"Aku sebenarnya sudah mengatakan bahwa sebaiknya Valen bekerja saja dengan cara yang halal. Aku tahu, kebutuhan di jurusan seni dan tata busana itu sangat mahal," adu Denara yang mulai berkata dusta tentang sosok Velen yang selalu unggul darinya.
Sejujurnya Denara begitu cemburu melihat kesuksesan yang diraih oleh Valen karena kerap kali mendapat pujian dari sang Dosen. Apalagi di tempat kerja paruh waktu tersebut, banyak desain yang dia ciptakan laku keras. Hingga timbul dengki dalam diri pemilik iris sebiru safir tersebut."Aku tahu, pasti berat harus tinggal satu atap dengan orang yang kelakuannya minus. Oh ya, setelah aku selesai dengan pekerjaan. Aku ingin mengajak dirimu ke suatu tempat," ucap Reyzain tiba-tiba. Ia akan memberikan sebuah kejutan hingga sang kekasih merasa dicintai. Ia sudah menyakinkan hatinya, bila Denara adalah calon istri yang baik dan sempurna.Mata Denara berbinar, ia pun mengajukan tanya, "Kau ingin membawaku kemana, Rey?"Rey gelagapan saat mendengar perkataan wanita yang bibirnya begitu menggoda. Ia terpaksa melepaskan cengkraman tangannya pada rahang Valen guna menyingkirkan gelenyar aneh yang merasuki pikiran dan hatinya. "Urus saja pekerjaanmu! Jangan menggodaku! sebab sampai kapanpun juga, aku tidak berminat pada tubuhmu yang sering gonta-ganti pasangan. Benar-benar murahan!" hina Rey diiringi dengan tatapan jijik lalu berdiri.Valen yang dalam posisi duduk, mengadahkan kepalanya dan bertanya, "Lantas, kenapa kamu malah mengikatku dengan adanya pernikahan?""Apakah kau pikir, aku menikah denganmu karena ingin, hah? Jangan bermimpi. Justru dengan adanya pernikahan ini, aku semakin leluasa untuk menyiksamu. Jangan lupa, bagaimana Denara meninggal akibat ulahmu dengan tunanganmu itu!" tuding Rey dengan nada tinggi, setelahnya ia berbalik badan dan pergi dari kolam renang. Meninggalkan Vallen yang tertegun di tempatnya.Wanita yang sedang dalam masa berkabung itu
Julia hanya mengangguk saja, sementara Vallen menggelengkan kepala berkali-kali."Dia sangat rakus rupanya," cicit Vallen berkomentar dan ia mendaratkan bokongnya pada kursi. "Bibi, ayo makan bersama."Julia menggeleng kepala. Vallen pun mengancam, "Baiklah jika bibi tidak mau ikut sarapan. Sebaiknya aku juga tidak sarapan. Biarkan saja aku pingsan. Dan jika sampai aku mati, bibi yang akan disalahkan!"Wanita berusia senja itu sedikit ketakutan. Ia segera duduk berseberangan dengan majikannya. Vallen tersenyum melihatnya.Keduanya sama-sama sarapan. Julia membersihkan piring sementara Vallen segera menyapu. Pukul setengah tiga, semua halaman sudah disapu bersih.Julia datang membawa cemilan dan es mangga. Vallen menerima dengan riang. "Terima kasih banyak, bibi.""Sama-sama. Saya bersyukur bahwa Nona Vallen yang menikah dengan tuan Reyzain," ucap Julia tiba-tiba.Dahi wanita bermata kelabu itu saling tertaut tersebab kebingungan. "Maksudnya Bibi Julia, apa?"Julia pun berlalu dari ha
Temaram malam menyapa ketika Vallen dan Ezra sampai di mansion milik Reyzain. Pria yang berada di dalam mobil tersebut hendak membangunkan Vallen yang tertidur pulas namun enggan. Ia memilih untuk membuka mobil dan membawa Vallen ke dalam gendongan. Rey yang berada di ruang kerja mengintip di balik jendela saat sang istri di bopong. Ia segera turun dari tangga. Bertepatan dengan itu, Ezra hendak menaiki tangga namun urung saat Rey justru bertepuk tangan."Wah, wah, rupanya kalian bersenang-senang di luar sana ya? Baru ingat untuk pulang? Oh aku tahu, pasti kalian sudah melakukan banyak gaya sehingga wanita dalam gendonganmu itu tertidur pulas!""Apa maksudmu, Rey?""Jangan berpura-pura Ezra. Aku tahu bahwa Vallen sudah kau pakai berkali-kali. Mungkin saja kalian berdua sudah puas bercinta sehingga kau kembalikan," sindir Rey yang membuat netra Ezra melotot. Bukan karena tuduhan yang diucapkan. Melainkan karena tidak menduga bahwa perkataan sepupunya begitu pedas. "Jaga bicaramu Rey!
"Mama, papa, lho, kok sudah sampai?" tanya Rey kepada orangtuanya yang membuat dirinya begitu syok. Monik, segera menjewer telinga sang anak hingga menuju ke ruang dapur. Membuat pemilik mata elang tersebut kesakitan. Vallen yang melihat orang tua Rey segera memberikan penghormatan."Selamat pagi Tante Monik, Om Darwin," sapa Vallen tulus. Monik segera melepaskan jeweran tersebut. Dan justru menghambur ke pelukan sang menantu. "Oh, selamat pagi juga menantu. Maafkan Mama ya bila tidak bisa hadir," sesal Monik dengan mata berkaca-kaca.Sebenarnya Vallen sendiri merasa aneh. Kenapa ibunya Rey justru bersikap baik kepada? Atau mungkin dia mengira bahwa dirinya adalah Denara, begitukah? Pikir Vallen."Ayo sayang duduk dulu. Biarkan Mama yang akan memasak.""Tapi Tante, bukankah baru saja tiba dari Indonesia? Sebaiknya biarkan Vallen yang memasak," tolak wanita bermata kelabu merasa tidak enak. Rey dan Darwin hanya saling pandang.
Vellen tertegun kala mendengar suara Rey berteriak. Ia malah melontarkan tanya, "Kenapa memangnya, Rey? Aku hanya ingin mengambil laptop yang kamu pakai. Aku juga tahu bahwa kamu tidak suka dekat denganku.""Bagus jika kau sadar diri. Aku ingin keluar. Berada satu ruangan denganmu membuat atmosfer udara jadi kotor. Terutama dirimu yang suka menjelajahi beberapa pria di luar sana. Benar-benar perilaku buruk!"Setelah mengatakan hal tersebut, Rey beranjak dari tempat tidur dan meninggalkan laptop, sementara Vallen tidak akan terkecoh dengan ucapan suaminya. "Suatu hari nanti, kamu akan tahu kebenarannya Rey. Wanita yang kamu puja selama ini, ia berkhianat. Meskipun aku mencoba untuk mengatakannya padamu, tetap saja kau tidak akan percaya," bisik Vallen seraya menatap tubuh sang suami yang telah menghilang dari pandangannya. Ia juga tidak ingin tahu kemana Rey pergi.Vallen berkutat di depan layar persegi. Ia akan membuat desain perhiasan berupa sa
Senja perlahan mulai muncul di langit sore disertai rinai hujan yang turun sangat deras. Vallen masih terjebak di dalam rumah milik Gladwin. Ia menjaga Fidelya sebab ingin dibacakan sebuah dongeng."Akhirnya penyihir yang jahat tersebut terkurung di dalam menara tertinggi sebab ia berbohong dan tidak akan bisa keluar selamanya. Sedangkan Rapunzel ia bisa keluar dari kutukan menara dan hidup bahagia dengan pangeran," ungkap Vallen yang mengarang sebuah cerita yang sempat ia tonton.Diusapnya rambut pirang milik bocah berusia enam tahun tersebut dengan sayang. "Rupanya sudah tidur," lirih Vallen seraya bergeser untuk membuat bocah dalam pangkuan tersebut nyaman. Glad memasuki kamar putrinya dan bertanya, "Apakah Fidelya sudah tidur, Len?""Iya, dia baru saja tertidur setelah kuceritakan ulang sebuah kisah."Glad menatap ke arah jendela, ia ingin menawarkan sesuatu pada gadis yang telah menyelamatkan anaknya. "Diluar hujan masih deras. Bagaimana bila kamu menginap saja disini. Fide past
Vallen menatap benci ke arah suaminya yang selalu merendahkan harga dirinya bahkan melukai perasaan hingga begitu dalam. Matanya sudah berkaca-kaca. Pakaiannya compang-camping akibat ulah tangan Reyzain."Apakah kamu sudah puas membuat diriku menderita, Rey?""Belum, aku tidak akan pernah puas sebelum kau sekarat! Sama seperti yang dialami oleh Denara!" "Lantas, lakukanlah apa menurutmu itu benar. Kenapa kau tidak langsung saja membunuhku?" tantang Vallen. Ia hendak menangis, namun sebisa mungkin ia tahan. Rey segera meraup bibir Vallen karena tidak berdaya menahan gejolak yang tiba-tiba saja muncul. Mungkin karena efek cemburu sehingga ia menghukum istilah.Mereka berjalan dengan pagutan dan menuju ke arah ranjang. Rey mendorong tubuh istrinya hingga terjatuh di kasur."Layani aku seperti kau melayani pria lain? Aku ingin tahu bagaimana mereka bisa bertahan dengan wanita siluman sepertimu, Vallenzuela!"Kali ini Rey berhasil menyentuh wanita dibawah kukungan hingga cairan percintaa
Vallen segera berbalik badan, pandangan matanya tertuju kepada Glad yang juga menatapnya seolah memindai."Masuklah, Len. Maafkan aku yang barusan bangun tidur!"Vallen hanya tersenyum tipis. Wajar saja saat ini masih pukul setengah tiga. Dan ia bertamu ditempat seorang duda beranak satu yang sangat menganggap dirinya sebagai Sharena.Tangan mungil Fide menarik Vallen untuk segera masuk ke rumah Glad. "Hari masih pagi, bila masih mengantuk, kamu lanjutkan saja tidur di kamar Fide," ucap Glad masih dalam posisi berdiri.Vallen sedikit ragu untuk bercerita tentang pernikahan bersama Reyzain. Wajah murung itu ditangkap oleh Glad. Sehingga lelaki berambut pirang tersebut melontarkan tanya, "Apakah ada yang mengganggu pikiranmu, Len?""Hmmm, tidak ada Glad. Sebaiknya kamu melanjutkan tidur biar aku temani Fide. Besok saja aku ceritakan.""Oke. Selamat beristirahat."***Suhu ruangan mendadak dingin di apartemen yang ditempati oleh Reyzain karena diluar terguyur hujan. Ia menarik selimut d
Rey mengelus leher belakangnya dan menyahut, "Hanya sekedar kenalan saja, Ken.""Selama sebulan ini, Tuan Rey kemana?" tanya Ken. "Aku sedang ada urusan bisnis Ken," Balas pemilik netra elang sekadarnya. Sang ajudan menimpali, "Tuan Yakin tidak sedang berbohong? Urusan penting apa itu? Sebab kesibukkan bisnis Tuan sudah diambil alih papa tuan. Tuan Darwin dan nyonya Monik kembali terjun ke perusahaan yang Tuan Rey kelola.""Aku, berbohong? Apakah wajah tampanku ini seperti orang penipu, Ken?" Rey terlihat marah membuat Ken tersenyum. "Tuan tidak bisa berbohong padaku. Pasti sebuah rahasia besar yang kini menimpa Tuan hingga tak pernah pulang. Benarkan?""Hah, kau sok tahu."Ken kemudian melanjutkan. "Aku sangat mengenal siapa tuan Reyzain. Nona Shen bahkan menghilang dari rumah tuan Barata karena melihat foto tuan bersama perempuan lain yang sedang sama-sama polos berada di dalam selimut yang sama.""Apaaa?!" teriak Rey terkejut dengan suara lantang. Lalu buru-buru membungkam mulut
Ken ingin berucap, namun Barata mengusir dengan gerakan tangan. Membuat ajudan menantunya hanya bisa menurut dengan perasaan yang tak terduga. Ken segera membopong Meysha dan meminta calon istrinya untuk membukakan pintu rumah dan mobil. "Kita bawa nyonya ke rumah sakit saja, Gis," ujar Ken dan diberikan anggukan oleh Giska. Reyzain yang melihat dari teropong pun segera turun dari Villa guna memasuki Mansion Barata. "Ayah mertua, ayah!" teriak Rezain berang. Ia kesal sedari tadi diabaikan. Apalagi tidak nampak tanda-tanda Shenina dan Alvin. Padahal ia sangat merindukan keduanya. "Ayah. Dimana kau sembunyikan istri dan anakku!" seru Reyzain lagi kemudian menaiki tangga guna mencarinya di kamar. Namun, tak ada siapa-siapa. Kakinya ia ayunkan menuju ruang baca sebab hanya ruangan itu yang tak bisa dijangkau oleh penglihatannya lewat teropong. Ia langsung saja masuk sebab pintu sudah terbuka. Rey yang sedang tersulut amarah pun bertanya, "Ayah, kenapa ayah berbohong padaku, hah? Buk
"Apakah kau sudah memikirkannya Shen? Tinggal di panti bersama bayi Al?" tanya Ezra sekali lagi. Shenina mengangguk mantap. "Benar Ez. Aku tumbuh besar di sana. Lagipula ibu panti sudah sangat tua. Jika bukan karena kau yang memberikan donatur tetap mungkin panti itu sudah lama dirobohkan. Jadi, bantu aku ya, please?"Shenina sampai menyatukan kedua tangannya di depan dada sebagai tanda permohonan. Ezra sangat mencintai wanita di hadapannya. Ia berpikir jika bisa menuruti Shen bisa merebutnya dari Rey secara halus. "Akan aku pertimbangkan. Sebab ada beberapa resiko yang nantinya akan kau tanggung. Sekarang sarapanlah, kasihan bayimu bila tidak sarapan.""Oke. Aku akan meminjam dapur, dan kau jaga Alvin sebentar ya," kata Shen seraya bangkit dari duduk. Ezra hanya tersenyum saja sebagai jawaban. "Hai baby Al. Panggil aku ayah nanti ya? Sebab sebentar lagi kita akan menjadi pasangan anak dan ayah yang sempurna," kelakar Ezra berbicara pada Al yang sedang memejamkan mata disertai isap
"Mas, sebaiknya katakan apa rencanamu," sergah Meysha yang membuka pintu perpustakaan secara kasar. Barata segera mengganti layar laptop menjadi grafik pendapatan rumah sakit dan hotel guna membandingkan profit. "Memangnya apa yang aku lakukan, Mey?" "Sikap Mas Bara begitu berbeda hari ini, pasti Mas menyembunyikan sesuatu," tuduh sang istri dan Bara tak menanggapi. Hal itu membuat Meysha sangat kesal. "Oke, jika tidak ingin berkata jujur, malam ini tidurlah sendiri dan jangan coba merengek!""Iya, Mas rencananya mau lembur," jawab Barata santai, membuat sang istri gregetan dan menghentakkan kakinya sebab sangat kesal. Jadi ia memilih menengok cucunya. "Shen, boleh gendong baby Alvin?" tanya Meysha ketika memasuki kamar anaknya. Shenina yang duduk di pinggiran ranjang, sedang menyusui anaknya pun semakin erat mendekap baby Al. Ia begitu takut sebab sang ayah tadi sudah memisahkan keduanya. Shenina menggelengkan kepalanya. "Jangan ambil anakku, Ma. Jangan pisahkan kami," jawab Sh
"Kenapa papa bilang begitu, aku yakin Rey tidak akan mungkin menghianatiku. Aku tahu siapa suamiku, pa. aku mohon jangan pisahkan kami," mohon Shen seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.Barata masih saja keukeuh meminta sang anak untuk berpisah. "Jika kau tidak mau berpisah dengan Rey. Maka jangan harap bisa menemui putramu lagi!"Bara mengambil paksa bayi yang ada di box dan membawa pergi entah kemana. Shen hanya bisa meruang sejadi-jadinya. rinai hujan di pipinya begitu deras. Monik juga tidak menduga bahwa sahabatnya tega memisahkan ibu dan anak. "Apakah Bara itu sudah tidak waras! Memisahkan Shenina dengan bayinya. Benar-benar tidak masuk akal! Dasar kakek tua gila" umpat Monik dengan amarah yang begitu kentara. Ia segera membantu menantunya untuk berdiri. Memeluknya serta mengelus punggung Shenina guna menenangkan. "Shen, jangan pikirkan hal-hal yang tidak penting. Mama percaya bahwa Bara tidak akan menyakiti cucunya sendiri. Mengenai Rey, mama meminta maaf. Karena
Mendengar perkataan Ken, orang-orang yang berada di ruang makan menghentikan aksi sarapan. Shen terhenyak. Padahal niatnya adalah untuk menjodohkan Ezra dengan Giska."Gis, kalian berdua sudah saling mencintai ya setelah Ken menjemput ke Indonesia? Wah, padahal baru seminggu yang lalu, lho," goda Shen membuat Giska kikuk.Wanita asal Indonesia itu berkata, "Hahaha, sepertinya Mas Ken salah makan obat Mbak Bule, makanya pagi-pagi begini melawak. Kan Giska pengen melanjutkan pendidikan dulu, baru nikah."Ken sungguh kecewa, artinya dia sedang ditolak sekarang? Jadi ia pergi begitu saja dari ruangan tanpa sepatah katapun."Ken marah sepertinya, ayo segera bujuk dia." Giska berupaya tersenyum, "Biarkan saja Mbak Bule, mungkin mas Ken pengen sendiri."Ezra pun ikut berkomentar, "jadi, Ken itu siapanya kamu, Gis?"Giska menjawab kaku. "Bukan siapa-siapa Mas Ezra.""Kalian berdua sudah saling mengenal?" tanya Shen penasaran. "Dulu, Giska sempat bekerja di rumahku yang ada di Jakarta. Terny
Ezra membaringkan bayi mungil itu dengan hati-hati. Shen bernafas lega dan mengucapkan terima kasih."Jika begitu aku turun dulu ya, takutnya Rey tiba-tiba datang dan malah salah paham. Tahu sendiri gimana posesifnya si Rey. Dulu saja kami menyukai wanita yang sama.""Oh, tidak masalah bila dahulu ia mencintai wanita lain. Sekarang kan aku sudah menjadi istrinya yang dicintainya," sahut Shen bangga."Aku juga turut bahagia. Oh ya selamat malam, Len. Bila butuh bantuan kau bisa turun memanggilku."Shen hanya merespon dengan anggukan. Ezra segera menutup pintu diiringi seringai yang menakutkan."Bila kau tak bisa kudapatkan dengan cara halus, masih ada cara lainnya untuk membuat kalian berdua salah paham."***Tengah malam ketika semua orang terlelap, Ezra diam-diam mengendap untuk ke ruang belakang rumah yang tak terawat. Dengan menggunakan masker, otomatis ia tidak akan ketahuan. Sebuah cairan dioleskan sapu tangan. Membuka pintu yang gelap. Rey pun memicingkan mata guna melihat siapa
Pria berpakaian serba hitam itu menyeret tubuh Rey ke halaman belakang rumah. Ada sebuah gedung tua yang tidak pernah digunakan. Pria itu mengikat tubuh Reyzain pada tiang dan menyumpal mulutnya dengan kain agar tidak berteriak.Pria berpakaian serba hitam tersebut segera keluar dari gudang dan menuju toilet untuk melepaskan masker. Netra hitamnya berbinar tatkala melihat wajahnya di depan cermin."Vallenzuela, meskipun kau sudah pernah melahirkan. Namun aku akan tetap mencintaimu."Ia segera keluar dari toilet dan memberikan sebuah kado untuk wanita yang dicintainya."Vallen?" Shenina yang mendengar suara yang begitu familiar segera menoleh ke arah kiri. Mata kelabunya berkaca-kaca saat tahu siapa yang datang."Ezraaa! Ya ampun sudah lama sekali ya aku tidak melihatmu. Apa kabar?"Ezra tersenyum dan menyahut, "Tentu saja aku baik. Oh ya, dapat salam dari ibu panti dan anak-anak. Maaf baru tahu jika kau mengadakan pesta.""Tidak masalah, Ez. Sebaiknya kita duduk dulu," ajak Shenina s
Rona bahagia terpancar dari wajah Shenina beserta Reyzain yang sedang berpose seraya menggendong bayi Alvin. Keluarga kecil tersebut kompak mengenakan pakaian serba ungu yang dikombinasi warna abu. Para lelaki mengenakan setelan jas abu-abu, sementara perempuan mengenakan dress selutut warna ungu.Malam ini kediaman Mansion milik Barata ramai oleh para tamu undangan yang menghadiri acara pesta untuk dua bayi yang lahir disaat bersamaan. Dekorasi pesta terlihat glamor dengan adanya hiasan lampu, bunga warna ungu, ornamen kupu-kupu, serta balon. Adapun nama dua bayi yang tertera di dinding yang ditempel dengan kain abu-abu. Sementara Cherry juga tampak bahagia karena bisa berfoto bersama sang suami, Glen dan juga putrinya.Kebahagiaan tersebut sangat penting baginya karena ia khawatir bahwa papa mertuanya tidak menyukai Glen karena wajah yang begitu persis dengan Gladwin."Terimakasih banyak kepada para hadirin yang sudah datang dalam acara pesta cucu-cucu saya. Semoga, keduanya selalu