Share

Bab 7 Pov Halim

Penulis: Mariah Siti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Wa'alaikum salam.." Aku menjawab dengan gugup, sambil mencium tangan Bang Halim, meski sudah menjadi suami istri, aku masih canggung dengan Bang Halim. Karena usia pernikahan kami juga belum ada dua minggu.

Aku menyuguhkan minuman untuknya. Sebentar mengobrol dan Setelahnya kami makan bersama. Ketika semuanya selesai, Bang Halim membuka tasnya, dan memberikan sebuah jam dingding yang aku pesan padanya.

Lalu Bang Halim menggenggam tanganku.

"Maaf yaa, Abang pulang enggak bawa apa-apa, karena baru beberapa hari bekerja, jadi belum dapat uang banyak. Ini Abang kasbon dulu sama bos, bos cuma kasih 50 ribu, 30 ribu abang belikan Jam. 10 ribu dibelikan buat bensin, Nah ini 10 ribu sisanya." Aku tersenyum melihat Bang Halim menjelaskan sambil menyodorkan uang 10 ribu dengan ekspresi wajah yang merah, mungkin merasa malu.

"Maaf yaa, Abang baru bisa ngasih nafkah 10 ribu buat Adek, Nanti kalo udah gajihan, Abang kasih semua ke Adek." katanya dengan senyum sumringahnya. Aku pun menganggukan kepala, dan tersenyum padanya.

"Enggak apa-apa, Ini Adek terima yaa. Semoga rizki Abang barokah dan diganti dengan yang berlipat ganda. Lagian bekal masih ada Bang, Abang tenang aja..." Aku menenangkannya.

"Sukurlah kalo masih ada, Abang jadinya nggak terlalu malu." ucapnya dengan memelukku.

"Kalo enggak ingat Abang punya Istri yang masih gadis, mungkin Abang sekarang bakalan masih kerja. Tapi enggak mungkin Abang lupa kalau Abang baru punya istri."

Aku hanya tersenyum mendengar jawabnnya. "Malam kemarin Abang kerja hingga P U kul Satu dini hari. karena kerjaan banyak, Abang paksa-paksain biar cepat beres, agar bisa pulang. Ehh paginya Abang diketawain sama Ibu-Ibu di pabrik!"

"Lho, kenapa diketawain?"

"Abang salah menjahit Dek, pokoknya parah! saking ngantuknya Abang waktu menjahit laging, sampai-sampai enggak ada tempat untuk masukin kaki!" Aku bergeming padanya. lalu mengusap tangannya yang berada di pangkuanku.

"Nanti mah hati-hati. kalau ngantuk pulang aja, jangan terlalu cape, Abang juga pasti butuh istirahat untuk memulai bekerja kembali di esok hari!" Bang Haim menganggukan kepalanya.

"Iya, itu cuma kemarin malam saja, Nanti lemburnya nggak akan terlalu malam."

**

pov Halim Maulana

Hari ini adalah hari pernikahanku bersama perempuan yang baru satu bulan aku kenal.

Aku juga tidak menyangka, menuju pernikahannya begitu lancar. Berbeda dengan mantan-mantanku yang sangat banyak tantangan hingga aku tidak bisa melanjutkan hubungannya dengan serius.

Sebelum kenal dengan Fachrisa atau biasa di panggil dengan sebutan Risa, sebenarnya aku baru saja putus dengan perempuan yang guruku jodohkan. Alesannya karena Bapaknya enggak merestui hubungan kami, meski anak sama Ibunya setuju, tetapi Ayahnya sangat kukuh tidak setuju.

Aku sadari, memang aku bukanlah pria yang mapan, aku hanya seorang pria yang sedang belajar ilmu agama dibarengi dengan berjualan. Aku merasa direndahkan oleh Ayahnya yang menjabat sebagai RW dan Jurkam alias Juragan kambing. Meski aku tidak punya apa-apa, tapi setelah menikah, aku akan berusaha untuk membahagiakannya. Tapi ya sudahlah, kuputuskan untuk berhenti menghubungi Anaknya juragan kambing itu. Aku yakin, suatu saat nanti pasti ada yang menerima aku apaadanya.

Saat ini aku sudah tidak lagi belajar ilmu agama di tempat yang sama dengan sang mantan. begitu juga dengan dagang, Aku berhenti. Aku pulang ke rumah karena ada pekerjaan di rumah Saudara, bekerja menjahit dan berjaga toko, bekerja seperti itu membuatku tidak merasa dikekang. Sekali-kali aku main ke tempatku belajar ilmu. Agar aku tidak di cap sebagai murid tidak tahu terima kasih kepada sang guru.

Disela-sela sibuknya pekerjaan, aku mencoba membuka sosial media. Aku stalking updatean dari teman-temanku. Namun, dari banyaknya updatean status orang, ada status dari nama akun Fachrisa M yang membuatku penasaran. kucoba melihat profilnya, siapa tahu orangnya kenal denganku.

Namun, ternyata orangnya misterius, tidak ada satupun fotonya yang ia pajang ke publik. hanya ada kata-kata Mario Kukuh yang kata-katanya mungkin membuatnya termotivasi.

Jiwa lelakiku tertantang untuk mencoba menyapanya. Tanpa pikir panjang, aku imbox dirinya, Semoga saja direspon. Pikir-ku.

[Assamu'alaikum.. ] Kukirim pesan padanya. Tak lama dari itu ia menjawab pesanku.

[Wa'alaikum sallam..]

Namun, yang membuat aku tambah penasaran adalah dirinya yang selalu menjawab pertanyaanku dengan ketus. Katanya jangan mau ta'ruf dengannya, karena dirinya miskin, jelek dan sebagainya.

Aneh! Biasanya juga perempuan sering menutup-nutupi keadaan apabila berkenalan dengan orang baru. Sedangkan wanita ini malah secara blak-blakan memberitahu keadaannya tanpa aku tanya.

"Dil, tahu tidak kepada santriah yang bernama Fachrisa?" Aku bertanya kepada Fadil sepupuku. Ketika dirinya belanja ke toko tempatku bekerja, Karena kebetulan Fadil mondok di pesantren yang sama dengan fachrisa.

"Tahu! dia salah satu pengurus." jawabnya ketika membeli Bensin motor di tempatku bekerja. "Memangnya kenapa, Bang?" lanjutnya

"Enggak apa-apa, cuma memastikan saja, kita baru kenalan kok. Tapi belum tahu wajah aslinya." Aku sedikit insecure ketika mengetahui bahwa perempuan misterius itu seorang pengurus. setahuku, seorang pengurus di pondok itu bisa dibilang sudah lama mondoknya atau keilmuannya sudah lumayan tinggi. Sedangkan diriku hanya seorang santri kalong, yang hanya bisa bolak-balik dari rumah ke majelis, apalagi sekarang enggak punya pekerjaan yang tetap, hmm tambah geude insecure-nya.

"Cantik aslinya Bang, seriusin saja, Bang! kesian, dia punya kekasih, udah lama, cuma kagak ada kejelasan hubungannya, digantung terus kaya jemuran." Aku terkekeh dengan penuturan Fadil. 'Ternyata dia punya kekasih, tapi digantung. ckckck... Pantesan jawabannya ketus mulu'. Batinku.

"Baru saja kenal, masa langsung gas aja."

"Enggak apa-apa Bang! dia pasti mau kok. Dia punya Ibu yang mulai sakit-sakitan, jadi bakal cepat dapat restu." Aku terdiam dengan penjelasan Fadil.

"Kalau seandainya Aku udah dewasa, udah aku lamar dia Bang. tapi ya itu, aku masih seumuran sama dia Bang." Fadil tersenyum mungkin dia merasa bahagia denganku yang akan segera mendapatkan target untuk ia jodohkan.. " Kalau nanti mau kesana biar aku antar ke rumahnya, ya!"

"Emang kamu tahu rumahnya dimana? tanyaku pada Fadil.

"Tahu lah! Ya sudah, kalo nanti mau ke rumahnya aku antar. Datang aja Abang ke pondok, berangkat bareng dari pondok"

"Hmmm, nanti minta izin dulu orang rumah, takutnya enggak setuju." Fadil mangut-mangut.

"siaap Bang! Mari Bang, aku mau berangkat kepondok lagi hari ini."

"Hmm..." Aku hanya mengacungkan jempol padanya. dan Fadil pun berlalu dengan motor bebeknya.

Karena merasa terdukung oleh sepupuku, akupun mencoba meminta restu kepada Orang tuaku, sebelum meminta izin sama Bapak, terlebih dahulu aku berbicara sama Mamah.

"Mah." Aku mencoba memelai percakapan dengan Beliau.

"Hmm?"

"Ada yang mau Abang omongin. Abang punya kenalan dari Garut lewat Online. Dia mondok di pesantren Si Fadil. Tadi Abang nanya-nanya sama dia, kata dia Abang disuruh menemui peremuan itu ke ruamhnya."

"Yaa udah, silahkan! samperin dulu aja, biar jelas kedepannya gimana." Akupun menganggukan kepala tanda akan menuruti perintahnya.

Seperti itulah percakapan aku dan adik sepupuku, setelah meminta izin kepada orang tua, aku langsung berangkat ke rumah guruku. dan Alhamdulillahnya beliaupun mengizinkan aku untuk menemuinya.

Aku berharap semoga dengan restu orang-orang terdekatku, aku bisa berjodoh dengannya. meski belum pernah bertemu, namun rasa nyaman sudah menelusup dalam diriku terhadapnya. Hingga aku lupa, bahwa aku baru saja pataha hati karena tidak direstui oleh Ayahnya mantanku.

Aku datang kerumahnya bersama Fadil. dengan modal niat yang baik aku berusaha untuk yakin bahwa aku akan diterima olehnya.

Pertama aku bertemu dengannya, Aku sedikit kaget! karena sangat jauh dengan foto yang dirinya kirim padaku. jujur! aku langsung tertarik dipandangan pertama dengan perempuan yang sekarang menjadi istriku.

Seminggu berlalu, Pertemuanku dengannya berhasil. Meski ada hal yang membuatku merasa malu saat bertemu dengannya, yaitu ketika kunci motorku ketinggalan di rumahnya.

Saat itu aku semakin tertarik padanya. Aku kira mendapatkan calon istri seorang santriah itu enggak mudah, ternyata apabila meminta istri yang baik kepada yang kuasaa, semua jadi mudah. Akupun juga berhasil melamarnya, didukung oleh orang tuaku. Alhamdulillah, ku panjatkan syukur pada-Nya. Karena telah memberiku amanah seorang perempuan yang aku harapkan, meski saat itu aku belum dapat pekerjaan.

Tapi, aku selau beripikir! Apakah aku menjadi pria pembinor? Karena katanya saat itu dia masih punya kekasih. Eh! Tapi dia kan bukan bini orang. Jadi sah-sah aja yaa aku ambil, kesian digantung terus kaya jemuran. Ya udah aku ambil aja!

"Kalau punya uang, langsung dinikahkan aja Pak! takutnya diambil orang kalau dinanti-nanti." kata Mamaku saat itu, Beliau begitu takut Fachrisa di lamar oleh orang lain. Aku hanya bisa menggeleng dengan keantusian orang tuaku untuk segera menikahkanku dengan Fachrisa.

Sebulan adalah waktu perkenalan kami, sesingkat itu kah? Benar memang kata orang. Kalo sudah berjodoh, meski terpisahkan oleh lautan dan pegunungan, pasti Allah mudahkan untuk bertemu.

Meski baru berkenalan, tapi rasa nyaman itu sudah hinggap dijiwaku. Padahal aku belum punya pekerjaan yang menetap, tapi aku malah ingin secepatnya menikahinya. 'biar tambah semangat' pikirku saat itu, tanpa memikirkan keadaan setelah menikah.

**

Sehari setelah Menikah, Aku upload fotoku dengan Fachrisa dengan memakai baju pengantin. Ternyata banyak yang kaget aku menikah secepat itu.

Lalu akupun dibuat kaget oleh pesan yang dikirim oleh mantan padaku. Aku membuka pesan itu, entah dia mengirm pesan apa, yang pasti membuatku penasaran.

[Akang kapan Menikah? dengan siapa? aku enggak nyangka Akang bisa secepat ini bisa melupakanku]

Bab terkait

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   Bab Delapan Mantan

    [Akang kapan Menikah? dengan siapa? aku enggak nyangka Akang bisa secepat ini bisa melupakanku!] kubaca pesan itu. Aku mengernyitkan dahi dengan pesan yang dia kirim. Maksudnya apa? Kenapa dia berbicara seperti itu? Bukankah dirinya yang memutuskan untuk menghentikan hubungannya. apa dia kira aku menemuinya waktu itu adalah main-main? [Baru dua hari yang lalu. Saya menikah dengan perempuan yang menerima Saya apa adanya.] kucoba menjawab dengan menyindirnya, agar dirinya tahu bahwa setiap orang itu berbeda cara berpikirnya, jangan mentang-mentang saat ini aku belum punya perkerjaan, hingga orang tuanya menolakku sebelum mencoba maju.[Syukurlah, maaf kalau seandainya dulu perkataan Bapak menyakiti hati Akang.][Iyah, tidak apa-apa. lagian juga udah berlalu. lagi pula saya juga sekarang udah punya istri, jadi enggak perlu dipikirkan.][Hmmm.. Yaudah terimakasih sebelum ya Kang. maaf sudah lancang bertanya. semoga rumah tangganya samawa][Oke. Aammiinn.]"Siapa?" tanya Risa yang melihat

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   jagung

    "Assalamu'alaikum.." Aku dan Bang halim bersamaan mengucapkan salam. kulihat Ibu sedang berbaring di atas kasurnya. "Wa'alaikum salam..." jawabnya lirih. Aku langsung masuk ke dalam kamar yang ditempati Ibu, lalu mencium tangannya diikuti oleh Bang Halim. Lalu aku ke dapur untuk mengambil air minum untuk Bang Halim.Karena merasa lelah dengan perjalanan jauh, aku dan Bang Halim duduk menonton televisi. Kulihat Ibu masuk ke dapur, aku tak menghiraukan beliau, aku hanya berpikir mungkin beliau mau ke kamar mandi. ternyata setengah jam berlalu, Ibu tak kunjung keluar juga dari arah dapur. Karena merasa khawatir dengan keadaan Ibu, akupun beranjak untuk melihatnya. Aku bernafas lega, ternyata Ibu sedang mengupas jagung. ku lihat juga di tungku ternyata Ibu sudah merebusnya sebagian."Ibu Lagi rebus jagung?" Aku bertanya ketika Ibu sedang meniup api di tungku. Lalu beliau menoleh padaku."Iyah, ini jagung manis pemberian dari tetangga." jawabnya. Sembari membenarkan letak kayu api."Padah

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   Gosong

    "Bu! selai yang dimeja kemanain?" "Enggak tahu!" jawabnya sambil mengusap-ngusap rambut basahnya."Itu Ibu pakai minyak rambut yang mana?" "Yang di meja!" "Astaghfirullah.. Bu! Itu selai nanas bu, bukan minyak rambut!" "Masa?" Ibu memegang rambutnya, lalu mengusap rambut itu. Aku terkekeh melihat tingkah ajaibnya seorang Ibu yang sudah pikun, eh! Menurun daya ingatnya maksudnya. "Iyaah Bu! itu selai nanas, coba dah Ibu rasain, rasanya pasti manis. kalo minyak rambut yang biasa Ibu pakai ada di kamar." Kulihat Ibu terkekeh geli. "Ibu keramas lagi gih, nanti susah ngilanginnya kalo udah kering."Ibu pun berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan rambutnya dari selai tanpa menjawab ucapanku sedikitpun. Aku hanya menghela nafas dalam melihatnya. Rasanya itu campur aduk, sedih ada, pengen ketawa ada, merasa cape hati pun ada. 'Semoga Allah memberi yang terbaik. Bila memang berumur panjang semoga aku kuat serta ikhlas mengurusnya. Namun apabila pendek, semoga Allah merahmatinya.' gumamk

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   Kemarahan Kakak

    "Uangnya ada berapa?" Bang Halim bertanya sambil mengelus rambut hitamku. Aku tatap uang receh di tanganku yang tak seberapa, uang itu adalah uang sisa-sisa belanja, Aku menatap kembali wajah teduh yang sudah beberapa bulan menjadi suamiku."Hanya ada sisa enam ribu." jawabku meringis. Karena merasa perihatin dengan diri sendiri. Yang tidak bisa apa-apa."Ya sudah, untuk hari ini apa cukup segitu? Tunggu ya! Nanti Abang akan coba minta kasbon dulu sama bos di pabrik, semoga saja nanti dikasih.""Iya enggak apa-apa, Bang." Aku hanya bisa memaklumi keadaan kami saat ini. Memang ada benarnya kata orang, ujian yang sebenarnya adalah setelah menikah.Sebelum menikah aku belum pernah menahan lapar dari pagi hingga sore menjelang, sedangkan setelah menikah, untuk jajan hanya dua ribu saja tidak ada. Mau minjam ke orang lain, tidak mungkin! minjam sama mertua aku gengsi.Sudah beberapa bulan, aku sering menahan lapar karena tak punya uang untuk sekadar membeli makanan gorengan. Karena di ruma

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   Kepergian Ibu

    "Bang koma itu apa?" tanyaku pada suami yang sedang menyetir roda dua dengan bibir yang terkatuk rapat. "Sakaratul maut Dek, antara hidup dan mati. Ibu sekarang sedang kaya gitu!" Astaghfirullah... mendengar penjelasan dari Bang Halim aku terdiam dan terus berpikir bahwa tidak mungkin Ibu akan meninggal sekarang, dan meyakinkan diri sendiri bahwa Ibu hanya sedang kambuh agar aku segera pulang. Selama diatas motor aku dan Bang Halim hanya saling diam tanpa melanjutkan obrolan sedikitpun. Setelah sampai, aku berjalan diatas keheningan menunu rumah Kakak. Kulihat banyak orang yang berlalu lalang menuju rumah Kakak-ku. Mungkin menjenguk Ibu yang sedang koma.Ada rasa segan untukku bertemu dengan Ibu, karena aku menyadari, bahwa diriku yang lalai akan bakti padanya.Kubuka dengan pelan pintu ruangan yang sedikit terbuka. Kulihat Ibu yang terbaring dikelilingi banyak orang. Ku hampiri beliau dan aku terkesiap melihat beliau yang sedang kejang menahan rasa sakitnya. Aku langsung lari padan

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   TDSM 13

    Keesokan harinya, Kakak aku yang tinggal di luar Kota datang. Aku sadari sikapnya sedikit berbeda, ia tak seramah dahulu sebelum berangkat ke luar kota. Mungkin Kakak aku yang lain mengadu tentang kesalahanku pada Ibu. Setiap aku mendekat padanya, ia selalu saja menghidar. Ketika malam tiba, aku tak sengaja bersingunggan dengannya. Ketika Kakak akan keluar sedangkan aku akan masuk rumah, aku mencoba memberanikan diriku bertanya padanya."Sebelum Ibu tiada, beliau manggil-manggil nama Kakak. Kenapa Kakak lama di luar Kota?" aku bertanya padanya untuk menghilangkan rasa canggung yang sejak tadi aku rasakan. Ternyata pertanyaanku menyulut emosinya yang mungkin ia tahan dari kemarin. "Kenapa kamu ninggalin Ibu?" katanya sedikit membentak, "Kakak kan udah bilang, jagain Ibu selama Kakak enggak Ada!" Kulihat sorot matanya yang sedang menahan air mata. Sepertinya ia lebih sakit ketika Ibu tiada sedangkan dirinya gak ada di sisinya. "Heuhhhh." geramnya dengan kilat ia mencubit pipiku. Kura

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   TDSM 14

    "Alhamdulillahh..." ucap Bang Halim dengan Mata berkaca-kaca. Beliau pun langsung memelukku karena merasakan kebahagiaan yang tiada tara."Terimakasih..."Aku tersenyum melihat Bang Halim yang terus menerus membolak-balikkan alat tes kehamilan itu. Mungkin beliau merasa tidak percaya. "Ayo sholat Bang! Kita minta kepada Allah semoga ini memang benar-benar nyata." "Aammiin... Kita cek ke Dokter ya Dek! Biar jelas.""Nanti aja Bang. kalo udah telat haidnya. aku kan belum telat, nanti kalo sudah seminggu telat kita ke dokter." kataku padanya. yang dijawab dengan anggukan saja. Setelah melaksanakan sholat, aku berbaring lagi karena merasa lemah. Bersin-bersin yang tak kunjung berhenti membuatku cape sendiri. Aku mempunyai kebiasa Bersin-bersin bila pagi menjelang. karena aku mempunyai penyakit semacam alergi dingin semenjak aku berusia 13 tahun. Sudah dua jam berlalu, namun rasa lelah itu terus melanda. Aku bangkit dan memberanikan diri untuk melihat Bang Halim di dapur. Kulihat Belia

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   bab 15 TDSM

    [Mel maksudnya apa ini?] balasku pada Melisa yang telah mengirimkan uang yang tidak sedikit bagiku. [Tadikan aku udah bilang, itu untuk jajan kamu Sa! Maaf ya sedikit.] [Ini banyak banget menurutku, Mel. Terimaksih banyak ya Mel, semoga Allah membalas kebaikanmu dengan yang berlipat-lipat.][Iya, Aamminn... Udah dulu ya! aku mau kerja lagi. Wasallamu'alaikum.] [Iya Mel silahkan, Wa'alaikum salam...] Aku berkaca-keca ketika melihat nominal uang yang Melisa berikan. Allah itu maha baik, disaat aku sedang kebingungan memikirkan Bang Halim yang gak punya modal untuk bulan Ramdhan, sekarang Allah kirim uang melalui orang yang tak terduga. "Alhamdulillah." gumamku. Akupun langsung menghubungi Bang Halim agar Bang Halim segera pulang sebentar untuk mengambil uang di ATM. "Adek enggak mau membeli apa-apa?" tanya Bang Halim setelah mengambil uang dari ATM. "Enggak Bang, buat modal jualan aja." "Ya udah, ini simpan uangnya. Kalo Adek mau beli apapun silahkan aja, itu kan uang Adek." uja

Bab terbaru

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   bab 15 TDSM

    [Mel maksudnya apa ini?] balasku pada Melisa yang telah mengirimkan uang yang tidak sedikit bagiku. [Tadikan aku udah bilang, itu untuk jajan kamu Sa! Maaf ya sedikit.] [Ini banyak banget menurutku, Mel. Terimaksih banyak ya Mel, semoga Allah membalas kebaikanmu dengan yang berlipat-lipat.][Iya, Aamminn... Udah dulu ya! aku mau kerja lagi. Wasallamu'alaikum.] [Iya Mel silahkan, Wa'alaikum salam...] Aku berkaca-keca ketika melihat nominal uang yang Melisa berikan. Allah itu maha baik, disaat aku sedang kebingungan memikirkan Bang Halim yang gak punya modal untuk bulan Ramdhan, sekarang Allah kirim uang melalui orang yang tak terduga. "Alhamdulillah." gumamku. Akupun langsung menghubungi Bang Halim agar Bang Halim segera pulang sebentar untuk mengambil uang di ATM. "Adek enggak mau membeli apa-apa?" tanya Bang Halim setelah mengambil uang dari ATM. "Enggak Bang, buat modal jualan aja." "Ya udah, ini simpan uangnya. Kalo Adek mau beli apapun silahkan aja, itu kan uang Adek." uja

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   TDSM 14

    "Alhamdulillahh..." ucap Bang Halim dengan Mata berkaca-kaca. Beliau pun langsung memelukku karena merasakan kebahagiaan yang tiada tara."Terimakasih..."Aku tersenyum melihat Bang Halim yang terus menerus membolak-balikkan alat tes kehamilan itu. Mungkin beliau merasa tidak percaya. "Ayo sholat Bang! Kita minta kepada Allah semoga ini memang benar-benar nyata." "Aammiin... Kita cek ke Dokter ya Dek! Biar jelas.""Nanti aja Bang. kalo udah telat haidnya. aku kan belum telat, nanti kalo sudah seminggu telat kita ke dokter." kataku padanya. yang dijawab dengan anggukan saja. Setelah melaksanakan sholat, aku berbaring lagi karena merasa lemah. Bersin-bersin yang tak kunjung berhenti membuatku cape sendiri. Aku mempunyai kebiasa Bersin-bersin bila pagi menjelang. karena aku mempunyai penyakit semacam alergi dingin semenjak aku berusia 13 tahun. Sudah dua jam berlalu, namun rasa lelah itu terus melanda. Aku bangkit dan memberanikan diri untuk melihat Bang Halim di dapur. Kulihat Belia

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   TDSM 13

    Keesokan harinya, Kakak aku yang tinggal di luar Kota datang. Aku sadari sikapnya sedikit berbeda, ia tak seramah dahulu sebelum berangkat ke luar kota. Mungkin Kakak aku yang lain mengadu tentang kesalahanku pada Ibu. Setiap aku mendekat padanya, ia selalu saja menghidar. Ketika malam tiba, aku tak sengaja bersingunggan dengannya. Ketika Kakak akan keluar sedangkan aku akan masuk rumah, aku mencoba memberanikan diriku bertanya padanya."Sebelum Ibu tiada, beliau manggil-manggil nama Kakak. Kenapa Kakak lama di luar Kota?" aku bertanya padanya untuk menghilangkan rasa canggung yang sejak tadi aku rasakan. Ternyata pertanyaanku menyulut emosinya yang mungkin ia tahan dari kemarin. "Kenapa kamu ninggalin Ibu?" katanya sedikit membentak, "Kakak kan udah bilang, jagain Ibu selama Kakak enggak Ada!" Kulihat sorot matanya yang sedang menahan air mata. Sepertinya ia lebih sakit ketika Ibu tiada sedangkan dirinya gak ada di sisinya. "Heuhhhh." geramnya dengan kilat ia mencubit pipiku. Kura

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   Kepergian Ibu

    "Bang koma itu apa?" tanyaku pada suami yang sedang menyetir roda dua dengan bibir yang terkatuk rapat. "Sakaratul maut Dek, antara hidup dan mati. Ibu sekarang sedang kaya gitu!" Astaghfirullah... mendengar penjelasan dari Bang Halim aku terdiam dan terus berpikir bahwa tidak mungkin Ibu akan meninggal sekarang, dan meyakinkan diri sendiri bahwa Ibu hanya sedang kambuh agar aku segera pulang. Selama diatas motor aku dan Bang Halim hanya saling diam tanpa melanjutkan obrolan sedikitpun. Setelah sampai, aku berjalan diatas keheningan menunu rumah Kakak. Kulihat banyak orang yang berlalu lalang menuju rumah Kakak-ku. Mungkin menjenguk Ibu yang sedang koma.Ada rasa segan untukku bertemu dengan Ibu, karena aku menyadari, bahwa diriku yang lalai akan bakti padanya.Kubuka dengan pelan pintu ruangan yang sedikit terbuka. Kulihat Ibu yang terbaring dikelilingi banyak orang. Ku hampiri beliau dan aku terkesiap melihat beliau yang sedang kejang menahan rasa sakitnya. Aku langsung lari padan

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   Kemarahan Kakak

    "Uangnya ada berapa?" Bang Halim bertanya sambil mengelus rambut hitamku. Aku tatap uang receh di tanganku yang tak seberapa, uang itu adalah uang sisa-sisa belanja, Aku menatap kembali wajah teduh yang sudah beberapa bulan menjadi suamiku."Hanya ada sisa enam ribu." jawabku meringis. Karena merasa perihatin dengan diri sendiri. Yang tidak bisa apa-apa."Ya sudah, untuk hari ini apa cukup segitu? Tunggu ya! Nanti Abang akan coba minta kasbon dulu sama bos di pabrik, semoga saja nanti dikasih.""Iya enggak apa-apa, Bang." Aku hanya bisa memaklumi keadaan kami saat ini. Memang ada benarnya kata orang, ujian yang sebenarnya adalah setelah menikah.Sebelum menikah aku belum pernah menahan lapar dari pagi hingga sore menjelang, sedangkan setelah menikah, untuk jajan hanya dua ribu saja tidak ada. Mau minjam ke orang lain, tidak mungkin! minjam sama mertua aku gengsi.Sudah beberapa bulan, aku sering menahan lapar karena tak punya uang untuk sekadar membeli makanan gorengan. Karena di ruma

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   Gosong

    "Bu! selai yang dimeja kemanain?" "Enggak tahu!" jawabnya sambil mengusap-ngusap rambut basahnya."Itu Ibu pakai minyak rambut yang mana?" "Yang di meja!" "Astaghfirullah.. Bu! Itu selai nanas bu, bukan minyak rambut!" "Masa?" Ibu memegang rambutnya, lalu mengusap rambut itu. Aku terkekeh melihat tingkah ajaibnya seorang Ibu yang sudah pikun, eh! Menurun daya ingatnya maksudnya. "Iyaah Bu! itu selai nanas, coba dah Ibu rasain, rasanya pasti manis. kalo minyak rambut yang biasa Ibu pakai ada di kamar." Kulihat Ibu terkekeh geli. "Ibu keramas lagi gih, nanti susah ngilanginnya kalo udah kering."Ibu pun berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan rambutnya dari selai tanpa menjawab ucapanku sedikitpun. Aku hanya menghela nafas dalam melihatnya. Rasanya itu campur aduk, sedih ada, pengen ketawa ada, merasa cape hati pun ada. 'Semoga Allah memberi yang terbaik. Bila memang berumur panjang semoga aku kuat serta ikhlas mengurusnya. Namun apabila pendek, semoga Allah merahmatinya.' gumamk

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   jagung

    "Assalamu'alaikum.." Aku dan Bang halim bersamaan mengucapkan salam. kulihat Ibu sedang berbaring di atas kasurnya. "Wa'alaikum salam..." jawabnya lirih. Aku langsung masuk ke dalam kamar yang ditempati Ibu, lalu mencium tangannya diikuti oleh Bang Halim. Lalu aku ke dapur untuk mengambil air minum untuk Bang Halim.Karena merasa lelah dengan perjalanan jauh, aku dan Bang Halim duduk menonton televisi. Kulihat Ibu masuk ke dapur, aku tak menghiraukan beliau, aku hanya berpikir mungkin beliau mau ke kamar mandi. ternyata setengah jam berlalu, Ibu tak kunjung keluar juga dari arah dapur. Karena merasa khawatir dengan keadaan Ibu, akupun beranjak untuk melihatnya. Aku bernafas lega, ternyata Ibu sedang mengupas jagung. ku lihat juga di tungku ternyata Ibu sudah merebusnya sebagian."Ibu Lagi rebus jagung?" Aku bertanya ketika Ibu sedang meniup api di tungku. Lalu beliau menoleh padaku."Iyah, ini jagung manis pemberian dari tetangga." jawabnya. Sembari membenarkan letak kayu api."Padah

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   Bab Delapan Mantan

    [Akang kapan Menikah? dengan siapa? aku enggak nyangka Akang bisa secepat ini bisa melupakanku!] kubaca pesan itu. Aku mengernyitkan dahi dengan pesan yang dia kirim. Maksudnya apa? Kenapa dia berbicara seperti itu? Bukankah dirinya yang memutuskan untuk menghentikan hubungannya. apa dia kira aku menemuinya waktu itu adalah main-main? [Baru dua hari yang lalu. Saya menikah dengan perempuan yang menerima Saya apa adanya.] kucoba menjawab dengan menyindirnya, agar dirinya tahu bahwa setiap orang itu berbeda cara berpikirnya, jangan mentang-mentang saat ini aku belum punya perkerjaan, hingga orang tuanya menolakku sebelum mencoba maju.[Syukurlah, maaf kalau seandainya dulu perkataan Bapak menyakiti hati Akang.][Iyah, tidak apa-apa. lagian juga udah berlalu. lagi pula saya juga sekarang udah punya istri, jadi enggak perlu dipikirkan.][Hmmm.. Yaudah terimakasih sebelum ya Kang. maaf sudah lancang bertanya. semoga rumah tangganya samawa][Oke. Aammiinn.]"Siapa?" tanya Risa yang melihat

  • Terkabulnya Do'a Sang Mantan   Bab 7 Pov Halim

    "Wa'alaikum salam.." Aku menjawab dengan gugup, sambil mencium tangan Bang Halim, meski sudah menjadi suami istri, aku masih canggung dengan Bang Halim. Karena usia pernikahan kami juga belum ada dua minggu.Aku menyuguhkan minuman untuknya. Sebentar mengobrol dan Setelahnya kami makan bersama. Ketika semuanya selesai, Bang Halim membuka tasnya, dan memberikan sebuah jam dingding yang aku pesan padanya.Lalu Bang Halim menggenggam tanganku."Maaf yaa, Abang pulang enggak bawa apa-apa, karena baru beberapa hari bekerja, jadi belum dapat uang banyak. Ini Abang kasbon dulu sama bos, bos cuma kasih 50 ribu, 30 ribu abang belikan Jam. 10 ribu dibelikan buat bensin, Nah ini 10 ribu sisanya." Aku tersenyum melihat Bang Halim menjelaskan sambil menyodorkan uang 10 ribu dengan ekspresi wajah yang merah, mungkin merasa malu."Maaf yaa, Abang baru bisa ngasih nafkah 10 ribu buat Adek, Nanti kalo udah gajihan, Abang kasih semua ke Adek." katanya dengan senyum sumringahnya. Aku pun menganggukan ke

DMCA.com Protection Status