Lastri terdiam sejenak. Wajah Utari tampak suram, sementara ekspresi Ajeng juga terlihat masam, bahkan dia mengulurkan tangan untuk melepaskan anting-antingnya. Para anak kecil bertatapan dan tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun.Lastri menunduk untuk melihat kotak di tangannya, perasaan dingin menyelimuti hatinya. Jika Ririn lebih peduli pada adiknya, apakah dia perlu repot-repot menyenangkan hati Ajeng? Namun di mata Ririn, yang penting hanya barang mewah. Ririn tidak pernah memikirkan alasan mengapa dia melakukan semua ini!Lastri menarik kembali kotaknya, lalu berkata dengan wajah datar, "Ibu, jangan bercanda. Bibi Ajeng bukan orang luar. Kalau Ibu nggak mengakui saya sebagai anak, aku rasa Ibu nggak membutuhkan hadiah ini."Setelah berkata demikian, Lastri berbalik untuk pergi. Namun, Ririn langsung merebut kotak itu dari tangannya. "Anak ini, aku cuma bercanda. Kamu memberikan sesuatu yang begitu bagus untuk bibimu, jangan sampai yang kamu berikan padaku lebih murah lho!"
Begitu Ririn berbicara, suasana riang di dalam ruangan langsung berubah. Lastri menggigit bibir, hatinya dipenuhi rasa sakit dan tak berdaya.Utari menyadari ketidakberdayaan cucunya, alisnya mengernyit. Melihat itu, Ajeng segera menyuruh anak-anak untuk keluar lebih dulu.Utari menepuk tangan Lastri, memberi isyarat agar dia tidak marah. Ketika hendak berbicara, dia mendengar cucunya berkata, "Ibu, pil ginseng astragalus ini sangat langka. Aku cuma dapat satu kotak, semuanya ada di sini.""Karena Nenek kurang sehat, aku memberikan semuanya kepada Nenek. Kalau permintaan maaf yang Ibu katakan ...."Tatapan Lastri menjadi dingin, begitu juga suaranya. "Apa Ibu sudah lupa siapa yang sebenarnya dijodohkan dengan Keluarga Moestopo?"Ririn tertegun, lalu menyahut dengan enggan, "Nggak ada ya nggak ada, kenapa kamu harus galak begini. Lastri, sepertinya sifatmu semakin keras. Beberapa hari lagi ulang tahun bibi dari pihakku, jangan lupa memberinya selamat."Lastri yang sedang memapah Utari p
Namun, tak disangka, Lastri sama sekali tak terpengaruh. Dia terkekeh-kekeh sinis. "Kalau kamu nggak takut Ibu mengosongkan seluruh paviliun barat, silakan saja pergi mengadu.""Ibu nggak akan melakukan itu!" Gibran marah. "Kamu cuma suka ikut campur. Ibu bilang semua barang itu milikku."Kedua bersaudara itu terus berdebat sampai tiba di depan gerbang akademi. Melihat pintu masuk akademi yang megah, Gibran tampak enggan untuk turun. Lastri langsung menariknya."Kalau aku tahu kamu bolos sekolah, aku akan menemui guru dan menyuruhmu tinggal di akademi. Kalau kamu nggak percaya, coba saja."Keputusasaan melintas di mata Gibran. Dengan perasaan enggan, dia diseret masuk oleh kedua kakaknya.Dalam perjalanan pulang, Lastri tidak langsung kembali ke rumah, melainkan memerintahkan kusir untuk menuju ke bagian utara kota.Tiga toko yang diberikan Heru sebagai mahar semuanya terletak di bagian utara kota. Di kehidupan sebelumnya, dia menggunakan ketiga toko ini untuk membantu Resnu meniti jal
"Suamiku sudah pulang!"Guntur baru saja melangkah masuk ke ruang tamu. Tiba-tiba, dia melihat Lastri menyambutnya dengan penuh antusiasme.Dia mendongak dan melihat wanita di depan yang mengenakan gaun sifon merah dengan model kerah silang, dihiasi sabuk senada yang menonjolkan pinggang rampingnya. Wajah mungil yang cantik tanpa riasan tampak tersenyum manis sambil memandangnya dengan mata berbinar.Guntur tertegun sejenak melihat senyuman cerah itu, wajah dan telinganya sampai memerah. Dia pun mengalihkan pandangannya dengan agak canggung dan hanya mengangguk dingin.Guntur berusaha menenangkan jantungnya yang berdegup kencang. Dalam hatinya, dia memarahi diri sendiri karena terlalu lemah.Wanita ini tersenyum begitu manis kepadanya, pasti karena ibunya telah menasihatinya lagi agar bersikap baik. Jika tidak, dia tak akan pernah berinisiatif bersikap ramah.Lastri tidak memperhatikan reaksi Guntur. Dia meminta seseorang membawa air, lalu menyerahkan handuk kecil kepadanya untuk mencu
Jantung Lastri sontak berdetak kencang, tidak mengerti dari mana datangnya amarah Guntur. Dia mencoba bertanya dengan hati-hati, "Suamiku, kamu nggak mau membantuku?"Guntur terkekeh-kekeh sinis, menatapnya dengan penuh ejekan. "Bukankah tujuan Resnu kamu? Kamu ingin memberitahuku apa? Apa kamu pikir aku cukup besar hati hingga diam saja saat seseorang mengincar istriku?"Lastri bertemu dengan tatapan suram Guntur. Dia membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya ingin meminta bantuan Guntur, tetapi sepenuhnya mengabaikan kemungkinan bahwa Guntur bisa salah paham.Benar! Di mata orang lain, Resnu masuk ke tokonya adalah bukti dia masih menyimpan perasaan. Meskipun Lastri tidak punya perasaan apa pun, di mata Guntur, hal itu sama saja dengan pamer.Apalagi, Guntur juga tidak akan percaya bahwa Resnu bisa berbuat jahat padanya. Di mata Guntur, Resnu sama sekali tidak bernilai. Tanpa hubungannya dengan Lastri, Resnu bahkan tidak akan bisa mendekati gerbang Kediaman Adi
Guntur menghabiskan makanan yang diantarkan oleh Icha ke ruang kerjanya. Setelah selesai makan, dia baru menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Dia sedang marah!"Jaka!""Tuan memanggilku?" Jaka yang berjaga di depan pintu segera masuk."Bawa peralatan makan itu ke dapur.""Baik, aku akan minta pelayan membereskannya."Guntur mengerutkan kening. "Kamu sendiri yang antar."Jaka termangu. Sejak kapan dia harus mengurus hal-hal seperti ini?Melihat Jaka terdiam, Guntur mengangkat alis. "Kenapa? Sekarang aku nggak boleh menyuruhmu lagi?""Laksanakan."Suasana hati tuannya sedang buruk. Apa yang bisa dia lakukan? Akhirnya, dia pasrah dan mulai membereskan peralatan makan, lalu membawanya ke dapur.Namun, saat sampai di gerbang, Jaka bertemu dengan Frida. Mereka saling menyapa. Frida pun bertanya dengan penasaran, "Jaka, apa yang kamu lakukan?"Jaka mengetuk kotak makanan di tangannya. "Mengantar peralatan makan.""Biasanya pelayan yang mengantar. Kenapa kamu sendiri yang melakukannya kali
Ketika Lastri belum menemukan cara untuk memiliki seorang anak agar posisinya lebih terjamin di Kediaman Adipati, kakak iparnya telah datang.Keesokan pagi saat keluar dari paviliun, Lastri melihat Guntur sudah menunggu di depan pintu. Dia terdiam sejenak, mengingat kejadian kemarin. Rasanya agak lucu, sekaligus ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.Meskipun temperamennya kurang baik, Guntur sangat menghargai Lastri di depan orang-orang di Kediaman Adipati. Selama beberapa hari setelah pernikahan, Guntur tidak pernah bermalaman di tempat lain.Berkat Guntur, Lastri mendapatkan kendali atas pelayan di paviliun dan memperoleh rasa hormat dari Rahayu. Lastri menghargai ini. Dia kembali memikirkan cara untuk hamil anak Guntur.Guntur berjalan bersama Lastri menuju paviliun tengah. Dia tidak bisa menurunkan egonya untuk berbicara lebih dulu dengan istrinya. Namun, setelah menunggu lama, orang di sebelahnya tetap diam.Guntur melirik ke bawah dan melihat Lastri berjalan sambil melamun. Dia
"Kalau nggak bisa bicara dengan baik, sebaiknya kembali saja ke kediaman Adipati Bayu," kata Guntur sambil melindungi Lastri di belakangnya. Wajahnya penuh dengan ketegasan dan matanya memancarkan rasa muak saat menatap Anisa."Dia adalah istriku yang resmi dan sah, sekaligus calon nyonya besar keluarga ini. Kamu nggak pantas bicara sembarangan di sini."Anisa terdiam. Dia tidak menyangka hanya karena sedikit kritikan, Guntur akan menanggapi dengan sekeras ini. Dia langsung menutupi wajahnya dan menangis. "Huhuhu, Ibu, lihat Guntur! Aku cuma bicara sedikit, tapi dia berkata seperti itu kepadaku. Aku nggak mau hidup lagi!""Kalau begitu, pergi mati saja!" balas Guntur dengan dingin sambil menggandeng Lastri keluar dari ruangan. "Ayah, Ibu, kalau dia datang lagi lain kali, nggak perlu memanggil kami.""Guntur, berhenti!" seru Rahayu, merasa pusing dengan pertengkaran kedua anaknya yang seolah-olah tiada habisnya.Namun, Guntur yang diliputi kemarahan tampaknya tidak mendengar dan terus b
Setelah mendengar omongan Lastri, semua orang di kamar itu tersentak kaget ketika melihat ekspresinya yang serius. Mereka sadar bahwa Lastri yang berdiri di depan mereka sudah bukan gadis kecil yang mudah diperdaya oleh mereka seperti dulu. Lastri sudah menikah dan memiliki dukungan Keluarga Adipati.Akan tetapi, Sekar merasa enggan. Dia berseru dengan marah, "Kamu mengancam kami? Kak Lastri, kami ini kerabatmu. Bibi sangat baik pada kami. Kenapa kamu nggak bisa membantu kami?"Lastri menyeringai. Dia menyindir, "Kalau ikuti logikamu, sekarang aku nggak seharusnya berada di sini, tapi di Kediaman Keluarga Sudrajat."Sekar hendak berbicara lagi, "Kamu ....""Cukup!" bentak Gendis sambil memelototi Sekar. Lalu, dia menoleh pada Lastri dan berkata, "Lastri benar, tapi sekarang pamanmu sudah ditangkap. Kita harusnya bersatu hati pada saat sekarang. Lastri, kamu nggak boleh berpangku tangan!"Lastri menundukkan tatapannya. Dia berujar, "Aku hanyalah menantu baru. Sekalipun aku mau bantu, ak
Lastri menatap Gendis. Gendis tampak sedih, tetapi ada kelicikan dalam tatapan matanya. Lastri pun menyeringai sinis dalam hati. Mengapa dia begitu buta sebelumnya sehingga merasa Gendis benar-benar menyayanginya?Lastri tidak mengekspresikan apa pun. Dia buru-buru berlari ke depan dan memegangi Gendis. Dia bertanya, "Nenek, ada apa dengan Nenek? Kenapa Bibi Liana malah menangis? Di mana ibuku?"Liana tiba-tiba maju ke depan Lastri dan berseru, "Lastri! Cepat selamatkan pamanmu! Cepat suruh Guntur selamatkan pamanmu."Lastri terdiam. Gendis langsung menegur, "Diam! Kamu pikir pengadilan milik Keluarga Adipati? Mana bisa menyelamatkan orang dengan semudah itu?"Meskipun Gendis juga berpikir begitu, kalimat itu tidak bisa diungkapkan! Lalu, Gendis berkata pada Lastri, "Lastri, tadi ada sekelompok tentara yang datang dan menangkap pamanmu. Guntur memiliki kemampuan, kamu suruh dia bantu cari tahu apa kesalahan pamanmu. Biar kita bisa pikirkan solusinya!"Lastri menyanggupi, "Nenek, jangan
Yani berlari ke dalam paviliun tengah. Pada saat ini, Gendis duduk di kursi utama dengan memakai gaun brokat ungu tua dan ikat kepala ungu tua. Wajahnya yang berbentuk persegi tampak serius dan tegas, sangat berwibawa.Melihat Yani masuk sendirian, Gendis mengernyit sambil bertanya, "Kenapa hanya kamu? Di mana Lastri?"Yani menjawab, "Nyonya Gendis, Nona Lastri sudah pergi.""Sudah pergi? Siapa yang menyuruhnya pergi?" bentak Gendis sambil memukul meja. "Nona Lastri langsung pergi karena pintu depan nggak dibuka. Pelayannya yang tampak asing bilang dia akan beri tahu Nyonya Rahayu bahwa Keluarga Surbakti menghina Nona Lastri."Istri Hadi, Liana, berseru dengan panik, "Apa? Kenapa kamu biarkan dia pergi? Kalau dia pergi, bagaimana dengan acara ulang tahunku?"Gendis memelototi Ririn dan menegurnya, "Lihat anakmu itu, sekarang sudah bersikap congkak di depanku. Saat dia ambil mahar Sekar kala itu, kamu bilang kamu akan menebusnya, jadi aku nggak bilang apa-apa. Sekarang suruh dia pulang
Wajah Guntur menjadi masam. Dia bertanya, "Kenapa kamu bilang begitu? Apa ada orang yang mengatakan sesuatu pada Lastri?"Dalam dua hari ini, Guntur sibuk di kantor dan selalu pulang tengah malam. Guntur bahkan tidur di ruang kerja paviliun depan agar tidak mengganggu Lastri. Akan tetapi, sejak dimarahi olehnya waktu itu, tidak ada orang yang berani mendatangi Guntur lagi.Mungkinkah ada orang yang memiliki niat lain karena dia tidur di paviliun depan sehingga membuat Lastri marah?Melihat Guntur salah paham, Jaka bergegas berucap, "Bukan, ini karena Nyonya Lastri sendiri."Jaka menceritakan apa yang dilakukan Lastri kepada Hadi. Lalu, dia berkata, "Aku pun bisa memikirkan ide seperti Nyonya Lastri ini. Kelak kalau Hadi tahu ... tsk tsk tsk. Ide ini sungguh licik ... nggak, ini ide bagus!"Jaka langsung mengubah perkataannya karena melihat ekspresi Guntur yang makin agresif. Guntur memelototinya dan memberi perintah, "Cepat pulang. Suruh Paman Ismu kirimkan dua pelayan yang pandai bela
Keesokan hari, Guntur menyuruh Jaka untuk mematuhi perintah Lastri. Lastri bertemu dengan Jaka di paviliun depan. Lastri memerintahkan Jaka untuk menyelidiki Keluarga Surbakti."Hadi bekerja sebagai staf biasa di Kementerian Pembangunan. Aku mau kamu selidiki tentang penyalahgunaan jabatannya tanpa terkecuali. Harus lengkap dengan saksi mata dan barang bukti," perintah Lastri.Jaka terkesiap. Dia menoleh pada Lastri dengan kaget. Lalu, Lastri mengangkat alis seraya bertanya, "Apa ada masalah?""Nggak!" seru Jaka. Dia menekan kekagetan di dalam hatinya dan berkata dengan hormat, "Hamba akan menyelidikinya secepat mungkin."Lastri mengangguk. Setelah itu, dia membubarkan Jaka. Jaka melaksanakan tugas dengan sangat sungguh-sungguh karena telah mendapat perintah dari Guntur dan tahu betapa pentingnya Lastri bagi Guntur.Belum sampai tiga hari, Jaka sudah menyerahkan hasil penyelidikan tentang semua masalah Keluarga Surbakti kepada Lastri. Saat Lastri membacanya, Jaka menerangkan, "Nyonya
"Suruh dia masuk," seru Guntur. Lalu, Guntur berkata lagi, "Lain kali kalau Lastri mencariku, langsung lapor." Pengawal itu menyanggupi, "Baik!"Sudah satu jam Frida menunggu di luar halaman. Awalnya, Frida mengira Guntur sengaja mengabaikannya karena marah kepada Lastri. Begitu melihat dua penasihat itu keluar dari ruang kerja, Frida sadar dirinya datang di saat yang tidak tepat.Di dalam ruang kerja, Guntur mengangkat alis saat melihat Frida. Dia bertanya, "Ada masalah apa?"Frida berpikir dalam hati, Lastri menyuruhnya meminjam Jaka dari Guntur, tetapi Guntur harus membicarakan urusan penting semacam itu secara langsung dengan Lastri. Oleh karena itu, Frida berkata dengan hormat, "Nyonya Lastri mencari Tuan."Guntur mengangkat alis saat bertanya, "Ada apa?"Frida menjawab, "Hamba nggak tahu."Guntur terdiam sejenak. Dia berucap, "Baik, aku segera ke sana."Frida pun lega. Dia memberi hormat dan mundur keluar. Sementara itu, perasaan hati Guntur sedikit kompleks. Mungkinkah Lastri t
Lastri tidak tahu-menahu tentang apa yang terjadi di kediaman Keluarga Naswara. Pada saat ini, Lastri memegang undangan yang dikirim oleh Keluarga Surbakti dan terdiam.Nisa yang pengertian menjelaskan, "Undangan ini diantarkan oleh kepala pelayan. Nyonya nggak tahu.""Untung Ibu nggak tahu. Kalau nggak, aku akan malu," kata Lastri dengan jengkel. Dia membuang undangan itu ke samping. "Dasar nggak tahu diri. Bisa-bisanya undang Nyonya Adipati ke acara ulang tahun istri pejabat kecil?"Isi undangan itu adalah mengundang Rahayu ke perayaan ulang tahun bibi Lastri di kediaman Keluarga Surbakti. Untung saja, undangan itu dicegat oleh kepala pelayan. Jika diantar ke paviliun tengah, entah bagaimana Rahayu akan memikirkannya. Mungkin Rahayu akan mengira dia congkak."Nyonya, jangan marah. Undangan ini sudah dikirim ke sini. Apa Nyonya mau pergi?" tanya Nisa."Iya. Aku nggak hanya mau pulang, tapi juga memberi mereka hadiah besar!" jawab Lastri sambil menggertakkan gigi.Jika tidak membuat Ke
Lastri meminta maaf, "Suamiku, maaf. Aku terlalu menyulitkanmu."Lastri terlalu cemas. Lastri frustrasi karena apa yang terjadi pada kehidupan sebelumnya. Sekarang ini sudah kehidupan baru. Dia sudah menikah dengan Guntur dan menempuh jalan hidup yang berbeda total dengan di kehidupan sebelumnya.Lastri akan memisahkan Keluarga Sudrajat dengan Keluarga Surbakti. Jika Guntur dan Sekar ingin membahayakannya, serta membahayakan Keluarga Sudrajat, tidak akan begitu mudah seperti di kehidupan sebelumnya.Lastri dan Guntur tidak lagi berbicara. Sepulangnya ke Kediaman Adipati, Guntur langsung pergi ke akademi di paviliun depan.Barulah Lastri sadar bahwa Guntur sepertinya marah. Akan tetapi, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya meminta Guntur menyelidiki Resnu demi kepentingan Keluarga Adipati dan Keluarga Sudrajat, bukan demi kepentingan pribadi!Lastri merasa heran. Dia tiba-tiba menanyai Frida yang berdiri di samping, "Apa aku salah bicara?"Setelah beberapa hari melayani Lastri, Frida
Guntur bertanya, "Istriku, apa ada yang salah?"Lastri menggelengkan kepala, lalu dia bertumpu pada lengan Guntur untuk naik ke kereta kuda.Sekar keluar bersama Sari dan Lastri, tetapi Sari meninggalkannya, Lastri juga tidak menghiraukannya. Sekar berdiri sendirian di depan pintu masuk Satu Rasa. Sekar panik sehingga berteriak pada Lastri, "Kakak, tunggu aku. Aku ikut!"Lastri masuk ke dalam kereta kuda tanpa menoleh ke belakang. Tebersit rasa benci dalam mata Sekar. Dia tetap berjalan ke depan dan berseru, "Kakak ...."Guntur menoleh ke belakang dan menegur dengan suara dingin, "Kalau ingatanmu nggak bagus, aku nggak keberatan untuk mengingatkanmu tentang omongan di kediaman Keluarga Sudrajat. Aku nggak punya prinsip nggak memukul wanita."Wajah Sekar menjadi pucat. Dia berhenti di tempat, melihat kereta kuda Keluarga Adipati Moestopo menghilang dari pandangannya.Di dalam kereta kuda, Guntur menanyai Lastri yang jelas sedang jengkel, "Istriku, kamu jengkel karena dia?"Lastri mengge