Alea sampai di ruang tamu dimana Zayn sudah rapi dengan berpakaian sama persis dengan Rafif. Sementara Zaline juga sudah selesai dimandikan.Untuk acara akad nikah Najwa, Alea hanya hadir bersama Rafif dan Zayn, mengingat Zaline masih sangat kecil. Bahkan untuk dibawa ke Bandung saja sebenarnya Alea sudah memikirkan banyak resiko.Hanya sepuluh menit Alea sampai di tempat acara yang diadakan di pekarangan rumah Najwa.Setibanya disana, Alea langsung mencari keberadaan Najwa yang ternyata masih berada di kamarnya.“Wah! Cantik banget sahabat gue!” ujar Alea begitu bertemu Najwa.“Aaaa! Gue kira lo gak datang!” jawab Najwa girang.”Pernikahan sahabat tercinta, masa gak datang.” sahut Alea.“Thanks ya, padahal lo baru pulih,” ujar Najwa.Alea tersenyum lalu memeluk hangat Najwa.Tepat disaat Alea sampai di kamar Najwa, diluar terdengar acara telah dimulai. Setelah beberapa rangkaian acara, akhirnya Najwa diminta untuk menuju ke meja akad.Alea berjalan mendampingi Najwa.“Rasanya gini te
“Alea, ayo menikah.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Namun, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Persahabatan kakek merekalah yang membuat Alea dan Rafif ditakdirkan untuk tumbuh dan bergaul di lingkungan yang sama di sebuah kawasan Asri di kota Bandung. Dengan usia 4 tahun lebih tua, membuat Rafif menyayangi Alea seperti adiknya sendiri.Hanya saja, 10 tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah kata pun pada Alea.Dua jam yang lalu Rafif menghubunginya untuk mengajak bertemu, Alea pikir Rafif akan memberikan penjelasan tentang kepergiannya yang mendadak dan tanpa pamit itu. Namun, nyatanya laki-laki itu malah menguca
Kini, Alea dan Rafif telah berada di rumah sakit.Alea menatap Kakek Hadi, kakek Rafif, yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan tatapan sayu. Terakhir Alea melihat Kakek Hadi adalah sehari sebelum keluarga Rafif pergi. Saat itu, Alea baru pulang sekolah dan bertemu dengan Kakek Hadi yang sedang duduk di halaman rumah.“Kakek, ini Alea,” kata Alea lirih sambil memegang tangan Kakek Hadi yang tersambung dengan selang infus, juga beberapa alat medis yang menempel di dadanya.Pada dasarnya, kondisi Kakek Hadi memang masih cukup stabil, masih bisa bicara meskipun kadang terdengar kurang jelas. Hanya saja, pergerakannya terbatas. Beberapa organ tubuhnya tidak bisa berfungsi dengan baik karena komplikasi yang dideritanya, dan juga faktor usia yang cukup mempengaruhi.“Alea, cucuku,” kata Kakek Hadi samar sambil tersenyum seolah ingin menunjukkan bahwa dia masih baik-baik saja.“Alea rindu kakek. Kenapa selama ini kakek gak pernah temui Alea lagi?” ucap Alea lirih, matanya mulai be
Malam itu, Rafif benar-benar ikut Alea pulang untuk bertemu dengan orang tua Alea. Tadinya, Alea telah beberapa kali berusaha menolak, tetapi keputusan Rafif itu benar-benar telah bulat, tidak lagi bisa Alea bantah.Ketika mereka tiba di rumah keluarga Alea, kedua orang tua Alea cukup terkejut. Bagaimanapun juga, ini adalah kali pertama mereka bertemu lagi dengan Rafif.Kini mereka sedang duduk di ruang tamu dengan suasana yang terasa sedikit tegang.“Sudah lama kita gak bertemu ya, Rafif. Gimana kabar keluargamu, selama ini kalian tinggal di mana?” tanya Lukman, ayah Alea.“Kami baik, Om. Kami pindah ke Jakarta, sedangkan aku sendiri baru kembali ke Indonesia 3 tahun yang lalu setelah menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Saat kembali, aku langsung membantu Ayah mengurus perusahaan yang sedang krisis,” jelas Rafif membuat orang-orang yang ada di sana merasa paham dengan situasi saat itu.“Oh begitu, syukurlah kalau kalian semua sehat,” jawab Lukman sambil mengangguk pelan.“Aku la
Semua mata tertuju pada Alea, terkejut dengan ucapan Alea.Apa dia akan berubah pikiran?“Kenapa, Al?” tanya Rafif dengan ragu.Alea mengangkat wajahnya, menatap Rafif dengan cemas. “Boleh kita tunggu Kak Azfar dulu? Tadi dia bilang masih di perjalanan.”Azfar adalah kakak Alea. Dia sangat menyayangi kakaknya, sangat dekat dengan kakaknya. Hal apapun yang mengganggunya, dia pasti akan mengadu pada kakaknya. Jadi, dia tidak ingin kakaknya melewatkan momen ini.“Alea, kakakmu masih belum jelas akan sampai jam berapa. Lagipula dia juga sudah tahu, kan,” sahut Lukman berusaha meyakinkan Alea.“Gak perlu, kita bisa mulai acaranya sekarang,” kata seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik pintu ruangan.“Kakak!” seru Alea dengan perasaan lega.Azfar tersenyum lebar, dia datang dengan pakaian kasual, dan satu keranjang buah di tangannya. “Bisa dilanjutkan saja acaranya.”Akhirnya, acara pengucapan janji pernikahan itu dilaksanakan. Meskipun dalam hati Alea masih merasa sedikit keberatan, dia
Usai mendengar kabar itu, keluarga Alea langsung pergi ke rumah sakit.Begitu tiba di rumah sakit, mereka bertemu dengan ibu Rafif yang telah mengemasi beberapa barang di ruang rawat inap Kakek Hadi. Sementara ayah Rafif sedang mengurus administrasi.“Bunda,” panggil Rafif begitu masuk ke dalam ruangan.Melihat putranya datang, tangis Mei tidak bisa lagi dibendung. Dia langsung memeluk putranya dengan erat. “Rafif, kakekmu …”Rafif mengusap punggung sang ibunda dengan sabar. Dia juga sama terpukul, ini semua begitu mendadak baginya. Sementara itu, ayah Alea langsung mengambil inisiatif untuk membantu Eddo mengurus administrasi.Alea yang sedari tadi terisak kecil, kini tangisnya menjadi semakin besar. “Kakek kenapa ingkar janji …”“Al, sudah. Ini semua kan takdir Allah,” kata Azfar berusaha menenangkan adiknya. Dia mengambil langkah untuk menenangkan adiknya karena melihat Rafif yang masih mengurus ibunya.“Operasinya gagal, tubuh kakek sudah menolak dan langsung mengalami pendarahan.
Alea mengangguk samar, "Aku mau, Kak."Setelah diskusi dadakan itu, perasaan Alea menjadi lebih tenang. Akhirnya, mereka kembali masuk ke dalam rumah dan berbaur dengan keluarga yang lain. Meskpun masih diselimuti duka, mereka semua berusaha untuk tetap ikhlas.Setelah hampir satu minggu kepergian kakek Hadi, Alea yang memilih untuk tinggal di rumah Rafif sementara waktu harus beradaptasi kembali dengan keluarga barunya. Meskipun Alea telah mengenal mereka sejak kecil, Alea tetap merasa asing karena perpisahan sepuluh tahun lalu membuat Alea sedikit lupa tentang mereka.Berbeda dengan di rumahnya, pagi ini Alea bangun lebih cepat. Dia membantu Ibu mertuanya menyiapkan sarapan.“Selamat pagi bunda,” sapa Alea.“Selamat pagi Alea, apa kamu tidur nyenyak?” tanya bunda.“Iya, nyenyak sekali sampai tidak sadar kalau sudah pagi,” jawab Alea di iringi tawa kecil.“Syukurlah, bunda khawatir kamu tidak nyaman. Kamu sudah lihat sendiri kalau kamar Rafif jauh dari kata hangat untuk ditinggali,”
Jantung Alea berdetak kencang, disaat Rafif tiba-tiba menyentuh wajahnya dengan kedua tangannya. Dengan perlahan Rafif semakin mendekatkan wajah mereka, kemudian mengecup bibir Alea pelan.Rafif melepaskannya sebentar, menatap mata Alea dengan tatapan penuh kerinduan. Dengan tanpa keraguan sedikitpun, akhirnya Rafif mendekatkan lagi wajahnya dan mencium bibir Alea lembut.Alea yang terpaku hanya mampu memejamkan mata, menahan segala perasaan yang tiba-tiba bergejolak di dalam hatinya.Rafif terus menciuminya semakin lama, semakin dalam.Merasa kehabisan nafas, Alea lalu menarik dirinya perlahan.“Aku...,” ucap Alea pelan.“Sudah larut, tidurlah,” sahut Rafif sambil mengelus pipi Alea yang memerah. Ada perasaan yang tidak dapat Rafif jelaskan, namun satu hal yang pasti malam itu Rafif bahagia. Karena berhasil membuka satu kunci hati Alea.“Kak,” panggil Alea sambil memegang tangan Rafif.“Iya?” tanya Rafif.“Aku...,” jawab Alea ragu-ragu.“Kenapa?” desak Rafif.“Aku belum siap untuk it
Alea sampai di ruang tamu dimana Zayn sudah rapi dengan berpakaian sama persis dengan Rafif. Sementara Zaline juga sudah selesai dimandikan.Untuk acara akad nikah Najwa, Alea hanya hadir bersama Rafif dan Zayn, mengingat Zaline masih sangat kecil. Bahkan untuk dibawa ke Bandung saja sebenarnya Alea sudah memikirkan banyak resiko.Hanya sepuluh menit Alea sampai di tempat acara yang diadakan di pekarangan rumah Najwa.Setibanya disana, Alea langsung mencari keberadaan Najwa yang ternyata masih berada di kamarnya.“Wah! Cantik banget sahabat gue!” ujar Alea begitu bertemu Najwa.“Aaaa! Gue kira lo gak datang!” jawab Najwa girang.”Pernikahan sahabat tercinta, masa gak datang.” sahut Alea.“Thanks ya, padahal lo baru pulih,” ujar Najwa.Alea tersenyum lalu memeluk hangat Najwa.Tepat disaat Alea sampai di kamar Najwa, diluar terdengar acara telah dimulai. Setelah beberapa rangkaian acara, akhirnya Najwa diminta untuk menuju ke meja akad.Alea berjalan mendampingi Najwa.“Rasanya gini te
Dua minggu kemudian, acara pernikahan Najwa diselenggarakan.Dua hari sebelumnya, Alea bersama keluarganya telah tiba di Bandung untuk secara khusus menghadiri pernikahan sahabatnya.Alea yang belum pulih sepenuhnya tetap memaksa datang karena tidak ingin sahabatnya kecewa.Pagi ini, tiba waktunya untuk Alea menghadiri akad nikah Najwa dan David.“Mas, aku pakai baju yang mana ya?” tanya Alea sambil memegang dua dress berwarna cream dengan berdiri didepan cermin.“Yang mana aja kamu tetap cantik,” jawab Rafif tanpa menoleh sedikitpun.“Ih, mas! Lihat dulu!” ucap Alea dengan sedikit merengek.“Aku udah lihat Al, itu gak ada bedanya kurasa,” jawab Rafif.“Hhhh,” Alea menarik nafas lemas.Alea menghampiri Rafif dan memperlihatkan kedua baju yang hanya berbeda di kain dan model saja, warna keduanya benar-benar sama.“Nih lihat! Beda tau.” Ujar Alea sedikit kesal.Rafif menyandarkan dirinya di sofa dan menyilangkan kedua tangannya berusaha berpikir.“Kayaknya bagus yang ini,” ujar Rafif sa
Disela-sela kebahagiaan yang tengah dirasakan oleh Alea dan keluarganya, kebahagiaan lain datang lagi.Karena tiba-tiba saja Najwa datang menemui Alea setelah acara selesai.“Loh, kok terlambat?” tanya Alea saat menyambut kedatangan sahabat baiknya.“Iya, tadi masih ada hal yang perlu diselesaikan,” jawab Najwa.Najwa kemudian menyapa dan menyalami keluarga Alea satu persatu.“Kak Azfar, kak Cindy selamat ya atas kelahiran putra pertama,” ujar Najwa.“Terima kasih Najwa,” jawab Azfar.Setelah berbincang singkat dengan keluarga Alea, Najwa menepi bersama Alea dan Rafif yang sedang menggendong Zaline anak mereka. Karena dia bilang ada hal yang ingin disampaikan.“Selamat juga buat kak Rafif dan Alea tentunya,” sambung Najwa.“Makasih,” jawab Rafif singkat.“Al, Zaline cantik banget,” ujar Najwa.“Mirip gue kan?” tanya Alea.“Nggak, mirip kak Rafif.” Jawab Najwa.“Ih, lo liat yang bener deh!” ujar Alea memaksa.Najwa kembali memperhatikan wajah Zaline dan sesekali membandingkan dengan wa
Beberapa hari kemudian..Setelah kedua bayi di perbolehkan pulang, rumah mama yang semula sepi kini berubah ramai. Bertambahnya anggota baru dalam keluarga membuat bertambah pula kebahagiaan di antara mereka.Sesuai rencana, Alea dan Cindy akan tinggal disini beberapa waktu. Sambil menunggu mereka pulih kembali dan siap menjalani hari-hari tanpa bantuan mama.Pagi ini Zaline dan Aksa sedang berjemur di halaman belakang rumah bersama dengan mama dan ibu Cindy.Sementara suasana dapur sudah ramai karena kedatangan banyak keluarga dan saudara yang sedang membantu mempersiapkan acara tasyakur aqiqah.Alea berada di kamar bersama dengan Rafif, luka bekas operasi tentu tidak akan pulih dengan cepat, makanya Rafif melakukan penjagaan 24 jam karena Alea selalu membutuhkan bantuan dalam melakukan aktifitasnya.“Mas, kamu gak bosen dikamar terus bareng aku?” tanya Alea.“Sebenarnya bosan,” jawab Rafif.“Ih! Kok jawabnya gitu?” sahut Alea kesal dengan jawaban Rafif.“Loh, kenapa? Kan aku cuma ja
Suara tangisan bayi mulai terdengar, seketika kelegaan menghampiri seisi ruangan.Tepat jam 07.30 pagi, seorang bayi perempuan lahir dengan sehat dan selamat. Kehadirannya disambut bahagia oleh Rafif dan Alea, kemudian mereka menyematkan nama Zaline Haris Hadiwinata.Bayi mungil itu terlihat sangat cantik, hidungnya mancung dengan bibir tipis, alis seperti di lukis dan mata bening yang indah.Sejauh apapun Alea berharap dan berusaha, sekalipun anaknya perempuan ternyata wajahnya masih sangat mirip dengan papanya, Rafif.Kemiripan mereka 90%, persis seperti Zayn ketika lahir.“Kok dia gak mirip aku?” keluh Alea saat dokter memberikan bayi mungil itu ke pelukannya.Semua petugas termasuk dokter Leo yang sedang menutup kembali perut Alea pasca operasi tertawa mendengar ocehan Alea.“Mungkin bayi ibu takut gak di akui sama papanya,” ucap salah satu asisten dokter Leo.“Ini lebih ke pesona papanya terlalu kuat, jadi dia tidak mau melewatkan kesempatan sebagai putri dari Rafif Hadiwinata,”
Mendekati hari persalinan, Alea dan Cindy sudah lebih banyak tinggal di rumah mama.Segala persiapan telah mereka lakukan, mulai dari mempersiapkan perlengkapan untuk dibawa ke rumah sakit, perlengkapan pasca lahiran dan lain-lain.Rencananya, besok mereka akan menuju ke rumah sakit milik keluarga mereka bersama-sama.Alea dan Cindy bahkan telah memesan dua kamar VVIP yang bersebelahan agar mereka tidak berjauhan.“Kak, apa persiapannya sudah selesai semua?” tanya Alea ketika masuk ke dalam kamar Cindy.“Hmm.. aku bawa dua tas ini, satu perlengkapanku, satu perlengkapan bayi. Semoga tidak ada yang terlewat,” jawab Cindy.Alea duduk di tempat tidur Cindy dan memperhatikan kamar yang sedikit berantakan karena Cindy baru saja menyelesaikan packing barang untuk dibawa.“Gimana rasanya kak? Sebentar lagi bertemu dengan buah hati yang sudah kakak nantikan selama ini?” tanya Alea.“Aku sangat tidak sabar rasanya Al, tapi sebetulnya aku juga sedikit deg-degan,” jawab Cindy sambil mendekat dan
Suasana rumah Alea dan Rafif di malam hari sangat sepi, apalagi Zayn saat ini sedang menginap di rumah neneknya. Kebetulan juga bi Imas sang asisten rumah tangga sedang pulang kampung.Jadi, di tengah malam di ruang tengah..Alea dan Rafif hanya berdua, memadu kasih dalam sunyinya malam.Lebur sudah segala pertengkaran dan amarah, semua seolah terhempas tatkala pelukan mereka saling menghangatkan.Dan yang terpenting adalah, Rafif sangat menyadari bahwa yang dia butuhkan hanyalah Alea. Semua kegelisahan dan keraguan hilang seketika ketika dia bertemu dengan Alea.Dari banyaknya waktu tanpa pertemuan dan banyaknya wanita yang sempat mendekatinya, bahkan Melissa yang pernah mencampakannya, Alea tetap menjadi pemenangnya.Wanita yang dia anggap hanya sebagai anak kecil manja dan adik perempuan satu-satunya, ternyata dilahirkan untuk menjadi jodohnya.Begitu pula dengan Alea, seluruh hidupnya hanya dihabiskan bersama Rafif. Meski sempat menolak pernikahan, sekarang dunianya hanya Rafif.S
Selepas makan malam, Alea dan Rafif memutuskan untuk pulang ke rumah, sementara Zayn memilih untuk menginap di rumah oma-nya.Sepanjang perjalanan Rafif lebih banyak terdiam. Tidak ada alasan, dia hanya merasa tidak ada yang perlu dibicarakan dengan Alea.“Kok kamu diam?” tanya Alea.“Hmm?” tanya Rafif menoleh.“Apa kamu masih kepikiran sama mantan kamu itu?” tanya Alea.“Alea, kan sudah selesai!” jawab Rafif.“Terus kenapa diam aja? Kayak habis kehilangan orang penting aja,” ujar Alea datar.“Ya aku harus ngomong apa memangnya? Bukankah kamu juga diam sejak tadi?” tanya Rafif kembali.“Ya cari topik apa gitu seperti biasanya, atau kamu memang males aja ngomong sama aku?” ucap Alea.“Alea, cukup ya! Gak usah cari keributan.” Jawab Rafif dengan nada sedikit tinggi.Rafif merasa lelah, sebab dia selalu berusaha memberikan apapun yang Alea inginkan, termasuk memutus hubungan dengan Melissa meskipun belum sempat dia mulai.Semua adalah demi menjaga hubungan keharmonisan rumah tangga.Tapi
Alea mendorong dada Rafif karena terkejut mendengar teriakan Zayn.Hampir saja tindakan mereka diketahui Zayn, sebab pintu kamar mereka tidak ditutup sampai rapat. Jika Zayn masuk tanpa berteriak, maka dia akan melihat adegan dewasa yang dilakukan orang tuanya.“Iya sayang, kenapa nak?” tanya Rafif mendekati Zayn.“Opa manggil papa, katanya mau bicara,” jawab Zayn.“Oke, makasih kak Zayn!” ujar Rafif dengan mengusap lembut kepala Zayn.Rafif bergegas turun menemui papa mertuanya, sementara Alea melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.“Ada apa pa?” tanya Rafif begitu sampai di halaman belakang.“Sini!” panggil papa.Rafif mendekat, disana sudah ada papa, mama dan Azfar.“Papa dengar kamu ngidam durian? Ini! Papa belikan khusus buat kamu, cepat dimakan sebelum ketahuan Alea!” ujar papa yang sangat mengetahui putrinya sangat membenci durian.“Wah! Banyak sekali pa? Pantesan sejak tadi aku mencium bau durian,” ucap Rafif dengan mata yang berbinar.“Ayo, makanlah!” ajak Azfar.“Bukanny