Tanpa rasa takut, Yesha menatap Rezvan tepat di mata pria itu. “Aku istrimu. Itu berarti aku adalah nyonya rumah di rumah ini. Jadi aku punya hak untuk melarang mereka. Bahkan aku juga punya hak untuk melakukan apa saja kepada mereka.”
Kening Rezvan berkerut dalam dengan alis sedikit terangkat. Ia tidak menyangka Yesha akan menjawab ucapannya dengan begitu lantang. Namun jika ia mengingat kembali, wanita itu memang berubah sejak selamat dari percobaan bunuh dirinya. Akan tetapi ia masih tidak percaya wanita itu akan berubah begitu drastis.
Yesha menatap Rezvan dengan senyum lebar. “Lebih baik sekarang kalian makan. Nanti kalian bisa terlambat pergi ke sekolah.”
“Papa, Raka tidak mau makan.” Raka bersikeras tidak mau memakan masakan yang dibuat oleh Yesha.
“Revan juga.” Revan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Yesha tidak memedulikan protesan mereka. Ia memperhatikan Ravindra yang makan dengan tenang. Ia tersenyum dan berkata. “Ravindra Sayang, bagaimana masakan bunda? Enak tidak?”
“Hm!” gumam Ravindra dengan mulut yang mengunyah makanan.
Senyum lebar menghiasi wajah Yesha. Dielusnya kepala Ravindra penuh sayang. “Kalau begitu Ravindra makan yang banyak biar cepat tumbuh besar dan kuat.”
Yesha meletakkan lauk ke piring Ravindra.
“Terima kasih,” ucap Ravindra dengan suara sedikit bergetar.
“Sama-sama, Sayang.” Yesha kembali mengelus kepala Ravindra.
Yesha melanjutkan menyantap makanannya. Tidak menyadari perubahan pada raut wajah suami dan ke dua anak kembarnya.
Rezvan dan si kembar tentu sangat terkejut dengan tindakan Yesha. Jika Rezvan bisa mengabaikan sikap Yesha yang berbeda dari biasanya, berbeda dengan si kembar. Dalam hati mereka mencibir atas perubahan sikap Yesha. Mereka berpikir Yesha pasti ingin mendapatkan perhatian dari ayah mereka. Sayangnya mereka berdua tidak akan membiarkan Yesha mendapatkan simpati ayahnya setelah pengkhianatan yang dilakukannya kepada ayah mereka.
Sementara Ravindra, hatinya sedikit menghangat dengan perhatian yang Yesha berikan. Walau ia sudah bersikap dingin dan tidak sopan kepada wanita itu, tetapi Yesha masih tetap baik kepadanya. Membuatnya seolah-olah mendapatkan kasih sayang yang selama ini ia inginkan. Dan tanpa anak itu sadari, matanya yang berwarna hitam mulai berkaca-kaca.
“Papa, ayo kita makan di luar saja,” pinta Revan yang jengah melihat Yesha. Ia ingin secepatnya pergi supaya tidak melihat wajah wanita yang telah menghancurkan kepercayaan mereka.
“Baiklah!”
Rezvan bangkit dari duduknya diikuti oleh Raka dan Revan. Mereka bertiga meninggalkan ruang makan tanpa menyentuh sedikit pun makanan yang sudah Yesha masak khusus untuk mereka.
Yesha hanya bisa menghela napas pelan melihat kepergian mereka bertiga. Tampaknya akan sangat sulit dan memerlukan banyak waktu untuk mengambil hati suami dan anak kembarnya itu. Biarpun begitu, ia tidak akan menyerah begitu mudah. Apapun yang terjadi, ia akan berjuang hingga mereka semua bisa menerima dirinya.
Usai menyelesaikan sarapan, Yesha mengantar Ravindra hingga depan rumah. Aldo sudah berdiri di samping mobil dan langsung membukakan pintu untuk Ravindra. Yesha masih berdiri di tempatnya hingga mobil yang membawa Ravindra benar-benar hilang dari pandangannya.
Yesha yang hendak berbalik ke dalam rumah, mengurungkan niatnya ketika sebuah mobil sedan merek Volvo berwarna silver memasuki halaman rumah. Mobil itu berhenti tepat di depannya. Dari pintu belakang mobil, keluar seorang wanita berusia akhir empat puluh tahun, mengenakan baju brokat berwarna hijau. Wanita itu menatap Yesha dengan pandangan tajam serta sedikit kebencian yang sengaja tidak disembunyikannya.
Dengan senyum yang dipaksakan, Yesha menayapa, “Mama!”
Tentu Yesha terkejut dengan kehadiran tamu yang tidak diundang di pagi hari ini. Firasatnya mengatakan bahwa kedatangan wanita itu pasti ada hubungannya dengan apa yang terjadi kemarin.
Mengabaikan sapaan Yesha, Febrina melangkah masuk, seolah-olah ini adalah rumahnya. Sementara Yesha tidak ambil pusing dan mengikuti langkah wanita itu memasuki rumah.
“Mama, ada apa pagi-pagi datang ke sini?” tanya Yesha basa-basi.
Ia tidak mengerti, dari semua orang yang ada, kenapa justru Raefal dan Febrina yang lebih dulu ia temui setelah dirinya dilahirkan kembali ke tubuh Yesha Altezza.
Febrina menatap Yesha tidak suka. “Kenapa? Apakah aku tidak boleh berkunjung ke rumah anakku sendiri?”
“Bukan begitu maksud Yesha, Ma.” Yesha tersenyum kecil, tetapi dalam hati ia mencibir atas sikap Febrina.
Anaknya sendiri?
Sejak kapan wanita itu menganggap Rezvan sebagai anaknya sendiri?
Berdasarkan informasi yang diberikan Zaidan, Rezvan tidak pernah akur dengan Andaru dan Febrina sejak pria itu membawa wanita itu ke rumah setelah satu bulan kematian ibunya. Saat memasuki sekolah menengah atas, Rezvan meninggalkan rumah orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen dan tidak pernah menginjakkan kaki ke rumah ayahnya kecuali ada hal yang sangat penting. Jadi kalau memang mereka benar-benar akur, Rezvan tidak mungkin akan angkat kaki dari rumah orang tuanya, kan?
Hanna datang membawa makanan dan camilan untuk mereka, membuat Febrina terpaksa menelan kembali kata-kata di tenggorokannya. Walaupun begitu matanya tidak lepas memandangi Yesha dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
“Aku tidak menyangka kau memiliki banyak nyawa. Aku benar-benar salut kepadamu yang masih bisa selamat walau sudah mencoba bunuh diri sebanyak dua kali,” ucapnya setelah kepergian Hanna. Senyum mengejek tergambar jelas di wajahnya.
Yesha tidak terkejut bahwa Febrina mengetahui tentang percobaan bunuh diri pemilik tubuh. Dari ucapan wanita itu, sudah dapat ditebak bahwa di rumahnya memang ada orang yang memata-matai dirinya. Tidak peduli Raefal atau Febrina yang memasukkan mata-mata di rumahnya, cepat atau lambat dirinya pasti akan menendang mereka dari rumahnya.
Yesha tersenyum dan berkata dengan santai, “Mungkin Tuhan masih sayang kepadaku, sehingga Tuhan enggan untuk mengambil nyawaku dan memberiku kesempatan untuk melanjutkan hidup.”
Sikap tenang Yesha membuat Febrina semakin tidak suka dengan wanita di hadapannya. kebenciannya pun semakin besar.
Awalnya ia tidak percaya ketika orang yang ia minta untuk mengawasi Yesha memberitahu dirinya bahwa Yesha telah berubah setelah selamat dari kematiannya. Menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, kini Febrina benar-benar yakin bahwa Yesha telah berubah sangat jauh dibandingkan sebelumnya.
Meski hatinya membara karena amarah, tetapi Febrina mencoba untuk tetap tenang. Sebagai orang yang lebih tua, sangat memalukan jika dirinya sampai lepas kendali di hadapan wanita muda seperti Yesha.
“Aku juga mendengar bahwa kemarin kamu menemui Raefal.” Febrina mengalihkan topik pembicaraan. Tujuan awalnya datang ke sini adalah untuk menemui Yesha dan meminta wanita itu untuk menjauhi anaknya.
Yesha tersenyum mengejek di dalam hati. Ucapan Febrina semakin memperkuat keyakinan Yesha bahwa memang ada orang yang memata-matai dirinya dan memberikan informasi sekecil apapun yang ia lakukan kepada wanita itu. Ia juga yakin Raefal pasti melakukan hal yang sama dilihat dari sikap pria itu kemarin.
“Ya. Tetapi bukan saya yang menemui, melainkan Raefal sendiri yang datang menemuiku.” Yesha mengambil minumannya dan meminumnya secara perlahan.
Ketenangan Yesha membuat Febrina berang. Bahkan dadanya terlihat naik turun menahan amarah. “Apakah ucapanku waktu itu tidak membuatmu mengerti?” suara Febrina dingin dan tajam.
***
Yesha menyandarkan diri pada sandaran sofa. “Mama tidak bisa menyalahkanku. Jika ingin disalahkan, maka mama harus menyalahkan anak kesayangan mama. Karena dialah yang selalu menemuiku lebih dulu.” Masih jelas dalam ingatan pemilik tubuh, Febrina berulang kali memintanya untuk menjauhi Raefal. Bahkan wanita itu mengancam tidak akan segan-segan mencelakai pemilik tubuh supaya ia meninggalkan putranya. Sayangnya pemilik tubuh mengabaikan ancaman Febrina dan masih sering menemui Raefal. Hingga akhirnya pemilik tubuh dengan perlahan mulai menghindari Raefal setelah Febrina benar-benar mewujudkan ancamannya. Sudah sering kali pemilik tubuh hampir kehilangan nyawanya. Bukannya mengjauhi pemilik tubuh, Raefal justru semakin sering menemui pemilik tubuh setelah mengetahui semua perbuatan ibunya kepada pemilik tubuh. Untuk sesaat ekspresi Febrina berubah mendengar ucapan Yesha. Tidak menyangka kini Yesha berani menyahuti ucapannya. Namun dengan cepat Febrina memasang ekspresi normal kembali.
Hanna menatap Yesha, ada keraguan di matanya untuk memberitahu wanita itu apa yang telah terjadi. Namun ketika melihat sorot mata penuh khawatir milik Yesha, akhirnya Hanna memberitahu bahwa yang baru saja menelepon adalah pihak sekolah Revan. Kening Yesha berkerut dalam. “Untuk apa pihak sekolah menelepon?” “Pihak sekolah meminta wali Tuan Muda Revan untuk datang ke sekolah.” Masih sedikit ragu untuk memberitahu apa yang telah terjadi. Namun Hanna kembali melanjutkan ucapannya kala Yesha terus menatapnya. “Sesuatu terjadi dengan Tuan Muda Revan. Pihak seko—” “Cepat siapkan mobil!” perintah Yesha memotong ucapan Hanna. Ia hilang akal hanya karena mendengar bahwa sesuatu telah terjadi kepada Revan. Untuk sesaat Hanna terkejut sebelum bergegas pergi meminta Andi untuk menyiapkan mobil. Selama di perjalanan, Yesha duduk dengan gelisah. Jantungnya berrdetak kencang. Rasa khawatir dan takut menjadi satu menghantui dirinya. Pikirannya penuh dengan sosok Revan. Tidak henti-hentinya ia ra
Revan hanya diam dan tidak mengatakan apapun, walau hanya sekedar bergumam. Ia merasa tidak nyaman dengan sikap Yesha yang tiba-tiba perhatian kepadanya. Selama ini, jangankan para pelayan, ayahnya sendiri tidak pernah menanyakan apapun yang telah ia dan Raka lakukan. Meski begitu ia dan Raka tidak pernah menuntut lebih. Yang ia tahu adalah bahwa ayahnya sangat menyayangi mereka. Itu saja sudah lebih dari cukup. “Bunda tahu Revan tidak akan memulai perkelahian lebih dulu.” Yesha melanjutkan ucapannya karena Revan yang tidak kunjung membuka suara. Ia kembali memeluk, tangannya tidak pernah berhenti mengelus kepala Revan. “Bunda yakin Revan bukanlah anak nakal seperti yang ibu guru katakan. Revan adalah anak bunda yang paling baik.” “Tentu saja!” sahut Revan dengan suara serak. “Danu yang lebih dulu menyebutku anak pembawa sial dan tidak memiliki ibu. Dia memukulku lebih dulu karena aku mengabaikan dia saat dia menyebutku anak sial dan tidak memiliki ibu, jadi aku balas memukul dan men
Dadanya sakit, tetapi sebisa mungkin Yesha tidak menunjukkan emosi apapun pada raut wajahnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tubuhnya bergetar karena menahan emosi. Walau ia tidak sudi untuk berbicara dan mendengar suara laki-laki itu, tetapi saat ini ia tidak memiliki pilihan lain selain meladeni pria di hadapannya. Bagaimanapun saat ini ia bukan berada di tubuhnya sendiri, melainkan di tubuh orang lain. “Ya, kebetulan sekali,” ucapnya dengan senyum kecil menghiasi wajahnya, tetapi di dalam hati merutuki kesialannya hari ini karena bertemu dengan Arian. Ya, pria di hadapannya ini adalah Arian Rahandika, kekasihnya di kehidupan sebelumnya. Pria berengsek yang telah mengkhianatinya. “Kak Yesha, bisakah kita mengobrol sebentar?” ajak Arian penuh harap. “Maaf, Arian, aku tidak bisa.” Yesha menolak cepat. “Hanya sebentar saja, Kak.” “Maaf, Arian, tetapi sebentar lagi Raka pulang sekolah dan aku harus menjemput Raka.” “Kak, tolong bantu aku berbaikan dengan Vania. Sudah empat har
Yesha duduk di sofa tunggal yang ada di hadapan Rezvan. “Ini tentang Revan,” ucapnya langsung ke inti pembicaraan. “Ada apa dengan Revan?” tanya Rezvan cepat, ia akan selalu hilang kendali setiap kali menyangkut tentang anak kembarnya. “Tidak ada hal buruk yang terjadi dengan Revan.” Mendengar itu, Rezvan menghela napas lega di dalam hati. Ia menyandarkan tubuhnya kembali ke sandaran sofa. “Lalu apa masalahnya?” Yesha menatap Rezvan tepat di mata pria itu. “Tadi pagi pihak sekolah menelepon dan meminta wali dari Revan untuk datang ke sekolahan. Hanna memberitahuku jika selama ini kepala pelayan yang selalu datang sebagai wali dari anak-anak.” “Apa masalahnya kalau Dival yang datang ke sekolah sebagai wali dari Raka dan Revan? Aku sangat sibuk dan tidak ada waktu untuk berurusan dengan hal sepele seperti itu.” Rezvan berkata acuh tak acuh. Rezvan pikir Yesha akan mengatakan hal penting apa tentang anak-anaknya, tidak menyangka bahwa ia hanya mempertanyakan wali dari anak-anaknya.
Yesha menatap gedung dengan dua puluh lantai di hadapannya untuk sesaat sebelum melangkahkan kaki memasuki gedung. Selama menikah, pemilik tubuh tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di perusahaan Rezvan. Tidak heran jika para karyawan terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba ini. Mengabaikan tatapan terkejut para karyawan, Yesha berjalan menuju meja resepsionis dan langsung pergi ke ruang kerja Rezvan yang berada di lantai delapan belas seperti yang dikatakan oleh resepsionis itu. Sayangnya Rezvan tidak ada di ruang kerjanya ketika ia datang. “Permisi, ke mana Pak Rezvan?” tanya Yesha saat keluar dari ruang kerja Rezvan dan berpapasan dengan seorang wanita yang merupakan sekretaris Rezvan. Sama seperti para karyawan di lantai bawah, wanita itu pun terkejut dengan kedatangan Yesha. Namun secepat mungkin ia memasang senyum ramah dan berkata, “Pak Rezvan sedang ada rapat. Ada yang bisa saya bantu, Bu?” “Tidak. Kira-kira kapan dia akan kembali?” “Kurang lebih tiga puluh menit
“Harus berapa kali kukatakan untuk tidak menemui Raefal di hadapanku?” bukannya menjawab, Rezvan justru bertanya balik kepada Yesha. “Aku tidak mempermasalahkan kau bertemu Raefal, berpelukan atau berciuman dengan dia. Hanya saja jangan pernah di depan rumahku, apalagi di depan gedung perusahaanku.” Rezvan menekankan kata terakhirnya. “Apa kau ingin merusak citraku dan membuat rumor yang mengakibatkan saham perusahaanku turun?” Saat kembali ke ruang kerjanya, Rezvan mendapat laporan dari sekretarisnya bahwa Yesha datang ke perusahaan dan mencari dirinya. Selain itu ia juga mendapatkan laporan dari asisten pribadinya bahwa Yesha bertemu dengan Raefal di depan gedung perusahaan. Tentu saja hal itu membuatnya geram bukan main. Sudah berulang kali ia memperingatkan Yesha untuk tidak bertemu pria lain di sekitar rumahnya, atau di mana tempat dirinya berada, apalagi di depan gedung perusahaannya. Namun sepertinya wanita itu sengaja mengabaikan peringatannya dan mencoba untuk mengejek dirin
“Masuk!” perintah Yesha dari dalam kamarnya. Pintu terbuka dan menampilkan sosok Hanna. Tadi setelah ia selesai memasak untuk makan siang, ia meminta Hanna untuk menemuinya di kamar setelah dirinya menemani Ravindra tidur siang. Ada sesuatu yang ingin ia bicarakan, dan ia merasa saat ini hanya kamarnyalah tempat teraman di rumahnya. “Hanna,” Yesha menatap Hanna yang berdiri di hadapannya. “Dari semua pelayan di rumah ini, aku hanya bisa mempercayaimu. Karena itulah aku ingin minta tolong kepadamu.” Hati Hanna menghangat, matanya berkaca-kaca mendengar ucapan Yesha. “Nyonya, terima kasih untuk kepercayaan yang Anda berikan. Saya berjanji akan menjaga kepercayaan Anda. Jadi, apa yang bisa saya lakukan untuk Anda, Nyonya?” “Aku ingin kamu mengawasi setiap pelayan di rumah ini, termasuk kepala pelayan, Dival.” Yesha berkata langsung ke intinya. Hanna heran dengan permintaan Yesha. Walau banyak pertanyaan di benaknya, tetapi ia tidak berani bertanya atau membantah. Ia hanya bisa menuru
Yesha membuka mata secara perlahan ketika indra pendengarannya menangkap banyak suara di ruang rawat inapnya. Untuk sesaat pandangannya pudar sebelum berubah menjadi jelas. Betapa terkejutnya ia ketika netranya menatap sosok keluarga Altezza tengah mengelilingi boks di mana putrinya berada. “Papa! Mama!” pekik Yesha dengan suara parau. Dengan sedikit kesulitan Yesha mencoba untuk mengubah posisinya menjadi duduk. Mereka semua mengalihkan perhatian dari boks ke arah Yesha. Trisa dengan tanggap menghampiri Yesha dan membantunya untuk duduk. “Pelan-pelan.” “Mama.” Yesha menggenggam lengan Trisa dengan kuat, takut bahwa apa yang dilihatnya saat ini hanyalah halusinasinya saja karena dirinya yang sangat merindukan mereka. Trisa tersenyum lebar. Dibawanya Yesha ke dalam pelukan. “Iya, ini mama, Sayang.” Trisa mengelus lembut kepala putrinya yang hampir tiga bulan tidak bertemu. Yesha memeluk erat. Air mata mengalir membasahi wajahnya. “Jangan tinggalkan aku lagi, Ma.” “Kami tidak akan
Rivania dan Gevarel tidak terbiasa menjalani kehidupan sederhana yang jauh dari kemewahan. Karena itulah mereka menyewa rumah yang lumayan bagus dengan biaya sewa lima belas juta pertahun. Untuk biaya hidup, Gevarel mencoba untuk melamar pekerjaan, tetapi karena pemberitaan mengenai keluarganya, membuat namanya pun ikut terseret. Beberapa artikel menulis tentang keburukannya selama ini. Hal itu benar-benar berdampak besar pada citranya, membuat Gevarel kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Pada akhirnya ia hanya bisa bekerja sebagai kasir di sebuah mini market kecil. Sementara Rivania sendiri mencoba menemui beberapa kenalan lamanya dulu, berharap mereka mau membantunya. Bagaimanapun dirinya sudah tidak memungkinkan untuk bekerja di perusahaan. Dan untuk pekerjaan kasar, dirinya belum pernah melakukannya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Elivia. Wanita itu menyewa seseorang untuk membuntuti Rivania dan memotretnya, dan mengirimkannya kepada Dhimani. Tentu saja pria itu sangat marah
Keesokan harinya, pukul delapan pagi di sebuah restoran, Yesha memesan ruang pribadi untuk mereka. Ia tidak ingin pembicaraan mereka dicuri dengar oleh orang lain. Pasalnya berita mengenai Tuan Rahandika yang menjual perusahaannya pun sudah berada di televisi dan juga media cetak. Mengalahkan pemberitaan mengenai Dhimani yang diketahui memalsukan surat-surat kepemilikan perusahaan. Bagaimanapun para wartawan itu masih sedikit meragukan alasan Tuan Rahandika menjual perusahaan. Mereka meyakini bahwa pasti ada alasan lain yang membuat Tuan Rahandika sampai harus menjual perusahaan. “Ya, aku yang melakukannya.” Alfan mengakui. “Anggap saja ini hadiah untuk ayah dan bunda.” “Jangan bilang kalau sejak awal kamu memang sudah menargetkan mereka.” “Untuk membeli perusahaan, aku tidak merencanakannya. Itu muncul ketika Tuan Rahandika mengumumkan akan menjual perusahannya. Tapi sebelumnya aku memang sudah menargetkan mereka, lebih tepatnya aku menargetkan Arian.” Alfan pun menceritakan semu
Elivia benar-benar tidak menyangka bahwa polisi akan menindak laporannya dengan cepat. Bahkan kasusnya langsung masuk ke pengadilan setelah satu minggu dilakukan penyelidikan. Karena pihak terdakwa tidak memiliki pengacara untuk membela, sidang itu berjalan dengan lancar dan hukuman untuk Dhimani diputuskan pada sidang kedua yang dilakukan tiga hari berikutnya. Walaupun ia ingin Dhimani dihukum lebih, tetapi melihat kondisi Dhimani yang lumpuh, dirinya cukup puas dengan putusan hakim. “Ini adalah saham yang sudah kita sepakati.” Elivia meletakkan map di hadapan Yesha. “Totalnya tiga puluh persen seperti yang kamu minta.” Dua minggu lalu, setelah sidang putusan kasus pemalsuan Dhimani dijatuhkan, Elivia segera pergi ke perusahaan dengan asisten pribadi yang sengaja Rezvan berikan kepada wanita itu untuk membantunya belajar mengelola bisnis. Para pemegang saham memang sempat dibuat terkejut dengan kedatangan Elivia. Namun karena perusahaan yang berada dalam masalah finansial yang ser
Arian menatap Yesha dengan sedikit kebencian di matanya. “Kakak tahu kalau perusahaan ini adalah satu-satunya untuk kami bertahan hidup. Jika kakak tidak ingin menghancurkan keluargaku, seharusnya kakak memilih ayahku untuk tetap menjadi presdir. Jika posisi ayahku digantikan orang lain, kami tidak bisa bekerja di tempat lain karena orang sudah menilai buruk reputasi keluarga kami. Apalagi setelah berita di internet mengenai kehamilan Vania di luar nikah. Tidak ada perusahaan yang mau menerimanya bekerja.” Di luar, keluarga Rahandika terlihat baik-baik saja. Namun pada kenyataannya, keluarga mereka saat ini sangat kacau. Mereka tidak memiliki apa-apa lagi selain perusahaan itu. Karena itulah Tuan Rahandika berusaha keras membujuk beberapa pemegang saham untuk tetap mempertahankan dirinya sebagai pemimpin perusahaan. “Dengar, Arian. Ini adalah dunia bisnis, seharusnya kamu tahu apa yang diinginkan oleh seorang pebisnis. Tidak ada orang yang ingin membuat perusahaannya semakin terpuru
“Ketika aku menemanimu check up dan kita bertemu dengan Rivania. Aku tidak sengaja melihatmu tersenyum kecil ketika melihat Dhimani terbaring di rumah sakit. Karena merasa sedikit aneh, jadi aku meminta Damar untuk menyelidikinya.” Awalnya ia tidak curiga ketika Rivania mengatakan bahwa Dhimani mengalami kecelakaan tunggal ketika pulang dari perjalanan bisnis ke luar kota. Namun ketika ia melihat ekspresi dan senyum Yesha yang penuh kepuasan, ia yakin istrinya pasti telah melakukan sesuatu di belakangnya. Karena itulah ia meminta Damar untuk menyelidikinya. Dan dugaannya terbukti benar, bahwa semua itu adalah ulah istrinya. Walau begitu Rezvan tidak mengatakan apa-apa. Apalagi Yesha sendiri pun tidak mengatakan apa-apa. Meski sedikit marah karena Yesha tidak memberitahunya, tetapi ia mencoba untuk menghargai privasi istrinya. Yesha menghela napas pelan. “Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikannya darimu.” Tampaknya memang sulit untuk menyembunyikan apa pun dari Rezvan. Padahal Yes
Dada Rivania berdetak sangat cepat. Tanpa sadar, tangannya terkepal erat. Bagaimana mungkin Yesha bisa tahu rahasia terdalamnya bahwa Gevarel adalah anak Dhimani dan bukan anak Ardhani? Yesha menatap Rivania penuh dengan senyum mencemooh. “Mama tidak perlu menyembunyikannya lagi.” “Omong kosong apa yang kamu katakan!” Apa pun yang terjadi, Rivania tidak akan mengakuinya. Tidak dapat ia bayangkan jika sampai rahasia ini terungkap ke publik. Tidak hanya dirinya, semua anggota keluarganya pasti akan mendapatkan hinaan dan celaan dari semua orang, terutama dari kalangan pengusaha. “Omong kosong?” Yesha tertawa pelan. “Aku yakin mama pasti lebih tahu dibandingkan aku. Atau, mama mau aku mengatakannya secara langsung?” “Dengar, Yesha. Kalau kamu memang tidak ingin meminjami mama uang, tidak apa-apa. Tidak perlu mengatakan omong kosong yang tidak masuk akal dan mengatakan hal-hal yang tidak ada buktinya.” “Kalau mama mau bukti, kita bisa melakukan tes DNA kepada mereka berdua.” “Kau! D
Polisi benar-benar sigap menerima laporan yang diajukan oleh Elivia. Dalam dua hari setelah laporan masuk, polisi langsung menyelidiki Dhimani. Tentu saja hal itu membuat Rivania dan Gevarel terkejut ketika tiba-tiba ada beberapa polisi yang datang ke rumah mereka. Rivania semakin terkejut dengan keterangan polisi yang mengatakan bahwa ada yang menggugat Dhimani atas pemalsuan hak milik atas perusahaan milik mereka. Saat itu juga Rivania mencari pengacara untuk mendampingi Dhimani dalam manangani kasus ini. Rahasia yang selama ini terpendam erat pun akhirnya terkuak. Demi mempertahankan perusahaan yang sudah puluhan tahun, Rivania mengakui semuanya kepada kuasa hukumnya. Mengetahui bahwa pihak kliennya memang bersalah, sang kuasa hukum meminta bayaran lebih jika memang ingin memenangkan kasus ini. Sayangnya saat ini uang tabungan mereka sudah sangat menipis karena beberapa bulan terakhir ini pengeluaran mereka memang banyak. Namun pengeluaran mereka yang paling banyak adalah biaya un
Arian dan ayahnya sangat terkejut ketika melihat daftar pemegang saham terbaru mereka. Mereka tidak menyangka bahwa saat itu pemegang saham terbesar mereka adalah Yesha Altezza. Mereka berdua pun memutuskan untuk menemui Yesha sebelum rapat pemegang saham itu berlangsung. Meminta wanita itu untuk tidak setuju jika ada pemilihan pemimpin baru. Arian pun tidak menolak ketika ayahnya meminta dirinya menemui Yesha ketika wanita itu datang ke perusahaan untuk mengikuti rapat. Mereka memiliki kepercayaan dan keyakinan yang tinggi bahwa Yesha pasti akan setuju atas permintaan mereka, mengingat hubungan Arian dan Yesha saat ini adalah saudara ipar. Sementara untuk para pemegang saham yang memiliki jumlah saham sedikit, Arian dan ayahnya sudah mendatangi mereka dan meminta mereka untuk menolak usulan penggantian pemimpin perusahaan pada saat rapat. Tentu saja dengan imbalan masing-masing mendapatkan saham sebesar satu persen. “Jika memang ada sesuatu hal yang penting yang ingin kamu bicaraka