Terima kasih sudah baca. Komen dan vote yuk :)
Alin mendengar suara orang berbicara dengan aksen Singapura, suara deru berisik kesibukan kota dari kejauhan dan udara terasa hangat dengan aromanya yang lembab. Perlahan Alin membuka matanya. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, ini adalah kamar tidurnya dengan Sky.Alin ingin bangun bangkit dari tidurnya, merasanya nyeri di punggung tangannya yang tertancap jarum infus. Akhirnya Alin menarik tiang infus dan berjalan ke balkon kamarnya, melihat para pekerja yang terlihat sibuk membersihkan halaman belakang kediaman Yuan yang luas dan banyak di tumbuhi pepohonan."Nona! Nona sudah bangun?" teriak Zia senang melihat Alin sudah siuman dari istirahatnya setelah menjalani operasi di Jepang dan di bawa dalam keadaan masih belum sadar ke Singapura lima hari lalu.Zia baru saja selesai membersihkan kamar mandi Alin, mengisi botol sabun dan shampoo juga mengatur handuk besar, handuk kecil di dalam kamar mandi, Zia yang bahagia tidak sadar sudah memegang tangan Alin dan mengayunkannya
Alin akhirnya memutuskan pergi jalan-jalan ke foodcourt Bisan bersama Sean dan sopir. Mungkin dengan pergi keluar, bersosialisasi dengan orang-orang yang Alin pedulikan bisa mengembalikan moodnya menjadi baik. Sean sedang mendorong kursi roda Alin dari parkiran memasuki area foodcourt sampai terdengar teriakan dari Amei istrinya Ahmed dari belakang.“Sean? Mommymu kenapa?” tanya Amei melihat Sean mendorong kursi roda Alin. “Och Tuhan, kamu sakit Lin? Sakit apa? Maafkan kami tidak uhm, itu … datang ke kediamanmu”Amei lebih terkaget lagi saat melihat wajah kuyu, pucat dan tirus Alin. Sejak kabar kecelakaan Sky Yuan dan Nicholas Han, Amei, Ahmed, Aunty Chen dan yang lainnya beberapa kali datang ke kediaman Yuan akan tetapi tidak di ijinkan masuk untuk bertemu Alin oleh para penjaga. “Amei, aku baik-baik aja. Aku kangen masakan suamimu, mau roti prata isi bombai sama kare kambing yaa” tutur Alin ceria cengengesan tapi tetap terlihat sangat memprihatinkan. Amei beradu tatapan dengan Se
Baru saja mobil yang di tumpangi Alin dan Sean sampai di halaman kediaman Yuan, Alin sudah meminta sopir agar berhenti. “Huek… Huek… Och Baby… Sean, Please tolong ambilkan Mommy minum,” Alin muntah dan mengeluarkan semua isi perutnya di halaman berumput, tidak jauh dari pintu gerbang kediaman Yuan. Sean memberikan kode pada para pengawal yang ikut berlari membantu Alin agar memberikan air mineral seperti permintaan Mommynya karena Sean menopang tubuh Alin yang lemas tidak bertenaga bersandar pada Sean. Pengawal memberikan minuman air mineral pada Alin yang segera Alin minum dengan nafas terengah-engah. Alin merasa bernafaspun juga sangat sulit, nafasnya masih belum teratur selesai memuntahkan semua makanan dalam perutnya. “Och Alin! Ada apa? Apa yang terjadi?” teriak Daffa yang kebetulan sedang berkunjung ke kediaman Yuan, berlari ke halaman bersama Mr. Philippe setelah di beritahu sopir yang sebelumnya membawa Alin dan Sean pulang. Alin tidak punya tenaga untuk menjawab pertanyaan
Irine baru saja kembali dari kamar Alin. Alin dan Sean sudah tertidur dan dirinya pun juga sedikit merasa lelah jadi dia kembali ke kamarnya di lantai dua. Irine baru saja mengunci pintu kamarnya dengan sidik telapak tangannya di handel pintu saat mendengar makian suara seseorang di dalam kamarnya. Irine yang berjalan pelan ke dalam ruangan kamarnya yang luas, melihat Seiji sedang mencekik leher Sachiko dengan tatapan ganas bagaikan tatapan ular kobra yang siap melumatkan tubuh lawannya. “Jangan bermain-main denganku, Sachiko!! Sampai kapanpun aku tidak akan sudi menyentuh tubuhmu. Cepat pergi dari hadapanku!” desis Seiji geram karena Sachiko baru saja tadi mencoba memeluk pinggangnya dari belakang. Irine melihat Seiji mengeluarkan selulernya dan memberikan perintah pada seseorang. Dengan cepat Irine membuka kembali kunci pintu kamarnya dengan sidik telapak tangannya, karena jika pintu sudah di kunci dengan kunci sidik telapak tangan, tidak akan bisa di buka lagi menggunakan kunc
Seiji yang masih memakai atasan segera Irine lepaskan dan begitu juga dengan Seiji yang langsung melucuti setiap helai kain yang melekat di tubuh Irine. Irine memiliki tubuh yang sangat seksi dengan lekukan sempurna dan kulitnya putih halus seperti susu. “Jangan meninggalkan banyak jejak,” bisik Irine pada Seiji yang di anggukin pria itu.Tanpa menunda, baik Seiji dan Irine, keduanya sudah sama-sama dalam hasrat yang tinggi langsung saling merekatkan tubuh di atas lantai berkarpet di depan pintu. “Ouch!! Kamu sangat hangat dan besar!” celetuk Irine yang kesulitan bernafas merasakan sesak dan penuh di bagian bawah tubuhnya. Seiji yang sudah bertahun-tahun tidak merasakan di urut spesial otot kebanggaannya, berhenti sesaat menikmati pijatan dari dalam tubuh Irine. Lalu perlahan dia bergerak liar menghunjam, menusuk sampai ke dasar dan melumat serta menggigit pelan puncak buah dada Irine yang melenguh manja berdesis nikmat.Kedua kaki Irine mengapit erat pinggang Seiji. Bayangan Irine
Alin baru saja selesai mandi dan berpakaian di bantu Sean dan Zia yang mengeringkan rambut panjangnya. “Apakah Mommy lapar dan ingin makan sesuatu?” tanya Sean lembut sambil mengoleskan body cream ke tangan Alin. “Lapar tapi nanti malah keluar lagi, capek muntah terus,” jawab Alin sambil tersenyum lalu membelai perutnya yang benar-benar terlihat sangat membusung dari badannya yang kurus, tinggal kulit pembalut tulang saja. “Syelin, berhentilah rewel. Kasian Mommy ga bisa makan apa-apa loh,” Sean juga ikut membelai dan menciumi perut Alin lembut. “Abang mohon, Syelin baik-baik di dalam sana. Sebentar lagi kita bertemu tapi Mommy perlu tenaga agar bisa mengeluarkanmu dari dalam sana, jadi biarkan Mommy makan yaa. Abang sayang Syelin!” hampir setiap saat Sean mengajak adiknya yang masih di dalam perut Mommynya itu berbicara atau bercerita. “Mommy mau coba zuppa soup tapi porsi kecil aja,” ucap Alin akhirnya yang sepertinya ada keinginan makan zuppa soup beserta roti rasa bawang
Seiji menyuapkan zuppa soup dan roti bawang pada Alin. Meskipun tatapan Alin masih menggoda pada Irine yang menggeleng sambil mengulum senyum, mulutnya tetap terbuka menerima soup dan roti yang di suapkan Seiji padanya. Saat Sean keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian di wall in closet yang bersebelahan dengan kamar mandi, Alin sudah selesai menghabiskan semangkok zuppa soup dengan satu keping roti bawangnya. Sean menghampiri Seiji untuk menyalami dan mencium tangannya,“Hallo Papa,” sapa Sean lembut. Seiji membelai rambut Sean dan menatap penuh kasih ke mata anak kandungnya itu. “Sean libur sekolah?” tanya Seiji perhatian. “Ya!” jawab Sean singkat.Sean tidak pandai berbasa-basi meskipun dengan Papa kandungnya sendiri. Mungkin karena Sean terpisah dari Seiji sejak kecil jadi dia hanya bisa bertegur sapa sewajarnya. Jikapun makan bersama seperti sebelumnya saat berada di Clark Quay, Sean akan lebih memilih diam mendengarkan tanpa ada interaksi banyak bicara dengan Papany
Sudah beberapa hari ini keadaan Alin membaik. Infus di punggung tangannya juga sudah di lepas. Seiji memperhatikan Alin dua puluh empat jam, bisa di katakan Seiji mengantarkan Alin tidur setiap malamnya dan mengajaknya mengobrol sampai wanita yang masih bertahta di hatinya itu tertidur baru dia kembali ke kamarnya. Keesokan paginya Seiji juga sudah standby di kamar Alin, menunggu wanitanya itu terbangun di pagi hari. Sean dan semua orang di kediaman bisa melihat bagaiman peran Seiji dalam hidup dan kehamilan Alin. Sean tidak protes apapun hanya dia tetap tidur bersama Alin, tidak membiarkan Mommy dan Papanya tetep berduaan di kamar. “Seiji?” panggil Alin saat membuka mata, melihat Seiji yang berpenampilan rapi sedang minum kopi dan croissant di balkon.“Baby … Kamu sudah bangun?” Seiji menghampiri Alin setelah meneguk kopinya hingga tandas. Sean sudah mandi dan sedang merapikan pakaiannya. Siang ini Sean sudah harus kembali ke sekolah Asramanya, liburnya sudah selesai seminggu lalu
Sky dan Seiji beserta keluarganya pergi ke perkebunan anggur keluarga Nabila menggunakan limousin sedangkan Nabila berkendara bersama Jonathan di depan sebagai penunjuk jalan yang sebenarnya tidak perlu karena sopir limousin adalah sopir pribadi keluarga Nabila yang sudah biasa datang ke perkebunan."Dasar pamer!" gerutu Seiji menatap tajam pada Sky, saat melihat tanda cinta di leher, pundak serta bagian depan dada Alin yang tetap tidak tertutupi oleh syal yang dia pakai."Apa pamer?" ceplos Alin yang tidak mengerti pada awalnya."Suami brengsekmu yang pamer!" sahut Seiji dan Sky langsung tergelak diikuti oleh Syelin.Sky duduk memeluk Syelin yang sudah mulai terlihat akrab dengannya."Syelin sebentar lagi punya adek bayi. Kalau mau pamer itu harus ada bukti hidupnya, bukan tanda yang bisa hilang dalam hitungan hari!" Seiji sengaja meraba perut Irine dan mengusapnya di depan Sky.Keita dan Sean serempak mengulum senyum melihat pria sedewasa dan sedingin Seiji bisa bertindak absurd di
Mr. Philippe mendapatkan pemutusan surat kerjanya yang tidak perlu lagi dia mengabdikan diri jadi pelayan di kediaman Yuan. Tetapi dia bersikeras tetap ingin bekerja untuk Sky di kediaman sehingga Sky memberikan pekerjaan sebagai notaris padanya, menggantikan Norman yang akhir hidupnya tetap berkhianat bersama Keith pada Sky dan Nicholas.Pulang dari ziarah makam Thomas, Janette tidak bisa bertahan lagi terhadap penyakitnya dan akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan Sky.Nicholas juga berada di dekat Janette disaat terakhir hidupnya, dia memaafkan semua salah dan khilaf Janette di masa lalu.Tiga bulan kemudian,Sky membawa Alin dan Sean berlibur ke Sydney sekaligus bertemu Jonathan di kantor cabang milik Sky di Sydney.Jonathan membuat pertemuan dengan Sky dan Alin di sebuah restoran mewah pusat kota Sydney. "Kenalkan, ini Nabila. Bila, ini bosku Sky Yuan, Alin dan putra mereka Sean, juga ini Keita," Jonathan memperkenalkan wanita yang datang bersamanya kepada Sky, Ali
Seiji dan Irine bukan pertama kali tidur bersama. Sekarang mereka sudah menikah meski di dalam hati Seiji masih tetap Alin yang bertahta. Tetapi tubuhnya masih seperti biasa, bisa bereaksi menegang sempurna saat melihat Irine.Syelin dibawa Nicholas keluar kamar sejak tengah malam untuk tidur bersamanya dan Sean.Kepergian Syelin tersebut ikut membangunkan Irine sedangkan Seiji belum tidur sejak masuk ke kamar, menunggu Syelin dan Irine siuman setelah obat penawar berhasil lolos melewati tenggorokan mereka. "Aku tidak peduli alasanmu menikahiku, tetapi apakah kamu akan melewatkan mencicipi tubuhku di malam pertama pernikahan kita?" cetus Irine seraya bangkit dan menyobek gaun pengantinnya menjadi beberapa bagian yang tersebar di lantai."Akhirnya kamu bangun," ucap Seiji santai.Seiji beringsut mundur bersandar ke kepala ranjang, memperhatikan Irine yang menelanjangi dirinya sendiri sampai tidak ada satu helai kainpun tersisa pada tubuh montok berisinya.Irine menarik meja kerja yang
Mr. Philippe bergegas pulang ke kediaman Yuan dan pergi ke kamar Seiji."Kotak obat kuat," gumam Mr. Philippe mengulangi ucapan Seiji yang memintanya membawa kotak itu ke hotel segera.Mr. Philippe membuka laci nakas dan menemukan beberapa kotak karet pengaman yang terlihat masih bersegel.Mr. Philippe menggerutu mengomeli Seiji dan jemarinya terus memeriksa kotak-kotak di dalam laci dan akhirnya menemukannya ada di dalam kotak karet pengaman yang segelnya sudah tidak utuh.Mr. Philippe memasukkan kotak yang dia dapatkan tersebut ke dalam kantung pakaiannya, juga membawa satu kotak karet pengaman yang bergambar gerigi pada luar kotak bersamanya.Kediaman Yuan sangat sepi, tetapi Mr. Philippe melihat ada bayangan seseorang berdiri di depan pintu masuk kediaman. "Lewat sini," bisik suara Brook terdengar di telinga Mr. Philippe. Brook mengajak Mr. Philippe ke atas rooftop. "Tunggu, kamu tidak memintaku untuk terjun bersamamu, 'kan? Ini sangat tinggi!" Mr. Philippe belum pernah melakuk
Janette terbatuk dan segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Sedangkan Nicholas membawa kursi rodanya ke balkon hotel depan ruangan pesta pernikahan Seiji dan Irine."Jika kamu sungguh-sungguh mencintai Daddy kami, mengakulah pada Sky jika kalian sudah memperdayanya sejak dia pemuda belia dan menewaskan Diana,"Janette terkejut menoleh ke samping menatap Nicholas. "Diana? Aku tidak mengetahui hal tersebut!" spontan Janette menjawab cepat.Janette mengetahui jika Diana adalah kekasih Henry sebelumnya tetapi penyebab kematiannya, dia tidak pernah tahu kebenarannya karena Henry mengatakan Diana bunuh diri di kamarnya dengan meminum racun yang menghancurkan tubuh bagian bawahnya.Sudut bibir Nicholas melengkung sinis, "Aku tegaskan padamu, berhenti berpura-pura, Janette! Aku tidak seperti Sky yang akan berhati lemah menghadapimu apalagi setelah mengetahui keterlibatanmu menewaskan Katherine dan Thomas Yuan!"Nicholas sengaja menyebut nama orangtuanya sebagai penegasan pada Janet
Janette menatap lekat pada Nicholas yang sedang duduk sarapan di seberang mejanya."Kita harus bicara, Nick!" ucap Janette setelah menyendok beberapa suap makanannya yang sama sekali tidak bisa dia nikmati.Nicholas menggedikkan kedua alisnya berujar, "Silakan!""Hanya kita berdua!" pinta Janette tegas seakan tubuhnya tiba-tiba menjadi sehat bertenaga."Apakah ada orang lain di meja makan ini, Janette?" sahut Nicholas tersenyum sinis.Nicholas menegakkan punggungnya ke sandaran kursi duduknya, mengambil gelas air mineral untuk dia minum.Janette menelan salivanya yang terasa pahit. Bertahun-tahun dia berinteraksi dengan Nicholas, tetapi dia masih belum bisa merengkuh hatinya seperti dia mendapatkan Sky."Kemana kamu beberapa hari ini?" tanya Janette berbasa basi."Untuk apa aku melaporkan kegiatanku padamu Janette? Aku sudah tidak bekerja lagi untukmu!" sahut Nicholas menyeringai sinis."Oh ya, Henry sudah tewas di Hongkong. Ku dengar staffnya yang membunuhnya dengan racun, karena mer
Nicholas tiba di kediaman Yuan sebelum tengah malam tiba. Mr. Philippe belum tidur dan dia langsung tersenyum senang melihat kedatangan Nicholas."Tuan muda Sky masih di rumah sakit," ucapnya pelan.Nicholas mengangguk samar. Melirik ke arah pintu kamar Janette sebentar sebelum dia pergi ke dapur untuk bertemu Alex."Dimana Syelin?" ucap Nicholas bertanya pada Mr. Philippe yang masih mengikutinya sampai le dapur."Syelin dibawa Seiji menginap di apartemen Irine," sahut Mr. Philippe sambil mengambil cangkir dari kabinet dan menuangkan minuman segar untuk Nicholas."Alex sedang berada di halaman belakang," cetus Mr. Philippe memperhatikan wajah Nicholas yang terlihat tenang.Mr. Philippe sudah sangat paham akan ketenangan Sky dan Nicholas, karena itu berarti telah atau akan terjadi sesuatu yang menyenangkan mereka."Uhm, aku ke kamar dulu. Nanti kalau Alex kembali, minta dia bawakan pasta saus tomat ke kamarku," tutur Nicholas seraya berjalan menaiki tangga menuju kamarnya di lantai du
"Aku sudah memperingatkan kalian, jangan pernah mengganggu Sky! Tapi ternyata kalian sudah paham akan risikonya!" ujar Nicholas tegas dan tajam menatap Henry Han, Ayah yang membesarkannya sejak bayi.Henry sedang duduk pada kursi empuk dalam ruangan kerjanya di Hongkong saat Nicholas masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk."Kamu datang, mau makan apa?" tanya Henry mengabaikan ucapan sengit Nicholas saat tadi memasuki ruangannya.Henry menekan tombol pada pesawat telpon, "Bawakan dua cangkir kopi ke ruanganku, sekarang!" ucap Henry pada pekerjanya lalu berdiri mempersilahkan Nicholas duduk pada sofa mewah yang terdapat di dalam ruangan."Jangan menguji kesabaranku, Henry! Kamu sangat tau tujuanku datang ke sini bukan untuk bersantai ataupun menikmati secangkir kopi yang bisa saja telah kau perintahkan membubuhkan racun untukku!"Nicholas terlihat sangat kaku, sungguh berbeda dengan Sky yang bisa mengikuti alur para musuhnya meskipun bersikap dingin.Nicholas memang dibesarkan hampir tida
Keita menerima laporan dari teman-temannya yang dia tempatkan untuk mengawasi Riri di pusat rehabilitasi meskipun juga sangat mudah baginya meretas sistem keamanan di sana dan melihat apapun yang terjadi. "Aku ada pekerjaan, nanti aku kembali lagi!" ucap Keita pada Daffa, lalu dia melirik sebentar ke arah pintu ruangan Sky yang tertutup rapat. "Amankan dia, dan pinta Dokter memeriksa keadaan Riri!" pinta Keita kepada temannya melalui sambungan telpon yang juga merupakan anak buah Seiji di Singapura. "Ku rasa dia tidak bekerja sendiri, karena dia hanya seorang tukang bersih-bersih, bukan orang lokal," ujar teman Keita di telpon padanya. "Hm! Buat dia bicara, tawarkan uang kalau begitu!" saran Keita cukup gemas dengan cara kerja orang yang masih belum berhenti mengusik ketenangan hidup Alin dan Sky. Tidak lama, Keita sudah sampai pada sebuah rumah yang tidak jauh dari pusat rehabilitasi. Keita mendorong pintu yang tidak terkatup rapat dengan ujung telunjuknya. Terlihat seorang