Baru saja mobil yang di tumpangi Alin dan Sean sampai di halaman kediaman Yuan, Alin sudah meminta sopir agar berhenti. “Huek… Huek… Och Baby… Sean, Please tolong ambilkan Mommy minum,” Alin muntah dan mengeluarkan semua isi perutnya di halaman berumput, tidak jauh dari pintu gerbang kediaman Yuan. Sean memberikan kode pada para pengawal yang ikut berlari membantu Alin agar memberikan air mineral seperti permintaan Mommynya karena Sean menopang tubuh Alin yang lemas tidak bertenaga bersandar pada Sean. Pengawal memberikan minuman air mineral pada Alin yang segera Alin minum dengan nafas terengah-engah. Alin merasa bernafaspun juga sangat sulit, nafasnya masih belum teratur selesai memuntahkan semua makanan dalam perutnya. “Och Alin! Ada apa? Apa yang terjadi?” teriak Daffa yang kebetulan sedang berkunjung ke kediaman Yuan, berlari ke halaman bersama Mr. Philippe setelah di beritahu sopir yang sebelumnya membawa Alin dan Sean pulang. Alin tidak punya tenaga untuk menjawab pertanyaan
Irine baru saja kembali dari kamar Alin. Alin dan Sean sudah tertidur dan dirinya pun juga sedikit merasa lelah jadi dia kembali ke kamarnya di lantai dua. Irine baru saja mengunci pintu kamarnya dengan sidik telapak tangannya di handel pintu saat mendengar makian suara seseorang di dalam kamarnya. Irine yang berjalan pelan ke dalam ruangan kamarnya yang luas, melihat Seiji sedang mencekik leher Sachiko dengan tatapan ganas bagaikan tatapan ular kobra yang siap melumatkan tubuh lawannya. “Jangan bermain-main denganku, Sachiko!! Sampai kapanpun aku tidak akan sudi menyentuh tubuhmu. Cepat pergi dari hadapanku!” desis Seiji geram karena Sachiko baru saja tadi mencoba memeluk pinggangnya dari belakang. Irine melihat Seiji mengeluarkan selulernya dan memberikan perintah pada seseorang. Dengan cepat Irine membuka kembali kunci pintu kamarnya dengan sidik telapak tangannya, karena jika pintu sudah di kunci dengan kunci sidik telapak tangan, tidak akan bisa di buka lagi menggunakan kunc
Seiji yang masih memakai atasan segera Irine lepaskan dan begitu juga dengan Seiji yang langsung melucuti setiap helai kain yang melekat di tubuh Irine. Irine memiliki tubuh yang sangat seksi dengan lekukan sempurna dan kulitnya putih halus seperti susu. “Jangan meninggalkan banyak jejak,” bisik Irine pada Seiji yang di anggukin pria itu.Tanpa menunda, baik Seiji dan Irine, keduanya sudah sama-sama dalam hasrat yang tinggi langsung saling merekatkan tubuh di atas lantai berkarpet di depan pintu. “Ouch!! Kamu sangat hangat dan besar!” celetuk Irine yang kesulitan bernafas merasakan sesak dan penuh di bagian bawah tubuhnya. Seiji yang sudah bertahun-tahun tidak merasakan di urut spesial otot kebanggaannya, berhenti sesaat menikmati pijatan dari dalam tubuh Irine. Lalu perlahan dia bergerak liar menghunjam, menusuk sampai ke dasar dan melumat serta menggigit pelan puncak buah dada Irine yang melenguh manja berdesis nikmat.Kedua kaki Irine mengapit erat pinggang Seiji. Bayangan Irine
Alin baru saja selesai mandi dan berpakaian di bantu Sean dan Zia yang mengeringkan rambut panjangnya. “Apakah Mommy lapar dan ingin makan sesuatu?” tanya Sean lembut sambil mengoleskan body cream ke tangan Alin. “Lapar tapi nanti malah keluar lagi, capek muntah terus,” jawab Alin sambil tersenyum lalu membelai perutnya yang benar-benar terlihat sangat membusung dari badannya yang kurus, tinggal kulit pembalut tulang saja. “Syelin, berhentilah rewel. Kasian Mommy ga bisa makan apa-apa loh,” Sean juga ikut membelai dan menciumi perut Alin lembut. “Abang mohon, Syelin baik-baik di dalam sana. Sebentar lagi kita bertemu tapi Mommy perlu tenaga agar bisa mengeluarkanmu dari dalam sana, jadi biarkan Mommy makan yaa. Abang sayang Syelin!” hampir setiap saat Sean mengajak adiknya yang masih di dalam perut Mommynya itu berbicara atau bercerita. “Mommy mau coba zuppa soup tapi porsi kecil aja,” ucap Alin akhirnya yang sepertinya ada keinginan makan zuppa soup beserta roti rasa bawang
Seiji menyuapkan zuppa soup dan roti bawang pada Alin. Meskipun tatapan Alin masih menggoda pada Irine yang menggeleng sambil mengulum senyum, mulutnya tetap terbuka menerima soup dan roti yang di suapkan Seiji padanya. Saat Sean keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian di wall in closet yang bersebelahan dengan kamar mandi, Alin sudah selesai menghabiskan semangkok zuppa soup dengan satu keping roti bawangnya. Sean menghampiri Seiji untuk menyalami dan mencium tangannya,“Hallo Papa,” sapa Sean lembut. Seiji membelai rambut Sean dan menatap penuh kasih ke mata anak kandungnya itu. “Sean libur sekolah?” tanya Seiji perhatian. “Ya!” jawab Sean singkat.Sean tidak pandai berbasa-basi meskipun dengan Papa kandungnya sendiri. Mungkin karena Sean terpisah dari Seiji sejak kecil jadi dia hanya bisa bertegur sapa sewajarnya. Jikapun makan bersama seperti sebelumnya saat berada di Clark Quay, Sean akan lebih memilih diam mendengarkan tanpa ada interaksi banyak bicara dengan Papany
Sudah beberapa hari ini keadaan Alin membaik. Infus di punggung tangannya juga sudah di lepas. Seiji memperhatikan Alin dua puluh empat jam, bisa di katakan Seiji mengantarkan Alin tidur setiap malamnya dan mengajaknya mengobrol sampai wanita yang masih bertahta di hatinya itu tertidur baru dia kembali ke kamarnya. Keesokan paginya Seiji juga sudah standby di kamar Alin, menunggu wanitanya itu terbangun di pagi hari. Sean dan semua orang di kediaman bisa melihat bagaiman peran Seiji dalam hidup dan kehamilan Alin. Sean tidak protes apapun hanya dia tetap tidur bersama Alin, tidak membiarkan Mommy dan Papanya tetep berduaan di kamar. “Seiji?” panggil Alin saat membuka mata, melihat Seiji yang berpenampilan rapi sedang minum kopi dan croissant di balkon.“Baby … Kamu sudah bangun?” Seiji menghampiri Alin setelah meneguk kopinya hingga tandas. Sean sudah mandi dan sedang merapikan pakaiannya. Siang ini Sean sudah harus kembali ke sekolah Asramanya, liburnya sudah selesai seminggu lalu
Irine sedang di tangani oleh team Dokter yang langsung bergerak cepat atas perintah Mr. Philippe. Alin masih merasa sangat terkejut, perutnya bergejolak tapi tidak ada yang bisa dia muntahkan. Keita yang mendengar Alin hampir di racun di kediaman, langsung bergegas datang ke kediaman Yuan, memerintahkan anak buah Seiji yang lainnya menjaga Sachiko di rumah yang tidak jauh dari kediaman Yuan.Belum selesai keterkejutan Alin sampai di situ, kembali mendapat kabar dari sekolah Zia, menghubungi Mr. Philippe yang kebetulan berada di samping Alin saat menjawab telponnya. “Mr. Philippe, ada apa dengan Zia?” tanya Alin cemas karena sekilas Alin mendengar kata keracunan dan tindakan bunuh diri.“Nona Zia berada di klinik sekolahnya, Nona. Saya akan perintahkan sopir untuk membawanya ke rumah sakit” jawab Mr. Philippe langsung menghubungi ponsel sopir. “Aku akan menjemput Zia” ucap Alin tegas, lalu menatap ke arah Sean dan Keita yang juga menatapnya. “Saya akan menemani Nyonya Yuan melihat Z
Alin hanya di beritahu mengenai diari Zia yang menyebutkan dia sangat menyukai Alin. Berisi pemujaan dan rasa sayang Zia untuk Alin, tidak ada menyebutkan apapun seperti pacar atau hubungannya dengan seorang pria. Alin masih bertanya-tanya siapa yang sudah menyentuh Zia sehingga gadis itu menutup rapat informasinya atau memang informasi tersebut memang di rahasiakan darinya. Tidak bisa membaca pikiran lagi membuat Alin sedikit merasa sedih, namun sebelumnya bisa membaca pikiran juga sering membuatnya ketakutan dan paranoid terhadap orang sekelilingnya. Manusia sering kali akan merasa segala sesuatunya sangat berharga setelah kehilangannya, Alin menyadari hal ini namun tiada gunanya menyesalinya sekarang. Alin mendatangi kamar Irine yang masih ada team Dokter berjaga. “Love, please bangun! Jangan membuatku panik dan keponakanmu semakin gelisah. Please, Love!” bisik Alin di telinga Irine yang hanya terdengar organ vitalnya berbunyi di monitor alat kesehatan menandakan dia masih hidu