Share

Chapter 4 - Salah sasaran

Mata Caroline terbelalak tak percaya. Bukan dirinya yang menembak atau pun si pria bermasker dan bertopi hitam yang tengah menatap datar Nicholas, melainkan pistol yang diacungkan Jack yang berbunyi dan pelurunya tersarang pada si pria bermasker.

Tubuh pria itu limbung seketika tapi sepertinya masih bisa menyeimbangi agar tidak terjatuh, dan kembali mengacungkan pistolnya pada Nicholas sebelum polisi berhasil menyergapnya. Misinya harus terselesaikan dengan tuntas.

Caroline semakin terbelalak saat pria di depannya kembali mengacung pistolnya pada Nicholas.

Dor

"Aah!'' Nicholas meringis saat sebuah peluru kecil menyerang di bagian perut kanannya. Tubuh lelaki itu langsung limbung ke lantai.

"Tuan." Rolan langsung berjongkok dengan panik.

"Ahhh perempuan itu!!'' Geram Nicholas menatap tajam Caroline yang terlihat panik dengan tangan menutup mulutnya sedangkan bisa Nicholas lihat sebuah pistol tergeletak manis di samping kaki kanan perempuan itu.

Sedangkan Caroline sendiri terbelalak hebat merasa tak percaya dengan apa yang telah dilakukannya, tangannya gemetar hebat dengan wajah pucat.

Oh god! Apa yang telah dilakukan tangan kurang ajarku?! Batinnya kesal bercampur takut akan tatapan tajam yang sekarang dia lihat bersumber dari pria yang telah menolongnya itu.

***

Caroline berlari menerobos kerumunan untuk keluar dari Klub. Sesampainya di luar Caroline langsung menjauh dari tempat laknat itu. Di pikirannya sekarang, ia harus kabur!! Pria yang ditembaknya-sepertinya bukan pria sembarangan, terakhir kali sebelum pria itu dibawa anak buahnya, Caroline melihat isyarat mulut pria itu ke arahnya, dan ia mengerti akan isyarat itu. Dan isyarat itu bukanlah hal baik!

Bodoh kau Caroline, kau menjerumuskan dirimu dengan tingkahmu sendiri. Batinnya merutuk.

 

Caroline melanjutkan langkahnya berlari secepat mungkin menjauhi Klub, ia harus pergi dari sana tapi sedetik kemudian ia merasa nasibnya sial! Sebuah mobil limosin hitam berhenti di sampingnya tak lupa dua mobil mengikuti di belakang.

Saat pintu belakang mobil dibuka, Caroline menahan napasnya saat melihat pria yang ditembaknya tengah menatapnya dingin, tapi jelas sekali Caroline melihat raut kesakitan dari tatapan pria itu. Tatapan Caroline kemudian terarah pada perut lelaki itu dan ternyata banyak sekali darah yang keluar dari sana.

Apa sakit sekali? Tanya batinnya.

Tentu saja bodoh. Itu karena tangan cerobohmu itu! Sahut Dewi batinnya yang lain.

"Bawa dia."

Caroline bahkan sempat-sempatnya mendengar nada perintah lelaki itu yang terkesan parau dan sexy.

Kau gila Caroline! Batinnya kemudian karena dengan bodohnya ia malah memerhatikan nada suara lelaki ini. Hingga sedetik kemudian, seorang pria mencekal lengannya dan berniat mengajaknya untuk memasuki mobil. Tapi Caroline malah menepisnya. "Lepas. Jangan sentuh!'' desisnya.

"Nona, kau harus masuk." Pria itu tanpa peduli kembali menyeret Caroline untuk masuk tapi Caroline terus menolak. Jadilah mereka saling tarik menarik. Sampai akhirnya, suara dering telepon memecah keributan, Caroline terus menepis tangan pria yang menahan tangannya, sehingga dirinya susah untuk mengambil ponsel di tasnya.

"Lepaskan dulu, aku ingin mengangkat teleponnya." Desis Caroline, menatap tajam pria di depannya yang langsung terdiam, lalu menoleh ke arah tuannya masih sambil mencekal tangannya.

Nicholas mengangguk membiarkan dan Caroline langsung mengangkat ponselnya yang terus berdering. Tapi belum juga mengatakan satu patah kata pun, Caroline terkejut saat tiba-tiba tubuhnya ditarik tanpa permisi untuk memasuki mobil.

Di dalam mobil, anak buahnya mengabarkan bahwa polisi ada beberapa meter di belakang mereka. Dan Nicholas memerintahkan mobil untuk melaju kencang-mengebut dan membuat Caroline memekik was-was sedangkan Nicholas tampak tenang meski wajahnya terlihat semakin pucat, dan darahnya terus saja keluar dari perutnya.

"Hai, kau gila! Turunkan kecepatannya!!" teriak Caroline.

"Diamlah. Kau. Membuatku. Pusing." Desis Nicholas.

Mendengar penekanan dari mulut Nicholas, entah kenapa membuat Caroline bungkam seketika padahal mulutnya selalu cerewet.

"Apa sakit sekali?" tanya Caroline memecah keheningan dan tanpa sadar tangannya menyentuh tangan besar Nicholas yang dipenuhi darah. Nicholas melirik tangan itu kemudian mendengus.

"Apakah harus ditanyakan lagi–Akh!" ucapan dingin Nicholas saat membalas pertanyaan Caroline berujung erangan sakit saat tiba-tiba denyutan sakit menyerang perutnya yang tertembak.

"Maaf, aku-aku benar-benar tidak sengaja," kata Caroline merasa bersalah.

"Maaf, kau meminta—akh shit!" belum juga menyelesaikan ucapnya Nicholas kembali mengerang dengan suara lebih keras.

Caroline yang panik tanpa sadar membentak anak buah Nicholas. "HAI, APA KALIAN TIDAK MELIHAT TUAN KALIAN SEKARAT, CEPAT KEMUDIKAN MOBILNYA KE RUMAH SAKIT TERDEKAT!!" bentaknya dan semua orang di sana termasuk Nicholas tercengang-tak percaya bahwa wanita asing ini berani membentak.

Nicholas menatap wanita di sebelahnya dengan pandangan takjub—merasa ketertarikan.

"Apa? Kenapa melihat melihatku seperti itu?!"

Nicholas tersenyum tipis, tidak menjawab.

"Apa masih jauh?" ucapnya membuka suara.

"30 menit lagi kita sampai tuan."

"30 menit lagi? Cari saja rumah sakit terdekat, pria ini akan mati menunggu selama itu." Sahut Caroline tak habis pikir, banyak rumah sakit terdekat kenapa harus membutuhkan waktu selama itu untuk sampai.

"Kita tak bisa ke rumah sakit," ucap Rolan. Pria paruh baya itu terlihat menatap khawatir Nicholas.

"Memang kenapa-" ucapan Caroline terhenti karena ponselnya kembali berdering.

"Kembalikan ponselku." Caroline merebut ponselnya dari pria tadi.

"Halo," sapanya setelah mengangkat panggilannya.

Detik berikutnya mata Caroline terbelalak setelah mendengar penuturan di seberang telepon.

"Bagaimana keadaan mereka sekarang?" tanya Caroline setelah mendengar pernyataan dari seberang telepon, wajahnya terlihat cemas, dan semua itu tak luput dari penglihatan Nicholas.

"Syukurlah, aku akan segera ke sana. Tunggu aku."

Caroline memutus sambungan teleponnya.

"Antarkan aku ke RS.." ucap Caroline tiba-tiba.

"Apa?"

"Antarkan aku ke rumah sakit yang tak jauh dari sini. Lagi pula pria ini harus mendapat penanganan secepatnya, rumah sakit itu tak jauh dari sini." ucap Caroline tak sabar.

Dan sekarang Nicholas menjadi pusat perhatian dari orang-orang yang berada di mobil itu, tentu untuk mendapatkan persetujuan. Nicholas terdiam sesaat sampai akhirnya menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Caroline yang menghela napas lega, sedangkan beberapa anak buahnya menatap tidak percaya.

"Tapi tuan?"

"It's oke, lagi pula aku tidak kuat lagi menahan luka ini."

***

Sesampainya di tempat tujuan.

"Kenapa diam saja, ayo turun!" ucap Caroline tak habis pikir, bukannya turun orang-orang yang berada di dalam mobil malah diam saja.

"Aku akan turun." Nicholas membuka suara menyahut.

Rolan mencekal tangannya, tampak ragu. "Tapi tuan?"

"It's oke, dan salah satu dari kalian ikut aku. Jerry kau bantu aku." katanya kemudian memerintah pada salah satu anak buahnya yang bernama Jerry. 

"Kenapa tidak saya saja?" tanya Rolan mengajukan diri.

Nicholas menggeleng. "Kau duduk diam saja di sini, paman. Jerry ayo."

"Baik tuan."

Mereka bertiga lalu turun, dan pintu mobil langsung tertutup. Nicholas di papah oleh Caroline tanpa sungkan.

"Kau tidak apa-apa?'' tanya Caroline menoleh pada pria yang tengah dipapahnya itu.

"Hm." Nicholas hanya bergumam.

"Maaf aku benar-benar tidak sengaja tadi." Caroline tiba-tiba meminta maaf.

Nicholas menyeringai samar. "Aku akan memberikanmu hukuman." Bisiknya sambil menoleh dan secara bersamaan dengan Caroline membuat pandangan mereka bertemu dengan jarak yang sangat dekat.

Cantik. Dan itu yang berada di benak Nicholas setelah menatap dalam wajah Caroline, dan dalam kondisinya yang seperti ini masih sempat-sempatnya. Sedangkan Caroline merasakan firasat buruk.

"Aku harus pergi, ada seseorang yang harus aku temui."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status