"Tuan Guntur, jelas-jelas ini salah Kakak, kenapa kamu memukul orang lain?" Sekar sangat kesal.Dia tidak menyangka Guntur tidak marah saat mendapati Lastri sedang berduaan dengan Resnu, malah membelanya. Bukannya para pria bakalan sangat marah kalau mendapati hal seperti ini? Entah bagaimana cara berpikir pria yang satu ini.Orang yang dihajar seharusnya Lastri, bukan?Sekar tidak mengerti, tapi dia tahu, bagaimanapun caranya, kesalahan ini harus ditimpakan pada Lastri. Kalau tidak, mereka berdua akan menanggung kemarahan Guntur."Guntur, bukan begitu!"Lastri meraih baju Guntur dengan terburu-buru dan berkata dengan ekspresi sendu, "Dia tiba-tiba masuk dan membicarakan hal-hal yang aneh. Aku menyuruhnya pergi, tapi dia nggak mau.""Lastri, aku nggak menyangka, kamu benar-benar orang bermuka dua! Padahal perasaanku tulus padamu, tapi kamu meremehkan latar belakangku dan meninggalkanku demi masuk ke keluarga orang kaya."Resnu berdiri dengan memegang tangan Sekar. Setelah menyeka darah
Resnu menatap Guntur dengan marah. "Tuan Guntur, bukannya tadi kamu juga mengaku kalau Lastri yang mengundangku?"Guntur lantas meliriknya dengan pandangan merendahkan. "Kamu langsung datang begitu diajak? Apa semua buku-buku etika yang kamu pelajari sudah dipulangkan ke guru?"Guntur ....Arah percakapannya disetir penuh oleh Guntur. Wajah Resnu sudah memanas, tetapi tidak kuasa membalas ucapannya.Awalnya, mereka mengira rencana provokasi hubungan Lastri dengan Guntur ini akan berhasil. Sekalipun tidak bisa mengganti pasangan nikah lagi, sikap Guntur terhadap Lastri pasti menjadi buruk begitu melihat Lastri berada di kamar bersama mantan tunangannya.Namun siapa sangka, reaksi Guntur sungguh tidak logis. Dia malah terus membela Lastri.Tubuh tegap Guntur mengadang di depan Lastri untuk melindunginya. Dia menatap orang-orang itu dengan tatapan sinis. "Ibu, ini adalah hari kunjungan Lastri ke rumah orang tua. Karena muncul masalah-masalah seperti ini, aku harus mempertanyakan kinerja B
Ucapan Guntur sangat tegas.Setelah itu, dia langsung membawa Lastri keluar dari Paviliun Semerbak tanpa mendengar balasan dari Ririn. Mereka terus berjalan hingga keluar dari paviliun barat, lalu Guntur melepas tangan Lastri.Lastri menatap pria itu dan membungkuk. "Suamiku, terima kasih untuk masalah hari ini. Aku ....""Lain kali lakukan sesuatu setelah pakai otakmu, Lastri. Aku nggak mungkin bisa selalu datang tepat waktu."Tanpa berpikir panjang, Guntur menegur lagi. "Kalau si berengsek itu benar-benar melecehkanmu hari ini, bagaimana Keluarga Adipati bisa menanggung malunya?"Rasa berterima kasih Lastri lenyap seketika. "Benar yang Suamiku bilang. Aku terlalu ceroboh hari ini. Nggak seharusnya aku memercayai Ibu begitu saja.""Intinya, terima kasih atas kepercayaan Suamiku karena nggak terkecoh dengan ucapan jahat orang lain."Guntur sedikit resah. Namun, saat mendengar ucapan Lastri, dia mendengus pelan. "Karena sudah berusaha keras untuk masuk ke Keluarga Adipati, mana mungkin
Masalah di paviliun barat tidak tersebar ke luar. Oleh karena itu, kakek, nenek, dan keluarga paman Lastri juga tidak mengetahuinya.Makan siang disajikan di ruang makan paviliun utama, dengan tempat duduk pria dan wanita yang terpisah.Hanya saja selain Lastri, satu-satunya anak perempuan di Keluarga Sudrajat adalah Puspa yang masih kecil. Jadi, Utari tidak meminta untuk memasang sekat.Semua anggota keluarga berdatangan dan memenuhi tempat duduk. Selain Ririn yang tidak kunjung tiba.Raut wajah Utari tampak buruk. Dia berpesan pada pelayan di sebelahnya, "Panggil Ririn kemari. Sebagai ibunya Lastri, mana boleh dia nggak menghadiri acara perjamuan kunjungan Lastri?"Dyas adalah pelayan pribadi yang menemani Utari saat menikah dulu. Kemudian, Dyas menikah dengan pengurus paviliun luar dari Keluarga Sudrajat. Selama ini, dia terus menemani di sisi Utari dan merupakan orang kepercayaan Utari.Dia orang yang tegas dan serius. Sikapnya lugas dan tidak memandang bulu saat membantu Utari men
"Lastri, nggak perlu pedulikan ibumu. Tenang saja, Bibi akan menjaga Gibran untukmu."Ajeng beserta anak-anaknya menemani pasangan suami istri Lastri ke pintu bagian dalam. Faktanya, dia cuma ingin mencari tahu tentang kejadian di paviliun barat.Tentu saja Lastri tidak akan membocorkan apa pun. Dia tersenyum dan menjawab, "Kalau begitu, aku titipkan Gibran pada Bibi, ya. Bibi kembali saja, biar Gibran yang mengantar sampai pintu depan.""Baiklah. Kalau begitu, Bibi masuk dulu."Namun, saat melihat Guntur sedang berbincang dengan putranya, Ajeng menarik Lastri dan berbisik, "Lastri, Nenek bermaksud meminta Bibi yang mengepalai urusan di paviliun barat.""Jadi, Bibi berencana membagi biaya kebutuhan sehari-hari Kak Ririn dan Gibran dari anggaran keluarga besar, seperti yang diterapkan di paviliun timur. Tapi, bagaimana sebaiknya Bibi memperhitungkan kebutuhan Alde dari Keluarga Surbakti yang tinggal di paviliun barat?"Sebenarnya, urusan seperti ini tidak perlu ditanyakan pada Lastri ya
Adik yang tampak terpelajar dari depan, tapi memiliki pemikiran buruk seperti ini .... Benar-benar salinan orang Keluarga Surbakti.Air mata membasahi mata Lastri.Dia teringat dengan rasa tidak berdaya saat di Kediaman Naswara pada kehidupan sebelumnya.Waktu itu, dia selalu tidak melihat sosok Gibran setiap kali pulang ke Kediaman Sudrajat. Ibunya menjelaskan, Gibran sedang belajar dengan giat dan Lastri pun percaya.Waktu itu, Lastri kurang cermat. Bagaimana mungkin Gibran bisa melangkah di jalan yang benar kalau sering bersama si berengsek Alde.Dipikir-pikir lagi, ibunya memaksa Gibran kembali ke sisi kakeknya saat Keluarga Sudrajat merosot dulu. Kakek mereka setuju karena tidak tega melihat keturunan Keluarga Sudrajat terlantar begitu saja di luar sana.Saat ini, Gibran masih terus menangis. Sambil menahan pelipisnya yang berdenyut, Lastri melihat-lihat sekitar. Dia menemukan ranting pohon yang terjatuh entah dari mana di dekat pintu, lalu memungutnya.Begitu berbalik, dia meliba
Gibran cemberut dan tidak mau berbicara. Lastri menggertakkan giginya, lalu mengangkat tangan. "Kamu masih mau dipukul ya?""Kamu cuma bisa memukulku!" Gibran berkata dengan marah, "Ibu yang bilang! Ibu bilang kalau aku menyenangkanmu, kamu akan membantuku. Kalau aku membuatmu suka padaku, kamu akan peduli pada kami."Lastri tidak terlalu terkejut. Dia lanjut bertanya, "Lalu, siapa yang bilang padamu kalau kakak iparmu menikahiku secara paksa?"Gibran memutar bola mata, lalu memilih menyerah. "Kak Sekar yang bilang. Katanya suamimu seharusnya menjadi miliknya.""Dia bilang begitu dan kamu langsung percaya? Kamu bodoh ya?""Aku nggak bodoh!" Gibran membantah dengan tidak puas, "Kamu yang nggak tahu diri. Kalau kamu menikah dengan Kak Resnu, Kak Sekar nggak akan bicara begitu."Lastri tersenyum mengejek. "Gibran, kamu minta dipukul lagi?"Gibran tetap tidak puas. "Apa ada yang salah dengan omonganku?""Dulu Guntur memang tunanganku. Pernikahan ini sudah diatur oleh Ayah sebelum meninggal
Ketika melihat Lastri tenggelam dalam pikirannya, ekspresi Guntur bercampur aduk antara senang dan sedih. Hatinya tiba-tiba mencelos. Apakah dia masih belum bisa melepaskan Resnu?Seketika, Guntur kehilangan minat untuk berbicara. Keduanya terdiam dan kembali ke Kediaman Adipati. Sebelum berpisah, Guntur berkata, "Aku ke ruang kerja, nggak usah tunggu aku makan malam." Kemudian, dia pergi dengan kesal.Lastri merasa bingung. Dia melirik Nisa dan bergumam, "Kenapa dia marah lagi?"Nisa menunduk, tidak berani mengeluarkan suara. Lastri tidak punya energi untuk membujuk siapa pun, jadi dia membawa Nisa ke paviliun utama.Di paviliun lain, Rahayu menatap Sena dengan ekspresi penuh kekecewaan. "Sena, aku sudah mencarikan pria yang baik untukmu. Biar kutanya sekali lagi, kamu yakin nggak mau nikah?"Sena yang sedang berlutut tampak panik. Dia buru-buru menyahut, "Nyonya, hamba mengagumi Tuan Guntur. Demi pengabdian hamba selama ini, tolong penuhi keinginan hamba.""Hamba nggak ingin menikah.
Setelah mendengar omongan Lastri, semua orang di kamar itu tersentak kaget ketika melihat ekspresinya yang serius. Mereka sadar bahwa Lastri yang berdiri di depan mereka sudah bukan gadis kecil yang mudah diperdaya oleh mereka seperti dulu. Lastri sudah menikah dan memiliki dukungan Keluarga Adipati.Akan tetapi, Sekar merasa enggan. Dia berseru dengan marah, "Kamu mengancam kami? Kak Lastri, kami ini kerabatmu. Bibi sangat baik pada kami. Kenapa kamu nggak bisa membantu kami?"Lastri menyeringai. Dia menyindir, "Kalau ikuti logikamu, sekarang aku nggak seharusnya berada di sini, tapi di Kediaman Keluarga Sudrajat."Sekar hendak berbicara lagi, "Kamu ....""Cukup!" bentak Gendis sambil memelototi Sekar. Lalu, dia menoleh pada Lastri dan berkata, "Lastri benar, tapi sekarang pamanmu sudah ditangkap. Kita harusnya bersatu hati pada saat sekarang. Lastri, kamu nggak boleh berpangku tangan!"Lastri menundukkan tatapannya. Dia berujar, "Aku hanyalah menantu baru. Sekalipun aku mau bantu, ak
Lastri menatap Gendis. Gendis tampak sedih, tetapi ada kelicikan dalam tatapan matanya. Lastri pun menyeringai sinis dalam hati. Mengapa dia begitu buta sebelumnya sehingga merasa Gendis benar-benar menyayanginya?Lastri tidak mengekspresikan apa pun. Dia buru-buru berlari ke depan dan memegangi Gendis. Dia bertanya, "Nenek, ada apa dengan Nenek? Kenapa Bibi Liana malah menangis? Di mana ibuku?"Liana tiba-tiba maju ke depan Lastri dan berseru, "Lastri! Cepat selamatkan pamanmu! Cepat suruh Guntur selamatkan pamanmu."Lastri terdiam. Gendis langsung menegur, "Diam! Kamu pikir pengadilan milik Keluarga Adipati? Mana bisa menyelamatkan orang dengan semudah itu?"Meskipun Gendis juga berpikir begitu, kalimat itu tidak bisa diungkapkan! Lalu, Gendis berkata pada Lastri, "Lastri, tadi ada sekelompok tentara yang datang dan menangkap pamanmu. Guntur memiliki kemampuan, kamu suruh dia bantu cari tahu apa kesalahan pamanmu. Biar kita bisa pikirkan solusinya!"Lastri menyanggupi, "Nenek, jangan
Yani berlari ke dalam paviliun tengah. Pada saat ini, Gendis duduk di kursi utama dengan memakai gaun brokat ungu tua dan ikat kepala ungu tua. Wajahnya yang berbentuk persegi tampak serius dan tegas, sangat berwibawa.Melihat Yani masuk sendirian, Gendis mengernyit sambil bertanya, "Kenapa hanya kamu? Di mana Lastri?"Yani menjawab, "Nyonya Gendis, Nona Lastri sudah pergi.""Sudah pergi? Siapa yang menyuruhnya pergi?" bentak Gendis sambil memukul meja. "Nona Lastri langsung pergi karena pintu depan nggak dibuka. Pelayannya yang tampak asing bilang dia akan beri tahu Nyonya Rahayu bahwa Keluarga Surbakti menghina Nona Lastri."Istri Hadi, Liana, berseru dengan panik, "Apa? Kenapa kamu biarkan dia pergi? Kalau dia pergi, bagaimana dengan acara ulang tahunku?"Gendis memelototi Ririn dan menegurnya, "Lihat anakmu itu, sekarang sudah bersikap congkak di depanku. Saat dia ambil mahar Sekar kala itu, kamu bilang kamu akan menebusnya, jadi aku nggak bilang apa-apa. Sekarang suruh dia pulang
Wajah Guntur menjadi masam. Dia bertanya, "Kenapa kamu bilang begitu? Apa ada orang yang mengatakan sesuatu pada Lastri?"Dalam dua hari ini, Guntur sibuk di kantor dan selalu pulang tengah malam. Guntur bahkan tidur di ruang kerja paviliun depan agar tidak mengganggu Lastri. Akan tetapi, sejak dimarahi olehnya waktu itu, tidak ada orang yang berani mendatangi Guntur lagi.Mungkinkah ada orang yang memiliki niat lain karena dia tidur di paviliun depan sehingga membuat Lastri marah?Melihat Guntur salah paham, Jaka bergegas berucap, "Bukan, ini karena Nyonya Lastri sendiri."Jaka menceritakan apa yang dilakukan Lastri kepada Hadi. Lalu, dia berkata, "Aku pun bisa memikirkan ide seperti Nyonya Lastri ini. Kelak kalau Hadi tahu ... tsk tsk tsk. Ide ini sungguh licik ... nggak, ini ide bagus!"Jaka langsung mengubah perkataannya karena melihat ekspresi Guntur yang makin agresif. Guntur memelototinya dan memberi perintah, "Cepat pulang. Suruh Paman Ismu kirimkan dua pelayan yang pandai bela
Keesokan hari, Guntur menyuruh Jaka untuk mematuhi perintah Lastri. Lastri bertemu dengan Jaka di paviliun depan. Lastri memerintahkan Jaka untuk menyelidiki Keluarga Surbakti."Hadi bekerja sebagai staf biasa di Kementerian Pembangunan. Aku mau kamu selidiki tentang penyalahgunaan jabatannya tanpa terkecuali. Harus lengkap dengan saksi mata dan barang bukti," perintah Lastri.Jaka terkesiap. Dia menoleh pada Lastri dengan kaget. Lalu, Lastri mengangkat alis seraya bertanya, "Apa ada masalah?""Nggak!" seru Jaka. Dia menekan kekagetan di dalam hatinya dan berkata dengan hormat, "Hamba akan menyelidikinya secepat mungkin."Lastri mengangguk. Setelah itu, dia membubarkan Jaka. Jaka melaksanakan tugas dengan sangat sungguh-sungguh karena telah mendapat perintah dari Guntur dan tahu betapa pentingnya Lastri bagi Guntur.Belum sampai tiga hari, Jaka sudah menyerahkan hasil penyelidikan tentang semua masalah Keluarga Surbakti kepada Lastri. Saat Lastri membacanya, Jaka menerangkan, "Nyonya
"Suruh dia masuk," seru Guntur. Lalu, Guntur berkata lagi, "Lain kali kalau Lastri mencariku, langsung lapor." Pengawal itu menyanggupi, "Baik!"Sudah satu jam Frida menunggu di luar halaman. Awalnya, Frida mengira Guntur sengaja mengabaikannya karena marah kepada Lastri. Begitu melihat dua penasihat itu keluar dari ruang kerja, Frida sadar dirinya datang di saat yang tidak tepat.Di dalam ruang kerja, Guntur mengangkat alis saat melihat Frida. Dia bertanya, "Ada masalah apa?"Frida berpikir dalam hati, Lastri menyuruhnya meminjam Jaka dari Guntur, tetapi Guntur harus membicarakan urusan penting semacam itu secara langsung dengan Lastri. Oleh karena itu, Frida berkata dengan hormat, "Nyonya Lastri mencari Tuan."Guntur mengangkat alis saat bertanya, "Ada apa?"Frida menjawab, "Hamba nggak tahu."Guntur terdiam sejenak. Dia berucap, "Baik, aku segera ke sana."Frida pun lega. Dia memberi hormat dan mundur keluar. Sementara itu, perasaan hati Guntur sedikit kompleks. Mungkinkah Lastri t
Lastri tidak tahu-menahu tentang apa yang terjadi di kediaman Keluarga Naswara. Pada saat ini, Lastri memegang undangan yang dikirim oleh Keluarga Surbakti dan terdiam.Nisa yang pengertian menjelaskan, "Undangan ini diantarkan oleh kepala pelayan. Nyonya nggak tahu.""Untung Ibu nggak tahu. Kalau nggak, aku akan malu," kata Lastri dengan jengkel. Dia membuang undangan itu ke samping. "Dasar nggak tahu diri. Bisa-bisanya undang Nyonya Adipati ke acara ulang tahun istri pejabat kecil?"Isi undangan itu adalah mengundang Rahayu ke perayaan ulang tahun bibi Lastri di kediaman Keluarga Surbakti. Untung saja, undangan itu dicegat oleh kepala pelayan. Jika diantar ke paviliun tengah, entah bagaimana Rahayu akan memikirkannya. Mungkin Rahayu akan mengira dia congkak."Nyonya, jangan marah. Undangan ini sudah dikirim ke sini. Apa Nyonya mau pergi?" tanya Nisa."Iya. Aku nggak hanya mau pulang, tapi juga memberi mereka hadiah besar!" jawab Lastri sambil menggertakkan gigi.Jika tidak membuat Ke
Lastri meminta maaf, "Suamiku, maaf. Aku terlalu menyulitkanmu."Lastri terlalu cemas. Lastri frustrasi karena apa yang terjadi pada kehidupan sebelumnya. Sekarang ini sudah kehidupan baru. Dia sudah menikah dengan Guntur dan menempuh jalan hidup yang berbeda total dengan di kehidupan sebelumnya.Lastri akan memisahkan Keluarga Sudrajat dengan Keluarga Surbakti. Jika Guntur dan Sekar ingin membahayakannya, serta membahayakan Keluarga Sudrajat, tidak akan begitu mudah seperti di kehidupan sebelumnya.Lastri dan Guntur tidak lagi berbicara. Sepulangnya ke Kediaman Adipati, Guntur langsung pergi ke akademi di paviliun depan.Barulah Lastri sadar bahwa Guntur sepertinya marah. Akan tetapi, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya meminta Guntur menyelidiki Resnu demi kepentingan Keluarga Adipati dan Keluarga Sudrajat, bukan demi kepentingan pribadi!Lastri merasa heran. Dia tiba-tiba menanyai Frida yang berdiri di samping, "Apa aku salah bicara?"Setelah beberapa hari melayani Lastri, Frida
Guntur bertanya, "Istriku, apa ada yang salah?"Lastri menggelengkan kepala, lalu dia bertumpu pada lengan Guntur untuk naik ke kereta kuda.Sekar keluar bersama Sari dan Lastri, tetapi Sari meninggalkannya, Lastri juga tidak menghiraukannya. Sekar berdiri sendirian di depan pintu masuk Satu Rasa. Sekar panik sehingga berteriak pada Lastri, "Kakak, tunggu aku. Aku ikut!"Lastri masuk ke dalam kereta kuda tanpa menoleh ke belakang. Tebersit rasa benci dalam mata Sekar. Dia tetap berjalan ke depan dan berseru, "Kakak ...."Guntur menoleh ke belakang dan menegur dengan suara dingin, "Kalau ingatanmu nggak bagus, aku nggak keberatan untuk mengingatkanmu tentang omongan di kediaman Keluarga Sudrajat. Aku nggak punya prinsip nggak memukul wanita."Wajah Sekar menjadi pucat. Dia berhenti di tempat, melihat kereta kuda Keluarga Adipati Moestopo menghilang dari pandangannya.Di dalam kereta kuda, Guntur menanyai Lastri yang jelas sedang jengkel, "Istriku, kamu jengkel karena dia?"Lastri mengge