Seiji muntah darah setelah mendapatkan tendangan bertubi-tubi di perutnya apalagi merasakan peluru semakin melesak masuk ke dalam pembuluh darahnya, perih dan sakit tak tertahankan.Dengan tenaga yang tersisa, Seiji berbalik dan melompat menendang pengawal yang mencekik leher Alin sekaligus dia tumbang saat pengawal Omura yang tadi menendang perutnya masih terus melancarkan serangan menubruk punggungnya dengan siku tajam lengannya.“Baby … Maafkan aku!”ujar Seiji tetap memeluk pinggang Alin dengan sebelah tangannya menopang agar Alin tidak jatuh ke lantai dan yang menyebabkan bahaya pada kandungannya. Melihat keadaan ini, Omura Ken melayangkan pisau terbang yang terselip di lengan bajunya ke arah Seiji. Alin menyingkirkan tubuh Seiji yang bersimbah darah ke samping dan melindungi Seiji dengan tubuhnya tanpa pikir panjang. Pisau terbang Omura menancap di punggung Alin. Pengawal Omura yang merasa sangat geram pada Alin yang sudah melayangkan jarum ke bagian vitalnya sebelumnya, menekan
Alin mendengar suara orang berbicara dengan aksen Singapura, suara deru berisik kesibukan kota dari kejauhan dan udara terasa hangat dengan aromanya yang lembab. Perlahan Alin membuka matanya. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, ini adalah kamar tidurnya dengan Sky.Alin ingin bangun bangkit dari tidurnya, merasanya nyeri di punggung tangannya yang tertancap jarum infus. Akhirnya Alin menarik tiang infus dan berjalan ke balkon kamarnya, melihat para pekerja yang terlihat sibuk membersihkan halaman belakang kediaman Yuan yang luas dan banyak di tumbuhi pepohonan."Nona! Nona sudah bangun?" teriak Zia senang melihat Alin sudah siuman dari istirahatnya setelah menjalani operasi di Jepang dan di bawa dalam keadaan masih belum sadar ke Singapura lima hari lalu.Zia baru saja selesai membersihkan kamar mandi Alin, mengisi botol sabun dan shampoo juga mengatur handuk besar, handuk kecil di dalam kamar mandi, Zia yang bahagia tidak sadar sudah memegang tangan Alin dan mengayunkannya
Alin akhirnya memutuskan pergi jalan-jalan ke foodcourt Bisan bersama Sean dan sopir. Mungkin dengan pergi keluar, bersosialisasi dengan orang-orang yang Alin pedulikan bisa mengembalikan moodnya menjadi baik. Sean sedang mendorong kursi roda Alin dari parkiran memasuki area foodcourt sampai terdengar teriakan dari Amei istrinya Ahmed dari belakang.“Sean? Mommymu kenapa?” tanya Amei melihat Sean mendorong kursi roda Alin. “Och Tuhan, kamu sakit Lin? Sakit apa? Maafkan kami tidak uhm, itu … datang ke kediamanmu”Amei lebih terkaget lagi saat melihat wajah kuyu, pucat dan tirus Alin. Sejak kabar kecelakaan Sky Yuan dan Nicholas Han, Amei, Ahmed, Aunty Chen dan yang lainnya beberapa kali datang ke kediaman Yuan akan tetapi tidak di ijinkan masuk untuk bertemu Alin oleh para penjaga. “Amei, aku baik-baik aja. Aku kangen masakan suamimu, mau roti prata isi bombai sama kare kambing yaa” tutur Alin ceria cengengesan tapi tetap terlihat sangat memprihatinkan. Amei beradu tatapan dengan Se
Baru saja mobil yang di tumpangi Alin dan Sean sampai di halaman kediaman Yuan, Alin sudah meminta sopir agar berhenti. “Huek… Huek… Och Baby… Sean, Please tolong ambilkan Mommy minum,” Alin muntah dan mengeluarkan semua isi perutnya di halaman berumput, tidak jauh dari pintu gerbang kediaman Yuan. Sean memberikan kode pada para pengawal yang ikut berlari membantu Alin agar memberikan air mineral seperti permintaan Mommynya karena Sean menopang tubuh Alin yang lemas tidak bertenaga bersandar pada Sean. Pengawal memberikan minuman air mineral pada Alin yang segera Alin minum dengan nafas terengah-engah. Alin merasa bernafaspun juga sangat sulit, nafasnya masih belum teratur selesai memuntahkan semua makanan dalam perutnya. “Och Alin! Ada apa? Apa yang terjadi?” teriak Daffa yang kebetulan sedang berkunjung ke kediaman Yuan, berlari ke halaman bersama Mr. Philippe setelah di beritahu sopir yang sebelumnya membawa Alin dan Sean pulang. Alin tidak punya tenaga untuk menjawab pertanyaan
Irine baru saja kembali dari kamar Alin. Alin dan Sean sudah tertidur dan dirinya pun juga sedikit merasa lelah jadi dia kembali ke kamarnya di lantai dua. Irine baru saja mengunci pintu kamarnya dengan sidik telapak tangannya di handel pintu saat mendengar makian suara seseorang di dalam kamarnya. Irine yang berjalan pelan ke dalam ruangan kamarnya yang luas, melihat Seiji sedang mencekik leher Sachiko dengan tatapan ganas bagaikan tatapan ular kobra yang siap melumatkan tubuh lawannya. “Jangan bermain-main denganku, Sachiko!! Sampai kapanpun aku tidak akan sudi menyentuh tubuhmu. Cepat pergi dari hadapanku!” desis Seiji geram karena Sachiko baru saja tadi mencoba memeluk pinggangnya dari belakang. Irine melihat Seiji mengeluarkan selulernya dan memberikan perintah pada seseorang. Dengan cepat Irine membuka kembali kunci pintu kamarnya dengan sidik telapak tangannya, karena jika pintu sudah di kunci dengan kunci sidik telapak tangan, tidak akan bisa di buka lagi menggunakan kunc
Seiji yang masih memakai atasan segera Irine lepaskan dan begitu juga dengan Seiji yang langsung melucuti setiap helai kain yang melekat di tubuh Irine. Irine memiliki tubuh yang sangat seksi dengan lekukan sempurna dan kulitnya putih halus seperti susu. “Jangan meninggalkan banyak jejak,” bisik Irine pada Seiji yang di anggukin pria itu.Tanpa menunda, baik Seiji dan Irine, keduanya sudah sama-sama dalam hasrat yang tinggi langsung saling merekatkan tubuh di atas lantai berkarpet di depan pintu. “Ouch!! Kamu sangat hangat dan besar!” celetuk Irine yang kesulitan bernafas merasakan sesak dan penuh di bagian bawah tubuhnya. Seiji yang sudah bertahun-tahun tidak merasakan di urut spesial otot kebanggaannya, berhenti sesaat menikmati pijatan dari dalam tubuh Irine. Lalu perlahan dia bergerak liar menghunjam, menusuk sampai ke dasar dan melumat serta menggigit pelan puncak buah dada Irine yang melenguh manja berdesis nikmat.Kedua kaki Irine mengapit erat pinggang Seiji. Bayangan Irine
Alin baru saja selesai mandi dan berpakaian di bantu Sean dan Zia yang mengeringkan rambut panjangnya. “Apakah Mommy lapar dan ingin makan sesuatu?” tanya Sean lembut sambil mengoleskan body cream ke tangan Alin. “Lapar tapi nanti malah keluar lagi, capek muntah terus,” jawab Alin sambil tersenyum lalu membelai perutnya yang benar-benar terlihat sangat membusung dari badannya yang kurus, tinggal kulit pembalut tulang saja. “Syelin, berhentilah rewel. Kasian Mommy ga bisa makan apa-apa loh,” Sean juga ikut membelai dan menciumi perut Alin lembut. “Abang mohon, Syelin baik-baik di dalam sana. Sebentar lagi kita bertemu tapi Mommy perlu tenaga agar bisa mengeluarkanmu dari dalam sana, jadi biarkan Mommy makan yaa. Abang sayang Syelin!” hampir setiap saat Sean mengajak adiknya yang masih di dalam perut Mommynya itu berbicara atau bercerita. “Mommy mau coba zuppa soup tapi porsi kecil aja,” ucap Alin akhirnya yang sepertinya ada keinginan makan zuppa soup beserta roti rasa bawang
Seiji menyuapkan zuppa soup dan roti bawang pada Alin. Meskipun tatapan Alin masih menggoda pada Irine yang menggeleng sambil mengulum senyum, mulutnya tetap terbuka menerima soup dan roti yang di suapkan Seiji padanya. Saat Sean keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian di wall in closet yang bersebelahan dengan kamar mandi, Alin sudah selesai menghabiskan semangkok zuppa soup dengan satu keping roti bawangnya. Sean menghampiri Seiji untuk menyalami dan mencium tangannya,“Hallo Papa,” sapa Sean lembut. Seiji membelai rambut Sean dan menatap penuh kasih ke mata anak kandungnya itu. “Sean libur sekolah?” tanya Seiji perhatian. “Ya!” jawab Sean singkat.Sean tidak pandai berbasa-basi meskipun dengan Papa kandungnya sendiri. Mungkin karena Sean terpisah dari Seiji sejak kecil jadi dia hanya bisa bertegur sapa sewajarnya. Jikapun makan bersama seperti sebelumnya saat berada di Clark Quay, Sean akan lebih memilih diam mendengarkan tanpa ada interaksi banyak bicara dengan Papany