Share

Sahabat Sejati

Penulis: Syakhsun_muhimm
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-28 17:13:54

Pagi hari sekali, Niara telah berdandan cantik dengan pakaian yang sudah lama tersimpan di dalam almari, ia kembali akan menjalani hari dengan bekerja di kantor seperti dulu sebelum ia memutuskan menikah dengan Devan. Penampilannya terlihat sangat elegan dan anggun, membuat setiap pasag mata yang menatapnya tidak akan percaya jikalau ia adalah Niara.

Erwin tak berkedip saat melihat Niara yang hendak berangkat bekerja, ia terpana dengan kemolekan dan keanggunan sang adik ipar yang selalu ia caci dan siksa. “Sudah mau berangkat, Niara?” tanya Erwin dengan nada yang berbeda dari biasanya.

Niara sedikit memberi jarak. “Iya, Kak.”

“Naik apa? Apa mau aku anterin?” Suara Erwin semakin memelan.

Niara menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Kak. Niara ada yang jemput,” jawab Niara yang merasa tidak nyaman terhadap perubahan sikap kakak iparnya.

“Dasar, mentang-mentang udah kerja. Kamu berani menolak ajakanku.” Suara Erwin kembali menggelegar seperti biasanya, tangannya siap melayang mengarah ke pipi Niara.

“Mas,” teriak Lia dari tangga.

Erwin menelan salivanya dengan berat. Lia gegas menuruni anak tangaga. “Ada apa ini, Mas? Pagi-pagi udah ribut.”

Niara hanya menundukkan kepalanya.

“Ini sayang, perempuan lusuh ini berani-beraninya ngegodain aku. Ya aku langsung nolak, dong. Aku kan sudah ada kamu,” ucap Erwin membalikkan keadaan.

Mendengar ucapan Erwin, Niara langsung saja mengangkat kepalanya. “Enggak, dia bohong!” tolak Niara tegas.

“Berani kamu? Kamu mau fitnah aku?” Erwin masih membela diri, ia berdiri di belakang Lia seperti anak kecil yang meminta perlindungan pada ibunya. “Sayang, kamu jangan percaya sama dia!”

“Sudah, cukup! Niara, bukannya kamu seharusnya sudah berangkat? Cepat, sopirmu sudah menunggu di depan.” Lia memilih untuk tidak memperbesar perdebatan yang ada.

“Iya, Mbak. Kalau gitu, Niara berangkat dulu.”

Niara pun gegas meninggalkan suami-istri itu, di depan rumah sebuah mobil hitam yang biasanya dikendarai oleh Davin sudah menunggu, seorang asisten kepercayaan Davinlah yang akan menjemput dan mengantarkan Niara setiap hari yang akan datang.

Di perjalanan, Niara sesak menahan isak dikarenakan mobil yang menyimpan berjuta kenangan ini mengingatkannya masa-masa indah bersama yang Niara dan Devan lalui bersama. Mobil Deva yang telah hancur waktu kecelakaan di perbaiki kembali. Meski tidak seutuhnya, namun beberapa kenangan masih terasa.

“Ibu Niara baik-baik saja?” tanya Ruben, asisten sekaligus sopir Niara.

Niara menyeka air matanya dengan cepat. “Tidak apa-apa. Lanjutkan saja perjalanannya!”

“Baik, Bu.” Ruben kembali melajukan mobil hingga sampai ke kantor.

Sesampainya di kantor, Niara menatap dengan dalam gedung kantor yang sudah kian tahun tidak dia datangi, cerita masalalu mulai berkecamuk bermunculan memenuhi kepala. Tempat pertama yang mempertemukan dirinya dengan sang pujaan hati tercinta.

“Mari, Bu. Orang-orang sudah menunggu,” ucap Ruben menyadarkan Niara dari lamunan.

Niara tersenyum seulas, ia mulai melangkahkan kakinya dengan yakin memasuki gedung kantor.

Priitttt....

“Selamat datang kembali Ibu Niara...” Sorakan yang seirama memenuhi ruangan. Diiringi dengan kertas warna-warni yang beterbangan.

Air mata yang sedari tadi Niara tahan akhirnya jatuh ke pipinya. Teman-teman yang dulu berjuang bersamanya masih ingat dan sayang pada Niara. “Kalian semua, terimakasih.”

“Niara, kangen.” Rahel, teman Niara yang sangat setia. Matanya berkaca-kaca memperlihatkan kerinduannya yang sangat mendalam.

“Rahel,” ucap Niara gegas memeluk temannya itu.

“Yang sabar ya, Ra!”

Setelah sekian hari berlalu semenjak kabar meninggalnya Devan, baru kali ini ada yang memeluk Niara da menyemangatinya. Terasa sangat nyaman dan tenang bagi Niara.

Suasana haru menyelimuti, setelah bersapa salam dengan orang kantor yang lama dan memperkenalkan diri pada orang-orang kantor yang baru, Niara menuju ruangan kerjanya. Saat berada di ambang pintu ruangan yang terbuka, Niara menarik nafas dalam dan menghembuskannya untuk mempersiapkan diri. Niara menatap meja kerja Devan dengan saksama, dilihatnya sebuah foto berbingkai yang terpampang di atas meja, foto pernikahan mereka berdua yang sedang tersenyum sangat lebar memperlihatkan sebuah kebahagiaan.

“Mas,” ucap Niara bergetar.

Tok... Tok... Tok

Suara ketukan pintu membuat Niara terkesiap, ia meletakkan kembali foto ke tempat asalnya.

“Ruben, Bu.”

“Silakan masuk!” Niara mempersilakan.

Ruben yag membawa tumpukkan dokumen penting masuk ke dalam ruangan Niara. “Ini, Bu. Berkas-berkas milik Pak Devan. Harus saya taruh dimana?”

“Taruh saja di sini!” Niara menunjuk ke atas meja utama.

Ruben segera melaksanakan. “Kalau begitu saya permisi, kalau Ibu ada perlu apa-apa tinggal panggil saya saja!”

Niara mengangguk memberikan jawaban.

Saat Ruben hampir saja keluar dari ruangan, Niara memanggilnya.”Ruben,” panggil Niara setelah pertimbangan yang panjang.

Sontak saja Ruben menghentikan langkah kakinya dan membalikkan badannya. “Iya, Bu.”

“Emm, jika tidak membuatmu kerepotan, bolah saya minta tolong berikan saya jadwal yang menjadi kebiasaan Pa Devan di kantor selama ini? Tapi saat kamu ada waktu senggang saja.”

Ruben tersenyum lembut. “Tentu, Bu. Saya sudah sangat hafal dengan kebiasaan beliau. Secepatnya akan saya kirimkan.”

“Terimakasih, Ruben. Kamu boleh kembali ke ruangan kamu sekarang.”

Ruben beranjak dari ruangan Niara, Niara pun hendak fokus mengeksplor ruangan persegi yang semualanya menjadi tempat Devan berlalu lalang, di ruangan ini membuat Niara merasa sangat dekat dengan Devan. “Mas, aku bukannya belum ikhlas. Tapi, aku masih yakin jika kamu masih ada di sini, di sekitarku.”

Niara dan Devan dulunya seorang manajer dan sekretaris, setelah lama kerja bersama mereka sama-sama menaruh hati satu sama lain sehingga mereka berdua memutuskan untuk menikah. Setelah menikah, Niara ingin hidup layaknya seorang isteri yang menghabiskan waktunya untuk mengabdi pada suaminya, Niara memutuskan resign dari pekerjaannya agar bisa mewujudkan mimpinya itu. Semula berjalan lancar, sebelum iparnya datang dan mengemis untuk tinggal bersama di rumah Devan.

“Bu Ara,” panggil seseorang dari pintu.

“Rahel, masuk! Kenapa berdiri situ?” Wajah Nira sumringah kembali.

Rahel pun duduk di kursi, berhadapan dengan meja direktur. “Aku kangen banget sama kamu, Hel.” Niara menari tangan Rahel dengan lembut.

Rahel menatap Niara menyelidik. “Kamu kok kurusan banget, Ra? Tanganmu juga nggak selembut dulu. Kamu nggak kenapa-napa, kan? Kamu nggak lagi sakit, kan?” tanya Rahel khawatir, bagaimana tidak. Seorang sahabat pasti sangat tidak ingin sahabatnya kesakitan, mereka berdua sudah bersahaat sejk kecil dan Rahel bahkan sudah menganggap Niara sebagai adiknya.

“Enggak ada apa-apa kok, Hel. Aku sehat.”

Rahel menempelkan tangannya ke dahi Niara. “Tapi, kamu kayak beda, Ra. Nggak kayak dulu. Apa Devan nggak ngasih kamu makan? Dasar tuh anak, apa perlu gue tuntut ke kuburannya atau apa ada orang yang berani nyakitin kamu? Sini, kasih tau aku siapa orangnya biar kuhajar habis-habisan.”

“Hel, beneran! Aku baik-baik aja. Kamu nggak perlu khawatir.” Niara yang sudah hafal dengan sifat temannya itu berusaha meyakinkan.

Rahel bangkit dari kursi, ia mendatangi Niara untuk memeluknya.

“Ara, kamu itu sudah aku anggep sebagai adik, aku ngggak mau dan nggak bisa ngeliat adikku merasa kesakitan. Kebahagiaan kamu adalah kebahagiaanku dan dukamu adalah dukaku juga.”

“Makasih, Hel. Makasih karena kamu selalu baik sama aku selama ini, di dunia ini rasanya cuman kamu tersisa orang yang sayang sama aku, yang nanyain perasaan aku gimana dan nyemangatin aku. Mas Devan udah...” Ucapan Niara tercekat.

“Ra, kamu yang sabar! Ada aku di sini, kamu nggak bakalan sendirian lagi.” Rahel menyeka air mata Niara, jika sampai Rahel mengetahui betapa menyedihkannya kehidupan Niara akhir-akhir ini, entah apa yang akan dia lakukan untuk memberikan pelajaran kepada para ipar Niara. “Kalau ada yang menyakitimu, bilang sama aku ya Ra.”

Niara mengangguk mengiyakan.

“Hel, nanti bisa bawa aku ke makam Mas Devan? Sejak awal aku nggak datang ke sana, aku mau yakinin sesuatu.”

“Tentu, Ra. Ke mana pun kamu mau, aku siap anterin dan nemenin kamu.”

Sejak acara pemakaman Devan, Niara tidak ikut serta dikarenakan para ipar yang menghalanginya, memberikan pekerjaan yang tidak ada habisnya. Niara memang belum percaya jika yang terkubur di bawah tanah itu adaalah suaminya, namun ada sesuatu yang ingin dia yakinkan di sana.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Jadwal

    Ratna sedang mondar-mandir di ruang tengah. Dia merasa tidak tenang setelah kepergian Niara ke kantor karena ketakutan menghantuiya. “Ratna, kamu itu kenapa sih dari tadi mondar-mandir?” tanya Lia santai duduk di depan tivi. “Aku khawatir, Mbak. Gimana kalau si Lusuh itu menceritakan apa yang terjadi di rumah ke orang-orang? Bisa mamp*s kita,” jawab Ratna yang tidak berhenti mondar-mandir. Lia nampak santai menanggapi. “Kamu jangan khawatir, Ratna. Si Lusuh itu nggak bakalan berani cerita ke siapa pun, aku yakin seratus persen mengenai hal itu.” Lia tersenyum licik. Ratna pun gegas duduk di samping Lia dan ia mendekatkan telinganya karena penasaran mengapa Lia se-percaya diri itu. “Kenapa Mbak Lia seyakin itu?” tanya Ratna melotot. Lia memiringkan bibirnya meremehkan. “Karena aku punya kuncinya,” jawabnya. “Kunci?” Ratna semakin penasaran dibuat Lia. “Benar, kunci yang bisa membungkam Niara untuk selamanya.” “Apa itu, Mbak?” Ratna antusias. Lia menempelkan ja

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Kamu, Mas?

    Saat jam telah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, Niara sudah siap untuk berangkat bekerja. Di depan juga sudah sedia sebuah mobil yang dikendarai oleh Ruben. “Hari ini ada meeting dengan klien untuk negosiasi kontrak jam sepuluh,” ujar Ruben mengingatkan. “Lagi?” Niara fokus pada laptopnya. “Jam satu siang setelah makan siang dengan klien, diskusi dengan CFO. Pada jam tiga, seminar industri,” jawab Ruben. “Baik, terimakasih, Ruben.” Ruben mengangguk sembari melihat Niara dari kaca spion tengah. “Oh iya, Bu Ara. Saya sudah kirimkan yang Ibu minta ke email Ibu.” Niara tersenyum lembut. “Iya, saya sudah buka email dari kamu. Terima kasih banyak.” Ruben memutar radio musik di mobil, membuat Niara yang tadinya fokus ke laptop itu pun terhenti. Ia mendengarkan lagu yang di play oleh Ruben. “Pak Devan selalu memutar lagu ini, Bu. Sepertinya lagunya punya makna yang mendalam bagi Pak Devan dan Ibu.” “Kamu benar, Ruben. Lagu ini dulunya adalah lagu kesukaan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Kecelakaan

    “Semua hak warisan Devan jatuh kepada Niara, termasuk dengan villa. Ada yang mau protes? Silakan mengangkat tangan!” Lelaki berjas hitam dengan dasi polkadot sedang mengadakan rapat keluarga besarnya. Namanya Devan, pemilik salah satu perusahaan besar di Asia. Dia mempunyai kekayaan mencapai kuadriliun. Devan adalah anak kedua dari empat bersaudara, namun dialah pemegang saham sepenuhnya yang mana adalah hasil pembagian warisan dari almarhum ayah mereka yang Devan kembangkan hingga menjadi sebesar sekarang. Tidak ada yang mengetahui tentang kekayaan Devan dari pihak keluarganya ini. Saudara Devan hanya tahu Devan bekerja menjadi direktur di suatu perusahaan dan beberapa buah villa yang cukup menghasilkan. “Apa, perempuan mandul itu?” sanggah kakak tertua. Kakak tertua mempunyai watak yang paling kers dan pemarah, namanya Erwin dengan sedikit jabis di dagunya, mempunyai dua orang anak yang tinggal di Australia bersama istrinya. Erwin bekerja tak menetap dikarenakan wataknya yang k

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Percaya

    Sesampainya di rumah setelah pergi dari tempat kejadian, Niara gegas ke kamar dan mengurung diri. Ia tersandar di belakang pintu dengan hati yang tak menentu. “Nggak mungkin, itu bukan Mas Devan. Aku bisa merasakan dan yakin kalau mayat itu bukan Mas Devan,” gumam Niara yakin. Meskipun keyakinan hatinya begitu besar, namun Niara tetap tidak bisa membendung air matanya. Mengingat jikalau mobil serta ponsel dan dompet di tempat kejadian adalah milik Devan, suaminya. “Jika bukan Mas Devan, lalu siapa? Mas Devan ke mana?” Niara masih berusaha menenangkan hati kecilnya. “Nggak, aku yakin. Mayat itu bukan Mas Devan. Mungkin saja, mobilnya tadi dipinjam sama rekan kerjanya dan Mas Devan memang tidak ada di dalam mobil itu waktu kejadian.” [Tok... Tok... Tok] Ketukan pintu terdengar sangat keras, membuat Niara gegas keluar dari zona pikirnya. “Mas Devan?” ucap Niara dengan penuh harapan dan ia pun gegas membuka pintu. Namun, harapan tidak seindah kenyataan. “Pake acara pura-pura nangi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28

Bab terbaru

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Kamu, Mas?

    Saat jam telah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, Niara sudah siap untuk berangkat bekerja. Di depan juga sudah sedia sebuah mobil yang dikendarai oleh Ruben. “Hari ini ada meeting dengan klien untuk negosiasi kontrak jam sepuluh,” ujar Ruben mengingatkan. “Lagi?” Niara fokus pada laptopnya. “Jam satu siang setelah makan siang dengan klien, diskusi dengan CFO. Pada jam tiga, seminar industri,” jawab Ruben. “Baik, terimakasih, Ruben.” Ruben mengangguk sembari melihat Niara dari kaca spion tengah. “Oh iya, Bu Ara. Saya sudah kirimkan yang Ibu minta ke email Ibu.” Niara tersenyum lembut. “Iya, saya sudah buka email dari kamu. Terima kasih banyak.” Ruben memutar radio musik di mobil, membuat Niara yang tadinya fokus ke laptop itu pun terhenti. Ia mendengarkan lagu yang di play oleh Ruben. “Pak Devan selalu memutar lagu ini, Bu. Sepertinya lagunya punya makna yang mendalam bagi Pak Devan dan Ibu.” “Kamu benar, Ruben. Lagu ini dulunya adalah lagu kesukaan

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Jadwal

    Ratna sedang mondar-mandir di ruang tengah. Dia merasa tidak tenang setelah kepergian Niara ke kantor karena ketakutan menghantuiya. “Ratna, kamu itu kenapa sih dari tadi mondar-mandir?” tanya Lia santai duduk di depan tivi. “Aku khawatir, Mbak. Gimana kalau si Lusuh itu menceritakan apa yang terjadi di rumah ke orang-orang? Bisa mamp*s kita,” jawab Ratna yang tidak berhenti mondar-mandir. Lia nampak santai menanggapi. “Kamu jangan khawatir, Ratna. Si Lusuh itu nggak bakalan berani cerita ke siapa pun, aku yakin seratus persen mengenai hal itu.” Lia tersenyum licik. Ratna pun gegas duduk di samping Lia dan ia mendekatkan telinganya karena penasaran mengapa Lia se-percaya diri itu. “Kenapa Mbak Lia seyakin itu?” tanya Ratna melotot. Lia memiringkan bibirnya meremehkan. “Karena aku punya kuncinya,” jawabnya. “Kunci?” Ratna semakin penasaran dibuat Lia. “Benar, kunci yang bisa membungkam Niara untuk selamanya.” “Apa itu, Mbak?” Ratna antusias. Lia menempelkan ja

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Sahabat Sejati

    Pagi hari sekali, Niara telah berdandan cantik dengan pakaian yang sudah lama tersimpan di dalam almari, ia kembali akan menjalani hari dengan bekerja di kantor seperti dulu sebelum ia memutuskan menikah dengan Devan. Penampilannya terlihat sangat elegan dan anggun, membuat setiap pasag mata yang menatapnya tidak akan percaya jikalau ia adalah Niara. Erwin tak berkedip saat melihat Niara yang hendak berangkat bekerja, ia terpana dengan kemolekan dan keanggunan sang adik ipar yang selalu ia caci dan siksa. “Sudah mau berangkat, Niara?” tanya Erwin dengan nada yang berbeda dari biasanya. Niara sedikit memberi jarak. “Iya, Kak.” “Naik apa? Apa mau aku anterin?” Suara Erwin semakin memelan. Niara menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Kak. Niara ada yang jemput,” jawab Niara yang merasa tidak nyaman terhadap perubahan sikap kakak iparnya. “Dasar, mentang-mentang udah kerja. Kamu berani menolak ajakanku.” Suara Erwin kembali menggelegar seperti biasanya, tangannya siap melaya

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Percaya

    Sesampainya di rumah setelah pergi dari tempat kejadian, Niara gegas ke kamar dan mengurung diri. Ia tersandar di belakang pintu dengan hati yang tak menentu. “Nggak mungkin, itu bukan Mas Devan. Aku bisa merasakan dan yakin kalau mayat itu bukan Mas Devan,” gumam Niara yakin. Meskipun keyakinan hatinya begitu besar, namun Niara tetap tidak bisa membendung air matanya. Mengingat jikalau mobil serta ponsel dan dompet di tempat kejadian adalah milik Devan, suaminya. “Jika bukan Mas Devan, lalu siapa? Mas Devan ke mana?” Niara masih berusaha menenangkan hati kecilnya. “Nggak, aku yakin. Mayat itu bukan Mas Devan. Mungkin saja, mobilnya tadi dipinjam sama rekan kerjanya dan Mas Devan memang tidak ada di dalam mobil itu waktu kejadian.” [Tok... Tok... Tok] Ketukan pintu terdengar sangat keras, membuat Niara gegas keluar dari zona pikirnya. “Mas Devan?” ucap Niara dengan penuh harapan dan ia pun gegas membuka pintu. Namun, harapan tidak seindah kenyataan. “Pake acara pura-pura nangi

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Kecelakaan

    “Semua hak warisan Devan jatuh kepada Niara, termasuk dengan villa. Ada yang mau protes? Silakan mengangkat tangan!” Lelaki berjas hitam dengan dasi polkadot sedang mengadakan rapat keluarga besarnya. Namanya Devan, pemilik salah satu perusahaan besar di Asia. Dia mempunyai kekayaan mencapai kuadriliun. Devan adalah anak kedua dari empat bersaudara, namun dialah pemegang saham sepenuhnya yang mana adalah hasil pembagian warisan dari almarhum ayah mereka yang Devan kembangkan hingga menjadi sebesar sekarang. Tidak ada yang mengetahui tentang kekayaan Devan dari pihak keluarganya ini. Saudara Devan hanya tahu Devan bekerja menjadi direktur di suatu perusahaan dan beberapa buah villa yang cukup menghasilkan. “Apa, perempuan mandul itu?” sanggah kakak tertua. Kakak tertua mempunyai watak yang paling kers dan pemarah, namanya Erwin dengan sedikit jabis di dagunya, mempunyai dua orang anak yang tinggal di Australia bersama istrinya. Erwin bekerja tak menetap dikarenakan wataknya yang k

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status