Keesokan harinya, Azfar kembali mencoba mengajak Cindy keluar rumah untuk sejenak beristirahat dari kegiatannya sebagai istri dan ibu.Tetapi lagi-lagi Azfar menerima penolakan dari Cindy.“Aku gak mau!” ujar Cindy saat menyusui Aksa.“Sebentar aja sayang,” bujuk Azfar.“Kalau gak mau ya gak mau! Kamu main aja sendiri!” jawab Cindy ketus.Azfar merasa, emosi Cindy kian hari kian tidak stabil, dia lebih mudah marah dari sebelumnya. Dia juga semakin jarang bicara, membuat Azfar merasa serba salah.“Tapi kamu gak baik-baik aja!” ucap Azfar dengan nada yang sedikit tinggi.“Siapa maksud kamu? Aku baik-baik saja kok!” sahut Cindy.Azfar semakin kehilangan kesabarannya, sudah seperti ini Cindy bahkan tidak menyadarinya.Dia menarik napas perlahan, kemudian menatap Aksa yang masih menempel pada Cindy. Azfar tertegun melihat Aksa yang berusia 2 bulan, tetapi belum menunjukan kenaikan berat badan yang stabil. Dia masih terlihat sangat kecil.Azfar tentu tahu ini disebabkan karena Cindy terlalu
“Selain itu, apa lagi yang kamu rasakan?” tanya dokter Mery.Cindy menarik napas perlahan, dia juga membenahi duduknya untuk mencari kenyamanan.“Saya sering merasa takut tidak bisa memenuhi kebutuhan anak saya, dokter,” ucapnya pelan.Dokter Mery mendekati Cindy dan menyentuh tangannya, Azfar menjauh sedikit dan mempersilahkan dokter Mery mendekat.“Sebagai seorang ibu, tentu kita selalu menginginkan yang terbaik untuk anak kita. Tetapi, jangan terlalu memaksakan diri. Tidak semua hal bisa dilakukan sendiri, kamu harus membuka diri pada orang sekitarmu. Kalau kamu butuh bantuan, mintalah pada orang terdekat. Termasuk pada suamimu, atau suamimu selama ini tidak pernah membantumu?” tanya dokter Mery.Cindy menggeleng cepat, dengan kesadaran penuh dia menjawab, “dia sudah sangat membantu dok, saya saja yang selalu mengabaikannya. Saya selalu merasa anak saya tidak boleh disentuh siapapun, termasuk oleh ayahnya sendiri. Hanya saya yang boleh mengurusnya,”Dokter Mery tersenyum hangat sem
Butuh berbulan-bulan sampai Cindy bisa sembuh dan kembali seperti semula. Berdamai dengan diri sendiri dan menjadikan hal yang sudah berlalu sebagai pelajaran yang sangat berharga.Sekarang, Aksa sudah berusia 6 bulan waktu dimana dia mulai MPASI.“Besok Aksa sudah mulai MPASI, anterin aku belanja bahan makanan yuk?” ajak Cindy pada Azfar.“Boleh sayang,” jawab Azfar.“Sekalian kita ajak Aksa main di luar, kayaknya enak bersantai di taman. Biar dia gak jenuh,” ujar Cindy.“Hm, boleh!” jawab Azfar lagi sambil menemani Aksa bermain.“Kok cuma bilang boleh aja?” tanya Cindy.Saat hendak menjawab pertanyaan Cindy, ponsel Azfar berdering.“Maaf sayang, aku ada telepon sebentar.” Jawab Azfar sambil beranjak menjauh dari Cindy.“Telepon siapa? Kenapa harus menghindar?” gumam Cindy.Tapi Cindy tidak peduli, dia memilih sibuk bersama Aksa.“Sayang, belanjanya kita tunda dulu sampai sore ya? Aku ada telepon mendesak dari rumah sakit, ada hal yang harus diselesaikan,” ujar Azfar setelah kembali
Cindy terbelalak sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.Bagaimana tidak terkejut? Kedatangannya disambut meriah oleh semua orang yang sangat dia kenal, seluruh keluarganya berkumpul termasuk ibu, bapak dan adik-adiknya dari Surabaya pun turut hadir.“Kalian juga disini? Kapan datang?” tanya Cindy pada keluarganya dan memeluknya satu persatu.“Tadi siang, Azfar juga yang jemput kita di bandara!” jawab bapak.“Jadi kamu bukan ke rumah sakit tadi siang?” tanya Cindy pada Azfar.“Untuk apa ke rumah sakit di akhir pekan?” Azfar balik bertanya.Sontak saja Cindy merasa jengkel karena merasa dikerjai.Jadi, siang tadi saat Azfar menerima telepon. Itu adalah telepon dari Bayu yang mengabari kalau dia dan keluarga sudah sampai di bandara.Azfar bergegas pergi menjemput mertua dna adik iparnya yang kemudian dia antarkan ke rumah mama untuk kemudian pergi ke puncak, tempat dimana mereka berada sekarang.Setelah Cindy menyapa keluarganya, dia juga menyapa mama, papa, Alea, Rafif lengkap den
“Alea, ayo menikah.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Namun, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Persahabatan kakek merekalah yang membuat Alea dan Rafif ditakdirkan untuk tumbuh dan bergaul di lingkungan yang sama di sebuah kawasan Asri di kota Bandung. Dengan usia 4 tahun lebih tua, membuat Rafif menyayangi Alea seperti adiknya sendiri.Hanya saja, 10 tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah kata pun pada Alea.Dua jam yang lalu Rafif menghubunginya untuk mengajak bertemu, Alea pikir Rafif akan memberikan penjelasan tentang kepergiannya yang mendadak dan tanpa pamit itu. Namun, nyatanya laki-laki itu malah menguca
Kini, Alea dan Rafif telah berada di rumah sakit.Alea menatap Kakek Hadi, kakek Rafif, yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan tatapan sayu. Terakhir Alea melihat Kakek Hadi adalah sehari sebelum keluarga Rafif pergi. Saat itu, Alea baru pulang sekolah dan bertemu dengan Kakek Hadi yang sedang duduk di halaman rumah.“Kakek, ini Alea,” kata Alea lirih sambil memegang tangan Kakek Hadi yang tersambung dengan selang infus, juga beberapa alat medis yang menempel di dadanya.Pada dasarnya, kondisi Kakek Hadi memang masih cukup stabil, masih bisa bicara meskipun kadang terdengar kurang jelas. Hanya saja, pergerakannya terbatas. Beberapa organ tubuhnya tidak bisa berfungsi dengan baik karena komplikasi yang dideritanya, dan juga faktor usia yang cukup mempengaruhi.“Alea, cucuku,” kata Kakek Hadi samar sambil tersenyum seolah ingin menunjukkan bahwa dia masih baik-baik saja.“Alea rindu kakek. Kenapa selama ini kakek gak pernah temui Alea lagi?” ucap Alea lirih, matanya mulai be
Malam itu, Rafif benar-benar ikut Alea pulang untuk bertemu dengan orang tua Alea. Tadinya, Alea telah beberapa kali berusaha menolak, tetapi keputusan Rafif itu benar-benar telah bulat, tidak lagi bisa Alea bantah.Ketika mereka tiba di rumah keluarga Alea, kedua orang tua Alea cukup terkejut. Bagaimanapun juga, ini adalah kali pertama mereka bertemu lagi dengan Rafif.Kini mereka sedang duduk di ruang tamu dengan suasana yang terasa sedikit tegang.“Sudah lama kita gak bertemu ya, Rafif. Gimana kabar keluargamu, selama ini kalian tinggal di mana?” tanya Lukman, ayah Alea.“Kami baik, Om. Kami pindah ke Jakarta, sedangkan aku sendiri baru kembali ke Indonesia 3 tahun yang lalu setelah menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Saat kembali, aku langsung membantu Ayah mengurus perusahaan yang sedang krisis,” jelas Rafif membuat orang-orang yang ada di sana merasa paham dengan situasi saat itu.“Oh begitu, syukurlah kalau kalian semua sehat,” jawab Lukman sambil mengangguk pelan.“Aku la
Semua mata tertuju pada Alea, terkejut dengan ucapan Alea.Apa dia akan berubah pikiran?“Kenapa, Al?” tanya Rafif dengan ragu.Alea mengangkat wajahnya, menatap Rafif dengan cemas. “Boleh kita tunggu Kak Azfar dulu? Tadi dia bilang masih di perjalanan.”Azfar adalah kakak Alea. Dia sangat menyayangi kakaknya, sangat dekat dengan kakaknya. Hal apapun yang mengganggunya, dia pasti akan mengadu pada kakaknya. Jadi, dia tidak ingin kakaknya melewatkan momen ini.“Alea, kakakmu masih belum jelas akan sampai jam berapa. Lagipula dia juga sudah tahu, kan,” sahut Lukman berusaha meyakinkan Alea.“Gak perlu, kita bisa mulai acaranya sekarang,” kata seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik pintu ruangan.“Kakak!” seru Alea dengan perasaan lega.Azfar tersenyum lebar, dia datang dengan pakaian kasual, dan satu keranjang buah di tangannya. “Bisa dilanjutkan saja acaranya.”Akhirnya, acara pengucapan janji pernikahan itu dilaksanakan. Meskipun dalam hati Alea masih merasa sedikit keberatan, dia
Cindy terbelalak sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.Bagaimana tidak terkejut? Kedatangannya disambut meriah oleh semua orang yang sangat dia kenal, seluruh keluarganya berkumpul termasuk ibu, bapak dan adik-adiknya dari Surabaya pun turut hadir.“Kalian juga disini? Kapan datang?” tanya Cindy pada keluarganya dan memeluknya satu persatu.“Tadi siang, Azfar juga yang jemput kita di bandara!” jawab bapak.“Jadi kamu bukan ke rumah sakit tadi siang?” tanya Cindy pada Azfar.“Untuk apa ke rumah sakit di akhir pekan?” Azfar balik bertanya.Sontak saja Cindy merasa jengkel karena merasa dikerjai.Jadi, siang tadi saat Azfar menerima telepon. Itu adalah telepon dari Bayu yang mengabari kalau dia dan keluarga sudah sampai di bandara.Azfar bergegas pergi menjemput mertua dna adik iparnya yang kemudian dia antarkan ke rumah mama untuk kemudian pergi ke puncak, tempat dimana mereka berada sekarang.Setelah Cindy menyapa keluarganya, dia juga menyapa mama, papa, Alea, Rafif lengkap den
Butuh berbulan-bulan sampai Cindy bisa sembuh dan kembali seperti semula. Berdamai dengan diri sendiri dan menjadikan hal yang sudah berlalu sebagai pelajaran yang sangat berharga.Sekarang, Aksa sudah berusia 6 bulan waktu dimana dia mulai MPASI.“Besok Aksa sudah mulai MPASI, anterin aku belanja bahan makanan yuk?” ajak Cindy pada Azfar.“Boleh sayang,” jawab Azfar.“Sekalian kita ajak Aksa main di luar, kayaknya enak bersantai di taman. Biar dia gak jenuh,” ujar Cindy.“Hm, boleh!” jawab Azfar lagi sambil menemani Aksa bermain.“Kok cuma bilang boleh aja?” tanya Cindy.Saat hendak menjawab pertanyaan Cindy, ponsel Azfar berdering.“Maaf sayang, aku ada telepon sebentar.” Jawab Azfar sambil beranjak menjauh dari Cindy.“Telepon siapa? Kenapa harus menghindar?” gumam Cindy.Tapi Cindy tidak peduli, dia memilih sibuk bersama Aksa.“Sayang, belanjanya kita tunda dulu sampai sore ya? Aku ada telepon mendesak dari rumah sakit, ada hal yang harus diselesaikan,” ujar Azfar setelah kembali
“Selain itu, apa lagi yang kamu rasakan?” tanya dokter Mery.Cindy menarik napas perlahan, dia juga membenahi duduknya untuk mencari kenyamanan.“Saya sering merasa takut tidak bisa memenuhi kebutuhan anak saya, dokter,” ucapnya pelan.Dokter Mery mendekati Cindy dan menyentuh tangannya, Azfar menjauh sedikit dan mempersilahkan dokter Mery mendekat.“Sebagai seorang ibu, tentu kita selalu menginginkan yang terbaik untuk anak kita. Tetapi, jangan terlalu memaksakan diri. Tidak semua hal bisa dilakukan sendiri, kamu harus membuka diri pada orang sekitarmu. Kalau kamu butuh bantuan, mintalah pada orang terdekat. Termasuk pada suamimu, atau suamimu selama ini tidak pernah membantumu?” tanya dokter Mery.Cindy menggeleng cepat, dengan kesadaran penuh dia menjawab, “dia sudah sangat membantu dok, saya saja yang selalu mengabaikannya. Saya selalu merasa anak saya tidak boleh disentuh siapapun, termasuk oleh ayahnya sendiri. Hanya saya yang boleh mengurusnya,”Dokter Mery tersenyum hangat sem
Keesokan harinya, Azfar kembali mencoba mengajak Cindy keluar rumah untuk sejenak beristirahat dari kegiatannya sebagai istri dan ibu.Tetapi lagi-lagi Azfar menerima penolakan dari Cindy.“Aku gak mau!” ujar Cindy saat menyusui Aksa.“Sebentar aja sayang,” bujuk Azfar.“Kalau gak mau ya gak mau! Kamu main aja sendiri!” jawab Cindy ketus.Azfar merasa, emosi Cindy kian hari kian tidak stabil, dia lebih mudah marah dari sebelumnya. Dia juga semakin jarang bicara, membuat Azfar merasa serba salah.“Tapi kamu gak baik-baik aja!” ucap Azfar dengan nada yang sedikit tinggi.“Siapa maksud kamu? Aku baik-baik saja kok!” sahut Cindy.Azfar semakin kehilangan kesabarannya, sudah seperti ini Cindy bahkan tidak menyadarinya.Dia menarik napas perlahan, kemudian menatap Aksa yang masih menempel pada Cindy. Azfar tertegun melihat Aksa yang berusia 2 bulan, tetapi belum menunjukan kenaikan berat badan yang stabil. Dia masih terlihat sangat kecil.Azfar tentu tahu ini disebabkan karena Cindy terlalu
Satu bulan sejak melahirkan, Cindy akhirnya memilih kembali ke rumahnya untuk memulai hidup bersama Azfar dan Aksa, keluarga kecilnya.Bersamaan dengan itu, ibu juga sudah kembali ke Surabaya.Cindy mulai beradaptasi dengan kehidupan baru sebagai seorang ibu tanpa bantuan mama maupun ibu.Sejak bangun tidur, dia memulai hari dengan membereskan rumahnya sebelum bayi kecilnya bangun. Lanjut memasak sarapan untuknya dan Azfar.Sebenarnya dia telah terbiasa melakukan ini sejak menikah. Aktifitasnya juga tidak banyak berubah, hanya saja ditambah dengan mengurusi bayi kecil tercintanya.“Mas bangun!” teriak Cindy dari dapur meminta Azfar untuk segera bangun.“Kenapa berisik sih? Nanti Aksa bangun!” jawab Azfar sambil berjalan mendekat.“Ini udah siang, kamu gak siap-siap?” tanya Cindy.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Azfar sambil memeluk Cindy dari belakang.Cindy yang sedang memotong buah-buahan merasa sedikit terganggu, “gak ada kok, semua udah siap,” ucapnya sambil sedikit menyingkirkan
Alea sampai di ruang tamu dimana Zayn sudah rapi dengan berpakaian sama persis dengan Rafif. Sementara Zaline juga sudah selesai dimandikan.Untuk acara akad nikah Najwa, Alea hanya hadir bersama Rafif dan Zayn, mengingat Zaline masih sangat kecil. Bahkan untuk dibawa ke Bandung saja sebenarnya Alea sudah memikirkan banyak resiko.Hanya sepuluh menit Alea sampai di tempat acara yang diadakan di pekarangan rumah Najwa.Setibanya disana, Alea langsung mencari keberadaan Najwa yang ternyata masih berada di kamarnya.“Wah! Cantik banget sahabat gue!” ujar Alea begitu bertemu Najwa.“Aaaa! Gue kira lo gak datang!” jawab Najwa girang.”Pernikahan sahabat tercinta, masa gak datang.” sahut Alea.“Thanks ya, padahal lo baru pulih,” ujar Najwa.Alea tersenyum lalu memeluk hangat Najwa.Tepat disaat Alea sampai di kamar Najwa, diluar terdengar acara telah dimulai. Setelah beberapa rangkaian acara, akhirnya Najwa diminta untuk menuju ke meja akad.Alea berjalan mendampingi Najwa.“Rasanya gini te
Dua minggu kemudian, acara pernikahan Najwa diselenggarakan.Dua hari sebelumnya, Alea bersama keluarganya telah tiba di Bandung untuk secara khusus menghadiri pernikahan sahabatnya.Alea yang belum pulih sepenuhnya tetap memaksa datang karena tidak ingin sahabatnya kecewa.Pagi ini, tiba waktunya untuk Alea menghadiri akad nikah Najwa dan David.“Mas, aku pakai baju yang mana ya?” tanya Alea sambil memegang dua dress berwarna cream dengan berdiri didepan cermin.“Yang mana aja kamu tetap cantik,” jawab Rafif tanpa menoleh sedikitpun.“Ih, mas! Lihat dulu!” ucap Alea dengan sedikit merengek.“Aku udah lihat Al, itu gak ada bedanya kurasa,” jawab Rafif.“Hhhh,” Alea menarik nafas lemas.Alea menghampiri Rafif dan memperlihatkan kedua baju yang hanya berbeda di kain dan model saja, warna keduanya benar-benar sama.“Nih lihat! Beda tau.” Ujar Alea sedikit kesal.Rafif menyandarkan dirinya di sofa dan menyilangkan kedua tangannya berusaha berpikir.“Kayaknya bagus yang ini,” ujar Rafif sa
Disela-sela kebahagiaan yang tengah dirasakan oleh Alea dan keluarganya, kebahagiaan lain datang lagi.Karena tiba-tiba saja Najwa datang menemui Alea setelah acara selesai.“Loh, kok terlambat?” tanya Alea saat menyambut kedatangan sahabat baiknya.“Iya, tadi masih ada hal yang perlu diselesaikan,” jawab Najwa.Najwa kemudian menyapa dan menyalami keluarga Alea satu persatu.“Kak Azfar, kak Cindy selamat ya atas kelahiran putra pertama,” ujar Najwa.“Terima kasih Najwa,” jawab Azfar.Setelah berbincang singkat dengan keluarga Alea, Najwa menepi bersama Alea dan Rafif yang sedang menggendong Zaline anak mereka. Karena dia bilang ada hal yang ingin disampaikan.“Selamat juga buat kak Rafif dan Alea tentunya,” sambung Najwa.“Makasih,” jawab Rafif singkat.“Al, Zaline cantik banget,” ujar Najwa.“Mirip gue kan?” tanya Alea.“Nggak, mirip kak Rafif.” Jawab Najwa.“Ih, lo liat yang bener deh!” ujar Alea memaksa.Najwa kembali memperhatikan wajah Zaline dan sesekali membandingkan dengan wa
Beberapa hari kemudian..Setelah kedua bayi di perbolehkan pulang, rumah mama yang semula sepi kini berubah ramai. Bertambahnya anggota baru dalam keluarga membuat bertambah pula kebahagiaan di antara mereka.Sesuai rencana, Alea dan Cindy akan tinggal disini beberapa waktu. Sambil menunggu mereka pulih kembali dan siap menjalani hari-hari tanpa bantuan mama.Pagi ini Zaline dan Aksa sedang berjemur di halaman belakang rumah bersama dengan mama dan ibu Cindy.Sementara suasana dapur sudah ramai karena kedatangan banyak keluarga dan saudara yang sedang membantu mempersiapkan acara tasyakur aqiqah.Alea berada di kamar bersama dengan Rafif, luka bekas operasi tentu tidak akan pulih dengan cepat, makanya Rafif melakukan penjagaan 24 jam karena Alea selalu membutuhkan bantuan dalam melakukan aktifitasnya.“Mas, kamu gak bosen dikamar terus bareng aku?” tanya Alea.“Sebenarnya bosan,” jawab Rafif.“Ih! Kok jawabnya gitu?” sahut Alea kesal dengan jawaban Rafif.“Loh, kenapa? Kan aku cuma ja