Entah sudah berapa lama perempuan bermata teduh itu berdiri di balik jendela seraya menatap rinai hujan. Dengan ingatan melayang pada sebuah kisah pahit yang menghantam kehidupannya. Tentang bagaimana sebuah kepercayaan, janji, dan komitmen dihancurkan begitu saja oleh orang ketiga. Padahal, derajatnya sama sekali tidak bisa dibandingkan. Perempuan itu hanyalah seorang penari telanjang, sedangkan dirinya adalah orang yang sudah membersamai selama delapan tahun, memupuk rasa cinta hingga tumbuh subur. Namun, kini ia pun percaya bahwa benar, lelaki tidak cukup hanya dengan satu wanita saja.
Semakin tinggi seorang lelaki mendapatkan banyak hal, maka semakin luas juga sirkel pertemanan yang dia miliki. Sejak malam itu, lelaki yang ia agungkan di atas segalanya berubah sikap, dia lebih memilih seorang wanita penghibur, daripada dirinya yang menemani di kala susah dan senang. Tampaknya, lelaki itu benar-benar sudah lupa jati dirinya. Wanita penyuka warna hijau itu pun tidak yakin, setelah lelakinya memilih wanita yang baru dikenalnya, apakah kehidupan mereka akan baik-baik saja? Karena selama ini, dia lah yang selalu mengirimkan doa-doa panjang untuknya.Andaikan semua wanita paham kesakitan wanita lain … ah, dia terlalu berharap pada wanita malam itu untuk bisa memahami hatinya. Wanita yang menjual harga diri demi mendapatkan uang. Wanita yang suka mengambil pasangan orang lain demi kecukupan materi. Ya, wanita itu bagaikan iblis. Tuhan terlalu murah hati karena telah menciptakan wanita seperti itu.“Kenapa merebut milik orang lain? Jika terjadi hal yang sama padamu, kamu bisa apa? Marah? Sadar diri sedikit. Baginya, kamu bukan apa-apa. Dia hanya tertarik sebentar, setelah itu, jika melihat yang lebih, maka dia akan pergi juga darimu, sama seperti yang aku alami sekarang. Nanti, kau akan paham, bagaimana rasanya ditinggalkan seseorang yang kita cintai, hanya karena perempuan murahan yang baru dikenalnya!" ~ Mentari Almeera Daliya.“Dia memilih aku karena aku lebih cantik, seksi, dan bisa membuatnya tergila-gila. Kalian sudah berhubungan selama delapan tahun, menurutmu, kenapa dia bisa dengan cepat pindah hati padaku? Itu karena dia tidak puas dengan wanita kampungan sepertimu. Baginya, sekarang kau bukanlah siapa-siapa." ~ Angela, seorang penari striptis di sebuah klub malam.“Kamu hanya salah paham, Sayang! Aku tidak pernah mencintai wanita lain selain kamu!" ~ Andre Adiaz Sasongko.Itu adalah sepenggal percakapan mereka waktu itu. Hari di mana langit terasa runtuh saat lelaki yang teramat ia kasihi membagi hatinya.Ia lupa, kira-kira wanita selingkuhan mana yang mau dirinya disalahkan?Seharusnya dia tidak melakukan hal itu kalau merasa bersalah, ‘kan?Acapkali dirinya bertanya, hati wanita murahan itu … sebenarnya terbuat dari apa? Hingga tidak bisa merasakan kesakitan wanita lain? Hingga tidak bisa menempatkan diri di posisi orang lain?Mungkinkah dia itu … Iblis?‘Tuhan, Engkau terlalu baik menciptakan wanita sepertinya.’ ***Namanya Mentari Almeera Daliya. Ia adalah perempuan yang tengah menjalani hubungan berupa sebuah ikatan pertunangan dengan lelaki bernama Andre Adiaz Sasongko. Hal yang membuatnya begitu mencintai dan mendewakannya adalah, Adiaz sangat perhatian. Bahkan untuk hal-hal kecil yang Mentari saja tidak pernah peduli. Lelaki itu memenuhi semua kebutuhan finansial kekasihnya, apa pun yang diminta, selalu dia berikan. Pria itu baik, tampan, di mata Mentari dia sangat sempurna. Ia sangat mencintai, dan mempercayainya. Adiaz bekerja di sebuah perusahaan berbasis teknologi, kondisi keuangannya terbilang mapan, hingga tidak ada permasalahan terkait ekonomi. Ya, ini adalah kisah jauh sebelum semua peristiwa yang membuat Mentari nyaris gila itu datang. Perempuan itu tidak akan pernah lupa, betapa dirinya setiap hari harus menelan pil pahit dari seorang Dokter Psikologi yang mengatakan bahwa Mentari mengalami depresi berat. Bagaimana tidak? Sosok lelaki sempurna yang begitu dibanggakannya, hingga ia tidak pernah minta apa pun lagi pada Tuhan karena telah merasa cukup dengan memiliki Adiaz saja, nyatanya lelaki itu malah meninggalkan begitu saja demi perempuan lain yang baru dikenalnya.Mentari lupa meminta pada Tuhan, supaya lelaki itu setia dan tidak pernah meninggalkannya. Iya … ia lupa melakukan hal itu pada-Nya.Minggu pagi, Mentari menghampiri Adiaz yang sedang mengerjakan laporan perusahaan. Ia lirik wajah innocent lelakinya, kulitnya yang seputih salju, dan bibirnya merah merekah. Badannya juga sangat tinggi. “Sayang, lapar enggak? Mau aku buatkan apa?" tanya Mentari.Tanpa melirik, Adiaz menjawab, “Apa aja deh. Yang penting masakan kamu. Aku bosan makan makanan luar, di kantor, ‘ kan selalu begitu."“Ya udah, tunggu sebentar, ya. Aku masakan sup ayam aja mau?"“Hmm." Adiaz hanya menjawab seperti itu.Mentari dengan semangat pergi ke dapur. Mengambil beberapa potong ayam di dalam kulkas lalu merendamnya sebentar di dalam air agar tidak membeku lagi. Setelah itu, ia sediakan berbagai macam bumbu untuk sup, sayuran seperti kol, tomat, wortel, kentang, dan tambahan berupa seledri dan bawang daun yang semuanya sudah dipotong kecil. “Apa lagi, ya? Masa cuma masak ini saja?" pikirnya. Ia membuka lagi pintu kulkas, di sana terdapat buah-buahan segar yang menarik perhatiannya. “Buat salad saja?"Dari dapur, ia berteriak supaya Adiaz mendengarnya. “Sayang! mau aku buatkan salad juga!?"Adiaz menjawab, “Iya." Sesingkat itu, tapi berhasil membuat Mentari tersenyum seharian. Ia senang jika Adiaz menghargai usahanya untuk menyenangkan kekasihnya itu.Setelah semuanya siap, Mentari membawanya ke tempat Adiaz berada. Ruang kerja, dengan cahaya redup dan banyak berkas-berkas perusahaan yang menumpuk. Ada juga beberapa buah sprinter, laptop tidak terpakai, dan bahan penelitiannya untuk perusahaan itu.Adiaz melihat wanitanya membawa makanan. Dia lalu menutup laptopnya, menyudahi sejenak pekerjaannya. Mereka duduk di bawah beralaskan karpet lembut yang dipenuhi oleh bulu-bulu tebal.Adiaz menyantapnya dengan lahap. Sedangkan Mentari memperhatikan wajah pujaan hatinya dengan senyuman.“Kenapa?" tanya Adiaz sembari tersenyum.“Tidak apa-apa. Rasanya aku benar-benar tidak ingin apa-apa lagi. Ya, aku tidak punya permintaan apa pun lagi pada Tuhan, karena sudah bersamamu. "Rupanya kata-kata itulah yang menjadi awal dari segalanya. Tuhan marah, karena Mentari berbicara dengan sombong, bahwa ia tidak memerlukan apa-apa lagi dari-Nya.Adiaz hanya tertawa kecil. Dia mengusap puncak kepala Mentari dengan lembut, “Jangan berkata seperti itu, wajahmu tambah cantik. Hahaha." Tawanya begitu renyah dan memikat.“Tentu saja! Dari dulu aku memang cantik, ‘kan? Kalau tidak, mana mungkin kamu mau denganku.”Mereka tertawa bersama, menutup hari itu dengan penuh kebahagiaan. Namun, tanpa Mentari ketahui, bahwa suatu hari akan ada sebuah kejadian mengerikan. Titik di mana ia menganggap, bahwa dunia membuangnya begitu saja ke tempat sampah. Hari di mana, akan ada banyak luka yang menggores hati, serta dirinya yang berubah menjadi manusia paling menyedihkan di dunia.Berjam-jam berlalu dari waktu pulang Adiaz. Mentari sampai terkantuk-kantuk menunggunya. Akhir-akhir ini, dia memang sering sekali lembur. Jarang makan di rumah. Kadang pulang sebentar lalu pergi lagi dengan alasan bertemu klien. Pulang hanya untuk mengambil keperluan seperti berkas-berkas penting yang harus dibawa. Seperti siang tadi, Mentari melihat wajah kekasihnya tampak kusut, bajunya pun acak-acakan, bagian bawah mata Adiaz menghitam seperti panda, efek karena dirinya selalu lembur demi kemajuan perusahaan, alasannya. “Sepertinya malam ini aku gak pulang. Kamu makan saja, gak usah nunggu aku. Kerjaan sedang numpuk banget aku keteteran dan harus lembur lagi," ucapnya sambil memakai jas dan memasukkan berkas ke dalam tas. “Oke, tapi kamu jangan sampe lupa makan, ya, ingat kesehatan. Aku gak mau kamu sampe sakit. Kalo kamu sakit, yang nyakitin aku siapa?" kelakar Mentari sukses membuat Adiaz terkekeh kecil seraya mengacak rambut wanitanya. Bagi Mentari, tak masalah jika ia d
“Adiaz, apa ini!?" Mentari melonjak kaget. Dia menatap nanar ke arah Adiaz. Sedangkan Adiaz melongo, wajahnya seketika pias. Lalu ia merebut lipstik itu dari tangan Mentari. Segera membuangnya ke jalanan. “Itu bukan apa-apa," ucapnya. Ia mencoba untuk tetap tenang. Mentari melayangkan tatapan marah. Kemudian ia tertawa sarkas. “Bukan apa-apa!? Ada benda perempuan lain, kamu bilang bukan apa-apa!?" “Itu punya teman kerja aku! Kita kemarin ada meeting!" jawab Adiaz ikut berteriak. “Kita sengaja cuma pakai satu mobil, karena jalanan sedang macet!" “Alasan kamu gak logis!" “Apanya yang gak logis, sih!?" “Kalau kamu tahu ada lipstik orang yang ketinggalan, kenapa nggak langsung kamu kembalikan? Dan itu ... kenapa harus dibuang?" “Aku aja baru sadar sekarang! Udah! Jangan ajak aku debat lagi. Kamu ngajak ribut cuma gara-gara hal sepele ini!?" Hari itu, rencana belanjanya gagal total. Adiaz lebih memilih untuk masuk ke dalam kamarnya. Dia sengaja melakukan itu, supaya Mentar
Aksi Adiaz terhenti saat ia sadar apa yang akan diperbuatnya. Ia menurunkan kembali tangannya. Memilih pergi begitu saja. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 24:00 WIB.Adiaz meraih kunci mobil dan mengenakan jaket, dengan tanpa menoleh ke arah Mentari, ia keluar seraya membanting pintu. Lalu ia menghubungi Angela. “Aku jadi ke sana.”Angela tertawa penuh kemenangan. “Tuh, ‘kan, apa kubilang. Dia itu cuma perempuan yang membosankan, Sayang. Aku akan buat kamu puas malam ini," ucapnya. Kondisi jalanan yang lengang membuat Adiaz yang sedang kalut mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dalam benaknya saat ini hanya terbayang asap kenikmatan yang disuguhkan Angela, sudah dua bulan terakhir ini Adiaz dikenalkan dengan ‘surga dunia' ala Angela, wanita seksi yang berprofesi sebagai penari telanjang di sebuah klub malam.Sampai di tempat tujuan, Adiaz menghubungi Angela. Namun, berkali-kali panggilan Adiaz tak dijawab oleh Angela. Ia kemudian masuk ke klub yang sudah padat p
Kediaman Mentari tampak sepi, tak ada apa pun yang menandakan ada kehidupan di dalam. Adalah Rani yang merupakan teman baik Mentari. Gadis berambut lurus yang dibiarkannya tergerai itu berdiri di depan pintu, setelah berkali-kali mengetuk pintu, tetapi tak kunjung ada jawaban, gadis itu berinisiatif untuk melakukan panggilan telepon. Rencananya, hari ini dia akan mengajak sahabatnya itu untuk pergi rekreasi. Kemarin, Mentari curhat padanya, mengenai perubahan sikap Adiaz yang sangat drastis sekali.Kemarin. “Ran, kamu sibuk gak? Ada banyak yang ingin aku ceritakan ....” Mentari bertanya melalui sambungan telepon. Rani tertawa, “Sibuk apanya? Aku biasa aja, kok, ada apa, Tari? Tumben sekali pake ada kata curhat segala. Atau, kamu mau aku ke rumahmu sekarang?”“Gak usahlah, nanti kamu cape. Ran ... aku bingung. Sikap Adiaz ke aku berubah drastis––" Mentari mulai menangis. “Dia jadi kasar sama aku. Kami jadi sering bertengkar. Aku pernah nemuin lipstik di dalam mobilnya. Selain
Amarah MentariAngela membanting vas bunga yang ada di kamar. Pecahannya sampai mengenai tangannya sendiri. Ia meringis kesakitan, dadanya terasa panas karena kalah oleh Mentari. Memang benar, bahwa Angela hanyalah wanita tidak tahu malu, yang suka merebut pria orang lain. Namun, gadis itu baru pertama kali ini, merasakan gejolak emosi yang sangat dahsyat. Biasanya, Angela dengan santai meladeni istri-istri pria yang dia goda. Itu karena mereka semua menangis saat berhadapan dengan Angela, berbeda dengan Mentari yang tegas dan lantang. Suara lemparan vas tadi, membuat Adiaz terbangun. Ia kaget dengan tangan kanan Angela yang terluka. Dengan cepat Adiaz pergi keluar kamar untuk mencari obat. Setelah tangan Angela diobati, Adiaz dan Angela duduk di sofa, “Kamu kenapa bisa luka seperti ini, sih? Kamu sengaja banting vas bunga itu, ‘kan?" tanya Adiaz. Angela enggan menjawab, tetapi tiba-tiba dia mendapat ide. Dia akan mengadukan semua perlakuan Mentari padany
Drama Sang PelakorMelihat Adiaz yang mendekat ke arah Mentari, Angela segera berlari keluar. Dia menahan semua rasa malu, hal itu bukankah yang pertama kali ia alami. Sudah banyak kejadian serupa sebelumnya. Itu bukan apa-apa bagi Angela, tetapi kali ini perkataan Mentari begitu menusuk hatinya.Langkah Adiaz terhenti. Dia lebih memilih untuk mengejar Angela yang keluar dari ruangan. Adiaz menarik tangan perempuan itu. Memintanya untuk bersabar sementara menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin. “Kamu tenang dulu. Jangan marah-marah, Sayang." Angela melepaskan tangan Adiaz. “Tenang kamu bilang? Setelah semua hinaan yang dia kasih ke aku? Kamu mikir gak, sih?" Dia mulai menangis, memperlihatkan wajah penuh emosional. “Kamu juga, kenapa pergi ke rumah sakit? Kamu khawatir sama dia? Kamu sebenarnya niat pisah enggak, sih, sama cewek sialan itu? Mana janji-janji Kamu sama aku Adiaz!?" Angela berteriak sangat kencang. Hal itu menjadikan mereka tontonan orang-or
Bab 8 Luka Hati MentariMentari termenung setelah kepergian Adiaz dan Angela. Hatinya terasa kosong. Pikirannya kalut. Seandainya, dia tidak tutup mata sejak awal, mungkin semua masalah ini tidak akan terjadi. Mentari terlalu mencintai Adiaz, walaupun dia tahu kesalahan Adiaz, wanita itu masih tetap bertahan, seakan tidak terjadi apa pun, seakan tidak ada yang salah. Hal itu menyebabkan banyak luka di hati Mentari. Rani menghampirinya, “Kamu baik-baik aja, ‘kan? Mau makan lagi?" tanya Rani khawatir. Diam. Sama sekali tidak ada jawaban. Mentari masih melamun, menatap kosong ke depan. Semuanya seakan hanya mimpi buruk. Ia berharap bisa tidur panjang, lalu bangun ketika semuanya sudah baik-baik saja. Rani mendekap erat tubuh Mentari. Merasakan bajunya basah karena air mata gadis itu. “Sudah ... gak apa-apa. Kamu mau disakiti terus sama laki-laki bejat seperti itu? Sudah, jangan dipikirkan. Dia gak pantas buat kamu. Percaya sama aku, Mentari, Tuhan jauhkan kal
Di tempat lain, Angela sedang sibuk berbelanja. Dia berniat untuk menghabiskan semua uang dari Adiaz. Membeli banyak pakaian branded. Dia juga pergi ke salon untuk perawatan. Wanita itu benar-benar tidak peduli dengan keadaan Mentari yang semakin memburuk. “Bodo amat sama perempuan bodoh itu. Yang penting aku bisa beli barang-barang mahal. Hahaha. Sekarang aku punya bank pribadi." Angela berbicara sendiri. Kedua tangannya penuh dengan kantong belanjaan, perempuan itu tertawa senang, “Cukup untuk hari ini. Besok, kita shopping lagi. Tenang Angela ... sekarang kamu memiliki pohon uang yang akan selamanya menjadi milikmu, hahaha ....” Angela berbicara sendiri seraya melangkahkan kakinya keluar dari mal. Tiba-tiba, seseorang menghampirinya. Orang itu menatap Angela dengan tajam. Lalu ia menyeretnya ke belakang mal.“Sini, lu!" Rani menarik dengan kasar tangan Angela. Belanjaan Angela jatuh berserakan, kakinya tersandung.Angela meringis kesakitan. Dia ingin melepaskan cengkeraman ta
[Aku sudah di Acclamare Coffee, kamu di mana, Yank?]Satu pesan masuk tepat saat mobil yang dikendarai Mentari memasuki kawasan tempat di mana mereka membuat janji untuk bertemu.“Tujuh menit lagi aku sampai.” Mentari mengirimkan balasan. Tempat tujuan sudah di depan mata, perempuan itu merasakan debaran di hatinya semakin tak dapat lagi terkontrol. Ia lebih memilih berdiam diri di dalam mobil seraya meredam gejolak perasaannya yang semakin tak karuan. Lima menit sudah berlalu dari waktu tujuh menit yang ia janjikan dan kini hanya tersisa dua menit saja.Dengan langkah pelan Mentari memasuki kafe. Di salah satu sudut meja, netranya menangkap satu sosok yang dulu pernah sangat merajai hatinya, mengukir mimpi, melalui hari-hari dengannya selama delapan tahun!Sampai akhirnya sesuatu yang sampai detik ini tak pernah ia mengerti pun terjadi, Adiaz berubah menjadi seorang yang asing bagi Mentari, lalu dia menghilang bak ditelan bumi.Hari ini, setelah enam tahun berlalu. Sosok itu
Setelah enam tahun ....Laki-laki itu menatap nanar sebuah foto seorang wanita cantik yang sedang tertawa bahagia memeluk erat dua anak perempuan kembar. Hatinya berdenyut sakit, seandainya ia bisa mengulang waktu, tak akan dulu ia tergoda wanita malam dan meninggalkan kekasih yang telah lama membersamainya.Dia adalah Adiaz. Kehidupannya kini telah berangsur membaik. Pada dasarnya ia memang seorang yang ulet dan pekerja keras. Setelah mengalami kehancuran hidupnya bersama Angela, ia bertekad untuk memperbaiki hidup, ia kembali meniti kariernya dari bawah dengan cara membuka usaha di bidang properti dan kini usahanya sudah menunjukkan perkembangan yang cukup memuaskan. ‘Maafkan aku, Mentari. Tapi sungguh aku dulu tidak bermaksud untuk meninggalkanmu. Hanya saja, aku terlanjur salah dan jauh melangkah. Bagimu, aku menghilang, aku lari dan melupakanmu. Tak apa jika kau menilai aku seperti itu. Tapi, satu hal yang harus kamu tahu, sebenarnya ... aku sedang melindungimu, karena rasa cin
Tanpa terasa enam bulan sudah Mentari menyandang gelar sebagai Nyonya Maheswara. Maheswara memperlakukan Mentari seperti seorang Ratu. Apa pun yang dia minta, selalu dipenuhi oleh Maheswara. Mentari juga tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan rumah, “ Aku gak mau istriku kecapean, aku menikahimu untuk menjadi istri bukan untuk menjadi tukang bersih-bersih.” Itu jawaban Maheswara saat Mentari bersikukuh ingin membersihkan ruang kerja suaminya dengan alasan bosan tidak mengerjakan apa-apa. Kehidupannya kini jauh lebih bahagia daripada saat bersama dengan Adiaz. Hati Mentari sudah sepenuhnya terisi dan menerima Maheswara. Semua kisah masa lalu bersama Adiaz telah benar-benar ia ikhlaskan meski tak pernah ia melupakannya.‘Aku kehilangan seseorang sampai mengalami yang namanya depresi. Aku sempat terpuruk dan jatuh sejatuh-jatuhnya. Harga diriku sebagai perempuan yang punya komitmen, diinjak sampai tak tersisa oleh wanita murahan itu, tetapi kalau tahu akhirnya Tuhan akan memberik
[Hmm ... pokoknya, kalau kamu sudah menikah dengan saya, tidak ada namanya kerja apalagi lembur, itu tugas dan kewajiban saya. Tugasmu cukup membuat saya merasa tidak ada orang lain di dunia ini selain kita berdua.]Mentari terbelalak heran ketika membaca pesan itu. “Rasanya aku belum memberikan jawaban, tapi, kok, bicaranya seperti itu? Ah, sudahlah. Dia, ‘kan Bos, jadi bebas bicara apa saja,” Mentari terkekeh sendiri.Mentari tidak mengetikkan lagi pesan balasan, dan segera berfokus pada komputer di hadapannya. Tepat ketika jarum pendek di jam dinding mencapai angka 20:30 WIB, pekerjaannya sudah selesai. Dia meregangkan badannya yang pegal. Lalu kini dia harus menelepon Rani untuk minta dijemput. Tut!.Sambungan telepon diterima. “Halo, Ran, jadi jemput aku, ‘kan?” [Tari, aku minta maaf karena sudah janji. Tapi, benar-benar gak bisa. Adikku masuk rumah sakit.] “Rino masuk rumah sakit? Kenapa, Ran?”[Penyakit lamanya kambuh, mungkin dia kecapean. Ini lagi nunggu hasi
Ketika tiba di kantor, entah mengapa atmosfer yang terasa berbeda dari sebelumnya. Semua orang tidak lagi menyapa seperti biasa, mereka menatap Mentari lalu tersenyum sungkan, tetapi ada juga yang setelahnya terlihat kasak kusuk seperti sedang bergosip, Mentari merasa heran juga dibuatnya. Belum genap lima menit Mentari duduk di kursinya, Eva membisikan sesuatu. “Ada pesan dari Pak Bos, katanya beliau meminta laporan keuangan hari ini,” ucap Eva membuat Mentari mengerutkan kening. “Hari ini? Bukannya masih ada waktu dua hari lagi, sesuai jadwal biasanya?” Mentari dibuat bingung oleh permintaan Maheswara yang menurutnya sangat absurd sekali. “Iya, Mbak, tadi pesannya seperti itu.” “Oke deh, Mbak Eva. Terima kasih, ya, eh, ngomong-ngomong sepagi ini beliau sudah datang?” “Sudah, malah sebelum karyawan datang beliau sudah ada di kantor, gitu kabar yang aku dengar dari Pak Satpam tadi.”“Ehm, tumben. Ya sudah, aku mau kerjakan dulu sesuai yang beliau minta, thankyou, ya, Mbak.“Kare
Apanya yang mendadak? Saya kan ajak kamu pergi nanti malam, sekarang masih pagi. Seharusnya, masih ada waktu untuk dandan, kan? Walaupun tidak perlu juga tidak apa-apa,” ucapnya santai. Mentari mengusap wajahnya gusar. Lelaki ini terkenal dingin, tetapi tidak terhadap Mentari.“Maksud saya, Pak, kenapa Bapak mendadak ajak saya jalan-jalan?” “Nanti juga kamu akan tahu apa alasannya. Saya ada banyak pekerjaan, kamu juga urus saja semua tugas-tugas kamu. Jangan membicarakan masalah pribadi di jam kerja, ya." Mentari mengerutkan kening, ‘Jangan membicarakan masalah pribadi di jam kerja’. “Bukankah dia yang memintaku menemuinya?"Ah, dasar aneh.” Mentari menggerutu dalam hati. “Ya, sudah, kamu boleh kembali ke mejamu,” ucapnya sedikit salah tingkah. Lagi-lagi pria itu tersipu malu. Dia mengusir Mentari karena malu tidak tahu harus bereaksi seperti apa sebenarnya. Wajahnya merona, telinganya juga merah. “Mentari, kamu bisa bikin aku gila dalam sehari. Dan itu cuma karena kita mengob
Malam itu semakin larut, hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang, dan Adiaz tidak dapat menemukan satu orang pun yang sedang berjalan kaki. Termasuk gadis yang tadi dia serang dengan banyak pertanyaan. “Mentari? Sayang kamu di mana? Jangan sembunyi seperti itu, dong. Aku, ‘kan belum selesai bicara, Sayang?" Perlahan berjalan hingga sampai ke tengah jembatan dan melihat pantulan dirinya sendiri di dalam air. “Oh, jadi ini laki-laki jahat dan kurang ajar yang sudah menyakiti kamu? Iya, ‘kan? Kenapa dia mirip sama aku?" Kemudian lanjut tertawa-tawa sampai perutnya sakit. “Asal kamu tahu Mentari, aku sengaja tidak menghubungi kamu sekarang ini. Pasti kamu berharap kabar dari aku, ‘kan? Sayangnya, aku terlalu cinta sama kamu. Aku gak mau kamu terjerat masalah yang menimpaku karena kita kembali berhubungan …." Sudah habis minuman di botol yang dia pegang, Adiaz segera membantingnya ke batu, hingga pecah berkeping-keping. Setelah itu, dia beranjak pergi untuk kembali ke kos ny
Oke, kita ke depan temui drivernya dan bayar sesuai tarif, kamu pulang sama saya.”“Tapi, Pak–““Mentari ... saya tidak suka penolakan.”Akhirnya Mentari menuruti keinginan bosnya, malam itu ia pulang diantar oleh Maheswara, alasan mengambil dan mengembalikan jas rupanya sudah tidak akan berlaku lagi untuk ke depannya.Angin malam yang dingin membuat Mentari sedikit menggigil, Maheswara yang menyadari itu, akhirnya memutuskan untuk memberikan jaket yang ada di mobilnya. “Saya sudah pinjam jas Bapak." “Pakai saja, daripada kamu kedinginan." “Terima kasih, banyak, Pak." Setelah Mentari mengenakan jaket dari Maheswara, gadis itu terdiam begitu pun Maheswara. Keheningan itu terjadi sampai mobil berhenti di gang rumah Mentari. Mentari turun dan meminta Maheswara untuk menunggu, ia akan mengambil jas yang kemarin.“Alhamdulillah sudah kering, aku setrika dulu sebentar, deh.” Mentari berbicara sendiri. Setelah rapi, ia membawanya dengan menggunakan hangers.“Ini, Pak. Terima kasih ban
Inikah Cinta?Tiba jam makan siang. Seperti biasanya, karyawan akan sibuk untuk mengantre di kantin kantor. Tidak terkecuali dengan Mentari. “Hei, nanti malam mau party enggak guys? Paman aku baru buka klub di sini, loh. Katanya kalau aku bawa teman-teman ke sana, dikasih gratis deh." Tania, cewek seksi yang hobby clubing berkata dengan penuh semangat. Sekelompok staf wanita dan pria terlibat percakapan, sedangkan Mentari hanya terdiam menikmati makan siangnya. “Wah, Lumayan nih, gue lagi butuh hiburan. Kemarin kalah slot judi, sialan banget," sahut Puri–si tukang judi online. “Gimana guys? Kalian mau ikut gak? Setuju, ‘kan buat pergi ke sana?" tanya Tania lagi. Semuanya menjawab, “Setuju." Secara bersama-sama, kecuali Mentari. Wanita yang duduk persis di samping Mentari bertanya, “Nanti malam, kamu mau ikut juga?" Mentari menggeleng, “Enggak dulu deh, aku harus lembur." Ucapannya tidak sengaja terdengar oleh Maheswara yang kebetulan sedang melintas. “Oh. Ya udah deh, kalau k