Share

Sahabat Sejati

Aвтор: Syakhsun_muhimm
last update Последнее обновление: 2025-02-28 17:13:54

Pagi hari sekali, Niara telah berdandan cantik dengan pakaian yang sudah lama tersimpan di dalam almari, ia kembali akan menjalani hari dengan bekerja di kantor seperti dulu sebelum ia memutuskan menikah dengan Devan. Penampilannya terlihat sangat elegan dan anggun, membuat setiap pasang mata yang menatapnya tidak akan percaya jikalau ia adalah Niara.

Erwin tak berkedip saat melihat Niara yang hendak berangkat bekerja, ia terpana dengan kemolekan dan keanggunan sang adik ipar yang selalu ia caci dan siksa. “Sudah mau berangkat, Niara?” tanya Erwin dengan nada yang berbeda dari biasanya.

Niara sedikit memberi jarak. “Iya, Kak.”

“Naik apa? Apa mau aku anterin?” Suara Erwin semakin memelan.

Niara menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Kak. Niara ada yang jemput,” jawab Niara yang merasa tidak nyaman terhadap perubahan sikap kakak iparnya.

“Dasar, mentang-mentang udah kerja. Kamu berani menolak ajakanku.” Suara Erwin kembali menggelegar seperti biasanya, tangannya siap melayang mengarah ke pipi Niara.

“Mas,” teriak Lia dari tangga.

Erwin menelan salivanya dengan berat. Lia gegas menuruni anak tangga. “Ada apa ini, Mas? Pagi-pagi udah ribut.”

Niara hanya menundukkan kepalanya.

“Ini Sayang, perempuan lusuh ini berani-beraninya ngegodain aku. Ya aku langsung nolak, dong. Aku kan sudah ada kamu,” ucap Erwin membalikkan keadaan.

Mendengar ucapan Erwin, Niara langsung saja mengangkat kepalanya. “Enggak, dia bohong!” tolak Niara tegas.

“Berani kamu? Kamu mau fitnah aku?” Erwin masih membela diri, ia berdiri di belakang Lia seperti anak kecil yang meminta perlindungan pada ibunya. “Sayang, kamu jangan percaya sama dia!”

“Sudah, cukup! Niara, bukannya kamu seharusnya sudah berangkat? Cepat, sopirmu sudah menunggu di depan.” Lia memilih untuk tidak memperbesar perdebatan yang ada.

“Iya, Mbak. Kalau gitu, Niara berangkat dulu.”

Niara pun gegas meninggalkan suami-istri itu, di depan rumah sebuah mobil hitam yang biasanya dikendarai oleh Devan sudah menunggu, seorang asisten kepercayaan Devanlah yang akan menjemput dan mengantarkan Niara setiap hari yang akan datang.

Di perjalanan, Niara sesak menahan isak dikarenakan mobil yang menyimpan berjuta kenangan ini mengingatkannya masa-masa indah bersama yang Niara dan Devan lalui bersama. Mobil Devan yang telah hancur waktu kecelakaan diperbaiki kembali. Meski tidak seutuhnya, namun beberapa kenangan masih terasa.

“Ibu Ara baik-baik saja?” tanya Ruben, asisten sekaligus sopir Niara.

Niara menyeka air matanya dengan cepat. “Tidak apa-apa. Lanjutkan saja perjalanannya!”

“Baik, Bu.” Ruben kembali melajukan mobil hingga sampai ke kantor.

Sesampainya di kantor, Niara menatap dengan dalam gedung kantor yang sudah kian tahun tidak dia datangi, cerita masalalu mulai berkecamuk bermunculan memenuhi kepala. Tempat pertama yang mempertemukan dirinya dengan sang pujaan hati tercinta.

“Mari, Bu. Orang-orang sudah menunggu,” ucap Ruben menyadarkan Niara dari lamunan.

Niara tersenyum seulas, ia mulai melangkahkan kakinya dengan yakin memasuki gedung kantor.

Priitttt....

“Selamat datang kembali Ibu Niara...” Sorakan yang seirama memenuhi ruangan. Diiringi dengan kertas warna-warni yang beterbangan.

Air mata yang sedari tadi Niara tahan akhirnya jatuh ke pipinya. Teman-teman yang dulu berjuang bersamanya masih ingat dan sayang pada Niara. “Kalian semua, terima kasih.”

“Niara, kangen.” Rahel, teman Niara yang sangat setia. Matanya berkaca-kaca memperlihatkan kerinduannya yang sangat mendalam.

“Rahel,” ucap Niara gegas memeluk temannya itu.

“Yang sabar ya, Ra!”

Setelah sekian hari berlalu semenjak kabar meninggalnya Devan, baru kali ini ada yang memeluk Niara da menyemangatinya. Terasa sangat nyaman dan tenang bagi Niara.

Suasana haru menyelimuti, setelah bersapa salam dengan orang kantor yang lama dan memperkenalkan diri pada orang-orang kantor yang baru, Niara menuju ruangan kerjanya. Saat berada di ambang pintu ruangan yang terbuka, Niara menarik nafas dalam dan menghembuskannya untuk mempersiapkan diri. Niara menatap meja kerja Devan dengan saksama, dilihatnya sebuah foto berbingkai yang terpampang di atas meja, foto pernikahan mereka berdua yang sedang tersenyum sangat lebar memperlihatkan sebuah kebahagiaan.

“Mas,” ucap Niara bergetar.

Tok... Tok... Tok

Suara ketukan pintu membuat Niara terkesiap, ia meletakkan kembali foto ke tempat asalnya.

“Ruben, Bu.”

“Silakan masuk!” Niara mempersilakan.

Ruben yag membawa tumpukkan dokumen penting masuk ke dalam ruangan Niara. “Ini, Bu. Berkas-berkas milik Pak Devan. Harus saya taruh di mana?”

“Taruh saja di sini!” Niara menunjuk ke atas meja utama.

Ruben segera melaksanakan. “Kalau begitu saya permisi, kalau Ibu ada perlu apa-apa tinggal panggil saya saja!”

Niara mengangguk memberikan jawaban.

Saat Ruben hampir saja keluar dari ruangan, Niara memanggilnya.”Ruben,” panggil Niara setelah pertimbangan yang panjang.

Sontak saja Ruben menghentikan langkah kakinya dan membalikkan badan. “Iya, Bu.”

“Emm, jika tidak membuatmu kerepotan, bolah saya minta tolong berikan saya jadwal yang menjadi kebiasaan Pa Devan di kantor selama ini? Tapi saat kamu ada waktu senggang saja.”

Ruben tersenyum lembut. “Tentu, Bu. Saya sudah sangat hafal dengan kebiasaan beliau. Secepatnya akan saya kirimkan.”

“Terima kasih, Ruben. Kamu boleh kembali ke ruangan kamu sekarang.”

Ruben beranjak dari ruangan Niara, Niara pun hendak fokus mengeksplor ruangan persegi yang semulanya menjadi tempat Devan berlalu lalang, di ruangan ini membuat Niara merasa sangat dekat dengan Devan. “Mas, aku bukannya belum ikhlas. Tapi, aku masih yakin jika kamu masih ada di sini, di sekitarku.”

Niara dan Devan dulunya seorang direktur dan asisten, setelah lama kerja bersama mereka sama-sama menaruh hati satu sama lain sehingga mereka berdua memutuskan untuk menikah. Setelah menikah, Niara mengalami kecelakaan yang membuatnya sangat trauma hanya untuk sekedar ke luar rumah. Saat itulah Niara memutuskan untuk tinggal di rumah dan ingin hidup layaknya seorang istri yang menghabiskan waktunya untuk mengabdi pada suaminya, Niara memutuskan resign dari pekerjaannya. Semula berjalan lancar, sebelum iparnya datang dan mengemis untuk tinggal bersama di rumah Devan.

“Bu Ara,” panggil seseorang dari pintu.

“Rahel, masuk! Kenapa berdiri di situ?” Wajah Nira sumringah kembali.

Rahel pun duduk di kursi, berhadapan dengan meja direktur. “Aku kangen banget sama kamu, Hel.” Niara menarik tangan Rahel dengan lembut.

Rahel menatap Niara menyelidik. “Kamu kok kurusan banget, Ra? Tanganmu juga nggak selembut dulu. Kamu nggak kenapa-napa, kan? Kamu nggak lagi sakit, kan?” tanya Rahel khawatir, bagaimana tidak. Seorang sahabat pasti sangat tidak ingin sahabatnya kesakitan, mereka berdua sudah bersahabat cukup lama dan Rahel bahkan sudah menganggap Niara sebagai adiknya.

“Enggak ada apa-apa kok, Hel. Aku sehat.”

Rahel menempelkan tangannya ke dahi Niara. “Tapi, kamu kayak beda, Ra. Nggak kayak dulu. Apa Devan nggak ngasih kamu makan? Dasar tuh anak, apa perlu gue tuntut ke kuburannya atau apa ada orang yang berani nyakitin kamu? Sini, kasih tau aku siapa orangnya biar kuhajar habis-habisan.”

“Hel, beneran! Aku baik-baik aja. Kamu nggak perlu khawatir.” Niara yang sudah hafal dengan sifat temannya itu berusaha meyakinkan.

Rahel bangkit dari kursi, ia mendatangi Niara untuk memeluknya.

“Ara, kamu itu sudah aku anggep sebagai adik, aku ngggak mau dan nggak bisa ngeliat adikku merasa kesakitan. Kebahagiaan kamu adalah kebahagiaanku dan dukamu adalah dukaku juga.”

“Makasih, Hel. Makasih karena kamu selalu baik sama aku selama ini, di dunia ini rasanya cuman kamu tersisa orang yang sayang sama aku, yang nanyain perasaan aku gimana dan nyemangatin aku. Mas Devan udah...” Ucapan Niara tercekat.

“Ra, kamu yang sabar! Ada aku di sini, kamu nggak bakalan sendirian lagi.” Rahel menyeka air mata Niara, jika sampai Rahel mengetahui betapa menyedihkannya kehidupan Niara akhir-akhir ini, entah apa yang akan dia lakukan untuk memberikan pelajaran kepada para ipar Niara. “Kalau ada yang menyakitimu, bilang sama aku ya Ra.”

Niara mengangguk mengiyakan.

“Hel, nanti bisa bawa aku ke makam Mas Devan? Sejak awal aku nggak datang ke sana, aku mau yakinin sesuatu.”

“Tentu, Ra. Ke mana pun kamu mau, aku siap anterin dan nemenin kamu.”

Sejak acara pemakaman Devan, Niara tidak ikut serta dikarenakan para ipar yang menghalanginya, memberikan pekerjaan yang tidak ada habisnya. Niara memang belum percaya jika yang terkubur di bawah tanah itu adaalah suaminya, namun ada sesuatu yang ingin dia yakinkan di sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapter

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Jadwal

    Ratna sedang mondar-mandir di ruang tengah. Dia merasa tidak tenang setelah kepergian Niara ke kantor karena rasa takut yang menghantuiya. “Ratna, kamu itu kenapa sih dari tadi mondar-mandir?” tanya Lia santai duduk di depan tivi. “Aku khawatir, Mbak. Gimana kalau si Lusuh itu menceritakan apa yang terjadi di rumah ke orang-orang? Bisa mamp*s kita,” jawab Ratna yang tidak berhenti mondar-mandir. Lia nampak santai menanggapi. “Kamu jangan khawatir, Ratna. Si Lusuh itu nggak bakalan berani cerita ke siapa pun, aku yakin seratus persen mengenai hal itu.” Lia tersenyum licik. Ratna pun gegas duduk di samping Lia dan ia mendekatkan telinganya karena penasaran mengapa Lia se-percaya diri itu. “Kenapa Mbak Lia seyakin itu?” tanya Ratna melotot. Lia memiringkan bibirnya meremehkan. “Karena aku punya kuncinya,” jawabnya. “Kunci?” Ratna semakin penasaran dibuat Lia. “Benar, kunci yang bisa membungkam Niara untuk selamanya.” “Apa itu, Mbak?” Ratna antusias. Lia menempelka

    Последнее обновление : 2025-02-28
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Kamu, Mas?

    Saat jam telah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, Niara sudah siap untuk berangkat bekerja. Di depan juga sudah sedia sebuah mobil yang dikendarai oleh Ruben. “Hari ini ada meeting dengan klien untuk negosiasi kontrak jam sepuluh,” ujar Ruben mengingatkan. “Lagi?” Niara fokus pada laptopnya. “Jam satu siang setelah makan siang dengan klien, diskusi dengan CFO. Pada jam tiga, seminar industri,” jawab Ruben. “Baik, terima kasih, Ruben.” Ruben mengangguk sembari melihat Niara dari kaca spion tengah. “Oh iya, Bu Ara. Saya sudah kirimkan yang Ibu minta ke email Ibu.” Niara tersenyum lembut. “Iya, saya sudah buka email dari kamu. Terima kasih banyak.” Ruben memutar radio musik di mobil, membuat Niara yang tadinya fokus ke laptop itu pun terhenti. Ia mendengarkan lagu yang di play oleh Ruben. “Pak Devan selalu memutar lagu ini, Bu. Sepertinya lagunya punya makna yang mendalam bagi Pak Devan dan Ibu.” “Kamu benar, Ruben. Lagu ini dulunya adalah lagu kesukaan sa

    Последнее обновление : 2025-03-09
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Dia Masalalu

    Bab 6 Enam bulan telah berlalu, Niara masih berusaha mencari Devan bersama Rahel. Namun, tidak ada kabar yang mereka temukan. Meskipun demikian, tidak menyurutkan semangat Niara untuk terus mencari keberadaan Devan. Ratna juga sudah melahirkan bayinya, semua keperluan bayi diurus oleh Niara setiap hari, bahkan membuat Niara berangkat ke kantor dalam keadaan mata sayu karena kurang tidur. Suara cicak terasa menyengat gendang telinga, tanda sepi sedang menemani. Di rumah Niara sedang berdua dengan bayi Ratna dikarenakan para iparnya sedang bepergian liburan ke luar negeri setelah uang warisan dari Devan cair. “Mas, kamu di mana?” gumam Niara yang hampir setiap hari dia lontarkan. Dering telepon berbunyi, Niara gegas mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. (Bu, maaf mengganggu waktu anda malam-malam begini. Saya mau berkabar jikalau besok saya tidak bisa masuk kerja dikarenakan ibu saya di kampung meninggal dunia, jadi saya harus pulang dengan segera. Besok akan ada

    Последнее обновление : 2025-04-01
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   7

    Sebuah mobil hitam sudah terparkir di depan rumah, Niara juga sudah selesai dengan semua pekerjaan rumah dan siap untuk berangkat bekerja seperti biasa, namun dia masih kebingungan ke mana ia harus menitipkan Adzando hari ini. Mencari Irham di seantero rumah, namun Niara tidak mendapatinya. Terpaksa Niara membawa Adzano bersamanya. Niara dengan bawaan penuh di tangan dan bahunya sudah keluar dari rumah. Seorang laki-laki berbadan jangkung keluar dari mobil membukakan pintu untuk Niara. Niara tak mengetahui siapa sosok tersebut dan ia hanya gegas memasuki mobil. “Ibu Niara, perkenalkan nama saya Hildan. Hari ini dan beberapa hari ke depan akan menggantikan tugas Pak Ruben.” Ia membuka kacamatanya, matanya hitam dan agak sipit, nampaknya dia jauh lebih muda dari Ruben. “Iya, Hildan. Kamu bisa panggil saya dengan Ibu Ara saja tidak mengapa.” Hildan mengangguk paham. “Baik, Ibu Ara. Apa kita bisa berangkat sekarang?” tanyanya. “Silakan.” Niara sibuk menenangkan Adzando yang menan

    Последнее обновление : 2025-04-01
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   8

    Bab 8“Hel, hari ini aku enggak ikut kalian ya.”Rahel yang tadinya sibuk memasukkan makanan ke mulutnya seketika terhenti. Ia menatap Niara dengan penuh arti.“Ra, jangan bilang jika kamu mau lanjutin nyari Devan?” tebak Rahel.Niara hanya diam tak menanggapi. Perjanjian antara Niara dan Rahel sudah terikat dua tahun yang lalu. Jika selama satu tahun Devan tak juga ditemukan, maka Niara akan berhenti menganggap jikalau Devan masih hidup di dunia ini. Nyatanya, sampai saat ini mereka tak menemukan tanda apapun tentang keberadaan Devan. Tapi, sepertinya Niara masih belum bisa berhenti dalam pencarian, ia diam-diam masih berusaha mengulik informasi.“Ra, kamu udah janji loh sama aku.”“Aku tau, Rahel. Tapi kali ini aku enggak akan libatin kamu lagi, aku akan cari sendiri sampai aku merasa lelah dan puas atas pencarianku. Meskipun sudah dua tahun berlalu, aku tetap ngerasa kalau Mas Devan itu masih ada.”Rahel memutar bola matanya, sepertinya ia sudah muak dengan sikap Niara yang begitu

    Последнее обновление : 2025-04-02
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   9

    Mata Aisyah, membulat. “Ini, kan...” Ucapannya terhenti. Tanpa melanjutkan ucapan yang seharusnya dia sempurnakan. Sering ponsel Aisyah berbunyi, ia meminta izin pada Niara untuk terlebih dahulu mengangkat panggilan telepon itu. Setelah Aisyah beranjak, tiba-tiba telepon Niara juga berdering. Sebuah panggilan dari Ratna. “Hallo, Ratna. Ada apa?” Niara berjalan sembari menempelkan telponnya ke telinga. Suara cempreng Ratna menggema memekik gendang telinga, Niara lagi-lagi dimarahi oleh Ratna, setelah perkara antara Ratna dengan Irham terjadi waktu itu Ratna semakin menjadi-jadi dalam menyiksa Niara saat Irham tidak ada di sampingnya. Ratna sudah bersumpah untuk tidak lagi berlaku buruk pada Niara, tapi nyatanya dia mengingkari sumpahnya. Bahkan lebih parah dari sebelumnya akibat rasa benci dan cemburu yang membara di hatinya, untungnya ada Lia yang selalu mengingatkan Ratna. “Ada apa, Ratna?” tanya Niar lembut. Ratna berwajah masan, dia menarik tangan Adzando dari gen

    Последнее обновление : 2025-04-03
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   10

    Erwin dan Niara dibawa Lia ke ruangan tengah, Ratna yang sudah terlelap juga duduk di kursi ruang tengah sembari menahan kantuknya. Niara tak berhenti sesenggukan menahan sesak di dada, ada rasa syok dan takut serta sedih yang mendalam. “Ada apa sih tengah malam gini disuruh ngumpul?” ucap Ratna kesal. Lia menyilangkan kedua tangan ke dada, dia berjalan bolak-balik di depan ketiga iparnya yang sedang duduk. Erwin menyenderkan tubuhnya dia juga merasa tidak tenang karena dialah tajuk utama dalam rapat keluarga kali ini. “Mas, kamu harus jelasin semuanya ke aku!” titah Lia tegas. Erwin berdiri. “Dia menggodaku, Sayang!” Menunjuk pada Niara. Niar merasa tidak terima atas tuduhan yang dilapangkan padanya. Ia juga ikut berdiri untuk membela diri. “Bohong! Kamu yang tiba-tiba masuk ke kamarku!” “Cukup!” teriak Lia sembari menutup kedua telinganya. Ratna yang tidak tahu menahu dengan masalah yang terjadi hanya kebingungan memahami maksud dari ketiga iparnya itu. Erwin mendekat pada L

    Последнее обновление : 2025-04-04
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   11

    ‘Hallo. Hel...’ Niara menempelkan ponsel ke telinga. ‘Ra, kamu kenapa? Kamu lagi nangis?’ ‘Hel, aku bisa minta tolong kamu untuk malam ini, aku boleh enggak tidur di rumahmu, malam ini saja?’ Isakan Niara tak bisa disembunyikan. Suaranya nyaring berusaha melawan nyaringnya suara hujan lebat yang saat ini mengguyur bumi. ‘Kamu shareloock, aku jemput sekarang juga!’ Niara menganggakuk. Hubungan telepon terputus, Niara menunggu Rahel datang menjemputnya. Hujan masih tak henti mengguyur bumi, seperti kedua mata Niara yang juga tidak henti mengeluarkan air matanya ke pipi. Rasa syok masih menggema di hatinya, baru kali ini ia mendapati hal seperti ini di hidupnya, untuk cacian hingga pukulan bisa Niara tahan untuk beberapa waktu namun masalah pelecehan tidak bisa Niara tahan dan maafkan sedikit pun. Mobil berhenti di depan halte, seseorang turun dari mobil dan membuka payung. Niara menatap penuh tanya di hati ya pada orang yang berjalan menuju Niara, dia seorang pria. Wajahnya itu

    Последнее обновление : 2025-04-05

Latest chapter

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   17

    Mendapati Ekspresi Niara, Aisyah gegas mengambil ponselnya yang jatuh ke lantai. "Mbak, ada apa?" "Kenapa Rizwan?" ucap Niara. 'Aisyah, Aisyah. Kamu mau bantuin mereka?' Suara dari balik telepon itu menarik perhatian Aisyah. "Pak Rizwan," ucapnya gegas menempelkan ponselnya ke telinga. 'Pak, kenapa bisa ponsel Pak Van sama Bapak? Pak, saya perlu bicara dengan Pak Van.' Aisyah mulai takut dengan Rizal setelah mendengar pernyataan dari Niara dan Rahel bagaimana bejatnya dia. 'Berikan kembali pada Ara, aku mau ngomong sama dia!' Aisyah menurut, segera memberikan ponselnya kembali kepada Niara. "Mbak, Pak Rizwan mau ngomong." 'Ara, apa kamu tau orang yang sedang kamu hubungi ini? Dia adalah orang hang selama ini kamu cari...,' ucap Rizwan. 'Bicara!' ujarnya menyuruh seseorang. Niara terdiam. Menunggu... 'Ara, ini aku,' ucap dari balik telepon, suaranya terdengar susah payah. 'Mas Devan,' teriak Ara histeris. Meskipun sudah sangat lama tidak mendengar suara Devan, Niar

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   16

    '"Apa, menikah denganmu?" Niara berdiri, menggertak meja. "Enggak!" lanjutnya. Bukan hanya sampai di situ, Niara juga menumpahkan isi minumannya kepada Rizwan. Bukannya balik memarahi, Rizwan hanya tersenyum menanggapi Niara. Ia kembali merogoh ponselnya, menelpon seseorang dan ia berbincang dengan ponselnya. Napas Niara naik turun, ia masih berusaha mengolah emosi. "Di mana Rahel, Ra? Bawa dia ke sini! Aku akan serahkan Alex padanya." Rahel pasti sudah mendengar apa yang Rizwan katakan. Entah benar atau tidak ucapan Rizwan, yang pasti Niara belum sepenuhnya mempercayai. Niara masih berhati-hati, terlebih dengan kebaikan hati Rizwan saat ini. 'Rahel, kamu di mana?' tanya Niara pada earphone yang terpasang. 'Aku menuju ruangan, Ra. Secepatnya sampai.' Ceklek... Pintu terbuka, memperlihatkan Rahel yang gelagapan. Dia seperti habis berlari kencang. "Di mana anakku?" ucap Rahel segera. "Sabar, Hel. Aku akan penuhi janjiku karena kamu sudah membawa Ara padaku. Seben

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   15

    Niara sudah didandani oleh Rahel. Make up tipis di wajahnya membuat kesan berbeda pada Niara. Dia cantik tanpa make up tapi lebih cantik lagi saat menggunaka make up. “Nyonya Ara, Tuan muda sudah menunggu di depan,” ucap Mbok pada Niara. Rahel memegangi pundak Niara untuk menguatkan. “Jangan putus komunikasi! Kalau dia mau ngapa-ngapain kamu hubungi aku segera.” Niara mengangguk paham. Dengan langkah berat ia berjalan keluar kamar. Dituntun oleh Rahel bak seorang penggiring pengantin yang menggiring pengantinnya menuju pelaminan. Rahel menjerit di dalam hati.Sama halnya dengn Niara. Keduany mempunyai duka yang berbeda. Rizwan sudah menunggu di dalam mobil mewahnya. “Ara,” ucap Rizwan dengan tatapan kagum. Rizwan membukakan pintu mobil bersebelahan dengannya. Niara masuk ke mobil dengan hati yang tak karuan, doa perlindungan tak henti terhatur di dalam hati. Rizwan kembali masuk ke dalam mobil, sejenak ia menatap kepada Niara yang membuang muka dari Rizwan. “Cantik sekali,” puji

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   14

    Niara perlahan membuka mata saat tangan Rizwan beranjak dari wajahnya. Wajah Rizwan sumringah, dia terlihat sangat bahagia dengan mata Niara yang membuka.“Ara,” ucapnya. Niara duduk dan sedikit menjauh dari Rizwan. “Ra, jangan takut! Aku enggak akan nyakitin kamu kok.” Membujuk Niara. “Kamu... Kamu Rizwan kan?” Rizwan mengangguk, tersenyum pada Niara. “Kamu ngapain bawa aku ke sini?” tanya Niara lagi. Rizwan mengubah posisi duduknya, sedikit mendekat pada Niara membuat Niara kembali menjauh. “Ra, sebenarnya aku sudah lama suka sama kamu. Perasaan ini sangat lama kupendam.” Niara berpura-pura berekspresi kaget mendengar pernyataan perasaan Rizwan padanya. Di sisi lain ada Rahel yang menahan isakan tangisnya, dia masih sangat mencintai Rizwan tapi rasa benci juga berbaur dalam hatinya. “Tapi, kenapa bisa?”“Aku juga nggak tau, Ra. Perasaan ini tiba-tiba aja muncul saat pertama kali aku melihatmu.” Niara meremas sprei kasur. “Tapi, aku enggak ada perasaan apapun sama kamu.” R

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   13

    “Kamu percaya aja gitu sama dia? Setelah semua yang dia lakukan, setelah semua air mata yang kamu keluarkan?” Rahel mengangguk. “Maafin aku, Ra. Aku dipaksa sama dia buat bawa kamu sama dia. Aku udah ketemu sama Alex, dia beneran masih hidup.” "Apa kamu yakin dia memang Alex?" "Yakin, Ra. Ini naluri seorang ibu sama seperti yang kamu bilang apa kamu enggak percaya dengan nalurj seorang ibu?" Niara tak menepis apa yang Rahel katakan. Dia terdiam, merenungkan nasib seorang sahabatnya yang sudah sangat ia prcaya dan cinta. "Ra, kamu mau kan sama Rizwan?" tanya Rahel dengan nada membujuk. Niara tak habis pikir, dia terkesiap dan gegas berdirj dari duduknya. Memberi jarak dari Rahel dengan segera. "Aku enggak bisa, Hel. Enggak akan mau." Niara setengah berteriak. Rahel menarik tangan Niara, ia memohon dengn penuh duka yang menjalar dari kedua matanya. "Aku mohon, Ra. Devan enggak akan kembali, dia sudah mati. Usahamu sia-sia menunggunya pulang. Itu hal yang mustahil." Pla

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   12

    Niara keluar dari dalam kamar, dia merasa tidak nyaman karena terlalu memikirkan Rahel, temannya. Ada ketakutan dan kekhawatiran yang membuat Niara gelisah berkepanjangan. Niara kebingungan harus berjalan ke arah yang mana dikarenakan ruangan rumah ini begitu besar dan terdapat banyak pintu. Niara mencoba memasuki salah satu pintu yang dia yakini adalah pintu untuk leluar, namun nyatanya ia masuk dalam ruangan yang lain. “Aku harus ke mana? Di mana penghuni rumah ini? Tidak mungkin rumah semegah ini tidak ada yang menghuni kan?” gumam Niara. “Rahel, maafkan aku.” Masih berusaha mencari pintu keluar dan mencari penghuni rumah. Seseorang menarik tangan Niara, Niar kaget bukan kepalang. Ia menarik tangan Niara, ke ruangan yang jauh lebih luas ukurannya. “Ra,” ucapnya. Niara terdiam menatap sosok yang telah menarik tangannya itu. “Kamu” Hujan sudah reda namun kilat dan suara guntur masih kerap kali menyapa. Suasana mencekam, keduanya saling menatap tanpa sepatah katapun keluar dari b

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   11

    ‘Hallo. Hel...’ Niara menempelkan ponsel ke telinga. ‘Ra, kamu kenapa? Kamu lagi nangis?’ ‘Hel, aku bisa minta tolong kamu untuk malam ini, aku boleh enggak tidur di rumahmu, malam ini saja?’ Isakan Niara tak bisa disembunyikan. Suaranya nyaring berusaha melawan nyaringnya suara hujan lebat yang saat ini mengguyur bumi. ‘Kamu shareloock, aku jemput sekarang juga!’ Niara menganggakuk. Hubungan telepon terputus, Niara menunggu Rahel datang menjemputnya. Hujan masih tak henti mengguyur bumi, seperti kedua mata Niara yang juga tidak henti mengeluarkan air matanya ke pipi. Rasa syok masih menggema di hatinya, baru kali ini ia mendapati hal seperti ini di hidupnya, untuk cacian hingga pukulan bisa Niara tahan untuk beberapa waktu namun masalah pelecehan tidak bisa Niara tahan dan maafkan sedikit pun. Mobil berhenti di depan halte, seseorang turun dari mobil dan membuka payung. Niara menatap penuh tanya di hati ya pada orang yang berjalan menuju Niara, dia seorang pria. Wajahnya itu

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   10

    Erwin dan Niara dibawa Lia ke ruangan tengah, Ratna yang sudah terlelap juga duduk di kursi ruang tengah sembari menahan kantuknya. Niara tak berhenti sesenggukan menahan sesak di dada, ada rasa syok dan takut serta sedih yang mendalam. “Ada apa sih tengah malam gini disuruh ngumpul?” ucap Ratna kesal. Lia menyilangkan kedua tangan ke dada, dia berjalan bolak-balik di depan ketiga iparnya yang sedang duduk. Erwin menyenderkan tubuhnya dia juga merasa tidak tenang karena dialah tajuk utama dalam rapat keluarga kali ini. “Mas, kamu harus jelasin semuanya ke aku!” titah Lia tegas. Erwin berdiri. “Dia menggodaku, Sayang!” Menunjuk pada Niara. Niar merasa tidak terima atas tuduhan yang dilapangkan padanya. Ia juga ikut berdiri untuk membela diri. “Bohong! Kamu yang tiba-tiba masuk ke kamarku!” “Cukup!” teriak Lia sembari menutup kedua telinganya. Ratna yang tidak tahu menahu dengan masalah yang terjadi hanya kebingungan memahami maksud dari ketiga iparnya itu. Erwin mendekat pada L

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   9

    Mata Aisyah, membulat. “Ini, kan...” Ucapannya terhenti. Tanpa melanjutkan ucapan yang seharusnya dia sempurnakan. Sering ponsel Aisyah berbunyi, ia meminta izin pada Niara untuk terlebih dahulu mengangkat panggilan telepon itu. Setelah Aisyah beranjak, tiba-tiba telepon Niara juga berdering. Sebuah panggilan dari Ratna. “Hallo, Ratna. Ada apa?” Niara berjalan sembari menempelkan telponnya ke telinga. Suara cempreng Ratna menggema memekik gendang telinga, Niara lagi-lagi dimarahi oleh Ratna, setelah perkara antara Ratna dengan Irham terjadi waktu itu Ratna semakin menjadi-jadi dalam menyiksa Niara saat Irham tidak ada di sampingnya. Ratna sudah bersumpah untuk tidak lagi berlaku buruk pada Niara, tapi nyatanya dia mengingkari sumpahnya. Bahkan lebih parah dari sebelumnya akibat rasa benci dan cemburu yang membara di hatinya, untungnya ada Lia yang selalu mengingatkan Ratna. “Ada apa, Ratna?” tanya Niar lembut. Ratna berwajah masan, dia menarik tangan Adzando dari gen

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status