasaan senang dan bahagia. Namun kini Fina tengah bingung untuk mengambil keputusan dimana ia dan suami akan tinggal. Selama hampir sebulan ini, ia dan suami masih hrus bolak balik dari rumah Fina ke rumah Denias. Anak pertama Fina masih harus menyelesaikan sekolahnya di dekat rumah Fina. Kemudian anak keduanya juga sangat dekat dengan sang nenek, setiap kali jauh dari neneknya, Alfa selalu bingung mencari sang nenek. Itu sebabnya Fina masih belum bisa tinggal menetap di rumah Denias.Begitupun sebaliknya dengan Denias. Jika ia sering tinggal di rumah Fina, ia tidak tega jika harus selalu menitipkan anak-anaknya kepada sang ibu. Terutama Adit yang masih SD, ia juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang penuh darinya. Tidak jarang, mereka harus pulang ke rumah masing-masing. Mereka seperti itu mungkin untuk beberapa bulan ke depan, mengingat Ali sebentar lagi lu
Fina segera meninggalkan Denias yang masih setia menatap langit malam. Ia masuk ke dalam kamar hotel. Tidak lupa menekan tombol yang secara otomatis menutup tirai jendela besar yang memisahkan kamar hotel dengan balkon. Denias yang dengan cepat menangkap sinyal yang diberikan oleh istrinya segera masuk ke dalam kamar hotel. Ia tidak mendapati Fina di dalam sana.Denias memilih menunggu Fina dengan duduk dipinggir ranjang sambil menikmati secangkir minuman yang ia bawa dari balkon. Tidak butuh waktu lama, ia melihat Fina berjalan menuju arahnya menggunakan ligerai seksi yang telah ia pilihkan sebelumnya."Sempurna," gumam Denias saat menatap Fina berjalan ke arahnya.Jalan Fina yang melikuk, membuat Denias ingin sekali segera menerkam dan memangsa habis-habisan istrinya itu. "You look so beautyfull, honey," ucap Denias sambil meletakkan dagunya di atas bahu Fina.Seperti biasa, aroma parfum apel milik Fina membuat Denias semakin tergoda. Ia menghirup aroma tersebut, menyusuri setiap in
Fina keluar dari ruang ganti menggunakan bikini beksi berwarna hitam dengan tali berwarna coklat muda. Potongan kain tipis itu hanya bisa menutup bagian puting dan bagian vaginanya saja. Sungguh minim, terlihat jelas lekuk tubuhnya yang masih terlihat seksi. Apalagi bikini yang ia kenakan merupakan pilihan sang suami yang sangat menyukai dirinya menggunakan warna hitam. Mengingat sedari tadi pakaian yang Denias berlikan selalu berwarna hitam. Dari kejauhan Denias melihat Fina berjalan ke arahnya membuatnya penuh gairah. Ia segera melepas pakaiannya. Meninggalkan bokser mini yang menutup kemaluannya. Ia segera memeluk Fina saat perempuan itu berdiri tepat dihadapanya. Terlihat lebih seksi dari pada sebelum-sebelumnya. Karena ini bukan kali pertama melihat tubuh seksi Fina. Tapi kali ini istrinya sunggu sangat berbeda. Apalagi dengan rambut yang dikuncir asal membuat istrinya terlihat seksi dengan leher jenjang. Membuat ia ingin sekali mengendus disana. "Kamu terlihat
Bahagia, satu kata itu yang kini menggambarkan perasaan Fina. Setelah musibah yang menimpanya beberapa waktu lalu. Ia mengira bahwa tidak akan pernah kembali merasakan kebahagiaan bersama pasangan. Tapi Tuhan masih sangat baik kepadanya. Tuhan mengirimkan sosok lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Laki-laki yang berhasil menjadi penawar disetiap luka yang pernah ia rasakan. Denias, ia yang kini membuat hari-harinya penuh semangat dan diselimuti rasa bahagia.Mungkin karena memang usia pernikahannya dengan Denias masih dalam hitungan hari. Sehingga rasa bahagia, berbunga-bunga yang kini ia rasakan. Bagaimanapun sebelumnya ia sudah pernah merasakan asam garamnya pernikahan sebelumnya. Disetiap pernikahan pasti akan selalu ada suka maupun dukanya. Wajar jika sekarang suka yang mereka rasakan. Karena keduanya kini sudah dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan. Fina dan Denias memang berdoa dan berharap rumah tangganya selalu tentram dan damai, tapi balik lagi, roda kehidupan terus b
Setelah acara pernikahan yang mereka gelar secara sederhana di kediaman Fina. Hari ini sebelum seluruh anggota keluarga kembali pulang ke rumah masing-masing. Mbak Tari mengajak semuanya untuk liburan bersama. Beberapa ada yang memberikan usulan untuk pergi ke pantai, beberapa ada yang minta pergi ke wahana air saja yang lebih dekat. Keputusan terakhir yang mereka pilih untuk ke wahana air saja yang lebih dekat sehingga tidak buang waktu di jalan.Sejak hari kedua pernikahan, Fina memang tinggal di rumah Denias, mengingat keluarga besar masih berkumpul disana, Fina tidak ingin kehilangan momen berkenalan dengan keluarga barunya tersebut. Ia kini harus mulai membiasakan anak-anaknya untuk tinggal ikut bersamanya, terutama Alfa. Anak keduanya itu masih belum terbiasa jauh dengan sang nenek. Karena setiap hari waktunya lebih banyak dihabiskan bersama sang nenek dibandingkan dirinya."Nenek, Mama" rengek Alfa."Iya, besok kita ke rumah nenek ya, sayang," ucap Fina k