Bab 7 Bukan Pilihan
"Ku dengar kau membuat masalah di pertemuan itu Luke?"
Sialan Charlie, dia pasti sudah mengadukan apa yang terjadi saat makan malam itu pada Bhanks.
Bukannya menjawab Lucas justru memberi tatapan tajam pada Charlie yang tampak acuh—justru sibuk dengan ipad di tangannya.
Dan lebih menyebalkan lagi, Charlie benar serius saat mengatakan akan membiarkan dirinya sendiri menyeselaikan semuanya dengan Bhaks.
"Jadi bisa kau jelaskan, kenapa kau mengacau lagi disaat aku sudah berbaik hati memberikanmu sebuah solusi?" Bhanks kembali mendesak Lucas dengan wajah datarnya yang menurut banyak orang bisa selalu berhasil membuat merinding dan tertekan.
Oh tapi banyak orang itu bukan Lucas, lihat saja tampangnya yang masih mempertahankan tak tahu dirinya.
"Itu salahmu karena mengirim seseorang yang jelas tidak masuk dalam standar ku. Ku pikir kau mengenalkan dengan cukup baik Bhanks." Ujaran santai Lucas yang justru menyalahkan atasannya membuat Bhanks tersenyum—senyum dengan raut kesal.
"Dia adalah pilihan terbaik Luke," Bhanks masih mencoba bersabar, bagaimanapun Lucas adalah hal kerumitan yang paling sulit untuk ditangani selama ia hidup.
"Kau bercanda?"Lucas tertawa sarkas,"Aku tidak bisa dengan perempuan itu?"
"Kau tidak berada di tempat untuk memilih!" kali ini suara Bhanks sudah tidak sesantai tadi, lelaki itu seperti sudah mencapai batasnya.
Lagipula menjadi lunak terus menerus tak akan membuatmu menang melawan Lucas si tidak pernah mau kalah.
"Temui gadis itu, dan minta maaf lah. Kalau kau tidak berhasil membuatnya bekerja sama. Jangan salahkan aku kalau kau harus hidup dengan image 'gay' seumur hidupnya."
Saat itulah Lucas merasa bahwa Bhanks benar seperti yang orang lain bicarakan. Lelaki itu mengerikan dan bukan lawan mudah.
****
Ms Evans masih betah memainkan kedua heelsnya di lantai setelah mendengar semua penjelasan Quin dan Bella tentang penolakan kerja sama mereka dengan semua sandiwara yang sudah disepakati.
"Kau terlalu sensitif Quin, lagipula bertemu dengan seseorang yang jujur meskipun mulutnya menyebalkan tidak akan selalu kau temui setiap hari." Ms Evans masih berusaha mencari celah untuk membuat Quin mengubah keputusannya.
Sandiwara kali ini sudah direncanakan dengan matang, dan dirasa mampu membawa pundi-pundi dollar untuk agensinya, jelas Evans tidak akan menyerah dengan mudah.
"Oh ayolah Evans, dia terlalu buruk untuk ukuran seorang manusia. Aku bahkan tidak akan tahan kalau harus berlama-lama berada di dekat orang itu." Quin kembali berujar dengan menggebu-gebu, wajahnya memerah sejalur dengan merasa emosinya yang naik mendadak kala mengingat perlakuan kurang ajar Lucas Alexander padanya.
"Aku bahkan lebih memilih pensiun dari impianku ketimbang harus menjadi kekasih pura-puranya!"
"Quin!!" kali ini Bella yang bereaksi atas ucapan Quin yang dia rasa cukup keterlaluan.
"Jangan mengatakan sesuatu yang membuatmu bisa menyesalinya dikemudian hari." peringat Bella dengan wajah serius.
Bella adalah seorang yang selalu percaya bahwa perkataan kita adalah doa, karenanya dia selalu berhati-hati saat mengutarakan sesuatu. Berkali-kali dia mengingatkan sahabatnya tentang hal inj, tapi rupanya Quin masih harus terus remidi.
"Hmm…" Ms Evans berdehem singkat "Kau harus mendengarkan Bella untuk yang satu itu. Dan bisakah kau mempertimbangkan peran besar yang akan kau dapatkan dengan semua pengorbanan yang akan kau lakukan." sekali lagi Evans berusaha membujuk dengan iming-iming peran impian yang Quin dambakan.
Sebagai seorang aktris, tentu saja Quin ingin sekali bermain dengan peran besar yang membuat namanya menjadi sorotan. Bukan hanya seseorang yang bahkan keberadaannya tak akan berpengaruh banyak saat perannya dihilangkan, tapi diatas semua itu dia adalah manusia dengan harga diri.
Menjliat apa yang sudah dia ucapkan, jelas sampai matipun Quin tak akan sudi.
"Maafkan aku Evans, tapi aku masih dengan pendirianku." jalas Quin tegas, bahkan Evans serasa sudah tidak sanggup lagi untuk mendebat melihat gurat serius yang gadis itu tampakkan.
"Baiklah, tapi kalau kau merasa berubah pikiran—emm—kau bisa langsung mengbungiku."
Quin tak menjawab apapun, hanya tersenyum singkat dan pamit undur diri bersama Bella.
Begitu sampai di luar Quin tampak lebih ceria, seakan satu beban masalah sudah teratasi. Sekarang hanya bagaimana dia dan Bella mencari uang untuk sewa flat yang hampir jatuh tempo.
Drrttt...drtt…
"Quin sebentar," Bella mengehentikan langkahnya saat dering ponselnya berbunyi, gadis itu menampilkan raut agak terkejut saat melihat nama di penelepon, sebelum kemudian tersenyum.
"Siapa?" Quin berbisik penasaran,
"Mom." Quin mengangguk mengerti,ikut tersenyum setelahnya. Betapa senangnya kala keluarga kita menghungi kita yang berada jauh dari rumah. Tapi sampai kapanpun Quin tak akan mendapatkan kemewahan itu.
Quin masih sibuk memperhatikan Bella dengan segala perubahan ekspresi yang gadis itu tampilkan. Sampai Bella tampak terkejut dan menutup teleponnya dengan tangan gemetaran.
Mendekat Quin berusaha membuat Bella tenang. "Bell...What's wrong?" tanyanga setelah khawatir setengah mati.
"Ddaddy…"kali ini Bella tak lagi mampu menahan laju air matanya. "Daddy masuk rumah sakit Quin."
Tanpa ada kata yang terucap Quin langsung mendekap erat sahabatnya dalam keadaan yang sama hancurnya.
Quin masih menunggu Bella yang sibuk menelpon keluarganya yang ada di Seatle, berdasarkan penjelasan singkat yang diberikan Bella padanya.Penyakit jantung mr Robert—ayah Bella—kambuh setelah para debt collector berusaha menghancurkan pabrik percetakan milik keluar Bella.Bella merasa sangat menyesal karena dia tak mau apapun tentang utang ataupun masalah yang dihadapi oleh keluarganya. Setiap kali dia berkomunikasi dengan orang tua maupun adiknya, tak pernah sedikitpun keluarga Bella berkeluh kesah tentang permasalahan yang mereka alami. Sebaliknya mereka justru meminta Bella untuk tidak memikirkan apapun dan fokus pada mimpinya.Inilah yang paling membuat manajer Quin itu kec
"Apa kau sudah hilang kewarasan?" Lucas menatap tak percaya pada kedua iris Quin yang terlihat cukup serius untuk orang yang hanya ingin main-main. "Wow aku masih tidak percaya? Apakah kau sama dengan orang yang tempo hari menolak untuk bersandiwara dengan ku?" Lucas berkata takjub sembari menunjuk-tunjuk dirinya sendiri dengan bangga. Benar. Tidak ada yang bisa lepas dari jeratnya. Awalnya Lucas mengira gadis ini cukup aneh dengan menolak tawaran untuk menjadi kekasih pura-puranya. Sebuah peran yang pasti diinginkan semua perempuan di dunia. Ternyata Quin bukan pengecualian, dia tidak berbeda dari perempuan lain, begitu pikir Lucas. "Jadi apa kau mau?"
"Jadi, katakan padaku Quin, apa yang membuatmu akhirnya setuju?"Setelah pertemuannya dengan Lucas malam itu, akhirnya terbuatnya suatu persetujuan tak tertulis yang sudah disepakati Lucas dan Quin.Malam ini mereka mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak yang memiliki andil dengan sandiwara mereka berdua, Mr Bhanks, Ms Evans, juga Charlie. Meskipun Bella harusnya juga ada di sini mengingat statusnya sebagai manajer Quin. Tetapi karena Bella harus pulang ke Seatle untuk ayahnya yang sedang sakit."Aku hanya berpikir tidak akan ada kesempatan sebaik ini untuk karir ku. Aku sudah terlalu lama membuang waktuku untuk menjadi peran pendamping dalam sebuah judul, jadi kesempatan ini tak akan akun buang begitu saja."
"Quin! Kau tidak harus melakukan semua ini!" Bella merasa marah pada sahabatnya karena dia sadar Quin membuat keputusan ini karena ini menolongnya—juga keluarganya."Apa maksudmu Bell? Aku tidak mungkin bisa diam saja melihatmu dan keluargamu kesulitan." setelah tahu Bella butuh banyak biaya untuk melunasi utang dan biaya pengobatan sang Ayah, Quin memutar otaknya untuk bisa membantu Bella meski dia tidak punya banyak pilihan saat itu.Pilihannya hanyalah berlari dan memohon pada Lucas untuk mempertimbangkan kembali tawaran yang pernah diajukan padanya, atau kembali pada Keluarganya di Seatle dan memperjuangkan warisan peninggalan orang tuanya yang kini dikuasai oleh tantenya sendiri."Oh ayolah, kita memang perlu uang it
Membuat laki-laki itu puas?Apa maksud perkataan Lucas? Apakah lelaki itu baru saja melecehkannya?Dasar sialan!!Quin mendorong kasar dada Lucas merasa terpropokasi dengan perkataanya yang terkesan sedang merendahkan dirinya."Apa maksudmu?" cicitnya marah, yang benar saja…Lucas tidak bisa menyamakannya dengan para perempuan yang rela ditiduri dengan suka rela. Quin tahu dia berhutang banyak kepada lelaki itu, tapi menyerahkan tubuhnya tentu saja sampai mati Quin tak akan sudi."Kau yang ada apa? Kenapa marah?" kini balik Lucas yang merasa emosi karena baru saja didorong dan
"Tidak buruk,"Quin memutar bola matanya asal mendengar perkataan Lucas tengang makan malam yang disiapkan untuk pertama kali setelah mereka tinggal bersama.Tidak banyak yang gadis itu siapkan hanya pasta dengan racikan yang sama dengan yang selalu dia buat dengan Bella di flat sederhana mereka.Meski perkataan Lucas sama sekali tidak mengandung kata pujian barang sedikitpun, laki-laki itu terlihat menikmati pasta buatannya dengan lahap. Quin jadi tidak ragu mengartikan kalau sebenarnya Lucas menyukai masakan buatannya, hanya saja lelaki itu cukup 'tsundere' alias tidak mau mengakui perasaannya yang sebenarnya.Setelah makan malam selesai dan Quin juga yang membereskan semuanya, karena sekali lagi Lucas berti
Memang apa salahnya menjadi perawan?Quin masih kesal kalau ingat kejadian tadi, omongan Lucas seharusnya tidak sebepengaruh itu untuknya, tapi lagi-lagi bagai kaset rusak, kata-kata Lucas bagai sindiran untuknya.Memang usia Quin tidak bisa dikatakan muda lagi. Tapi tentu Quin juga belum setua itu sampai desperate dengan virgin dan lainnya.Quin jadi tidak mood melakukan rutinitas pengaplikasian skin care malam yang jarang absen dilakukannya. Yah, meski dia bukan orang berduit, Quin masih bekerja di bidang yang membuatnya wajib merawat wajahnya, agar tetap sehat— itu poin terpenting.
"Bos mu benar-benar sudah sinting!" Quin tidak berhenti menggerutu meski mereka kini sudah keluar dari ruangan Bhanks— bersama Charlie. "Jangan berlebihan, dia hanya memberikan solusi untuk kita." Wajah Quin semakin berkilat tajam. Oh ayolah apa yang dia harapkan dari si Lucas mesum. Tidak, Lucas tentu saja akan senang dengan 'solusi' itu. Dasar pembohong. Padahal dia selalu menghina Quin secara fisik, tetapi tetap berkilat nakal tiap kali ada kesempatan, dasar tidak konsisten. Bagaimana ucapan dan tindakannya bisa se-kontradiktif itu. "Terserah. Tapi jangan berani-berani kau melakukannya." desis Quin geram, seraya memasuki lift yang tombolnya sudah dipencet lebih dulu oleh Charlie. "Aku rasa kau benar-benar seorang virgin." gumam Lucas, begitu mereka sampai di dalam. Untung saja hanya ada mereka bertiga di sini, kalau tidak mungkin Quin sudah menendang tulang kering lelaki sok tampan ini. "Kalau aku memang seorang virgin, lalu apa masalahmu?" "Tidak ada, hanya itu berarti
"Bos mu benar-benar sudah sinting!" Quin tidak berhenti menggerutu meski mereka kini sudah keluar dari ruangan Bhanks— bersama Charlie. "Jangan berlebihan, dia hanya memberikan solusi untuk kita." Wajah Quin semakin berkilat tajam. Oh ayolah apa yang dia harapkan dari si Lucas mesum. Tidak, Lucas tentu saja akan senang dengan 'solusi' itu. Dasar pembohong. Padahal dia selalu menghina Quin secara fisik, tetapi tetap berkilat nakal tiap kali ada kesempatan, dasar tidak konsisten. Bagaimana ucapan dan tindakannya bisa se-kontradiktif itu. "Terserah. Tapi jangan berani-berani kau melakukannya." desis Quin geram, seraya memasuki lift yang tombolnya sudah dipencet lebih dulu oleh Charlie. "Aku rasa kau benar-benar seorang virgin." gumam Lucas, begitu mereka sampai di dalam. Untung saja hanya ada mereka bertiga di sini, kalau tidak mungkin Quin sudah menendang tulang kering lelaki sok tampan ini. "Kalau aku memang seorang virgin, lalu apa masalahmu?" "Tidak ada, hanya itu berarti
Memang apa salahnya menjadi perawan?Quin masih kesal kalau ingat kejadian tadi, omongan Lucas seharusnya tidak sebepengaruh itu untuknya, tapi lagi-lagi bagai kaset rusak, kata-kata Lucas bagai sindiran untuknya.Memang usia Quin tidak bisa dikatakan muda lagi. Tapi tentu Quin juga belum setua itu sampai desperate dengan virgin dan lainnya.Quin jadi tidak mood melakukan rutinitas pengaplikasian skin care malam yang jarang absen dilakukannya. Yah, meski dia bukan orang berduit, Quin masih bekerja di bidang yang membuatnya wajib merawat wajahnya, agar tetap sehat— itu poin terpenting.
"Tidak buruk,"Quin memutar bola matanya asal mendengar perkataan Lucas tengang makan malam yang disiapkan untuk pertama kali setelah mereka tinggal bersama.Tidak banyak yang gadis itu siapkan hanya pasta dengan racikan yang sama dengan yang selalu dia buat dengan Bella di flat sederhana mereka.Meski perkataan Lucas sama sekali tidak mengandung kata pujian barang sedikitpun, laki-laki itu terlihat menikmati pasta buatannya dengan lahap. Quin jadi tidak ragu mengartikan kalau sebenarnya Lucas menyukai masakan buatannya, hanya saja lelaki itu cukup 'tsundere' alias tidak mau mengakui perasaannya yang sebenarnya.Setelah makan malam selesai dan Quin juga yang membereskan semuanya, karena sekali lagi Lucas berti
Membuat laki-laki itu puas?Apa maksud perkataan Lucas? Apakah lelaki itu baru saja melecehkannya?Dasar sialan!!Quin mendorong kasar dada Lucas merasa terpropokasi dengan perkataanya yang terkesan sedang merendahkan dirinya."Apa maksudmu?" cicitnya marah, yang benar saja…Lucas tidak bisa menyamakannya dengan para perempuan yang rela ditiduri dengan suka rela. Quin tahu dia berhutang banyak kepada lelaki itu, tapi menyerahkan tubuhnya tentu saja sampai mati Quin tak akan sudi."Kau yang ada apa? Kenapa marah?" kini balik Lucas yang merasa emosi karena baru saja didorong dan
"Quin! Kau tidak harus melakukan semua ini!" Bella merasa marah pada sahabatnya karena dia sadar Quin membuat keputusan ini karena ini menolongnya—juga keluarganya."Apa maksudmu Bell? Aku tidak mungkin bisa diam saja melihatmu dan keluargamu kesulitan." setelah tahu Bella butuh banyak biaya untuk melunasi utang dan biaya pengobatan sang Ayah, Quin memutar otaknya untuk bisa membantu Bella meski dia tidak punya banyak pilihan saat itu.Pilihannya hanyalah berlari dan memohon pada Lucas untuk mempertimbangkan kembali tawaran yang pernah diajukan padanya, atau kembali pada Keluarganya di Seatle dan memperjuangkan warisan peninggalan orang tuanya yang kini dikuasai oleh tantenya sendiri."Oh ayolah, kita memang perlu uang it
"Jadi, katakan padaku Quin, apa yang membuatmu akhirnya setuju?"Setelah pertemuannya dengan Lucas malam itu, akhirnya terbuatnya suatu persetujuan tak tertulis yang sudah disepakati Lucas dan Quin.Malam ini mereka mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak yang memiliki andil dengan sandiwara mereka berdua, Mr Bhanks, Ms Evans, juga Charlie. Meskipun Bella harusnya juga ada di sini mengingat statusnya sebagai manajer Quin. Tetapi karena Bella harus pulang ke Seatle untuk ayahnya yang sedang sakit."Aku hanya berpikir tidak akan ada kesempatan sebaik ini untuk karir ku. Aku sudah terlalu lama membuang waktuku untuk menjadi peran pendamping dalam sebuah judul, jadi kesempatan ini tak akan akun buang begitu saja."
"Apa kau sudah hilang kewarasan?" Lucas menatap tak percaya pada kedua iris Quin yang terlihat cukup serius untuk orang yang hanya ingin main-main. "Wow aku masih tidak percaya? Apakah kau sama dengan orang yang tempo hari menolak untuk bersandiwara dengan ku?" Lucas berkata takjub sembari menunjuk-tunjuk dirinya sendiri dengan bangga. Benar. Tidak ada yang bisa lepas dari jeratnya. Awalnya Lucas mengira gadis ini cukup aneh dengan menolak tawaran untuk menjadi kekasih pura-puranya. Sebuah peran yang pasti diinginkan semua perempuan di dunia. Ternyata Quin bukan pengecualian, dia tidak berbeda dari perempuan lain, begitu pikir Lucas. "Jadi apa kau mau?"
Quin masih menunggu Bella yang sibuk menelpon keluarganya yang ada di Seatle, berdasarkan penjelasan singkat yang diberikan Bella padanya.Penyakit jantung mr Robert—ayah Bella—kambuh setelah para debt collector berusaha menghancurkan pabrik percetakan milik keluar Bella.Bella merasa sangat menyesal karena dia tak mau apapun tentang utang ataupun masalah yang dihadapi oleh keluarganya. Setiap kali dia berkomunikasi dengan orang tua maupun adiknya, tak pernah sedikitpun keluarga Bella berkeluh kesah tentang permasalahan yang mereka alami. Sebaliknya mereka justru meminta Bella untuk tidak memikirkan apapun dan fokus pada mimpinya.Inilah yang paling membuat manajer Quin itu kec
Bab 7 Bukan Pilihan"Ku dengar kau membuat masalah di pertemuan itu Luke?"Sialan Charlie, dia pasti sudah mengadukan apa yang terjadi saat makan malam itu pada Bhanks.Bukannya menjawab Lucas justru memberi tatapan tajam pada Charlie yang tampak acuh—justru sibuk dengan ipad di tangannya.Dan lebih menyebalkan lagi, Charlie benar serius saat mengatakan akan membiarkan dirinya sendiri menyeselaikan semuanya dengan Bhaks."Jadi bisa kau jelaskan, kenapa kau mengacau lagi disaat aku sudah berbaik hati memberikanmu sebuah solusi?" Bhanks kembali mendesak Lucas dengan wajah datarnya yang menurut banyak orang bisa selalu berhasil membuat merinding da