Seorang wanita yang mengenakan baju pengantin, memasuki mobil jemputan yang dikirimkan oleh calon suami. Wajah yang sudah dipoles make-up tipis tersebut sudah membuat Denara Maurenza begitu cantik dan anggun. Bibir tipis tertarik ke atas sehingga menciptakan sisi lesung pipi ketika menyinggung seuntai senyuman.
Bunyi notifikasi masuk. Jari lentiknya segera menggeser layar ponsel dan membaca pesan yang dikirimkan oleh calon suaminya.
[ Aku tidak sabar ingin melihat kecantikan darimu, sweety. Segeralah datang. Aku menunggumu ]
Perlahan, mobil metalik mewah warna hitam itu melaju membelah jalan raya untuk menuju ke sebuah gedung mewah milik calon suaminya, Reyzain.
Denara segera menyusun kalimat untuk dikirimkan kepada calon suaminya. [ Hehehe, bersabarlah sayang. Aku akan datang kepadamu. Dan setelah itu, kau berhak ingin melakukan apapun padaku! ]
[ Bolehkah tunjukkan foto atau sekadar Video Call? Sungguh aku ingin melihat dirimu secara langsung ]
Denara tersenyum singkat dan melanjutkan balasan. [ Tunggulah sampai aku tiba di gedung pernikahan kita. Kau bisa memandang diriku dengan puas nantinya ]
[ Aku tidak sabar. Dan mintalah sopir pribadiku untuk segera cepat, please ]
[ Biarkan saja kau menunggu, aku jadi penasaran, pasti wajahmu saat ini kusut. Wkwkwk ] Denara malah meledek.
[ Awas saja bila kita sudah sah. Aku tidak akan membiarkan dirimu lari dan beranjak sejenak dari kukunganku! ] Lagi-lagi Reyzain melemparkan godaan hingga membuat pipi Denara merona seketika.
[ Aku menantikannya. Sebuas apa kira-kira suamiku nantinya? Hahaha ] diujung kalimat, wanita yang mengenakan gaun putih tersebut menyisipkan emoticon terbahak-bahak.
[ Tunggu saja nanti. Love you ]
Saat Denara ingin mengirimkan sebuah balasan, mendadak mobil yang dikendarai oleh dirinya dan sopir tidak bisa dikendalikan sebab rem blong. Membuat wajah cantiknya terlihat pucat. Apalagi saat di tikungan, mobilnya menabrak mobil putih yang hampir saja memasuki pelataran gedung pernikahan.
Bruuuk!
Bunyi dentuman membuat dua mobil itu rengsek. Sang sopir masih terjebak dalam mobil yang menghimpit dirinya, cairan kental warna merah tersebut menetes dari kening, telinga dan juga hidung. Denara terpental keluar dan kepalanya langsung saja menabrak besi penyangga lampu. Darah segar membanjiri kepalanya hingga menembus ke trotoar parkiran.
Sementara di mobil putih, Artur yang menyetir menghembuskan nafas terakhirnya seketika. Sementara wanita di sebelahnya hanya menatap dashboard mobil sehingga membuat dirinya pingsan.
Dalam hitungan detik, orang-orang yang mendengar bunyi dentuman mobil yang bertabrakan tersebut saling berhamburan keluar. Reyzain menyeret langkah kakinya pada sosok wanita yang sudah terkapar di lantai parkiran mobil.
Jantungnya berdetak kencang dengan kekhawatiran yang sangat kentara terlihat dari seraut wajah oval yang mengenakan tuxedo warna putih yang senada dengan Denara. Saat langkahnya semakin dekat, dan ketika mengetahui bahwa yang tergeletak adalah calon istrinya, Reyzain berteriak histeris. "Tidaaak! Denaraaa!"
Lelaki itu segera mendekap Denara, baju putihnya terkena noda cairan merah yang terus-menerus mengalir dari tempurung calon istri. Ia segera membopong tubuh lemah itu ke dalam mobil guna melajukan menuju ke rumah sakit dengan menyetir kesetanan.
Sesampainya di rumah sakit, tubuh Denara segera diletakkan di brankar dan memasuki ruangan ICU. Sayangnya ia tidak masuk sebab sang dokter mencegahnya.
"Mohon Tuan tunggu sebentar supaya tim medis memeriksanya!" cegah perawat wanita yang melarang Reyzain untuk masuk.
Meskipun kesal, ia menurut. Bibirnya terus berdoa agar calon istri selamat. "Ara, semoga kau baik-baik saja. Bagaimana bisa kau mengalami kecelakaan saat kita hendak melakukan pemberkatan pernikahan?" tanyanya yang dijawab oleh angin.
Di saat Reyzain menunggu, datanglah tiga orang yang sangat Reyzain kenal. Salah satunya adalah sopir pribadinya. Juga sahabat dekat calon istrinya, Valenzuela dan Artur. Meskipun penasaran ia tetap menunggu sang dokter yang memeriksa Denara keluar.
Setelah menunggu kurang lebih tiga puluh menit, Dokter Edmon memberikan informasi.
"Hmmm, tuan, sebenarnya saya ingin mengatakan sesuatu!" ucapan yang ambigu itu membuat Reyzain bertanya-tanya.
"Katakanlah, cepat. Bagaimana keadaan calon istri saya?"
"Sebenarnya, wanita tadi, sudah meninggal saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Kami sudah berusaha membuat jantungnya kembali dengan alat kejut jantung, akan tetapi--,"
Perkataan sang dokter dijawab oleh Reyzain. "Tidak mungkin! Dokter pasti salah. Coba periksa sekali lagi!"
Reyzain berteriak dan menyeret tangan sang dokter. Meskipun terpaksa, dokter itu melakukan kembali pemeriksaan dengan alat kejut jantung.
"150 Joule!" teriak dokter yang segera mendekatkan dua alat kejut jantung pada tubuh mempelai wanita.
"Sekali lagi!" teriak Reyzain histeris. Ia bahkan sudah melihat pada alat elektrokardiogram yang grafiknya sudah lurus.
"200 Joule!"
Terakhir kali dokter berseru, "300 Joule!"
"Cukup! Jangan ulangi!" seru Reyzain menghentikan aksi tim medis. Ia menggeleng kepala berulang kali, mencoba menampik kenyataan bahwa orang yang dicintainya telah berpulang ke pangkuan sang Pencipta. Reyzain segera menghambur ke pelukan Denara dan mengeluarkan cairan bening serupa kristal.
Mencoba membangunkan wanita yang terbujur kaku itu dengan bisikkan, "Sayang, hei. Ayo bangun. Jangan bercanda. Bukankah kau berjanji bahwa kita akan menikah. Sekarang, ayo bangun."
Tim medis yang melihatnya tidak tega dan melihat ke arah jam dinding. Mengumumkan berita kematian. "Pasien meninggal pada pukul sepuluh lima belas menit."
"Tidak, sayang. Hei. Aku tahu kau mendengarkan aku, iyakan?" tanya Reyzain dengan menepuk-nepuk wajah Denara yang pucat. Meskipun tak ayal, wajahnya tetap cantik. Hanya terdapat perban di bagian kepala yang semakin berwarna merah.
"Sayang, bukankah kau berjanji akan memberikan aku banyak anak nantinya? Hmmm, sekarang kenapa kau malah tidur?" rancau Reyzain dan mendapati bahwa wanita yang tertidur itu tidak bergerak sama sekali.
Kedua tangannya terkepal. Ia bergegas menggendong tubuh calon istrinya tersebut dengan langkah lunglai. Ia telah kehilangan separuh nafas dalam hidupnya.
"Tu-tuan?" sapa sang sopir yang tadi berkendara dengan Denara. Lelaki yang memakai perban dan sedikit pincang itu melontarkan tanya, "Bagaimana keadaan Nona Denara?"
Reyzain menghentikan langkah. Ia mendengar suara yang begitu familiar tersebut lantas menjawab, "Bagaimana bisa calon istriku mengalami kecelakaan, hah? Apakah kau tahu, bahwa Denara ... Dia--"
Reyzain tak kuasa mengatakan bahwa wanita yang dalam gendongan itu sudah meninggal. Lidahnya terlalu kelu. Sang sopir segera menjelaskan dengan menunduk.
"Maafkan saya, Tuan. Tiba-tiba saat memasuki gedung, rem mengalami blong. Dan kami tertabrak oleh mobil putih."
"Segera cari tahu siapa pelaku yang mengendarai mobil tersebut, dan laporkan padaku dengan detail. Jangan ada satupun yang terlewat!"
Usai mengatakan itu, Reyzain memindahkan Denara di jok mobil. Kali saja ini ia sendiri yang akan mengurus pemakaman kekasihnya.
Disisi lain, Valenzuela baru saja membuka netra abunya dan merasakan sakit kepala yang begitu hebat. Pandangan merotasi ke sekeliling ruangan, hanya ada dirinya dan Artur yang sedang diperiksa oleh dokter.
Wanita yang mengenakan dress warna cream itu menghentakkan tubuhnya menjadi duduk. Ia segera turun dari ranjang dan mendekat ke arah kekasihnya.
"Dokter, bagaimana dengan kekasihku?" tanyanya lembut dan ia berusaha menopang tubuhnya yang masih sempoyongan.
Meskipun sudah berusaha, namun mau tidak mau, dokter perempuan itu mengatakan sesuatu.
"Maafkan saya Nona. Kekasih anda terlambat di bawa rumah sakit sehingga ...."
"Sehingga apa?" tanya Velenzuela menuntut tanya.
Dengan berat hati, sang dokter buka suara, "Dia sudah meninggal di tempat kecelakaan Nona. Mohon bersabar dan tenangkan diri Nona. Saya permisi!"Deg. Pernyataan tersebut bagaikan terkena sengatan listrik dengan tegangan tinggi. Menyetrum hingga membuat dirinya tidak berdaya. Wanita yang rambut hitamnya berantakan tersebut menggeleng kepala berulang kali. Membungkam mulutnya dan baru berteriak histeris, "Tidaaak! Artuuur. Aku mohon bangun!"Deraian air mata tidak bisa membendung lagi. Tumpah ruah bagikan air hujan. Valen memeluk erat tubuh lelaki yang sudah terbujur kaku dengan wajah yang masih penuh oleh cairan kental berwarna merah."Artur, jangan tinggalkan aku. Aku sangat mencintaimu. Aku mohon bangunlah!" Teriak Valen kencang hingga membuat tenggorokan sakit."Sayang, bukankah setelah menghadiri pernikahan Denara, kita juga akan menyusul untuk mengikat janji sehidup semati. Lantas, bagaimana bisa kau meninggalkanku secepat ini, hah?"***Reyzain menatap lama wajah ayu Denara di d
Sinar keemasan nampak begitu megah terpancar dari sang Surya. Lamat-lamat, manik kelabu milik Valen terbuka. Kepalanya berdenyut nyeri. Ia meringis sebab merasa kesakitan akibat ulah Reyzain semalam. Bahkan tanpa punya belas kasihan menyiksa dan membuat tubuhnya penuh luka. Luka di hatinya belum sembuh tersebab rasa kehilangan, kini Rey menambahkannya dengan percikan air garam. Dobel sakit, bukan?Perlahan, ia menghentakkan tubuhnya secara perlahan hingga bersandar di dashboard ranjang. Memijit pelipisnya sebab pening yang mendera. Perutnya keroncongan sebab belum menyantap makanan. "Terakhir aku makan saat hendak pergi menghadiri pernikahan Denara, pantas saja aku kelaparan," tutur Valen dan mulai berdiri, pandangan masih saja buram. Ia hendak melangkah, namun pintu kamar dibuka secara kasar."Apa aku membawamu untuk bersantai, hah?!" bentak Reyzain yang sudah berada di hadapan Valen. Sementara wanita itu sudah gemetaran. Dengan langkah lebar, Rey segera menarik pergelangan tangan i
Mendengar ancaman yang terlontar dari Ezra, membuat Rey mengepalkan kedua tangannya. Sepupunya itu pergi begitu saja setelah melewati pintu kamar. Rey segera melangkah kakinya dan tangan kanannya mencengkeram erat rahang Valen."Apakah kalian hendak berbuat mesum di Mansionku? Sungguh menjijikkan! Selain pembunuhan, rupanya julukan wanita murahan melekat padamu!"Netra kelabu milik Valen berkaca-kaca mendengar penuturan yang tidak pantas tersebut. Padahal hubungan Ezra dan dirinya hanya sebatas sahabat. Artur pun juga tahu tentang hal itu."Ke-kenapa pikiranmu picik sekali, Rey? Aku tidak seperti wanita yang kamu tuduhkan!"Rey melepaskan cengkraman itu kasar hingga kepala istrinya terbentur dashboard ranjang."Akh!" teriak Valen merasakan kesakitan. Sementara sang suami berkata dengan ejekan. "Tidak murahan? Tetapi menggoda sepupu suaminya? Belum ada 24 jam kau menjadi istriku dan kau sudah ketahuan berselingkuh. Hebat!"Rey bertepuk tangan lantas kembali mengucapkan kata-kata sarkas
Di kala senja itu, Valen tidak menduga bahwa dirinya masih hidup. Padahal ia sudah melukai dirinya sendiri dengan pecahan kaca. Tatapan matanya tertuju pada telapak tangannya yang sudah diperperban.Hanya dengan menggunakan tanktop dan Hotpants, sudah membangkitkan sisi liar dalam diri Rey yang ingin segera dituntaskan. Namun ia ingat kata-katanya bahwa meskipun istrinya itu bertelanjang sekalipun ia tidak akan tergoda.Rey menggelengkan kepala berkali-kali, membuat Valen kebingungan."Rey, kau tak apa?"Rey gelagapan telah berfantasi dengan pikirannya yang nyeleneh untuk segera mengeksekusi istrinya yang dikira tidak suci lagi.Dengan tatapan tajam ia berteriak, "Apa? Kau pikir dengan aksimu bunuh diri dengan hanya pakaian minim begitu bisa membuat aku tertarik? Kau salah besar!"Velen semakin bingung dengan pembicaraan yang dilontarkan oleh suaminya. Dalam hati Valen bermonolog. "Menggoda? Sejak kapan diriku menggoda dirinya? Tadi dia geleng-geleng, juga tersenyum sendiri. Persis or
"Aku sebenarnya sudah mengatakan bahwa sebaiknya Valen bekerja saja dengan cara yang halal. Aku tahu, kebutuhan di jurusan seni dan tata busana itu sangat mahal," adu Denara yang mulai berkata dusta tentang sosok Velen yang selalu unggul darinya. Sejujurnya Denara begitu cemburu melihat kesuksesan yang diraih oleh Valen karena kerap kali mendapat pujian dari sang Dosen. Apalagi di tempat kerja paruh waktu tersebut, banyak desain yang dia ciptakan laku keras. Hingga timbul dengki dalam diri pemilik iris sebiru safir tersebut."Aku tahu, pasti berat harus tinggal satu atap dengan orang yang kelakuannya minus. Oh ya, setelah aku selesai dengan pekerjaan. Aku ingin mengajak dirimu ke suatu tempat," ucap Reyzain tiba-tiba. Ia akan memberikan sebuah kejutan hingga sang kekasih merasa dicintai. Ia sudah menyakinkan hatinya, bila Denara adalah calon istri yang baik dan sempurna.Mata Denara berbinar, ia pun mengajukan tanya, "Kau ingin membawaku kemana, Rey?"
Rey gelagapan saat mendengar perkataan wanita yang bibirnya begitu menggoda. Ia terpaksa melepaskan cengkraman tangannya pada rahang Valen guna menyingkirkan gelenyar aneh yang merasuki pikiran dan hatinya. "Urus saja pekerjaanmu! Jangan menggodaku! sebab sampai kapanpun juga, aku tidak berminat pada tubuhmu yang sering gonta-ganti pasangan. Benar-benar murahan!" hina Rey diiringi dengan tatapan jijik lalu berdiri.Valen yang dalam posisi duduk, mengadahkan kepalanya dan bertanya, "Lantas, kenapa kamu malah mengikatku dengan adanya pernikahan?""Apakah kau pikir, aku menikah denganmu karena ingin, hah? Jangan bermimpi. Justru dengan adanya pernikahan ini, aku semakin leluasa untuk menyiksamu. Jangan lupa, bagaimana Denara meninggal akibat ulahmu dengan tunanganmu itu!" tuding Rey dengan nada tinggi, setelahnya ia berbalik badan dan pergi dari kolam renang. Meninggalkan Vallen yang tertegun di tempatnya.Wanita yang sedang dalam masa berkabung itu
Julia hanya mengangguk saja, sementara Vallen menggelengkan kepala berkali-kali."Dia sangat rakus rupanya," cicit Vallen berkomentar dan ia mendaratkan bokongnya pada kursi. "Bibi, ayo makan bersama."Julia menggeleng kepala. Vallen pun mengancam, "Baiklah jika bibi tidak mau ikut sarapan. Sebaiknya aku juga tidak sarapan. Biarkan saja aku pingsan. Dan jika sampai aku mati, bibi yang akan disalahkan!"Wanita berusia senja itu sedikit ketakutan. Ia segera duduk berseberangan dengan majikannya. Vallen tersenyum melihatnya.Keduanya sama-sama sarapan. Julia membersihkan piring sementara Vallen segera menyapu. Pukul setengah tiga, semua halaman sudah disapu bersih.Julia datang membawa cemilan dan es mangga. Vallen menerima dengan riang. "Terima kasih banyak, bibi.""Sama-sama. Saya bersyukur bahwa Nona Vallen yang menikah dengan tuan Reyzain," ucap Julia tiba-tiba.Dahi wanita bermata kelabu itu saling tertaut tersebab kebingungan. "Maksudnya Bibi Julia, apa?"Julia pun berlalu dari ha
Temaram malam menyapa ketika Vallen dan Ezra sampai di mansion milik Reyzain. Pria yang berada di dalam mobil tersebut hendak membangunkan Vallen yang tertidur pulas namun enggan. Ia memilih untuk membuka mobil dan membawa Vallen ke dalam gendongan. Rey yang berada di ruang kerja mengintip di balik jendela saat sang istri di bopong. Ia segera turun dari tangga. Bertepatan dengan itu, Ezra hendak menaiki tangga namun urung saat Rey justru bertepuk tangan."Wah, wah, rupanya kalian bersenang-senang di luar sana ya? Baru ingat untuk pulang? Oh aku tahu, pasti kalian sudah melakukan banyak gaya sehingga wanita dalam gendonganmu itu tertidur pulas!""Apa maksudmu, Rey?""Jangan berpura-pura Ezra. Aku tahu bahwa Vallen sudah kau pakai berkali-kali. Mungkin saja kalian berdua sudah puas bercinta sehingga kau kembalikan," sindir Rey yang membuat netra Ezra melotot. Bukan karena tuduhan yang diucapkan. Melainkan karena tidak menduga bahwa perkataan sepupunya begitu pedas. "Jaga bicaramu Rey!
Rey mengelus leher belakangnya dan menyahut, "Hanya sekedar kenalan saja, Ken.""Selama sebulan ini, Tuan Rey kemana?" tanya Ken. "Aku sedang ada urusan bisnis Ken," Balas pemilik netra elang sekadarnya. Sang ajudan menimpali, "Tuan Yakin tidak sedang berbohong? Urusan penting apa itu? Sebab kesibukkan bisnis Tuan sudah diambil alih papa tuan. Tuan Darwin dan nyonya Monik kembali terjun ke perusahaan yang Tuan Rey kelola.""Aku, berbohong? Apakah wajah tampanku ini seperti orang penipu, Ken?" Rey terlihat marah membuat Ken tersenyum. "Tuan tidak bisa berbohong padaku. Pasti sebuah rahasia besar yang kini menimpa Tuan hingga tak pernah pulang. Benarkan?""Hah, kau sok tahu."Ken kemudian melanjutkan. "Aku sangat mengenal siapa tuan Reyzain. Nona Shen bahkan menghilang dari rumah tuan Barata karena melihat foto tuan bersama perempuan lain yang sedang sama-sama polos berada di dalam selimut yang sama.""Apaaa?!" teriak Rey terkejut dengan suara lantang. Lalu buru-buru membungkam mulut
Ken ingin berucap, namun Barata mengusir dengan gerakan tangan. Membuat ajudan menantunya hanya bisa menurut dengan perasaan yang tak terduga. Ken segera membopong Meysha dan meminta calon istrinya untuk membukakan pintu rumah dan mobil. "Kita bawa nyonya ke rumah sakit saja, Gis," ujar Ken dan diberikan anggukan oleh Giska. Reyzain yang melihat dari teropong pun segera turun dari Villa guna memasuki Mansion Barata. "Ayah mertua, ayah!" teriak Rezain berang. Ia kesal sedari tadi diabaikan. Apalagi tidak nampak tanda-tanda Shenina dan Alvin. Padahal ia sangat merindukan keduanya. "Ayah. Dimana kau sembunyikan istri dan anakku!" seru Reyzain lagi kemudian menaiki tangga guna mencarinya di kamar. Namun, tak ada siapa-siapa. Kakinya ia ayunkan menuju ruang baca sebab hanya ruangan itu yang tak bisa dijangkau oleh penglihatannya lewat teropong. Ia langsung saja masuk sebab pintu sudah terbuka. Rey yang sedang tersulut amarah pun bertanya, "Ayah, kenapa ayah berbohong padaku, hah? Buk
"Apakah kau sudah memikirkannya Shen? Tinggal di panti bersama bayi Al?" tanya Ezra sekali lagi. Shenina mengangguk mantap. "Benar Ez. Aku tumbuh besar di sana. Lagipula ibu panti sudah sangat tua. Jika bukan karena kau yang memberikan donatur tetap mungkin panti itu sudah lama dirobohkan. Jadi, bantu aku ya, please?"Shenina sampai menyatukan kedua tangannya di depan dada sebagai tanda permohonan. Ezra sangat mencintai wanita di hadapannya. Ia berpikir jika bisa menuruti Shen bisa merebutnya dari Rey secara halus. "Akan aku pertimbangkan. Sebab ada beberapa resiko yang nantinya akan kau tanggung. Sekarang sarapanlah, kasihan bayimu bila tidak sarapan.""Oke. Aku akan meminjam dapur, dan kau jaga Alvin sebentar ya," kata Shen seraya bangkit dari duduk. Ezra hanya tersenyum saja sebagai jawaban. "Hai baby Al. Panggil aku ayah nanti ya? Sebab sebentar lagi kita akan menjadi pasangan anak dan ayah yang sempurna," kelakar Ezra berbicara pada Al yang sedang memejamkan mata disertai isap
"Mas, sebaiknya katakan apa rencanamu," sergah Meysha yang membuka pintu perpustakaan secara kasar. Barata segera mengganti layar laptop menjadi grafik pendapatan rumah sakit dan hotel guna membandingkan profit. "Memangnya apa yang aku lakukan, Mey?" "Sikap Mas Bara begitu berbeda hari ini, pasti Mas menyembunyikan sesuatu," tuduh sang istri dan Bara tak menanggapi. Hal itu membuat Meysha sangat kesal. "Oke, jika tidak ingin berkata jujur, malam ini tidurlah sendiri dan jangan coba merengek!""Iya, Mas rencananya mau lembur," jawab Barata santai, membuat sang istri gregetan dan menghentakkan kakinya sebab sangat kesal. Jadi ia memilih menengok cucunya. "Shen, boleh gendong baby Alvin?" tanya Meysha ketika memasuki kamar anaknya. Shenina yang duduk di pinggiran ranjang, sedang menyusui anaknya pun semakin erat mendekap baby Al. Ia begitu takut sebab sang ayah tadi sudah memisahkan keduanya. Shenina menggelengkan kepalanya. "Jangan ambil anakku, Ma. Jangan pisahkan kami," jawab Sh
"Kenapa papa bilang begitu, aku yakin Rey tidak akan mungkin menghianatiku. Aku tahu siapa suamiku, pa. aku mohon jangan pisahkan kami," mohon Shen seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.Barata masih saja keukeuh meminta sang anak untuk berpisah. "Jika kau tidak mau berpisah dengan Rey. Maka jangan harap bisa menemui putramu lagi!"Bara mengambil paksa bayi yang ada di box dan membawa pergi entah kemana. Shen hanya bisa meruang sejadi-jadinya. rinai hujan di pipinya begitu deras. Monik juga tidak menduga bahwa sahabatnya tega memisahkan ibu dan anak. "Apakah Bara itu sudah tidak waras! Memisahkan Shenina dengan bayinya. Benar-benar tidak masuk akal! Dasar kakek tua gila" umpat Monik dengan amarah yang begitu kentara. Ia segera membantu menantunya untuk berdiri. Memeluknya serta mengelus punggung Shenina guna menenangkan. "Shen, jangan pikirkan hal-hal yang tidak penting. Mama percaya bahwa Bara tidak akan menyakiti cucunya sendiri. Mengenai Rey, mama meminta maaf. Karena
Mendengar perkataan Ken, orang-orang yang berada di ruang makan menghentikan aksi sarapan. Shen terhenyak. Padahal niatnya adalah untuk menjodohkan Ezra dengan Giska."Gis, kalian berdua sudah saling mencintai ya setelah Ken menjemput ke Indonesia? Wah, padahal baru seminggu yang lalu, lho," goda Shen membuat Giska kikuk.Wanita asal Indonesia itu berkata, "Hahaha, sepertinya Mas Ken salah makan obat Mbak Bule, makanya pagi-pagi begini melawak. Kan Giska pengen melanjutkan pendidikan dulu, baru nikah."Ken sungguh kecewa, artinya dia sedang ditolak sekarang? Jadi ia pergi begitu saja dari ruangan tanpa sepatah katapun."Ken marah sepertinya, ayo segera bujuk dia." Giska berupaya tersenyum, "Biarkan saja Mbak Bule, mungkin mas Ken pengen sendiri."Ezra pun ikut berkomentar, "jadi, Ken itu siapanya kamu, Gis?"Giska menjawab kaku. "Bukan siapa-siapa Mas Ezra.""Kalian berdua sudah saling mengenal?" tanya Shen penasaran. "Dulu, Giska sempat bekerja di rumahku yang ada di Jakarta. Terny
Ezra membaringkan bayi mungil itu dengan hati-hati. Shen bernafas lega dan mengucapkan terima kasih."Jika begitu aku turun dulu ya, takutnya Rey tiba-tiba datang dan malah salah paham. Tahu sendiri gimana posesifnya si Rey. Dulu saja kami menyukai wanita yang sama.""Oh, tidak masalah bila dahulu ia mencintai wanita lain. Sekarang kan aku sudah menjadi istrinya yang dicintainya," sahut Shen bangga."Aku juga turut bahagia. Oh ya selamat malam, Len. Bila butuh bantuan kau bisa turun memanggilku."Shen hanya merespon dengan anggukan. Ezra segera menutup pintu diiringi seringai yang menakutkan."Bila kau tak bisa kudapatkan dengan cara halus, masih ada cara lainnya untuk membuat kalian berdua salah paham."***Tengah malam ketika semua orang terlelap, Ezra diam-diam mengendap untuk ke ruang belakang rumah yang tak terawat. Dengan menggunakan masker, otomatis ia tidak akan ketahuan. Sebuah cairan dioleskan sapu tangan. Membuka pintu yang gelap. Rey pun memicingkan mata guna melihat siapa
Pria berpakaian serba hitam itu menyeret tubuh Rey ke halaman belakang rumah. Ada sebuah gedung tua yang tidak pernah digunakan. Pria itu mengikat tubuh Reyzain pada tiang dan menyumpal mulutnya dengan kain agar tidak berteriak.Pria berpakaian serba hitam tersebut segera keluar dari gudang dan menuju toilet untuk melepaskan masker. Netra hitamnya berbinar tatkala melihat wajahnya di depan cermin."Vallenzuela, meskipun kau sudah pernah melahirkan. Namun aku akan tetap mencintaimu."Ia segera keluar dari toilet dan memberikan sebuah kado untuk wanita yang dicintainya."Vallen?" Shenina yang mendengar suara yang begitu familiar segera menoleh ke arah kiri. Mata kelabunya berkaca-kaca saat tahu siapa yang datang."Ezraaa! Ya ampun sudah lama sekali ya aku tidak melihatmu. Apa kabar?"Ezra tersenyum dan menyahut, "Tentu saja aku baik. Oh ya, dapat salam dari ibu panti dan anak-anak. Maaf baru tahu jika kau mengadakan pesta.""Tidak masalah, Ez. Sebaiknya kita duduk dulu," ajak Shenina s
Rona bahagia terpancar dari wajah Shenina beserta Reyzain yang sedang berpose seraya menggendong bayi Alvin. Keluarga kecil tersebut kompak mengenakan pakaian serba ungu yang dikombinasi warna abu. Para lelaki mengenakan setelan jas abu-abu, sementara perempuan mengenakan dress selutut warna ungu.Malam ini kediaman Mansion milik Barata ramai oleh para tamu undangan yang menghadiri acara pesta untuk dua bayi yang lahir disaat bersamaan. Dekorasi pesta terlihat glamor dengan adanya hiasan lampu, bunga warna ungu, ornamen kupu-kupu, serta balon. Adapun nama dua bayi yang tertera di dinding yang ditempel dengan kain abu-abu. Sementara Cherry juga tampak bahagia karena bisa berfoto bersama sang suami, Glen dan juga putrinya.Kebahagiaan tersebut sangat penting baginya karena ia khawatir bahwa papa mertuanya tidak menyukai Glen karena wajah yang begitu persis dengan Gladwin."Terimakasih banyak kepada para hadirin yang sudah datang dalam acara pesta cucu-cucu saya. Semoga, keduanya selalu