"Alar, Alardo!"Rachel mengerutkan alisnya saat pria di depannya itu tak menyahut dan malah terfokus pada sesuatu di belakangnya. Tertarik, Rachel menoleh dan tersenyum tipis-mengerti objek di belakangnya menarik perhatian Alardo."Sepertinya aku harus pergi." katanya tiba-tiba, membuat pria di hadapannya melotot."Hah. Kenapa?" tanya Alardo."Tidak ada. Hanya aku berpikir kita telah selesai berbicara kan?" jawab Rachel."Kau janji akan menemaniku malam ini." Kata Alardo membuat Rachel terdiam sesaat."Sepertinya lebih baik lain kali."Alardo menghela napas. "Tapi aku mau sekarang. Kalau begitu ayo kita pergi." Alardo ikut bangkit dari tempat duduknya. Tangannya bergerak menggenggam tangan Rachel dan pemandangan itu tak lepas dari pandangan wanita yang tidak lain Crystal.Rachel protes. "Tapi-"Alardo menggeleng-tidak menerima bantahan. "Tidak ada penolakan."
"Di mana kamarmu?" tanya Nicholas setelah berhasil memasuki rumah Caroline yang tampak sederhana. "Arah barat pintu cokelat dengan atasnya ada tulisan namaku." jawab Caroline lelah, kesadarannya telah berada di angka 50 persen. Mendengar jawaban itu, Nicholas segera bergerak mencari kamar yang disebutkan wanita di gendongannya. "Emmm... Nic. Jangan membuat suara aku tidak ingin membangunkan orang rumah." Kata Caroline dalam setelah perjalanan mencari kamarnya. "Oke."Lima belas detik kemudian. Nicholas tepat berdiri di depan pintu kamar dengan tulisan Caroline William. Lelaki itu bergerak membuka knop pintu, memasuki kamar dan menutup kembali pintunya. Nicholas kemudian merebahkan Caroline di ranjang. "Kau harus berganti pakaian. Ini kotor." ucap Nicholas sambil duduk di sisi ranjang. "Hmm," Dan hanya dehaman yang menyahut. Saat Caroline akan melepas kausnya, tampak kesusahan. "Bantu aku." lanjutnya kemudian. Nicholas akhirnya membantu menarik kaus itu dari tubuh Caroline ya
Satu jam kemudian. Setelah tiga puluh menit sebelumnya yang hanya dipakai untuk tidur kembali akhirnya Caroline telah segar juga setelah membersihkan seluruh badannya yang terasa lengket dan kotor. Dan sekarang wanita itu sudah rapi dengan style yang biasa sehari-hari di rumah.Caroline berencana hari ini tidak akan keluar dari rumah. Karena kejadian semalam dia jadi over terlebih juga tubuhnya dalam keadaan tidak baik sekarang."Sudah bangun."Memasuki dapurnya Caroline disambut oleh sang adik."Masak apa?" tanya Caroline."Stake sederhana dari bahan tanpe ala Indonesia." Sahut Carles."Ohya. Kelihatannya lezat." ucap Caroline.Carles terkekeh. "Tentu saja."Beberapa menit kemudian hidangan tersaji. Caroline menatap lapar hidangan lezat di hadapannya. "Eumm.... Ini enak sekali. Carles, kau pintar sekali dalam urusan dapur!" Kata Caroline terus melahap makanannya.Carles terkekeh. "Tentu saja masakanku enak. Bahkan kakakku saja kalah dengan cita rasa yang selalu aku hidangkan," katany
Di kediaman mewah dengan kesan klasik. Setelah malam malam menakjubkan yang di laluinya bersama wanita itu, tanpa di sangka ketertarikan menyambangi kehidupan asmara Nicholas.Tentu bukan lah hal pertama baginya, tapi setelah sekian tahun Nicholas mulai bebas dari bayang-bayang masalalu.Dan wanita itu— Caroline William namanya, seolah menarik dirinya sendiri untuk berhadapan dengannya, dengan cara yang tidak elegan, berawal dirinya yang menyelamatkan tubuh wanita itu saat akan jatuh malah berakhir dia yang menderita karena tembakan yang di lepas wanita itu. Dan saat itu, saat mereka bertatapan, kepala Nicholas terus saja dibayangi wajah cantik Caroline, membuatnya tanpa sadar tersenyum sendiri.''Tuan!''"Ya, aku mendengarnya." Nicholas mengangkat wajahnya dengan raut datar khasnya.''Maaf karena meninggikan suara, sebab tuan sedari tadi tidak menyahut panggilan saya." beritahu Rolan dengan sopan."Hmm." Dan hanya dehaman sebagai sahutan dari sang tuan."Tuan, Anda tidak apa-apa?" ta
FlashbackTerlihat Caroline menggandeng tangan mungil Raquel memasuki cafe tempatnya bekerja. Yaa, Caroline memutuskan membawa Raquel ke tempat kerjanya, toh juga ibunya masih bersama Alardo."Aunty." Caroline menghentikan langkahnya saat Raquel berhenti dan memanggilnya. "Ada apa sayang?" tanyanya menatap Raquel. "Itu," Telunjuk mungil Raquel menunjuk seorang bocah pria sebayanya yang lumayan jauh dari dirinya berdiri, tapi tak sampai menyeberang jalan. Reo, bocah itu tengah duduk di sebuah bangku dengan seorang perempuan cantik di sebelahnya, mata birunya terlihat menatap ke arah Raquel sembari tersenyum, tangannya melambai mengisyaratkan agar bocah sebayanya itu mendekatinya. "REO!" pekiknya girang sambil melompat-lompat. Caroline terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan Raquel, dan Reo adalah anak dari NASYA—yea, perempuan yang duduk di sebelah Reo adalah ibu kandungnya. "Aunty... Raquel mau ke Reo." Beritahu Raquel menatap Caroline dengan puppyeyesnya—memoho
"Hm?'' Ucap Nicholas pada seseorang di seberang telepon."Tuan polisi datang!"Damnit!Nicholas mengumpat. Ada tamu tidak di undang datang dan akan sangat menjengkelkan jika orang-orang itu mengobrak abrik kediamannya."Tangani mereka dan jangan sampai masuk, aku akan segera ke sana.'' Dan sambungan pun terputus, Nicholas kemudian menyalakan mobilnya.Beberapa menit kemudian. Sesampainya di tempat tujuan, Nicholas melihat beberapa orang berkerumun di depan mansionnya. Lelaki itu membuka pintu mobilnya dan melangkah keluar."Selamat sore semuanya." Nicholas tersenyum pada para polisi itu. Dan kemudian tatapannya bertubrukan dengan salah seorang polisi yang ternyata Jack."Maaf sebelumnya, saya ingin bertanya soal penembakan seminggu yang lalu, tuan Anthony. Kami sudah mencari-cari anda dari beberapa hari yang lalu tapi anda susah sekali untuk ditemui." jelas Jack dengan tatapan tajamnya.***Beberapa menit kemudian.Nicholas memasuki mansionnya setelah tiga puluh menit mengobrol dengan
"Caroline,'' Sebelah alis Nicholas terangkat kala tak mendapati sahutan, wanita di hadapannya itu malah terbengong menatapnya. "Hai, kau kenapa?" tak ada reaksi meski tangannya pun saat ini melambai di depan wajah cantik itu."Kau tidak mendengarku? Terpesona hm." Nicholas menyeringai tipis setelah berhasil mendapat atensi sang lawan bicara karena sentuhan di bahunya."Ya?" Dan entah sadar atau tidak, kata ya keluar dari mulut Caroline, membuat Nicholas terkekeh geli. ''Benarkah?'' dengan nada ia buat tak yakin.Dan Caroline yang masih dalam mode terjerat pesona pria itu secara terang-terangan mengangguk. Hingga di satu detik kemudian kesadaran menghantamnya, menggeleng-gelengkan kepala, Caroline merutuk kesal pada dirinya sendiri.Caroline bodoh, bodoh! "Ahh memalukan, kau mempermalukan dirimu sendiri Caroline!'' gerutunya pelan, tapi masih bisa di dengar Nicholas yang terkekeh geli. Wanita ini sangat menarik. Pikirnya. Caroline terlonjak kaget saat tubuhnya yang tidak siap denga
Pukul 11.45 AM. Caroline tengah berada di dalam sebuah mobil dengan Nicholas yang berada di sampingnya. Mobil yang ditumpanginya itu, Caroline tidak tahu akan berhenti di mana."Nic, aku ingin menanyakan sesuatu?" kata Caroline membuka suara setelah keheningan mengambil alih."Apa?" Nicholas menoleh menatap wanita di sampingnya itu yang malah terpaku dan bukannya menjawab."Car, Caroline!""Ahh. Ya." Caroline langsung mengalihkan pandangannya kala sempat terpesona dengan tatapan dari sepasang manik biru Nicholas.Jika di lihat dari dekat mata lelaki ini sangat indah, namun tampak kelam seakan menyimpan sesuatu."Kenapa terus menatapku, ada sesuatu di wajahku?" Pertanyaan itu di jawab gelengan oleh Caroline yang hanya bisa meringis samar. Matamu itu mengalihkan duniaku!Astaga lebai sekali Caroline! Pekik batin warasnya menimpali. Kembali Caroline menggelengkan kepalanya seakan mengenyahkan bisikan-bisikan menggangu yang terus menyerbu kepalanya, sebelum kemudian berdeham untuk meng
Di perjalanan, Nicholas menggeram kesal, tangannya yang tengah mengendalikan setir sekali-kali memukul setirnya kuat, beberapa kali juga menekan klakson membuat suara nyaring yang tidak mengenakan.Tidak sesuai bayangannya, Nicholas sedikit lama, padahal beberapa kilo meter lagi akan sampai tapi kemacetan kembali menyerang yang otomatos membuat jalanan macet, karena ternyata ada kecelakaan di depan sana.Dan itu membuat Nicholas marah juga kesal. Ohh bukan dia tidak simpati—ah whatever Dia sudah harus sampai dalam beberapa menit lagi. Sial! "Oh c'mon gods aku tidak mau melewatkan kesempatan yang telah diberikan istriku."Nicholas melirik arlojinya, sudah tiga puluh tujuh menit dari waktu yang diberikan Caroline tapi ternyata Nicholas terlambat.Lima belas menit kemudian, akhirnya Nicholas bebas dari kemacetan. Lelaki itu dengan tidak peduli menambah pedal gas kecepatan mobilnya di atas rata-rata, mengemudi seperti orang kesetanan, bahkan lelaki itu sampai harus banting stir karena be
"Caroline?"Satu detik Tidak ada jawaban!Sepuluh detik.Masih tidak ada jawaban."Caroline?" ulang Nicholas dengan nada sedikit tinggi saat tidak juga mendapat respon."1 jam."Kerutan di dahi Nicholas terlihat—bertanda lelaki itu bingung dengan ucapan sang istri. Apa maksudnya? "Maksudnya?""Temui aku dalam waktu 1 jam atau tidak sama sekali."Seketika Nicholas merasa jantungnya berdetak kencang, kehangatan menjalar di hatinya hanya karena ucapan dari Caroline yang termakna sebuah kesempatan.Ya, tentu saja akan dia lakukan apa saja untuk bisa bertemu dalam waktu 1 jam itu."Kami memberiku kesempatan,""Temui aku di airport, Hilton International London Heathrow Airport di 1 jam itu pesawatku akan lepas landas."Dan TutPanggilan di putus secara sepihak.Nicholas memandang ponselnya yang telah terputus sambungannya, dan tanpa berpikir panjang lagi pria itu langsung bergegas pergi.1 jam? Menuju lokasi yang diberitahu Caroline, kira-kira ia akan sampai dalam 40 menit.Apa akan tep
"Aku tidak peduli, yang penting sekarang—" Nicholas menggantungkan ucapannya dan menyeret Alice pada meja yang telah disediakan kemudian tanpa memandang balas kasih lelaki itu menekan kepala sang wanita ke meja."Katakan yang sejujurnya apa yang terjadi dari kau masuk ke kamarku dan menggodaku!" ucap Nicholas, tangan satunya yang bebas kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi nomor istrinya. Dan sampai panggilan keempat, Caroline tidak juga mengangkatnya membuat Nicholas menghela napas putus asa. Tidak punya pilihan lain Lelaki itu mengetikan sebuah pesan dan mengirimnya langsung.Sedangkan di tempat lain. Caroline mencoba tidak tergoda untuk mengangkat panggilan suami berengseknya."Sayang, itu teleponnya." Elina yang mendengar panggilan itu menghela napas. Wanita paruh baya itu menoleh melihat siapa penelepon."Nicholas?" ucap sang paruh baya dengan pelan, tau sekali putrinya sedang tidak dalam mood baik."Aku tidak mau mengangkatnya." ucap Caroline datar."Mungkin penting. Jan
''Ya ampun sayang," Elina yang baru saja keluar dari kamar mandi terkejut dengan kedatangan putrinya yang tampaknya tidak baik-baik saja. "Ada apa denganmu. Kenapa menangis?" tanyanya menghampiri cepat putrinya yang sudah meluruh di dinding pintu."Mom..." Caroline langsung memeluk Elina menumpahkan rasa sakitnya dalam pelukan sang Momny."Itu Nicholas, pintunya—""Tidak tidak, biarkan saja." Caroline menggelengkan kepala menatap sang Mommy dengan tatapan kesakitan. Membuat Elina tidak tega."Menangislah sepuasnya. Nanti cerita pada Mom." ucapnya sambil memeluk sang putri, tak lupa tangannya menepuk-nepuk pelan punggungnya mencoba menyalurkan ketenangan.Beberapa menit kemudian gedoran di pintu sudah menghilang begitu pun Caroline yang mulai tenang. Wanita itu melepaskan pelukannya kemudian menatap Elina."Aku mau pergi,""Pergi?"Caroline mengangguk. "Ikut Mommy kemana pun."Elina mengerutkan keningnya, tapi selang detik setelahnya menghembuskan nafas pelan. Kemudian mengangguk. "T
Keesokan harinya. Di atas sebuah sofa Caroline tengah duduk manis dan tampak sibuk mengotak-atik ponsel di tangannya. Ahya, beberapa saat lalu Caroline memang keluar untuk berbelanja bersama Elina, membeli beberapa pakaian, makeup, dan salah satunya ponsel yang saat ini di mainkannya. Sebenarnya dia menolak untuk keluar apa lagi berbelanja dengan nominal yang besar tapi karena sang ibu memaksa Caroline tidak bisa menolak. Tapi yang jelas Caroline masih asing dengan kehidupannya sekarang. Sangat berubah 90 sederajat. Siapa sangka ternyata dia merupakan anak dari seorang pemilik The big mall dan sangat berpengaruh dengan cabang yang meraja rela di dunia."Akhirnya ketemu." Kata Caroline tampak senang saat berhasil menemukan akun sahabatnya—Rachel.Setelah apa yang terjadi padanya selama setahun ini. Ia rindu adik dan sahabat-sahabatnya. Dan bagaimana keadaanmu Raquel? Semoga saja Putri menggemaskan dari sahabatnya itu selamat dan baik-baik saja.Caroline benar-benar kehilangan info se
S2 CHAPTER 62 "Nak?"Dengan panik Elina mendekati Caroline yang tiba-tiba memasuki kamar—kepanikannya muncul saat melihat kedua mata putrinya berkaca-kaca bahkan air mata telah membasahi pipinya."Mom..." Caroline langsung menghambur kepelukan sang ibu."Kenapa sayang?" tanya Elina merasa cemas."Nic—Nicholas ternyata mempunyai istri lain—Dia menikah lagi!?!" Beritahu Caroline dengan penuh emosi kesedihan pada sang ibu yang sebenarnya sudah di mengetahui fakta tersebut. Mengela napasnya wanita paruh baya itu tak menyangka akan secepat ini fakta itu sampai pada putrinya. "Untuk lebih jelasnya kamu bisa meminta penjelasan suamimu—"Caroline menatap tak percaya mendengar itu, langsung memotong. "Mommy sudah tau,"Seketika Elina menggeleng tapi menggangguk kemudian. Mencoba tenang sebelum kemudian mejelaskan. "Bukan Mom berpihak pada suamimu, tapi karena mom tau ada sesuatu." Rahasia sebesar ini disembunyikan hanya untuknya. Hebat sekali Nicholas Matteow.Dan sesuatu apa? "Sorry honey
Elina, Caroline, Nicholas turun dari mobil tepat di depan pekarangan Mansion Albert. Ketiganya berjalan memasuki mansion tersebut.Sesampainya—menginjakkan kakinya di lantai utama, mereka telah disambut oleh tiga orang yang tidak lain, Albert, istri kedua dan anak perempuanya."Woah ibu peri dan putrinya yang buta telah kembali." Alice—anak ke tiga Albert mengejek dengan angkuhnya pada Elina dan Caroline.Alice maju selangkah hingga akhirnya berdiri tepat di hadapan Elina dan Caroline. Dengan menatap sinis dua orang itu, Alice berani mengangkat tangannya—menunjuk-nunjuk Elina dan Caroline tak sopan."Kenapa kalian harus kembali ke sini hm? Parasit tidak berguna tidak dibutuhkan di sini!" ucapnya sinis.Caroline yang sedari tadi mengepalkan tangannya ingin sekali menampar bulak balik bibir seenaknya itu. Tapi tenang—Caroline berusaha tenang. Bukan saatnya.Well, sedari awal masuk dia sudah menebak lelaki yang beberapa jarak di hadapannya itu adalah ayah kandungnya dan dua wanita yang t
Keesokan harinya. Pukul 06.30 PM. Caroline sudah bangun dari tidurnya. "Nicholas belum datang?" Tanyanya pada sang ibu yang baru saja keluar dari kamar mandi.Elina menggeleng sebagai jawaban. "Belum."Caroline menghela nafasnya dengan bibir maju sedikit. "Padahal aku sangat berharap kala aku bangun lelaki itu sudah di sini. Waktunya sedikit lagi," lirih Caroline kecewa."Jangan sedih sayang. Kita telepon saja suamimu ya?" Elina yang menemani memutuskan untuk menghubungi menantunya itu untuk mengurangi kesedihan dan kekecewaan putrinya."Mungkin dia memang sibuk Mom." ucap Caroline saat tau sang suami tidak menerima panggilannya."Jangan salah sangka beauty. Aku di sini," suara bas Nicholas dari arah pintu menyahut Caroline. Lelaki itu ternyata sudah berada di rumah sakit."Nic!" sahut Caroline berubah ceria. Terlihat bahagia."Kau benar-benar akan menemaniku?" Tanya wanita itu untuk kesekian kali, membuat Nicholas melengkungkan bibirnya sambil berjalan mendekati Caroline, lalu mem
Beberapa jam kemudian, Caroline sudah kembali ke kamar rawatnya dan jadwal operasi sudah di tetapkan.Beberapa pemeriksaan sudah di lakukan—tadi, dan berjalan lancar dan dirinya besok benar-benar bisa melakukan operasi donor matanya."Caroline."Caroline tersentak saat mendengar suara berat itu.Caroline kemudian menetralkan wajahnya menjadi datar. "Untuk apa Anda ke sini?" tanyanya dingin.Meski tidak bisa melihat seperti apa rupa sosok lelaki yang katanya–Ayah kandungnya, Caroline hanya memperlihatkan raut datarnya setelah fakta yang di dengarnya—kekejaman ayahnya, terutama pada ibunya. Lelaki paruh baya itu mendekati Caroline sembari berkata. "Maafkan Daddy Caroline,"Sontak Caroline terkekeh sinis mendengarnya. "Ayah? Seingat saya... Saya tidak punya Ayah." cetusnya dengan begitu dingin.Menolak mentah-mentah Albert Ryson sebagai Ayah kandungnya.Albert merasa dadanya tertusuk beribu-ribu jerami tajam—sangat sakit saat mendengar putrinya sendiri tak mengakuinya. Bahkan dari nad