“Kau sudah sadar?” suara dingin dan juga sinis menyapa indra pendengaran Yesha ketika memasuki ruang makan.
“Kau sudah pulang?” bukannya menjawab, Yesha justru bertanya balik.
Yesha benar-benar terkejut dengan keberadaan sosok Rezvan di ruang makan. Berdasarkan ingatan dari pemilik tubuh, Rezvan seharusnya berada di luar kota hingga dua hari ke depan.
Ya, Yesha telah bertransmigrasi atau dilahirkan kembali ke tubuh seorang wanita bersuami duda dengan tiga orang anak beberapa jam yang lalu.
Yesha menghampiri meja makan dan duduk di samping Ravindra—anak bungsu Rezvan. “Bukankah kau masih pulang besok lusa?”
“Apakah ucapanku yang terakhir merupakan candaan untukmu?” Rezvan mengabaikan ucapan Yesha dan kembali mengingatkan wanita itu mengenai apa yang sudah ia katakan sebelumnya kepada Yesha.
Tujuannya pulang dengan cepat bukan karena mengkhawatirkan wanita itu, tetapi untuk memastikan wanita itu tidak mati di rumahnya. Ia tidak ingin rumahnya dijadikan tempat untuk bunuh diri.
“Maksudmu?” tanyanya tidak mengerti.
Meski Yesha memiliki semua ingatan pemilik tubuh, tetapi saat ini ingatan yang masuk ke kepalanya hanya ingatan-ingatan yang sangat jelas dan kuat. Untuk hal-hal kecil, Yesha tidak menemukannya pada ingatan pemilik tubuh.
Rezvan menatap tajam Yesha. Membuat wanita itu seketika bergidik ngeri. Tidak pernah ia melihat tatapan setajam itu di kehidupan sebelumnya.
“Bukankah aku sudah memperingatimu sebelumnya? Aku tidak melarangmu untuk bunuh diri, tetapi tidak di rumahku! Ini adalah yang terakhir, tidak ada lagi yang ketiga kalinya.”
Ini adalah yang kedua kalinya wanita itu mencoba untuk bunuh diri. Sebelumnya wanita itu memotong urat nadinya yang beruntung berhasil diselamatkan. Dan sekarang wanita itu mencoba bunuh diri dengan meminum banyak obat tidur sekaligus yang membuatnya hampir overdosis, bersyukur Hanna menemukan wanita itu dengan cepat dan memanggil dokter sehingga nyawa wanita itu bisa terselamatkan.
Rezvan tidak masalah jika Yesha ingin bunuh diri hinga meninggal, tetapi tidak di rumahnya. Namun, Rezvan tidak ingin ada berita yang keluar dari rumahnya atas kematian Yesha.
“Itu tidak akan terjadi lagi. Aku berjanji!” ucap Yesha cepat dan mantap.
Ia bukanlah pemilik tubuh, jadi ia tidak akan melakukan hal-hal bodoh untuk menghabisi nyawanya sendiri hanya karena masalah sepele. Karena ia sudah pernah merasakan bagaimana sakitnya meninggal. Jadi tidak akan pernah ada percobaan bunuh diri untuk yang ketiga kalinya atau selanjutnya.
Rezvan sedikit terkejut dengan nada tegas Yesha menjawab ucapannya. Selama ini wanita itu selalu menanggapi kata-katanya dengan suara pelan dan lirih. Tidak pernah sakalipun berkata tegas dan mantap.
“Baguslah kalau begitu.” Rezvan masih berkata dengan nada datar dan tajam, mengabaikan perubahan pada diri Yesha “Jika sampai hal ini terulang kembali, aku sendiri yang akan membunuhmu.”
Rezvan tidak peduli apakah wanita itu berubah atau tidak. Sejak awal ia tidak pernah menyukai istrinya itu. Yang ia inginkan hanyalah agar Yesha tidak pernah mencoba untuk bunuh diri di rumahnya lagi.
Yesha hanya bisa tersenyum kecut mendengar ucapan Rezvan.
“Anak-anak, ayo kita berangkat!” Rezvan bangkit dari dudukya diikuti oleh Raka dan Revan.
“Kalian berangkat sekarang?” tanya Yesha.
Namun, Rezvan dan kedua anak kembarnya mengabaikan ucapannya dan pergi meninggalkan ruang makan. Meninggalkan dirinya bersama Ravindra di ruang makan.
Yesha tidak terkejut dengan sikap Rezvan dan anak kembarnya yang mengabaikan dirinya. Berdasarkan ingatan pemilik tubuh, Rezvan dan anak kembarnya memang mengabaikan Ravindra. Hanya saja ia tidak habis pikir kenapa ada seorang ayah yang tega mengabaikan darah dagingnya sendiri.
Yesha tersentak dari pikirannya kala Ravindra turun dari kursi dan meninggalkan ruang makan tanpa mengatakan satu kata pun.
Yesha menghela napas pelan sebelum melanjutkan sarapannya sembari memikirkan berbagai macam cara untuk membuat suami dan ketiga anak tirinya bisa menerima kehadirannya.
Walau di kehidupan sebelumnya ia belum menikah, tetapi Yesha tidak akan menyerah dan berusaha untuk menjadi istri dan ibu yang baik untuk suami dan ketiga anak tirinya.
*
*
*
Yesha meninggalkan area pemakaman dan segera menuju ke tempat detektif swasta, di mana ayahnya di kehidupan sebelumnya sering meminta bantuan.
Yesha keluar dari taksi yang berhenti di sebuah gedung berlantai dua. Sesaat ia menatap gedung di hadapannya sebelum membuka pintu yang langsung disambut oleh seorang wanita muda yang sangat ramah dan sopan.
Wanita itu mengajak Yesha ke lantai dua di mana ruang kerja Zaidan setelah ia mengatakan keinginannya untuk bertemu sang detektif.
Di dalam ruangan, Zaidan duduk di sofa panjang berwarna biru yang terbuat dari kain beludru. Zaidan bersandar di sandaran sofa sambil membaca koran dengan kaki bersilang. Zaidan menurunkan koran yang dibacanya dan mengalihkan pandangannya kepada Yesha dan juga karyawannya yang segera pergi meninggalkan mereka berdua.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Zaidan setelah mempersilakan Yesha duduk.
“Saya ingin Anda mencari tahu semua tentang Yesha Altezza dan Rezvan Wibisana,” ucap Yesha langsung ke intinya. Ia tidak takut Zaidan memandangnya aneh karena mencari informasi mengenai dirinya sendiri karena saat ini Yesha telah menyamar.
“Saya ingin informasi sedetail mungkin dari kedua orang ini. Saya ingin mendapatkan informasi mereka berdua secepatnya. Jika bisa, dalam dua hari saya sudah mendapatkannya. Untuk masalah biaya saya akan membayar berapa pun. Anda tinggal sebutkan saja berapa biayanya.”
Walau Yesha tahu tentang pemilik tubuh dan suaminya melalui ingatan pemilik tubuh, tetapi ingatan itu hanya memberinya sedikit informasi. Ia ingin mengetahui semua tentang pemilik tubuh dan suaminya mulai dari keluarga, teman, pergaulan dan segalanya. Berjaga-jaga supaya tidak ada orang yang bisa memanfaatkan dirinya seperti di kehidupan sebelumnya.
Sebenarnya bisa saja ia bertanya kepada Hanna dengan alasan jika ia kehilangan ingatan akibat overdosis percobaan bunuh diri. Namun, Yesha tidak ingin mengambil risiko. Ia lebih merasa aman jika menyewa seorang detektif swasta. Dengan begitu, ia bisa mengetahui semua informasi sekecil apapun tentang latar belakang Rezvan dan pemilik tubuh.
“Baiklah. Anda tidak perlu menunggu dua hari. Saya berjanji malam ini juga informasi atas dua orang itu akan saya kirimkan ke email Anda.” Zaidan berkata dengan percaya diri.
Baginya, hal seperti ini adalah masalah kecil dan tidak perlu baginya untuk membuang-buang waktu.
“Terima kasih, Detektif. Saya akan menunggu informasi dari Anda.” Yesha menyerahkan secarik kertas bertuliskan alamat emailnya. “Anda bisa mengirimkan informasi ke alamat ini.” Yesha menyodorkan sebuah cek kosong. “Isilah berapa biaya yang Anda inginkan.”
Zaidan mengambil kertas dan cek itu tanpa sungkan. “Saya berjanji malam nanti, paling lambat pukul sepuluh malam Anda akan menerima semua informasi yang Anda butuhkan.”
“Sekali lagi terima kasih, Detektif. Kalau begitu saya permisi dulu.”
“Ya. Silakan.” Zaidan memberi isyarat dengan tangannya.
Yesha bangkit dari duduknya dan segera meninggalkan ruangan. Saat di lantai satu, ia kembali bertemu karyawan wanita tadi dan tersenyum kepadanya sebelum meninggalkan kantor Zaidan dan kembali pulang.
Yesha yang baru keluar dari taksi seketika dikejutkan dengan suara seorang pria yang memanggil namanya.
“Yesha!”
***
Tubuh Yesha kaku seketika. Hatinya memaki tiada henti. Ia benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan orang yang paling tidak ingin ia temui, apalagi dalam waktu dekat. Dengan cepat Yesha menuju pintu pagar rumah untuk menghindari Raefal. Namun, gerakan Raefal lebih cepat. Pemuda itu mencengkeram lengannya dan membawanya ke dalam dekapan pemuda itu. “Lepaskan aku!” ucap Yesha sedikit berteriak dan mencoba melepaskan diri dari dekapan Raefal. Namun, laki-laki itu justru mendekap Yesha dengan lebih erat lagi. Berdasarkan ingatan pemilik tubuh, Raefal adalah adik Rezvan dan juga orang yang dicintai oleh pemilik tubuh. Yesha benar-benar tidak mengerti kenapa mereka bisa berakhir seperti ini jika mereka berdua—pemilik tubuh dan Raefal—saling mencintai. “Aku tidak akan melepaskanmu.” Raefal menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Yesha. Dan itu membuat Yesha semakin berusaha keras untuk melepaskan diri dari Raefal. Yesha tidak ingin orang-orang melihat dirinya dipeluk oleh orang lai
Para pelayan yang ada di dapur menatap kedatangan Yesha dengan terkejut. Pasalnya selama menjadi nyonya rumah, Yesha tidak pernah sekali pun melangkahkan kaki ke dapur. Yesha mengabaikan tatapan tidak percaya para pelayannya. Karena tujuan utamanya ke dapur adalah memasak makan malam untuk suami dan ketiga anak tirinya. “Kalian lakukan saja apa yang menjadi tugas kalian. Mulai saat ini, aku yang akan memasak makan malam untuk suami dan ketiga anakku,” ucap Yesha tegas dan tidak dapat dibantah ketika Hanna mencegah dirinya untuk memasak. “Baik, Nyonya,” jawab para pelayan secara bersamaan. Para pelayan yang berada di dapur segera mengerjakan tugas mereka masing-masing. “Hanna, apakah kamu tahu makanan kesukaan Rezvan dan anak-anak?” tanya Yesha. “Ya. Tuan suka sekali makan masakan kari, tuan muda Raka dan Revan suka rendang dan berbagai macam olahan ayam goreng. Kalau untuk tuan muda Ravindra sendiri, dia tidak pemilih dan memakan apa yang dimasak.” Yesha mengangguk pelan. “Kalau
Wajah marah Rezvan sangat mengerikan. Meskipun begitu Yesha tidak takut dengan tatapan membunuh Rezvan yang diarahkan kepadanya. “Memang apalagi yang dilakukan istri di kamar suaminya kalau tidak tidur bersama?” kata Yesha dengan santai, mencoba untuk mengabaikan tatapan Rezvan yang semakin tajam. “Keluar dari kamarku!” usir Rezvan dengan menahan geram setelah mendapatkan jawaban Yesha. “Aku tidak mau,” tolak Yesha masih dengan santainya. “Kita suami istri, apa salahnya kita tidur bersama?” Yesha menatap wajah Rezvan yang terlihat sangat marah. “Dengar,” ucap Rezvan di sela-sela giginya karena menahan amarah dengan kelancangan Yesha yang sudah berani memasuki kamarnya. “Kau tidak perlu berlagak seperti seorang istri di hadapanku. Sekarang aku minta kau cepat keluar dari kamarku. Sekarang!” “Aku tidak mau!” Yesha pun bersikeras tidak ingin meninggalkan kamar Rezvan. Rezvan sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Ia menatap nyalang Yesha. “Apa kau lupa dengan perjanjian yang sudah
Keesokan paginya, Yesha bangun dengan wajah yang sangat kuyu dan sedikit memiliki mata panda di bawah matanya. Yesha mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja ketika Hanna bertanya dengan nada khawatir. Malam tadi dirinya membaca informasi yang diberikan Zaidan hingga larut malam. Belum lagi foto dan nama Vania Septhana terus menghantui pikirannya, membuatnya sulit untuk tidur. Yesha benar-benar tidak menyangka jika wanita yang sudah berselingkuh dengan kekasihnya di kehidupan sebelumnya adalah adik tiri dari pemilik tubuh. Ia memang pernah melihat wajah wanita itu, tetapi hanya sekilas. Saat itu ia sedang emosi dan langsung pergi ketika memergoki kekasihnya berpelukan dan berciuman dengan wanita lain. Selain itu, ingatan pemilik tubuh sangat kuat terhadap suami, ketiga anak tirinya, Raefal, Febrina dan Hanna. Sehingga ingatan mengenai Vania tidak terlalu kuat dalam ingatan pemilik tubuh. Tidak ada orang di dapur selain dirinya dan Hanna. Pasalnya malam tadi Yesha sudah berpesan kepad
Tanpa rasa takut, Yesha menatap Rezvan tepat di mata pria itu. “Aku istrimu. Itu berarti aku adalah nyonya rumah di rumah ini. Jadi aku punya hak untuk melarang mereka. Bahkan aku juga punya hak untuk melakukan apa saja kepada mereka.” Kening Rezvan berkerut dalam dengan alis sedikit terangkat. Ia tidak menyangka Yesha akan menjawab ucapannya dengan begitu lantang. Namun jika ia mengingat kembali, wanita itu memang berubah sejak selamat dari percobaan bunuh dirinya. Akan tetapi ia masih tidak percaya wanita itu akan berubah begitu drastis. Yesha menatap Rezvan dengan senyum lebar. “Lebih baik sekarang kalian makan. Nanti kalian bisa terlambat pergi ke sekolah.” “Papa, Raka tidak mau makan.” Raka bersikeras tidak mau memakan masakan yang dibuat oleh Yesha. “Revan juga.” Revan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Yesha tidak memedulikan protesan mereka. Ia memperhatikan Ravindra yang makan dengan tenang. Ia tersenyum dan berkata. “Ravindra Sayang, bagaimana masakan bunda? Ena
Yesha menyandarkan diri pada sandaran sofa. “Mama tidak bisa menyalahkanku. Jika ingin disalahkan, maka mama harus menyalahkan anak kesayangan mama. Karena dialah yang selalu menemuiku lebih dulu.” Masih jelas dalam ingatan pemilik tubuh, Febrina berulang kali memintanya untuk menjauhi Raefal. Bahkan wanita itu mengancam tidak akan segan-segan mencelakai pemilik tubuh supaya ia meninggalkan putranya. Sayangnya pemilik tubuh mengabaikan ancaman Febrina dan masih sering menemui Raefal. Hingga akhirnya pemilik tubuh dengan perlahan mulai menghindari Raefal setelah Febrina benar-benar mewujudkan ancamannya. Sudah sering kali pemilik tubuh hampir kehilangan nyawanya. Bukannya mengjauhi pemilik tubuh, Raefal justru semakin sering menemui pemilik tubuh setelah mengetahui semua perbuatan ibunya kepada pemilik tubuh. Untuk sesaat ekspresi Febrina berubah mendengar ucapan Yesha. Tidak menyangka kini Yesha berani menyahuti ucapannya. Namun dengan cepat Febrina memasang ekspresi normal kembali.
Hanna menatap Yesha, ada keraguan di matanya untuk memberitahu wanita itu apa yang telah terjadi. Namun ketika melihat sorot mata penuh khawatir milik Yesha, akhirnya Hanna memberitahu bahwa yang baru saja menelepon adalah pihak sekolah Revan. Kening Yesha berkerut dalam. “Untuk apa pihak sekolah menelepon?” “Pihak sekolah meminta wali Tuan Muda Revan untuk datang ke sekolah.” Masih sedikit ragu untuk memberitahu apa yang telah terjadi. Namun Hanna kembali melanjutkan ucapannya kala Yesha terus menatapnya. “Sesuatu terjadi dengan Tuan Muda Revan. Pihak seko—” “Cepat siapkan mobil!” perintah Yesha memotong ucapan Hanna. Ia hilang akal hanya karena mendengar bahwa sesuatu telah terjadi kepada Revan. Untuk sesaat Hanna terkejut sebelum bergegas pergi meminta Andi untuk menyiapkan mobil. Selama di perjalanan, Yesha duduk dengan gelisah. Jantungnya berrdetak kencang. Rasa khawatir dan takut menjadi satu menghantui dirinya. Pikirannya penuh dengan sosok Revan. Tidak henti-hentinya ia ra
Revan hanya diam dan tidak mengatakan apapun, walau hanya sekedar bergumam. Ia merasa tidak nyaman dengan sikap Yesha yang tiba-tiba perhatian kepadanya. Selama ini, jangankan para pelayan, ayahnya sendiri tidak pernah menanyakan apapun yang telah ia dan Raka lakukan. Meski begitu ia dan Raka tidak pernah menuntut lebih. Yang ia tahu adalah bahwa ayahnya sangat menyayangi mereka. Itu saja sudah lebih dari cukup. “Bunda tahu Revan tidak akan memulai perkelahian lebih dulu.” Yesha melanjutkan ucapannya karena Revan yang tidak kunjung membuka suara. Ia kembali memeluk, tangannya tidak pernah berhenti mengelus kepala Revan. “Bunda yakin Revan bukanlah anak nakal seperti yang ibu guru katakan. Revan adalah anak bunda yang paling baik.” “Tentu saja!” sahut Revan dengan suara serak. “Danu yang lebih dulu menyebutku anak pembawa sial dan tidak memiliki ibu. Dia memukulku lebih dulu karena aku mengabaikan dia saat dia menyebutku anak sial dan tidak memiliki ibu, jadi aku balas memukul dan men
Yesha membuka mata secara perlahan ketika indra pendengarannya menangkap banyak suara di ruang rawat inapnya. Untuk sesaat pandangannya pudar sebelum berubah menjadi jelas. Betapa terkejutnya ia ketika netranya menatap sosok keluarga Altezza tengah mengelilingi boks di mana putrinya berada. “Papa! Mama!” pekik Yesha dengan suara parau. Dengan sedikit kesulitan Yesha mencoba untuk mengubah posisinya menjadi duduk. Mereka semua mengalihkan perhatian dari boks ke arah Yesha. Trisa dengan tanggap menghampiri Yesha dan membantunya untuk duduk. “Pelan-pelan.” “Mama.” Yesha menggenggam lengan Trisa dengan kuat, takut bahwa apa yang dilihatnya saat ini hanyalah halusinasinya saja karena dirinya yang sangat merindukan mereka. Trisa tersenyum lebar. Dibawanya Yesha ke dalam pelukan. “Iya, ini mama, Sayang.” Trisa mengelus lembut kepala putrinya yang hampir tiga bulan tidak bertemu. Yesha memeluk erat. Air mata mengalir membasahi wajahnya. “Jangan tinggalkan aku lagi, Ma.” “Kami tidak akan
Rivania dan Gevarel tidak terbiasa menjalani kehidupan sederhana yang jauh dari kemewahan. Karena itulah mereka menyewa rumah yang lumayan bagus dengan biaya sewa lima belas juta pertahun. Untuk biaya hidup, Gevarel mencoba untuk melamar pekerjaan, tetapi karena pemberitaan mengenai keluarganya, membuat namanya pun ikut terseret. Beberapa artikel menulis tentang keburukannya selama ini. Hal itu benar-benar berdampak besar pada citranya, membuat Gevarel kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Pada akhirnya ia hanya bisa bekerja sebagai kasir di sebuah mini market kecil. Sementara Rivania sendiri mencoba menemui beberapa kenalan lamanya dulu, berharap mereka mau membantunya. Bagaimanapun dirinya sudah tidak memungkinkan untuk bekerja di perusahaan. Dan untuk pekerjaan kasar, dirinya belum pernah melakukannya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Elivia. Wanita itu menyewa seseorang untuk membuntuti Rivania dan memotretnya, dan mengirimkannya kepada Dhimani. Tentu saja pria itu sangat marah
Keesokan harinya, pukul delapan pagi di sebuah restoran, Yesha memesan ruang pribadi untuk mereka. Ia tidak ingin pembicaraan mereka dicuri dengar oleh orang lain. Pasalnya berita mengenai Tuan Rahandika yang menjual perusahaannya pun sudah berada di televisi dan juga media cetak. Mengalahkan pemberitaan mengenai Dhimani yang diketahui memalsukan surat-surat kepemilikan perusahaan. Bagaimanapun para wartawan itu masih sedikit meragukan alasan Tuan Rahandika menjual perusahaan. Mereka meyakini bahwa pasti ada alasan lain yang membuat Tuan Rahandika sampai harus menjual perusahaan. “Ya, aku yang melakukannya.” Alfan mengakui. “Anggap saja ini hadiah untuk ayah dan bunda.” “Jangan bilang kalau sejak awal kamu memang sudah menargetkan mereka.” “Untuk membeli perusahaan, aku tidak merencanakannya. Itu muncul ketika Tuan Rahandika mengumumkan akan menjual perusahannya. Tapi sebelumnya aku memang sudah menargetkan mereka, lebih tepatnya aku menargetkan Arian.” Alfan pun menceritakan semu
Elivia benar-benar tidak menyangka bahwa polisi akan menindak laporannya dengan cepat. Bahkan kasusnya langsung masuk ke pengadilan setelah satu minggu dilakukan penyelidikan. Karena pihak terdakwa tidak memiliki pengacara untuk membela, sidang itu berjalan dengan lancar dan hukuman untuk Dhimani diputuskan pada sidang kedua yang dilakukan tiga hari berikutnya. Walaupun ia ingin Dhimani dihukum lebih, tetapi melihat kondisi Dhimani yang lumpuh, dirinya cukup puas dengan putusan hakim. “Ini adalah saham yang sudah kita sepakati.” Elivia meletakkan map di hadapan Yesha. “Totalnya tiga puluh persen seperti yang kamu minta.” Dua minggu lalu, setelah sidang putusan kasus pemalsuan Dhimani dijatuhkan, Elivia segera pergi ke perusahaan dengan asisten pribadi yang sengaja Rezvan berikan kepada wanita itu untuk membantunya belajar mengelola bisnis. Para pemegang saham memang sempat dibuat terkejut dengan kedatangan Elivia. Namun karena perusahaan yang berada dalam masalah finansial yang ser
Arian menatap Yesha dengan sedikit kebencian di matanya. “Kakak tahu kalau perusahaan ini adalah satu-satunya untuk kami bertahan hidup. Jika kakak tidak ingin menghancurkan keluargaku, seharusnya kakak memilih ayahku untuk tetap menjadi presdir. Jika posisi ayahku digantikan orang lain, kami tidak bisa bekerja di tempat lain karena orang sudah menilai buruk reputasi keluarga kami. Apalagi setelah berita di internet mengenai kehamilan Vania di luar nikah. Tidak ada perusahaan yang mau menerimanya bekerja.” Di luar, keluarga Rahandika terlihat baik-baik saja. Namun pada kenyataannya, keluarga mereka saat ini sangat kacau. Mereka tidak memiliki apa-apa lagi selain perusahaan itu. Karena itulah Tuan Rahandika berusaha keras membujuk beberapa pemegang saham untuk tetap mempertahankan dirinya sebagai pemimpin perusahaan. “Dengar, Arian. Ini adalah dunia bisnis, seharusnya kamu tahu apa yang diinginkan oleh seorang pebisnis. Tidak ada orang yang ingin membuat perusahaannya semakin terpuru
“Ketika aku menemanimu check up dan kita bertemu dengan Rivania. Aku tidak sengaja melihatmu tersenyum kecil ketika melihat Dhimani terbaring di rumah sakit. Karena merasa sedikit aneh, jadi aku meminta Damar untuk menyelidikinya.” Awalnya ia tidak curiga ketika Rivania mengatakan bahwa Dhimani mengalami kecelakaan tunggal ketika pulang dari perjalanan bisnis ke luar kota. Namun ketika ia melihat ekspresi dan senyum Yesha yang penuh kepuasan, ia yakin istrinya pasti telah melakukan sesuatu di belakangnya. Karena itulah ia meminta Damar untuk menyelidikinya. Dan dugaannya terbukti benar, bahwa semua itu adalah ulah istrinya. Walau begitu Rezvan tidak mengatakan apa-apa. Apalagi Yesha sendiri pun tidak mengatakan apa-apa. Meski sedikit marah karena Yesha tidak memberitahunya, tetapi ia mencoba untuk menghargai privasi istrinya. Yesha menghela napas pelan. “Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikannya darimu.” Tampaknya memang sulit untuk menyembunyikan apa pun dari Rezvan. Padahal Yes
Dada Rivania berdetak sangat cepat. Tanpa sadar, tangannya terkepal erat. Bagaimana mungkin Yesha bisa tahu rahasia terdalamnya bahwa Gevarel adalah anak Dhimani dan bukan anak Ardhani? Yesha menatap Rivania penuh dengan senyum mencemooh. “Mama tidak perlu menyembunyikannya lagi.” “Omong kosong apa yang kamu katakan!” Apa pun yang terjadi, Rivania tidak akan mengakuinya. Tidak dapat ia bayangkan jika sampai rahasia ini terungkap ke publik. Tidak hanya dirinya, semua anggota keluarganya pasti akan mendapatkan hinaan dan celaan dari semua orang, terutama dari kalangan pengusaha. “Omong kosong?” Yesha tertawa pelan. “Aku yakin mama pasti lebih tahu dibandingkan aku. Atau, mama mau aku mengatakannya secara langsung?” “Dengar, Yesha. Kalau kamu memang tidak ingin meminjami mama uang, tidak apa-apa. Tidak perlu mengatakan omong kosong yang tidak masuk akal dan mengatakan hal-hal yang tidak ada buktinya.” “Kalau mama mau bukti, kita bisa melakukan tes DNA kepada mereka berdua.” “Kau! D
Polisi benar-benar sigap menerima laporan yang diajukan oleh Elivia. Dalam dua hari setelah laporan masuk, polisi langsung menyelidiki Dhimani. Tentu saja hal itu membuat Rivania dan Gevarel terkejut ketika tiba-tiba ada beberapa polisi yang datang ke rumah mereka. Rivania semakin terkejut dengan keterangan polisi yang mengatakan bahwa ada yang menggugat Dhimani atas pemalsuan hak milik atas perusahaan milik mereka. Saat itu juga Rivania mencari pengacara untuk mendampingi Dhimani dalam manangani kasus ini. Rahasia yang selama ini terpendam erat pun akhirnya terkuak. Demi mempertahankan perusahaan yang sudah puluhan tahun, Rivania mengakui semuanya kepada kuasa hukumnya. Mengetahui bahwa pihak kliennya memang bersalah, sang kuasa hukum meminta bayaran lebih jika memang ingin memenangkan kasus ini. Sayangnya saat ini uang tabungan mereka sudah sangat menipis karena beberapa bulan terakhir ini pengeluaran mereka memang banyak. Namun pengeluaran mereka yang paling banyak adalah biaya un
Arian dan ayahnya sangat terkejut ketika melihat daftar pemegang saham terbaru mereka. Mereka tidak menyangka bahwa saat itu pemegang saham terbesar mereka adalah Yesha Altezza. Mereka berdua pun memutuskan untuk menemui Yesha sebelum rapat pemegang saham itu berlangsung. Meminta wanita itu untuk tidak setuju jika ada pemilihan pemimpin baru. Arian pun tidak menolak ketika ayahnya meminta dirinya menemui Yesha ketika wanita itu datang ke perusahaan untuk mengikuti rapat. Mereka memiliki kepercayaan dan keyakinan yang tinggi bahwa Yesha pasti akan setuju atas permintaan mereka, mengingat hubungan Arian dan Yesha saat ini adalah saudara ipar. Sementara untuk para pemegang saham yang memiliki jumlah saham sedikit, Arian dan ayahnya sudah mendatangi mereka dan meminta mereka untuk menolak usulan penggantian pemimpin perusahaan pada saat rapat. Tentu saja dengan imbalan masing-masing mendapatkan saham sebesar satu persen. “Jika memang ada sesuatu hal yang penting yang ingin kamu bicaraka